MENINGOENSEFALITIS BAKTERIALIS
OLEH
Jihan Istighfaroh
H1A 014 034
PEMBIMBING
dr. I Wayan Subagiartha, Sp. S
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Referat yang berjudul “Meningoensefalitis Bakterialis” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Neurologi RSUD Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.3 Etiologi
Tabel 2.1. Penyebab Umum Meningoensefalitis Bakterialis berdasarkan Usia dan Faktor Risiko.4,6.8
2.5 Patofisiologi
Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat dapat melalui invasi langsung,
penyebaran hematogen, ataupun embolisasi trombus yang terinfeksi. Pada
Meningoensefalitis Bakterialis, transmisi bakteri umumnya melalui droplet respirasi
atau kontak langsung dengan karier.4 Proses masuknya bakteri ke dalam sistem saraf
pusat merupakan mekanisme yang kompleks dan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.
Mekanisme Masuknya
Bakteri ke Sistem Saraf
Pusat. Bakteri melakukan
kolonisasi nasofaring
dengan berikatan pada sel
epitel menggunakan vili
adhesive atau fimbrae.
Komponen polisakarida
pada kapsul bakteri
membantu bakteri tersebut
mengatasi mekanisme
pertahanan immunoglobulin
A (IgA) pada mukosa
nosofaringeal. Bakteri yang
telah berkolonisasi
kemudian melewati sel
epitel (endotelium) ke
dalam ruang intravaskuler
dimana bakteri relatif
terlindungi dari respons
humoral komplemen karena
kapsul polisakarida atau
enzin protease yang
dimilikinya. Bakteri
kemudian melewati sawar
darah otak dan memasuki
ruang subaraknoid serta
cairan serebrospinal (CSS)
melalui pleksus koroid.
Perpindahan bakteri terjadi
melalui kerusakan endotel
yang disebabkan oleh
bakteri tersebut. Bakteri
kemudian akan memicu
respon inflamasi berupa
rekruitmen neutrofil.4,5
Kolonisasi bakteri dapat terjadi akibat adhesi bakteri ke dinding sel dan
mekanisme bakteri dalam menghindari respon imun host (Gambar 2.4). Pada bakteri
meningokokal, proses adhesi menggunakan vili tipe IV yang berikatan dengan
reseptor PAFR, β2 adrenoseptor, atau CD147 pada dinding sel serta dibantu oleh
lipopolisakarida dan protein untuk mempertahankan proses adhesi. Pada bakteri
pneumokokal, reseptor yang terlibat pada proses adhesi ialah PAFR, reseptor laminin,
dam PIgR. Invasi bakteri ke ruang intavaskuler dapat melalui mekanisme transseluler
atau periseluler. Bakteri pneumokokal dapat melalui kedua cara ini menggunakan
reseptor PAFR, sedangkan bakteri meningokokal hanya mampu melalui cara
periseluler dengan bantuan vakuola fagositik.11
Tanda rangsang meningeal yang paling mungkin terlihat adalah kaku kuduk,
namun kaku kuduk tidak selalu ditemukan pada pasien koma, sopor, ataupun lansia.
Tanda rangsang meningeal lainnya seperti Kernig’s sign dan Brudzinski memiliki
signifikansi ke arah Meningoensefalitis Bakterialis yang sama dengan kaku kuduk,
hanya saja tanda ini lebih sulit ditemukan. Kernig’s sign dan Brudzinski hanya dapat
ditemukan pada sekitar 50% penderita Meningoensefalitis Bakterialis dewasa.4,5
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar
glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit
dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah
leukosit.Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu
hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon)
yang menurun.13,14
Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan
sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit
meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif.13
b. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Tabel 2.3. Perbedaan Karakter CSS pada Jenis Patogen yang Berbeda.
Karekteristik CSS yang membedakan patogen penyebab meningoensefalitis ialah
warna CSS, tekanan intrakranial, jumlah sel leukosit, kadar glukosa dan protein pada
CSS. Pada Meningoensefalitis Bakterialis warna CSS umumnya keruh atau purulen,
sedangkan patogen lainnya menyebabkan warna CSS masih tetap jernih. Tekanan
intrakranial pada meningoensefalitis dapat meningkat atau normal, namun dikatakan
pada Meningoensefalitis Bakterialis dan meningoensefalitis tuberkulosa hampir
selalu meningkat. Peningkatan sel leukosit pada meningoensefalitis juga berbeda
kadarnya. Pada Meningoensefalitis Bakterialis leukosit yang dominan ialah sel
polimorfonuklear, sedangkan meningoensefalitis dengan patogen lainnya dominan
sel mononuklear. Kadar glukosa dan protein pada meningoensefalitis dapat rendah,
normal, ataupun meningkat sesuai dengan patogennya.4,8,11
Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.15
c. Pemeriksaan Nonne-Pandy
Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test RossJones,
menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat 80 gr :
aquadest 100 ml: saring sebelum memakainya). Test ini terutama untuk menguji
kadar globulin dalam cairan otak.
Dalam keadaan normal hasil test ini negative, artinya : tidak terjadi kekeruhan
pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang
terjadi.
Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml:
aquadest 90 ml: simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37oC dengan sering
dikocok-kock) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat
ringan berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin keruh hasil
reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan reagen ini.
2.8 Penatalaksanaan
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA