Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

Istilah ochronosis digambarkan oleh Virchow pada tahun 1866 yang mengacu

pada pigmen kuning kecoklatan (ochre), yang disimpan di jaringan ikat dari

berbagai organ seperti: kartilago dalam artikulasi, telinga dan hidung, juga pada

ligamen, tendon, sklera dan kulit.1

Ochronosis diklasifikasikan sebagai endogen dan eksogen. Ochronosis

endogen atau alkaptonuria disebabkan oleh perubahan metabolisme asam amino

purin akibat defisiensi enzim asam homogentisat oksidase yang bertanggung jawab

atas oksidasi asam homogentisat, metabolit dari asam amino tirosin dan fenilalanin.1

Sedangkan ochronosis eksogen disebabkan oleh karena efek samping

potensial dari penggunaan topikal hydroquinone yang digunakan secara klinis untuk

mengobati melasma. Karena penyakit ini sulit diobati, diperlukan diagnosis dini dan

penghentian segera hydroquinone. Perlu dipastikan untuk tidak meningkatkan

konsentrasinya dalam upaya untuk membersihkan hiperpigmentasi. Resep

hydroquinone untuk setiap pasien harus disertai dengan informasi efek samping yang

mungkin terjadi, selain itu penggunaan senyawa hidrokuinon tanpa resep medis harus

dibatasi.2

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

I. HISTOLOGI KULIT

Kulit dan derivatifnya membentuk sistem integumen. Pada manusia, derivatif

kulit mencakup kuku, rambut, dan beberapa jenis kelenjar keringat dan sebasea. Kulit

atau integumen, terdiri atas dua daerah berbeda, yaitu epidermis di sebelah luar dan

dermis di sebelah dalam.

Epidermis adalah lapisan nonvaskular yang dilapisi epitel berlapis gepeng

dengan lapisan tanduk dengan jenis dan lapisan sel berbeda-beda. Dermis terletak

tepat di bawah epidermis dan ditandai oleh jaringan ikat padat tidak teratur. Di bawah

dermis terdapat hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea), jaringan ikat dan

jaringan adiposa yang membentuk fasia superfisial yang tampak secara anatomis.3

Gambar 2.1 Histologi Kulit4

2
Epidermis mengandung tiga jenis sel khusus salah satunya adalah melanosit.

Sel-sel ini biasanya tidak dapat dibedakan pada preparat hematoksilin dan eosin

kecuali jika dipersiapkan dengan pewarnaan khusus. Melanosit berasal dari sel krista

saraf. Sel ini memiliki juluran sitoplasma yang tidak teratur dan bercabang ke dalam

epidermis. Melanosit terletak antara stratum basal dan stratum spinosum epidermis

dan menyintesis pigmen coklat tua melanin.3

Melanin dibentuk dari asam amino tirosin oleh melanosit. Granula melanin di

melanosit bermigrasi ke tonjolan-tonjolan sitoplasmanya, dan kemudian dipindahkan

ke dalam keratinosit di lapisan basal epidermis. Melanin memberi warna gelap pada

kulit, dan pemaparan kulit terhadap sinar matahari merangsang pembentukan

melanin. Fungsi melanin adalah melindungi kulit dari efek radiasi ultraviolet yang

merusak.3

II. DEFINISI

Istilah 'ochronosis' pertama kali dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1866

sebagai pigmen kuning kecoklatan yang tersimpan di jaringan ikat berbagai organ.

Ochronosis bisa bersifat endogen atau eksogen. Ochronosis endogen juga disebut

alkaptonuria disebabkan oleh defisiensi enzim asam homogentisat oksidase yang

menyebabkan pengendapan pigmen ochronotik. Sedangkan, ochronosis eksogen

terjadi akibat penggunaan topikal hydroquinone, fenol, resorsinol, atau pemberian

antimalaria oral. Ochronosis eksogen muncul sebagai makula berwarna abu-abu atau

3
biru-hitam, hiperkrokromik, papula yang tajam di daerah yang terpapar cahaya dalam

pola simetris.2

III. PROSES TERBENTUKNYA MELANIN

Warna kulit manusia berasal dari lapisan kulit paling dalam, epidermis adalah

tempat dimana sel penghasil pigmen yaitu melanosit menghasilkan melanin. Ketika

kulit terpapar oleh radiasi UV, melanogenesis akan meningkat oleh karena aktivasi

dari enzim kunci melanogenesis, tirosinase. Tyrosinase adalah glikoprotein yang

terletak di membran melanosom, vesikel minifaktorial di dalam melanosit.

Melanogenesis terjadi pada melanosom. Dua jenis melanin disintesis dalam

melanosom: eumelanin dan pheomelanin. Eumelanin adalah polimer coklat-hitam

yang tidak larut, sedangkan pheomelanin adalah polimer larut yang mengandung

sulfida ringan berwarna merah.5

Tyrosinase mengkatalisis hidroksilasi L-tirosin ke L-dihidroksifenilalanin

(L-DOPA) dan oksidasi selanjutnya dari o-diphenol ini ke kuinon yang sesuai,

L-dopaquinone. Konsentrasi L-tirosin untuk melanogenesis bergantung pada konversi

asam amino esensial L-fenilalanin dengan phenylalanine activity hydroxylase (PAH)

intraselular.5

4
Gambar 2.2 Alur sintesis melanin5

Setelah pembentukan dopaquinone, jalur melanin dibagi menjadi sintesis

eumelanin hitam-kecoklatan dan merah-kuning pheomelanin dimana terjadi konversi

spontan ke leucodopachrome dan dopachrome.5

Di jalur eumelanin, dopachrome dikonversi secara spontan menjadi 5,6-

dihidroksiindol atau secara enzimatis dikonversi menjadi asam 5,6-dihidroksiindol-2-

karboksilat melalui konversi enzimatik oleh dopachrome tautomerase (DCT) juga

disebut tyrosinase-related protein-2 (TRP-2). Ada dua protein terkait tyrosinase,

TRP-1 dan TRP-2, yang secara struktural terkait dengan tirosinase dan berbagi sekitar

40% homologi asam amino, menunjukkan bahwa mereka berasal dari gen leluhur

yang sama. Akhirnya, polimerisasi indoles dan quinones mengarah pada

pembentukan eumelanin.5

Jalur pheomelanin berasal dari jalur eumelanin pada langkah L-dopaquinone

dan bergantung pada adanya sistein yang secara aktif diangkut melalui membran

melanosomal. Sistein bereaksi dengan L-dopaquinone untuk membentuk

5
cysteinyl-dopa. Yang terakhir kemudian diubah menjadi quinoleimine, alanine-

hydroxyl dihydrobenzothazine dan dipolimerisasi menjadi pheomelanin.5

Tyrosinase juga dapat secara tidak langsung diaktifkan oleh tirosin hidroksilase

isoenzim 1 (TH1) seperti yang telah terbukti hadir dalam melanosom dan

mengkatalisis sintesis L-dopa. Pada gilirannya, L-dopa dapat bertindak sebagai

kofaktor tirosinase. Kondisi redoks dalam melanosom sangat penting untuk

keseimbangan antara produksi eumelanin dan pheomelanin. Pembentukan eu- atau

pheomelanin secara langsung ditentukan oleh glutathione yang menurun (GSH)

(GSH tinggi untuk eumelanin dan rendah untuk pheomelanin). Oleh karena itu,

ekspresi dan aktivitas fungsional enzim antioksidan seperti katalase, glutathione

peroxidase, reduktase glutathione dan reduktase tioredoksin cenderung memodifikasi

jalur melanogenik.5

IV. PATOGENESIS

Hydroquinone (1,4-dihydroxybenzene) telah menjadi standar konvensional

untuk mengobati hiperpigmentasi selama lebih dari 40 tahun, senyawa ini bisa

ditemukan pada teh, gandum, beri, bir dan kopi. Berikut adalah alur terjadinya

penurunan pigmnetasi kulit pada penggunaan hydroquinon5

Efek samping utama yang disebabkan oleh penggunaan kronis adalah:

depigmentasi tipe confetti, ochronosis eksogen, dermatitis, pigmentasi sklera dan

kuku, karsinoma sel skuamosa dan pengurangan kapasitas penyembuhan kulit dan

katarak.5

6
Penggunaan Hydroquinon
pada gangguan pigmentasi

Mengikat histidin Menurunkan Degradasi Menginduksi


di tempat glutation melanosom senyawa
aktif enzim dan Kerusakan oksigen reaktif
melanosit

Tidak terjadi Sintesis Kerusakan


aktivasi DNA dan oksidatif membran
tirosinase RNA lipid dan protein
menurun seperti tirosinase

Penurunan pigmen kulit

Gambar 2.3 Penggunaan hydroquinone pada gangguan pigmentasi5

Efek samping Enzim asam


Kerusakan oksidatif
penggunaan homogentisat oksidase
lipid membran
hydroquinone dihambat

Hilangnya melanosit Akumulasi asam


secara permanen didetoksifikasi homogentisat
di hati menjadi
senyawa inert
Hilangnya warna kulit Dipolimerisasi
warisan secara membentuk pigmen
ireversibel ochre di dermis

Ochronosis eksogen

Gambar 2.4 Efek samping penggunaan hydroquinone5

7
Karena risiko efek samping seperti depigmentasi permanen dan ochronosis

eksogen setelah penggunaan jangka panjang, hydroquinone telah dilarang oleh

Komite Eropa. Quinone lain yang biasa digunakan untuk tujuan pencerah kulit adalah

arbutin, yang merupakan turunan dari hydroquinone.5

Arbutin digunakan sebagai pengobatan gangguan hiperpigmentasi yang efektif

dan menampilkan lebih sedikit sitotoksisitas melanosit daripada hydroquinone.

Arbutin dapat menghambat melanogenesis dengan mengikat tirosinase secara

reversibel tanpa mempengaruhi transkripsi mRNA tirosinase. 5

V. MANIFESTASI KLINIS

Kondisi klinis ochronosis ditandai dengan hiperpigmentasi pada area yang

terpapar cahaya dengan warna biru tua, tidak bergejala, di daerah malar, di daerah

servikal, pelipis dan pipi, dimana hidroquinon digunakan. Selanjutnya, daerah yang

terkena tampak berkilau, polos dan tidak elastis. Pada tahun 1979, Dogliotte,

menggambarkan 3 tahap penyakit ochronosis eksogen, yaitu1 :

1). Eritema dan pigmentasi ringan;

2). Hiperpigmentasi koloid ringan, atrophia;

3). Lesi nodular-papul.

Gambar 2.6 Papul-papul abu abu-kehitaman pada regio malar6

8
Gambar 2.5 Makula coklat-abu abu pada regio lateral wajah
dengan lesi depigmentasi sentral seperti confetti1

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam pemeriksaan histologis kita dapat mengamati dalam sayatan yang

diwarnai oleh hematoxylin-eosin, terdapat pigmen coklat di dalam dermis dan bundel

kolagen dengan pigmen ochronotik dan aspek aneh yang mirip dengan pisang.

Granuloma Sarcoidi dengan sel mulinuclear raksasa yang memfagosit parikel

ochronotik juga dapat diamati. Eliminasi transfolikular serat ochronotik juga terlihat.

Pigmen ochronotik ini tidak di dapatkan dalam histologis melasma.1

Gambar 2.7 Pigmen ochronotik pada dermis1

9
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan dalam diagnosis adalah dermatoskopi

yang membedakan area kulit yang terkena melasma atau ochronosis.1

VII. DIAGNOSIS BANDING

a. Melasma

Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris

berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua,

mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat predileksi pada

pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.7

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal

di daerah tropis. Melasma terutama dijumoai pada wanita dengan riwayat

langsung terkena pajanan sinar matahari. Kelainan ini dapat mengenai wanita

hamil, wanita pemakai pil kontrasepsi, pemakai kosmetik, pemakai obat, dan

lain-lain.7

Etiologi sampai saat ini belum diketahui pasti. Faktor kausatif yang

dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah : Sinar ultraviolet,

hormon, obat, genetik, ras, kosmetik, hingga idiopatik. Berdasarkan

pemeriksaan histopatologik :7

Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat, melanin terutama

terdapat pad a lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang diseluruh

stratum korneum dan stratum spinosum7

10
Melasma tipe dermal, berwaarna coklat kebiruan, terdapat makrofag

bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah,

pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat. 7

Gambar 2.8 Melasma8


b. Lentigo senilis/ Liver spot

Lentigo senilis adalah makula hiperpigmentasi pada kulit daerah yang

terbuka, biasanya pada orang tua. Sering bersama makula depigmentasi,

ekimosis senilis, dan degenerasi aktinik yang kronik. Acapkali terlihat pada

punggung tangan. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan terpisahnya

geligi epidermal dan lapisan basal berbentuk seperti pemukul baseball dan

hiperpigmentasi adanya peningkatan melanosit.7

Gambar 2.9 Lentigo senilis8

11
c. Efelid

Makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul pada kulit

yang sering terkena sinar matahari. Lebih sering pada kulit putih, berupa

makula hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar

matahari. Pada musim panas jumlahnya akan bertambah, lebih besar dan

lebih gelap. Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan tidak adanya

penambahan jumlah melanosit , tetapi melanosom panjang dan berbentuk

bintang seperti yang didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan

melanin lebih cepat setelah penyinaran matahari. Jumlah melanin di epidermis

juga bertambah.7

Gambar 2.10 Efelid8

VIII. PENATALAKSANAAN

Ochronosis eksogen sulit diobati. Beberapa perawatan sudah pernah

digunakan, biasanya dengan hasil yang tidak memuaskan. Menghindari penggunaan

zat yang menyebabkan perubahan warna (misalnya hydroquinone) bermanfaat,


6
namun perbaikan yang nyata mungkin memerlukan waktu beberapa tahun. Ada

beberapa pengobatan yang dapat diberikan pada Ochronosis eksogen, antara lain:

12
Asam retinoat. Efektif pada beberapa pasien, namun menyebabkan

hiperpigmentasi sementara pada orang lain.

Sunscreen

Kortikosteroid potensial rendah

Tetrasiklin. Kasus ochronosis sarcoid-like diobati dengan tetrasiklin, dengan

perbaikan diamati setelah 1 bulan dan pemutihan total setelah 3 bulan. 6

Dermabrasi. Satu kasus yang dijelaskan dalam literatur melaporkan

penghilangan hiperpigmentasi pada pasien dengan menggunakan dermabrasi.

Kombinasi dermabrasi dan laser CO2. Pengobatan memberikan hasil

memuaskan di daerah periorbital dan nasal pada pasien wanita dengan fototip

tinggi. Dalam kasus yang dijelaskan dalam penelitian ini, lesi ochronosis

membaik dengan menggunakan kombinasi ini, namun belum sepenuhnya

terselesaikan.6

Q-switched laser, (QS) laser ini biasa digunakan untuk perawatan tato dan lesi

berpigmen. Berdasarkan fakta yang baru-baru ini ditemukan, bahwa pigmen

ochronosis eksogen terakumulasi di dalam dermis dengan cara yang sama

seperti pigmen tato. Namun terdapat variabilitas respons ochronosis eksogen

terhadap berbagai jenis laser.

IPL. Keuntungan IPL mencakup kemampuan untuk mengatur lebar denyut

nadi dan panjang gelombang sesuai dengan jenis kulit dan kedalaman endapan

pigmen. Penggunaan IPL berkontribusi terhadap pemutihan lesi ochronosis

13
pada pasien tersebut. Tidak ada laporan penggunaan IPL dalam pengobatan

ochronosis ditemukan dalam literatur.6

TCA. Penggunaan TCA dalam hiperpigmentasi berhubungan dengan nekrosis

koagulatif protein sel epidermis, diikuti oleh kematian sel. Ada laporan dalam

literatur bahwa asam ini tidak efektif dalam pengobatan ochronosis. Meskipun

demikian, kami menggunakan TCA sebagai terapi ajuvan, diterapkan segera

setelah sesi IPL, dan dapat mengamati bahwa metode ini paling efektif

menyebabkan regresi lesi.6

IX. PROGNOSIS

Ochronosis eksogen sulit diobati. Beberapa perawatan sudah pernah

digunakan, biasanya dengan hasil yang tidak memuaskan. Menghindari penggunaan

zat yang menyebabkan perubahan warna (misalnya hydroquinone) bermanfaat,

namun perbaikan yang nyata mungkin memerlukan waktu beberapa tahun.6

14
BAB III

KESIMPULAN

Ochronosis eksogen muncul sebagai makula berwarna abu-abu atau biru-hitam,

hiperkrokromik, papula yang tajam di daerah yang terpapar cahaya dalam pola

simetris. Hal ini dapat terjadi sekunder akibat penggunaan topikal hydroquinone,

fenol, resorsinol, atau bahkan pemberian antimalaria oral.2

Hydroquinone itu sendiri dapat menyebabkan hilangnya melanosit secara

permanen karena kerusakan oksidatif lipid membran yang menyebabkan hilangnya

warna kulit secara ireversibel. Selain itu, diketahui bahwa zat ini diangkut dengan

cepat dari epidermis ke sistem vaskular dan didetoksifikasi ke dalam hati menjadi

senyawa inert.5

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, pada pemeriksaan penunjang

histopatologis dapat ditemukan pigmen coklat di dalam dermis dan bundel kolagen

dengan pigmen ochronotik dan aspek aneh yang mirip dengan pisang.1

Ochronosis eksogen sulit diobati. Beberapa perawatan sudah pernah digunakan,

biasanya dengan hasil yang tidak memuaskan. Menghindari penggunaan zat yang

menyebabkan perubahan warna (misalnya hydroquinone) bermanfaat, namun

perbaikan yang nyata mungkin memerlukan waktu beberapa tahun.6

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Jonas Ribas. Exogenous ochronosis hydroquinone induced: a report of four

cases. 2010 by Anais Brasileiros de Dermatologia. ;85(5):699-702

2. Swati Sharma. 2014. Exogenous Ochronosis Masquerading Refractory

Melasma. India. Department Of Dermatology And Pathology, Kasturba

Medical College, Manipal, Karnataka, India; 5(4): 398-400

3. Victor P. Ereschencko.2012. Atlas Histologi Difiore. EGC. Edisi 11. H.223-

225

4. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 21th ed. Jakarta: ECG;

2003;h.49

5. Gillbro JM, Olsson MJ. The melanogenesis and mechanisms of skin

lightening agents existing and new approaches. International Journal of

Cosmetic Science, 2011, 33, 210213

6. Emmanuel Rodrigues de Frana. 2010. Exogenous ochronosis: a case report.

Brazil.Surg Cosmet Dermatol;2(4)320-321.

7. Adhi Djuanda. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FK UI. Edisi

Keenam. H.289-294

8. Irwin M. Freedberg. 2003. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine

(Two Vol. Set) 6th edition. P.974-978

16

Anda mungkin juga menyukai