Anda di halaman 1dari 91

UJI TOKSISITAS AKUT ISOLAT KATEKIN GAMBIR (Uncaria gambier R.

) DARI FASE ETIL ASETAT TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN SECARA IN VIVO

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Far)

Disusun Oleh : DEVY HILPIANI NIM : 107102001524

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyusun laporan skripsi ini hingga selesai. Shalawat dan salam tak lupa kami tujukan kepada Rasulullah saw semoga kita sebagai umatnya mendapat syafaat darinya hingga akhir zaman. Penulis sadar bahwa akan banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi berjudul Uji Toksisitas Akut Isolat Katekin Gambir (Uncaria Gambier R.) dari Fase Etil Asetat Terhadap Mencit Putih Jantan Secara In Vivo. Penulis sangat menyadari bahwa laporan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan berjuta-juta terimakasih kepada: 1. Motivator terbesar penulis, orang tua tersayang mama Sri Supeni, S.Pd dan bapak M. Hilman yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan doa. 2. Ibu Nurmeilis, M.Si, Apt dan ibu dr. Dyah Ayu Woro Setyaningrum selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesabaran, nasehat, serta penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Seluruh dosen beserta staff Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Terimakasih atas kerjasamanya. 6. 7. Staff Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Untuk seluruh keluarga besar JOGJA, mbah putri dan (Alm) mbah kakung, bude Sri Surahmi, pade Subanjar, pade Subono, bude Endang Katmiati, bulik Sri Sureni dan pak Rudi yang telah mendukung penulis baik secara moral maupun materi. 8. Untuk kakak kakakku Rista Maryani, Novline Angella, Amelia Hidayat, Yunci Perdani Putri dan Yeni Safitri untuk kesabaran, dukungan dan semangatnya. 9. Untuk adik adikku Ayu Punarsih, Riska Ferdian, dr. Aemsina, Layli alfia dan anak GS (Prita, Bunga, Pia, Ade, Pepe dan Acan) buat doa dan semangat. dukungan, sehingga

10. KATEKINERS dan anak TOXIC teteh tina, neta, regi, lulu, ade may, dede ratna, kiki, iso, nia, mba and, simpatisan (mba ifti dan silfi) dan ayi (selaku pembimbing ketiga) sangat berterima kasih untuk kalian semua untuk bantuan, canda dan kesulitan yang kita hadapi bersama. 11. CIELO Band Bang BM, Marwah, Ricky, dan Adis makin kompak dan makasih untuk bantu instal laptop. 12. Untuk teman teman FKIK, NAFTALEN, PASIFIK, PSM UIN Jakarta, ASPI 2007, ASPI 2008 dan Kosan Al Muna yang telah mengisi hari-hari ku. 13. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang dapat disebutkan satu persatu. namanya tidak

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusuna skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi hasil yang lebih baik . Penulis berharap penyusunan skripsi ini mendatangkan banyak manfaat dan pelajaran bagi semua orang khususnya para pembaca.

Ciputat, 2012

Penulis

ABSTRAK

JUDUL

: UJI TOKSISITAS AKUT ISOLAT KATEKIN GAMBIR (Uncaria gambier R.) DARI FASE ETIL ASETAT TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN SECARA IN VIVO Katekin yang diperoleh dari gambir (Uncaria gambier R.) memiliki khasiat antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antivirus. Pengujian toksisitas ini bertujuan untuk menentukan LD50 dari katekin yang diberikan secara oral serta pengaruhnya terhadap histopatologi organ hewan uji. Hewan uji berupa mencit putih jantan galur DDY sebanyak 25 ekor yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Variasi dosis katekin yaitu 1000 mg/kgBB, 2000 mg/kgBB, 4000 mg/kgBB, dan 8000 mg/kgBB serta Na CMC 0,5 % sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan selama 24 jam sampai 14 hari meliputi gejala toksik, jumlah hewan yang mati, dan pengamatan histopatologi organ. Pengamatan histopatologi dilakukan setelah pembedahan terhadap hewan uji dan penimbangan organ hati, ginjal, limpa, dan usus. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai LD50 sebesar 9141,132 mg/kgBB. Hasil pengamatan histologi menunjukkan gejala patologis pada organ hati dan organ usus pada dosis 8000 mg/kgBB. Hasil analisis data menunjukkan terdapat perbedaan secara bermakna (p 0,05) pada bobot organ hati dan ginjal.

Kata kunci: Toksisitas Akut, Katekin, Gambir (Uncaria gambier R.)

ABSTRACT

TITLE

: ACUTE TOXICITY TEST ETHYL ACETIC PHASE CATECHIN GAMBIR (Uncaria gambier R.) ISOLATE ON MALE WHITE MICE

Catechin which is obtainable from gambir (Uncaria gambier R.), known as anti inflammation, antioxidant, antibacterial, antitumor, and antiviral agents. The aim of this toxicity research are looking for catechins LD50 by oral administration and its side effect toward animals hystopatology and behavior. 25 male white mice which is DDY heritage used as animal research. The mice devided by 5 group. Catechin dosages were 1000 mg/kg BB, 2000 mg/kg BB, 4000 mg/kg BB, 8000 mg/kg BB and CMC sodium 0.5% for control group. The test observation was 24 hours to 14 days including toxic symptom, amount of animal death, and observation of microscopic histopatology organ. The observation of microscopic histopatology organ was performed after mice surgical and weighning organ (liver, kidneys, spleen, and intestine). The value of catechins LD50 by the experiment is 9141.132 mg/kg BB. The observation of microscopic histopatology organ showed patologic effect on liver and on intestine at 8000 mg/kgBB dose. The result showed liver and kidney have significant of different organs weight in 0.05 value of test.

Keywords : Acute Toxicity, Catechin, Gambir (Uncaria gambier R.)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DARTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Gambir 2.2. Katekin 2.3. Hewan Uji 2.4. Simplisia 2.5. Ekstrak 2.6. Uji Tosisitas 2.7. Histologi Organ 2.8. Potensi Penelitian 2.9. Kerangka Konsep Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.3. Prosedur Penelitian 3.4 Alur Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.2. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Hasil Penelitian 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1 3 3 3 4 7 8 8 12 14 18 22 23 24 24 25 38 39 45 50 50 51 55

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9.

Kategori toksik Pembagian kelompok dosis Dosis percobaan pendahuluan Dosis uji toksisitas Identifikasi gambir Uji penapisan fitokimia Pengujian karakteristik katekin Uji pendahuluan Uji toksisitas

15 33 34 34 39 40 41 41 42 42 43 43 44 61 65 67 69 77 78

Tabel 10. Pengamatan tingkah laku Tabel 11. Rata-rata bobot mencit Tabel 12. Rata-rata bobot organ Tabel 13. Pengamatan histopatologi Tabel 14. Perhitungan persentase kadar katekin sampel Tabel 15. Dosis uji pendahuluan Tabel 16. Dosis uji toksisitas Tabel 17. Perhitungan nilai LD50 Tabel 18. Bobot badan mencit Tabel 19. Bobot organ mencit

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.

Hasil determinasi tanaman Sertifikat katekin pembanding Skema isolasi katekin gambir (uncaria gambier r.) Hasil karakteristik ekstrak Skema kerja uji pendahuluan Skema kerja uji toksisitas Pembuatan bahan uji pendahuluan Pembuatan bahan uji toksisitas Perhitungan nilai LD50

55 56 57 58 63 64 65 67 69 70 73 74 75 76 77 79

Lampiran 10. Foto foto penelitian Lampiran 11. Pembacaan preparat organ hati Lampiran 12. Pembacaan preparat organ limpa Lampiran 13. Pembacaan preparat organ ginjal Lampiran 14. Pembacaan preparat organ usus Lampiran 15. Penimbangan bobot badan mencit dan organ Lampiran 16. Hasil statistik bobot organ mencit

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Upaya menyembuhkan berbagai penyakit terus dilakukan yaitu salah satunya dengan pencarian obat baru, hal ini mendorong para peneliti untuk berusaha menemukannya dengan memanfaatkan tumbuhan asli Indonesia. Di dalam hutan tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan. Diduga dari jumlah tersebut sekitar 9.600 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat dan 200 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sriningsih dkk., 2006). Salah satu tumbuhan asal Indonesia yang telah digunakan sebagai obat tradisional yaitu Gambir (Uncaria gambier R.). Manfaat gambir adalah sebagai campuran obat, seperti luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, obat sariawan, serta obat sakit kulit. Selain itu juga gambir digunakan sebagai pelengkap untuk mengkonsumsi sirih. Saat ini penggunaan gambir berkembang menjadi bahan kebutuhan berbagai jenis industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan (Ermiati, 2004). Pada penelitian terdahulu telah dilakukan uji farmakologi dari ekstrak gambir, yaitu sebagai imunomodulator (Amalia, 2010), analgetik dan antiinflamasi (Sari G, 2010) dan efek hipoglikemik (Sari H, 2010).

Senyawa utama gambir yaitu katekin dapat berperan sebagai antiinflamasi, antioksidan (Gu, 2006), antibakteri, antitumor, dan antivirus (Nakagawa, 2005). Hingga saat ini penelitian senyawa katekin banyak dilakukan untuk menemukan potensi katekin lebih dalam. Oleh karena itu uji toksisitas katekin total gambir perlu dilakukan untuk menilai keamanan dosis obat tradisional yang di uji. Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu : uji toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik) (Depkes RI, 2000). Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yang diperlukan untuk uji toksisitas selanjutnya. Disamping itu data kematian yang diperoleh ditentukan nilai LD50 pada mencit jantan (Ariens, 1986). Oleh karena itu, diperlukan penelitian uji toksisitas akut dari katekin gambir (Uncaria gambier R.) dengan menggunakan mencit putih jantan galur DDY yang diberikan secara per oral dengan metode Probit. Setelah pemberian obat tersebut, diperlukan pengamatan lebih lanjut untuk mengetahui perubahan bobot badan dan histopatologis organ mencit putih jantan. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya mengenai LD50, tetapi juga terhadap kelainan tingkah laku, dan aktivitas motorik (Ganiswara, 1995).

1.2

Perumusan Masalah 1. Apakah katekin gambir (Uncaria gambier R.) memiliki efek toksik terhadap organ mencit putih jantan ? 2. Berapakah nilai LD50 katekin gambir (Uncaria gambier R.) yang diberikan per oral pada mencit putih jantan ? 3. Bagaimana pengaruh katekin gambir (Uncaria gambier R.) terhadap perubahan tingkah laku dan histopatologi organ mencit putih jantan?

1.3

Tujuan Penelitian Untuk menentukan toksisitas akut isolat katekin gambir (Uncaria gambier R.) yang diberikan secara per oral pada mencit putih jantan dengan penentuan LD50 serta pengaruhnya terhadap histopatologi organ.

1.4

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai toksisitas akut isolat katekin gambir (Uncaria gambier R.) yang dapat bermanfaat dalam penentuan dosis sediaan gambir yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai bahan obat sehingga nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tanaman Gambir (Uncaria gambier R.)

Uncaria gambier R. merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dan anggota famili Rubiaceae dan telah terbukti mengandung senyawa-senyawa yang bersifat farmakologi. Spesiesnya terdistribusi secara luas di daerah tropis, yang berbeda-beda tergantung daerahnya. Gambir biasanya digunakan untuk mengatasi diare dan sebagai obat astringent di Negara Asia. Penggunaannya meningkat sebagai pelengkap pengobatan mencegah potensi oksidan, untuk mengurangi kondisi inflamasi dan meningkatkan kondisi kesehatan di negara berkembang (Anggraini, 2011).

2.1.1 Klasifikasi Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asteridae : Rubiales : Rubiaceae : Uncaria : Uncaria gambier R.
4

Sinonim

: Ourouparia gambir Roxb. Nauclea gambir (Hariana, 2004)

2.1.2 Nama Daerah

Sumatera

: Gambe, gani (Aceh), kacu (Gayo), sontang (Batak), gambe (Nias), gambie (Minangkabau), pengilom, sepelet (Lampung).

Jawa Kalimantan Sulawesi

: Santun, Gambir (Jawa), ghambhir (Madura). : Kelare (Dayak), abi (Kayan). : Gambere (Sangir), gambele (Gorontalo), gambere (Makassar), gaber (Majene).

Nusatenggara : Tagambe (Bima), gamur (Sumba), gabi (Sawu), gambe (Flores), nggame (Roti) (Depkes RI, 1989). Maluku Halmahera : Kampir, kambir, ngamir, gaamer, tagabere, gambe. : Gabi, gagabere (Hariana, 2004)

2.1.3 Uraian Tanaman Gambir merupakan ekstrak yang dihasilkan dari daun dan ranting tanaman gambir yang dipanen atau dipangkas setelah tanaman berumur 1,5 tahun dan dilakukan 2 -3 kali setahun dengan selang waktu 4 6 bulan. Pangkasan daun dan ranting harus segera diolah karena jika pengolahan ini ditunda lebih dari 24 jam, volume getahnya akan berkurang (Hayani, 2003). Gambir berasal dari tumbuhan perdu yang membelit dan memiliki batang keras. Tinggi 1-3 cm. Batang tegak, bulat, percabangan simpodial warna cokelat pucat. Daun tunggal, berhadapan, bentuk elips, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing,

panjang 8-13 cm. lebar 4-7 cm, warna hijau. Bunga majemuk, bentuk lonceng, di ketiak daun, panjang lebih kurang 5 cm, mahkota 5 helai berbentuk lonceng, tongkol-bulat, terdiri dari bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur, panjang lebih kurang 1,5 cm berwarna hitam (Haryanto, 2009). 2.1.4 Makroskopik Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindrik pendek. Kadangkadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk, tebal 2 cm sampai 3 cm, ringan, mudah patah dan berliang renik-renik, warna permukaan luar coklat muda sampai coklat tua kemerahan atau kehitaman, warna permukaan yang baru dipatahkan coklat muda sampai coklat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis-garis yang lebih gelap (Depkes RI, 1989). 2.1.5 Mikroskopik Dilihat dalam kloralhidrat terlihat adanya pollen, sel batu besar, dinding agak tipis, lumen besar atau kadang-kadang kecil memanjang, lumen sempit. Sel parenkim besar, dinding tipis. Hablur kalsium oksalat bentuk jarum dan bentuk prisma. Rambut penutup terdiri dari satu sel ujung runcing (Depkes RI, 1989). 2.1.6 Kandungan Kimia Menurut Thorpe dan Whiteley, senyawa utama yang terkandung dalam gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam katekutanat dengan persentase masingmasing yaitu 7-30% dan 22-55%. Adanya perbedaan kadar katekin pada gambir dipengaruhi oleh kondisi daun yang diekstrak. Daun gambir muda memiliki rendemen ekstrak lebih tinggi daripada daun tua. Komponen yang terdapat dalam gambir yaitu katekin 7-33%, asam katekutanat 20-55%, pyrocathecol 20-30%, gambir fluoresensi 1-

3%, red catechu 3-5%, quersetin 2-4%, fixed oil 1-2%, lilin 1-2% dan sedikit alkaloid (Amos, 2010). 2.1.7 Manfaat Tumbuhan Gambir dapat merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain gambir adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan), penyamak kulit, dan bahan pewarna tekstil untuk industri batik. Selain itu juga gambir digunakan penduduk sebagai ramuan untuk mengkonsumsi sirih dan obat untuk sakit perut. Saat ini berkembang menjadi bahan kebutuhan berbagai jenis industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan sehingga mulai diekspor besar-besaran (Ermiati,2004). 2.2 Katekin Katekin (C15H14O6) merupakan ekstrak dari gambir yang berpotensi sebagai anti inflamasi, antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antivirus (Nakagawa, 2005). Katekin bersifat asam lemah (pKa1 = 7,72 dan pKa2 = 10,22), larut dalam alkohol dingin, etil asetat, air panas serta asam asetat glacial dan aseton. Katekin relatif sukar larut dalam air dingin dan ester. Tidak larut dalam CHCL3, metil eter, dan benzene. Sangat tidak stabil di udara terbuka. Katekin bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH rendah (2,8 dan 4,9). Katekin juga bersifat mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH rendah (3,45) dibandingkan pH 4,9 (Lucida dkk, 2006). Katekin terdiri dari katekin (C), epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekingalat (EGCG) (Zaveri, 2005).

2.3

Hewan Uji Dalam pengujian toksisitas akut katekin gambir ini menggunakan hewan yaitu mencit putih jantan. Kingdom Class Ordo Sub ordo Familia Sub famili Genus Species Galur : Animalia : Mamalia : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Murinae : Mus : Mus muculus L : DDY (Deutsch Denken Yoken)

2.4

Simplisia Keberadaan simplisia atau sumber bahan baku obat tradisional di Indonesia cukup melimpah di setiap daerah tumbuh tanaman obat. Pemilihan simplisia yang mutunya baik merupakan langkah awal yang harus diperhatikan untuk menjamin mutu suatu obat tradisional. Masing-masing industri obat tradisional hendaknya mempunyai standar minimal untuk simplisia yang digunakan untuk memberi keyakinan akan kebenaran dan kualitas simplisia yang diperoleh (Depkes RI, 1999). Simplisia ada yang lunak seperti rimpang, daun, dan akar kelembak. Ada yang keras seperti biji, kulit kayu, kulit akar. Simplisia yang lunak mudah ditembus oleh cairan penyari, oleh karena itu pada penyarian tidak perlu diserbuk sampai halus. Sebaliknya pada simplisia yang keras perlu dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan penyarian.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloid, glikosida, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang tepat (Depkes RI, 1999). 2.4.1 Pengelolaan Simplisia a. Pengumpulan Bahan Baku Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut (Gunawan, 2004) : Daun dan Ranting Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotoseintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua. b. Sortasi Basah Sortasi basah adalah proses pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar yang dilakukan terhadap tanah, kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau

10

bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak yang terdapat dalam simplisia. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia (Gunawan, 2004). c. Pencucian Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air yang berasal dari mata air, sumur dan PAM. Pencucian yang dilakukan dengan mata air harus memperhatikan kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh adanya mikroba dan pestisida. Pencucian yang dilakukan dengan air sumur perlu memperhatikan pencemaran yang mungkin timbul akibat mikroba dan air limbah buangan rumah tangga. Pencucian yang dilakukan dengan air PAM (ledeng) sering tercemar oleh kapur klor (Cl). Sebelum pencucian terkadang diperlukan proses pengupasan kulit luar, terutama untuk simplisia yang berasal dari kulit batang, kayu, buah, biji, rimpang dan bulbus (Gunawan, 2004). d. Pengubahan bentuk Tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan bahan baku, maka akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk meliputi perajangan untuk rimpang, daun dan herba; pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian ukuran besar; pemiprilan untuk biji-bijian; pemotongan untuk akar, batang, kayu, kulit kayu dan ranting; dan penyerutan untuk kayu (Gunawan, 2004).

11

e.

Pengeringan Tujuan proses pengeringan simplisia, yaitu untuk menurunkan kadar air agar

simplisia tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, untuk menghilangkan aktivitas enzim yang dapat mengurai lebih lanjut kandungan zat aktif, dan memudahkan pengelolaan proses selanjutnya dalam hal mudah disimpan dan lebih tahan lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembapan udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan (Gunawan, 2004). f. Sortasi kering Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bahan-bahan yang rusak, benda-benda asing yang tertinggal atau dari kotoran-kotoran (Gunawan, 2004). g. Penyimpanan Setelah mengalami proses pengeringan dan sortasi kering, maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan simplisia, yaitu cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang mungkin terjadi antara kandungan zat aktif tanaman dengan wadah, kemungkinan terjadinya dehidrasi, dan pengotoran atau pencemaran baik yang disebabkan oleh serangga, kapang atau hewan lain. Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun,

12

mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan kandungan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen dan uap air (Gunawan, 2004). 2.4.2 Pemeriksaan Mutu Simplisia Dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan organoleptik (makroskopik), pemeriksaan mikroskopik (anatomi histologi simplisia), memisahkan bahan organik lain, pemeriksaan cemaran mikroba, cemaran jamur dan cemaran pestisida. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sehubungan dengan pemeriksaan mutu simplisia, yaitu simplisia harus memenuhi persyaratan umum dari pustaka resmi, tersedia contoh sebagai simplisia pembanding dalam jangka waktu tertentu, harus dilakukan pemeriksaan mutu lengkap dan fisik simplisia, Untuk memperoleh prosedur baku ketersediaan dan pengerjaan bahan yang memenuhi persyaratan umum maka harus didapat dari sumber-sumber resmi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (Gunawan, 2004). 2.5 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan cair yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukakn sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang akan diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kelarutan

13

dan stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap suhu, udara, cahaya, dan logam berat (Depkes RI, 2000). 2.5.1 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut a. Cara dingin 1). Maserasi Suatu metode ekstrak menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2). Perkolasi Proses ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan. b. Cara panas 1). Refluks Proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

14

2). Soxhlet Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3). Digesti Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 50oC. 4). Infus Proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15 20 menit). 5). Dekok Proses infus pada waktu yang lebih lama 30 menit dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI. 2000).

2.6

Uji Toksisitas Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa dosis yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan dosis yang tepat. Tingkat dosis yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan Letal Dosis 50 (LD50). LD50 adalah dosis dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. Dengan melihat hubungan efektifitas dosis dalam bentuk rasio LD50, maka dapat diketahui batas keamanan pemakaian suatu zat atau obat. Semakin besar nilai

15

indeks terapi suatu obat, maka semakin aman obat tersebut. Sebaliknya akan semakin berbahaya suatu obat jika indeks terapinya kecil. Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu : uji toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik) (Depkes RI, 2000). Tabel 1. Kategori Toksik (Lu, 1995) Kategori Super Toksik Amat Sangat Toksik Sangat Toksik Toksik Sedang Toksik Ringan Praktis Tidak Toksik LD50 1 mg/kg atau kurang 1 - 50 mg/kg 50 - 500 mg/kg 500 - 5000 mg/kg 5000 - 15000 mg/kg > 15000 mg/kg

2.6.1 Uji Toksisitas Akut Uji toksisitas akut seringkali disebut sebagai uji jangka pendek atau short term test (STT). Percobaan meliputi single dose experiment yang dievaluasi 3-14 hari sesudahnya. Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yang diperlukan untuk uji toksisitas selanjutnya. Disamping itu data kematian yang diperoleh ditentukan nilai LD50 dengan menilai berbagai gejala klinis, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian pada mencit jantan (Ariens, 1986).

16

Untuk penentuan LD50 ini biasanya menggunakan mencit atau tikus putih yang telah diaklimatisasi terlebih dahulu (Radji, 2004). Kriteria pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan gejala klinis, berat badan, persentase kematian, patologi organ (makroskopik dan mikroskopik) dan juga dilakukan pemeriksaan histopatologis terhadap jaringan atau organ tertentu (Lu, 1995). 2.6.2 Uji Toksisitas Sub Akut dan Kronis Percobaan ini termasuk uji toksisitas jangka panjang, mencakup pemberian obat secara berulang selama 1-3 bulan untuk percobaan sub akut dan selama 3-6 bulan untuk percobaan kronis. Tujuan dari percobaan toksisitas jangka panjang ini adalah menguji keamanan obat dengan melalui serangkaian percobaan terhadap hewan. Pada percobaan toksisitas ini segala perubahan berupa akumulasi, toleransi, metabolisme dan kelainan khusus di organ atau sistem organ tertentu harus dipelajari. Dan pada waktu tertentu sebagian hewan harus dimatikan untuk mengetahui pengaruh bertahap obat terhadap organ (Lu, 1995).

2.6.3 Metode Toksisitas a. Metode Weil, CS

Keterangan : m = harga LD50 D = dosis terkecil yang digunakan d = log r (kelipatan dosis) f = faktor

17

Rentang LD50 dapat ditentukan dengan: Batas atas LD50 Batas bawah LD50 log m = d x f f = faktor dalam table biometrik. = antilog (log m + 2 log m) = antilog (log m - 2 log m)

b.

Metode Farmakope III Syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah perlakuan harus menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap, jumlah hewan percobaan atau jumlah biakan jaringan tiap kelompok harus sama, dan dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek dari 0 % sampai 100 % dan perhitungan dibatasi pada kelompok percobaan yang memberi efek dari 0 % sampai 100 %.

Keterangan : m = log LD50 a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100 % tiap kelompok. b = beda logaritma dosis yang berurutan. pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis, i dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i.

18

c.

Metode Grafik Probit Dengan menggunakan metode ini maka dibutuhkan kertas grafik persen vs probit

atau kertas probit dan sebuah tabel probit. Bila frekuensi (% respon) efek yang ditimbulkan dihubungkan dengan dosis dalam skala logaritma, akan diperoleh kurva terbentk sigmoid (menyerupai , mirip huruf S tapi panjang). Bagian yang relatif tidak lurus dapat diluruskan dengan memprobitkan. Prosedur ini digunakan untuk menghitung nilai LD5 atau LD95 atau bila respon kematian pada uji toksisitas kurang dari 16 % atau lebih dari 84 %. Metode ini diperkenalkan oleh Miller dan Tainter. Dalam hal adanya populasi campuran dari dua populasi yang jelas berbeda, maka kurva dosis-reaksi akan membentuk dua bagian berbentuk S dan LD50 masing-masing kelompok dapat ditentukan. Satuan probit digunakan karena sulitnya menentukan harga ED95 dan LD50 dari kurva yang berbentuk S karena pada bagian ini kurva mempunyai kemiringan yang sangat kecil.

2.7

Histologi Organ

2.7.1 Histologi Limpa Limpa merupakan organ limfoid terbesar dan terletak di antara fundus lambung dan diafragma. Limpa dibungkus peritoneum dan berhubungan dengan lambung, diafragma, dan ginjal kiri oleh lipatan peritoneum yang disebut ligamen gastrolienal, frenikolienal dan lienorenal. Limpa berfungsi sebagai imun terhadap antigen yang terbawa oleh darah, mengakumulasi limfosit dan makrofag, dan degradasi eritrosit. Limpa dibungkus oleh kapsula, yang terdiri atas dua lapisan, yaitu satu lapisan jaringan penyokong yang tebal dan satu lapisan otot halus. Perpanjangan kapsula ke

19

dalam parenkim limpa disebut trabekula. Trabekula mengandung arteri, vena, saraf, dan pembuluh limfe . Parenkim limpa disebut pulpa yang terdiri atas pulpa merah dan pulpa putih . Pulpa merah berwarna merah gelap pada potongan limpa segar. Pulpa merah terdiri atas sinusoid limpa . Pulpa putih tersebar dalam pulpa merah, berbentuk oval dan berwarna putih kelabu. Pulpa putih terdiri atas pariarteriolar limphoid sheats (PALS), folikel limfoid, dan zona marginal. Folikel limfoid umumnya tersusun atas sel limfosit B, makrofaga, dan sel debri (Fawcett, 2002). 2.7.2 Histologi Hati Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, menempati hampir seluruh bagian atas rongga abdomen. Hati terdiri atas lobus kanan, lobus kiri, lobus caudatus dan lobus quadratus. Aliran darah di hati dari vena portae dan arteria hepatica. Fungsi hati, yaitu : Berperan dalam metabolisme protein, lemak dan karbohidrat Memproduksi protein plasma dan empedu Penting untuk pembekuan darah, yaitu sumber dari protombin, fibrinogen dan mengabsorpsi vitamin K dan garam empedu. Berperan dalam eritropoiesis Berperan dalam detoksifikasi bakteri, mineral dan hormon Dalam hati terdapat 3 jenis jaringan yang penting, yaitu sel parenkim hati, susunan pembuluh darah dan susunan saluran empedu. Ketiga jaringan ini erat, sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lain. Histologi hati terdiri atas lobulus. Ada 2 macam lobulus, yaitu lobulus anatomik dan lobulus fungsional. Tetapi dalam mempelajari patologi, lobulus anatomi lah yang lebih berperan.

20

Pemeriksaan histopatologi meliputi perubahan berat organ dan penampilan warna hewan uji. Warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas, seperti perlemakan hati atau sirosis. Biasanya berat organ merupakan penunjuk yang sangat peka dari efek pada hati. Dan pemeriksaan mikroskopik dapat menggunakan mikroskop cahaya untuk mendeteksi berbagai jenis kelainan, seperti perlemakan, sirosis, nekrosis, nodul hiperplastik, dan neoplasia (Lu, 1995). 2.7.3 Histologi Ginjal Ginjal merupakan organ yang berperan mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Mencit mempunyai sepasang ginjal yang berbentuk seperti kacang dan terletak rongga retriperitoneum bagian dorsal tubuh, dan berseberangan dengan columna vertebralis (Green, 1966). Sel granular pada dinding arteri glomerulus bagian afferent dapat dengan mudah dilihat pada mencit, berbeda dengan manusia. Terdapat perbedaan relatif jumlah dan tipe kapsula Bowman pada mencit jantan dengan betina. Pada mencit betina dan muda banyak ditemukan sel parietal pada epitaliumnya, dan kapsula Bowman pada jantan yang dewasa dibatasi dengan sel kuboid (Green, 1966). Pemeriksaan patologi mikroskopik dilakukan dengan menimbang berat ginjal hewan uji. Bila terdapat perbedaan dengan hewan pembanding sering menujukkan terjadinya lesi ginjal. Dan pemeriksaan mikroskopik dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat morfologik lesi ginjal (Lu, 1995).

21

2.7.4 Histologi Usus Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan dasar mucosa, submucosa, muscularis, dan yang terluar tunika adventitia atau serosa. Yang paling luar, atau lapisan serosa, dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan-lapisan ini dinamakan rongga peritoneum. Fungsi dari peritoneum ini adalah untuk mencegah pergesekan antara organ-organ berdekatan dengan mensekresi cairan serosa yang berperan sebagai pelumas. Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan. Lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam berupa serabut-serabut sirkular. Penataan demikian membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan penyambung, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal, banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar. 2.8 Potensi Penelitian Senyawa utama gambir yaitu katekin dapat berperan sebagai antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antivirus (Nakagawa, 2005). Hingga saat ini penelitian senyawa katekin banyak dilakukan untuk penggalian potensi katekin lebih dalam. Oleh karena itu uji toksisitas katekin gambir perlu dilakukan untuk menilai keamanan dosis obat tradisional yang di uji. Pada tahun 1999, F.A. Gunawijaya,dkk telah meneliti tentang efek pemberian katekin teh hijau pada pertumbuhan tumor kelenjar susu mencit strain GR. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan katekin teh 400 mg/kg BB/ hari mempunyai efek penghambatan terbentuknya tumor sebesar 34,29%.

22

Ira Arundina, pernah meneliti tentang efek anti inflamasi katekin pada marmut dengan metode pembentukan oedema yang diinduksi suspensi karagenik menunjukan hasil pada pemberian katekin dosis 100 dan 200 mg/kg bb mempunyai daya antiinflamasi tetapi efeknya lebih kecil dari aspirin. Pada tahun 2007, peneliti Tadakatsu Simamura, dkk dan Hirasawa, dkk telah meneliti tentang mekanisme aksi dan potensi katekin sebagai antiinfektif agent. Epigalokatekin galat yang berperan dalam aktifitas antiviral dan anti bakteri dengan mekanisme mengikat struktur peptide pada mikroba. Pada bulan januari 2011, Tuty anggraini, dkk telah melakukan pengujian aktifitas antioksidan katekin dari 4 macam gambir yang berasal dari Sumatera Barat. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa aktifitas antioksidan katekin gambir memiliki hasil yang baik.

23

2.9

Kerangka Konsep Penelitian

Telah terbukti memiliki efek sebagai imunomodulator (Amalia,2010), analgetik dan antiinflamasi (Sari H, 2010), dan efek hipoglikemik (Sari G, 2010)

Uncaria gambier R. Ekstraksi dan Isolasi

Khasiat gambir secara empiris yaitu sebagai adstringens, obat sakit kepala,obat diare,obat disentri,obat sariawan, serta obat sakit kulit

LD50 gambir sebesar 7127,173 mg/KgBB (Lestari, 2010)

Katekin

Terbukti memiliki efek sebagai antitumor (Gunawijaya, 1999), antiviral dan antibakteri (Simamura, 2007), antioksidan (anggraini, 2011)

LD50 katekin

Histopatologi

Diperlukan uji toksisitas untuk keamanan penggunaan katekin secara in vivo menggunakan mencit putih jantan

Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan Juli sampai November 2011.

3.2 3.2.1

Alat dan Bahan Alat Alat-alat yang digunakan terdiri dari tabung reaksi, pipet tetes, corong pisah, erlenmeyer, gelas becker, gelas ukur, spatula, batang pengaduk, kaca arloji, cawan penguap, piknometer, vial, kurs porselen, timbangan analitik, lumpang, alu, blender, hot plate, kapas, kertas saring, thermometer, spektrofotometer UV, desikator, furnace, oven, rotari evaporator, sonde, kandang mencit, masker, sarung tangan, timbangan hewan, papan bedah, alat bedah steril, kaca objek, dan mikroskop elektrik.

3.2.2

Bahan Yang Digunakan a. Simplisia Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air kering gambir (Uncaria gambier R.) yang diperoleh dari Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat.

24

25

b.

Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu; etil asetat, etanol 70 %, aquadest, ammoniak, kloroform, HCL, NaCl, pereaksi Dragendroff, pereaksi Stiasny (Formaldehid 30 % : HCL pekat = 2:1), pereaksi Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat), pereaksi Mayer, amil alkohol, serbuk Mg, eter, H2SO4 anhidrat, H2SO4 pekat, FeCl3, NaOH, , Na CMC, silica gel 60 F254 dan formalin 10 %.

3.2.3

Hewan Uji Mencit putih jantan galur DDY berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.3 3.3.1

Prosedur Kerja Determinasi Tanaman Bahan yang digunakan adalah ekstrak air kering gambir (Uncaria gambier R.) yang diperoleh dari Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat. Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dideterminasi daun gambir untuk mengidentifikasi jenis simplisia. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI Cibinong.

26

3.3.2

Penyiapan Simplisia yang Digunakan Penyiapan gambir yaitu dengan cara membersihkannya dari pengotor, gambir yang digunakan yaitu berupa bongkahan ekstrak air gambir yang diperoleh dari Payakumbuh - Padang Sumatera Barat. Bongkahan gambir kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk. Serbuk gambir tersebut diidentifikasi dan skrining fitokimia serbuk gambir.

3.3.3

Identifikasi Gambir 1. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes asam sulfat P warna coklat merah 2. 2 mg serbuk gambir ditambahkan asam sulfat 10 N warna coklat muda 3. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes Na hidroksida 5% dalam etanol warna coklat merah 4. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes ammonia 25% warna coklat merah 5. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 5% coklat kehitaman (Depkes RI, 1989).

3.3.4

Identifikasi Urea Melarutkan 100 mg dalam 1 ml air, tambahkan 1 ml asam nitrat P; terbentuk endapan hablur putih. (Depkes, 1979).

3.3.5

Uji Penapisan Fitokimia a. Identifikasi golongan alkaloid 2 gram sampel ditambahkan 5 ml ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml etil asetat dan digerus kembali

27

dengan kuat, kemudian disaring. Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer maka menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid (Fransworth, 1969). b. Identifikasi golongan flavonoid 1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan 5 menit dan disaring, filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid (Fransworth, 1969). c. Identifikasi golongan saponin Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10

28

menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin (Fransworth, 1969). d. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid 1 gram sampel ditambahkan dengan 20 ml eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut (Fransworth, 1969). e. Identifikasi golongan tanin 2 gram sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 ml larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny (formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa

29

tetes larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tinta maka menunjukkan adanya tanin galat (Fransworth, 1969). f. Identifikasi golongan kuinon 5 ml larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon (Fransworth, 1969). g. Identifikasi golongan minyak atsiri Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu berbau aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri (Fransworth, 1969). h. Identifikasi golongan kumarin 2 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 ml lalu didinginkan.

30

Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0.5 ml larutan ammonia (NH4OH) 10 %. Lalu diamati di bawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin (Fransworth, 1966). 3.3.6 Isolasi Katekin Gambir Ekstrak air kering gambir diserbuk. Kemudian sebanyak 500 g serbuk diekstraksi dengan pelarut air pada temperatur mendidih 90 - 960C selama 15 menit sambil diaduk. Kemudian infusa disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan corong yang dilapisi kertas saring. Ekstrak kemudian dipartisi menggunakan etil asetat dengan perbandingan 1: dan ditambahkan NaCl sampai jenuh. Kemudian diambil fase etil asetat dan fase air dipartisi berulang dengan etil asetat. Fase etil asetat kemudian diuapkan dengan evaporator sampai kental kemudian dicuci dengan air dingin, dan disaring. Katekin yang menempel pada kertas saring dikeringkan dalam oven 70o (Hargono, 1986). 3.3.7 Pemeriksaan Katekin Gambir a. Penetapan Kadar Katekin Membuat katekin standar konsentrasi 1 mg/ml dengan menimbang 50 mg katekin standar dilarutkan dalam etil asetat hingga 50 ml. kemudian diencerkan menjadi 0,02 mg/mL, 0,03 mg/mL, 0,04 mg/mL, 0,05 mg/mL dan 0,06 mg/mL. Diukur serapan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum dan dibuat kurva kalibrasi serta persamaan regresi.

31

Sampel katekin ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dalam etil asetat hingga 50 ml. Lalu dibuat berbagai konsentrasi 0,02 mg/mL, 0,03 mg/mL, 0,04 mg/mL, 0,05 mg/mL dan 0,06 mg/mL. Diukur serapan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum dan dihitung kadar katekin menggunakan kurva kalibrasi. b. Kadar Abu 1 gram serbuk katekin ditimbang dan dimasukan ke dalam krus porselen. Dipijarkan perlahan-lahan selama 1 jam dan pemijaran disempurnakan dengan tanur bersuhu tinggi 900o 20o C. Sampai diperoleh abu berwarna abu-abu. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang serta dicatat pengurangan beratnya (Depkes RI, 2000). c. Kadar Air 1 gram serbuk katekin dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Katekin dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,001 g (Depkes, 2000). d. Jarak Lebur Serbuk katekin dimasukan ke dalam pipa kapiler secukupnya, lalu dipanaskan dalam penangas. Kemudian suhu dicatat sebagai jarak antara suhu permulaan dan suhu akhir peleburan sempurna. Laju pemanasan alat diatur sekitar 10oC per menit, ketika mencapai

32

suhu 165-170oC diatur kenaikannya sekitar 1oC per menit (DepKes, 1979). Jarak lebur katekin pada literatur adalah 175-177oC (WHO, 1998). e. Rendemen Katekin Dihitung dengan membandingkan berat awal serbuk gambir dengan berat akhir katekin yang diperoleh. % rendemen = 3.3.8 Penyiapan Hewan Uji Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Hewan tersebut diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan selama proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta dilakukan penimbangan berat badan setiap hari. Hewan uji yang sakit, dengan ciri-ciri aktivitas berkurang, lebih banyak diam, dan bulunya berdiri, tidak akan diikutsertakan dalam penelitian. Pengelompokkan hewan uji yang sehat dilakukan sebelum melaksanakan uji pendahuluan.

3.3.9

Uji Toksisitas Akut Hewan uji dipilih sebanyak 50 ekor mencit jantan secara acak untuk dibagi menjadi 5 kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer : (n-1) (t-1) 15 Dimana n = jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan t = jumlah perlakuan

33

Jumlah hewan uji yang digunakan adalah : (n-1) (t-1) 15 (n-1) (5-1) 15 (n-1) (4) 15 (4n-4) 15 4n 19 n 4,75 5 Tabel 2. Pembagian Kelompok Dosis Kelompok I II III IV V Jumlah Mencit 5 5 5 5 5 Perlakuan Kontrol, diberi larutan Na CMC 0.5 % Diberi katekin gambir dosis I Diberi katekin gambir dosis II Diberi katekin gambir dosis III Diberi katekin gambir dosis IV

3.3.10 Penentuan Dosis Dosis bahan uji yang digunakan yaitu berdasarkan pada jurnal penelitian sebelumnya dengan penggunaan katekin teh sebagai antitumor pada mencit sebesar 400 mg/kg BB.

34

3.3.11 Percobaan Pendahuluan Hewan percobaan dikelompokkan berdasarkan bobot kemudian dibagi kedalam 4 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 ekor mencit dan diberi bahan uji secara oral dengan kelipatan dosis sebanyak 5 kali. Tabel 3. Dosis Percobaan Pendahuluan Kelompok 1 2 3 4 Jumlah Mencit 4 4 4 4 Dosis (mg/kgBB) 400 2000 10000 50000

Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati hingga 3 jam pertama, kemudian dilihat jumlah kematian yang terjadi setelah 24 jam. Setelah didapatkan jumlah mencit yang mati kemudian ditentukan dosis yang akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji toksisitas akut hingga diperoleh nilai LD50. Dosis terkecil dalam kelompok mendekati dosis dimana dalam uji pendahuluan terdapat kematian 0 %, sedangkan dosis terbesar mendekati dosis dimana terdapat kematian 100 %. Tabel 4. Dosis Uji Toksisitas Kelompok 1 2 3 4 Jumlah Mencit 5 5 5 5 Dosis (mg/kgBB) 1000 2000 4000 8000

35

3.3.12 Percobaan Toksisitas Akut Setelah didapatkan dosis dari percobaan pendahuluan maka dilakukan percobaan selanjutnya untuk memperoleh nilai LD50 yang sebenarnya. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Mencit sebelumnya diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu. Selama aklimatisasi mencit ditimbang setiap hari untuk mendapatkan bobot yang tetap. Pada pengujian toksisitas akut ini digunakan 4 tingkatan dosis pada 4 kelompok perlakuan, sedangkan 1 kelompok lainnya yaitu sebagai kelompok kontrol normal yang hanya diberi larutan Na CMC 0,5%. Sebelumnya, pada hari ke-0 dilakukan penimbangan mencit dan diamati aktifitasnya, kemudian pada hari ke-1 diberikan larutan uji. Sebelum penyondean, mencit dipuasakan terlebih dahulu dan masih diberi minum secukupnya. Katekin tersebut diberikan secara oral dengan menggunakan sonde. Pemberian dosis disesuaikan dengan hasil uji pendahuluan. Setelah pemberian dosis, diamati gejala dan tingkah laku yang terjadi selama 3-4 jam pertama. Kemudian setelah 24 jam diamati kembali dan dihitung jumlah mencit yang mati dari tiap kelompok. Bila terdapat mencit yang mati maka dilakukan pembedahan dan dilakukan penimbangan terhadap organ hati, ginjal, usus dan limpa. Pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari, sedangkan pada hari ke-15 untuk mencit yang masih bertahan perlu dilakukan pembedahan untuk ditimbang organnya dan dilakukan pemeriksaan histopatologi pada organ hati, ginjal, usus dan

36

limpa kemudian dibandingkan dengan kontrol normal. Setelah itu dihitung nilai LD50 dengan menggunakan metode Probit. Pemeriksaan histopatologi ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari pemberian katekin terhadap organ mencit. Organ yang telah diambil kemudian dicuci dengan NaCl 0,9 % lalu di fiksasi dengan larutan formalin 10 % dan siap untuk di buat preparat. Setelah itu dilakukan pengamatan histopatologi dengan menggunakan mikroskop untuk melihat adanya kelainan pada jaringan tersebut. Cara pengambilan organ mencit : 1. 2. 3. Mencit yang akan dibedah dibunuh dengan cara pembiusan. Mencit yang sudah mati kemudian ditelentangkan pada papan bedah. Kulit perut bagian bawah mencit diangkat dengan pinset, kemudian pada bagian tersebut digunting menggunakan gunting bedah untuk memberi jalan bagi pembedahan. 4. Dari bagian pengguntingan tersebut ke arah perut atas dari sisi kanan dan kiri hingga mencapai bagian bawah kedua kaki depan mencit sehingga seluruh bagian rongga perut mencit terlihat. 5. 6. Pengambilan organ dengan menggunakan gunting bedah. Organ yang telah diambil dicuci dengan NaCL 0,9% dan direndam dalam formalin 10%. 7. Pembuatan preparat organ dilakukan di Laboratorium Hewan Departemen Patologi Anatomi Universitas Indonesia. Dan pembacaan histologi dilakukan di Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.

37

3.3.13 Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Analisis yang dilakukan yaitu uji homogenitas dan uji kenormalan, selanjutnya dilakukan analisis varian one way ( ANOVA ) untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan. Bila terdapat perbedaan bermakna, maka untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil ( BNT ). Hipotesis : Ho : tidak ada perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok. Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok. Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi 0,05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi 0,05, maka Ho ditolak.

38

3.4

Alur Penelitian

Serbuk Gambir (Uncaria gambier R.)

Reekstraksi secara infusa pada suhu 90-96oC selama 15 menit Penyaringan Partisi dengan Etil Asetat (1:), ditambahkan NaCl sampai jenuh

Penapisan fitokimia

Fase etil asetat dievaporasi

Fase etil asetat pekat dicuci dengan air dingin Penyaringan Aklimatisasi hewan mencit putih jantan Galur DDY 14 hari Kertas saring yang terdapat katekin dikeringkan pada oven 70oC Penetapan kadar katekin, kadar air, dan kadar abu

Pemberian katekin kepada hewan uji (Uji Toksisitas Akut) Pengamatan Selama 14 Hari (Pembedahan, Perubahan Berat Badan, Aktivitas Tingkah Laku, dan Jumlah Hewan Mati)

Serbuk Katekin

Histopatologi

Penimbangan bobot organ

Analisa Data LD50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 4.1.1

Hasil Penelitian Determinasi Gambir Determinasi ekstrak air kering gambir telah dilakukan di laboratorium Herbarium LIPI Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi telah menunjukan bahwa gambir yang menjadi sampel adalah Uncaria gambier (W.Hunter) Roxb. dari famili Rubiaceae (Lampiran 1).

4.1.2

Hasil Identifikasi Gambir dan Uji Cemaran Urea Bongkahan gambir yang telah diperoleh dilakukan identifikasi dengan menggunakan H2SO4 P, H2SO4 10 N, NaOH 5 %, Ammonia 25 %, dan FeCl3 5 % (Depkes, 1989). Hasil dapat dilihat pada gambar 14 serta pada tabel berikut ini: Tabel 5. Identifikasi Gambir Pengujian Serbuk + H2SO4 P Serbuk + H2SO4 10 N Serbuk + NaOH 5 % Serbuk + Ammonia 25% Serbuk + FeCl3 5% Cemaran urea Syarat coklat merah coklat muda coklat merah coklat merah coklat kehitaman Negatif Hasil + + + + + _

39

40

Sedangkan dari hasil identifikasi urea yang telah dilakukan diketahui bahwa tidak ditemukannya kandungan urea dalam gambir yang diperoleh dari daerah Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat (Lampiran 10).

4.1.3

Uji Penapisan Fitokimia Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang telah dilakukan pada Gambir (Uncaria gambier R.) diperoleh beberapa golongan senyawa kimia yang hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 6. Uji Penapisan Fitokimia No 1 2 3 4 5 6 Golongan Senyawa Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid Tanin Tanin Katekuat Tanin Galat 7 8 9 Kuinon Kumarin Minyak Atsiri Gambir + + + _ _ + + _ _ _ _ Katekin _ + _ _ _ + + _ _ _ _

41

4.1.3

Pengujian Karakteristik Katekin Pengujian Karakteristik Katekin menurut WHO dan The Merck Index.

Hasil dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 7. Pengujian Karakteristik Katekin Karakteristik Warna Syarat Putih Kuning Kecokelatan Bau Bentuk Rasa Kadar Air Kadar Abu Rendeman Jarak Lebur Spektrum UV Kemurnian Khas Serbuk Kelat Maks 7% Maks 7% Min 40% 175-177oC 279 nm 100% Khas Serbuk Kelat 0,047% 0,053% _ 174-177oC 292 nm 93,32% Khas Serbuk Kelat 0,046 % 0,034 % 49,52% 171-175oC 292 nm 79,73% Katekin Standar Kuning Katekin Sampel Putih Kekuningan

4.1.5

Hasil Uji Pendahuluan Tabel 8. Uji Pendahuluan Kelompok Jumlah Mencit 1 2 3 4 4 4 4 4 Dosis Katekin (mg/KgBB) 400 2000 10000 50000 Jumlah Kematian 0 1 _ _ % Kematian 0 25 _ _

42

4.1.6

Hasil Uji Toksisitas Tabel 9. Uji Toksisitas Kelompok Jumlah Mencit 1 2 3 4 5 5 5 5 Dosis Campuran (mg/KgBB) 1000 2000 4000 8000 0 0 2 2 Hasil % Kematian 0 0 40 40

Nilai LD50 isolat katekin gambir adalah sebesar 9141,132 mg/kgBB menggunakan metode Probit

4.1.7

Hasil Pengamatan Tingkah Laku Tabel 10. Pengamatan Tingkah Laku Dosis Dosis I (1000 mg/kg BB) Tingkah Laku Setelah pemberian dosis mencit terlihat banyak minum dan jantung berdetak kencang. Hari berikutnya mencit beraktivitas seperti biasa. Setelah pemberian dosis mencit terlihat lemas, aktivitas menurun dan jantung berdetak kencang. Hari berikutnya mencit beraktivitas seperti biasa. Setelah pemberian dosis mencit terlihat lemas, bulu dan ekor berdiri, aktivitas menurun dan jantung berdetak kencang. Beberapa hari kemudian ada mencit yang mati dan selebihnya beraktivitas seperti biasa. Setelah pemberian dosis mencit terlihat lemas, bulu dan ekor berdiri, aktivitas menurun dan jantung berdetak kencang. Beberapa hari kemudian ada mencit yang mati dengan ataksia sebelum kematian dan selebihnya beraktivitas seperti biasa.

Dosis II (2000 mg/kg BB)

Dosis III (4000 mg/kg BB)

Dosis IV (8000 mg/kg BB)

43

4.1.8

Hasil Rata-Rata Bobot Mencit Selama 14 Hari Tabel 11. Rata-Rata Bobot Mencit

Mencit 0 Kontrol Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV 22 23 24 23 21 1 25 25 28 24 22 2 25 28 26 22 25 3 25 33 29 24 21 4 24 29 27 25 25 5

Data Pengamatan 6 29 30 27 21 21 7 29 30 27 24 24 8 24 33 28 24 24 9 27 31 27 27 27 10 25 31 27 25 29 11 29 30 28 26 27 12 30 30 29 22 26 13 31 29 27 25 25 14 27 28 25 29 27

24 28 26 24 23

4.1.9

Hasil Rata-Rata Bobot Organ Tabel 12. Rata-Rata Bobot Organ Rata-Rata Bobot Organ (gram) SD Perlakuan n Kontrol Kelompok Dosis I Kelompok Dosis II Kelompok Dosis III Kelompok Dosis IV 5 5 5 5 5 Hati 2,3006 0,50766 1,6686 0,31543 1,3882 0,26209 1,2708 0,32590 1,6306 0,32406 Limpa 0,3544 0,18346 0,2190 0,14139 0,1478 0,08787 0,1220 0,06761 0,1822 0,08722 Ginjal 0,2977 0,04564 0,1940 0,03133 0,1666 0,02402 0,1604 0,02308 0,1766 0,02650 Usus 4,9442 0,84125 4,9830 0,56793 4,5760 0,58681 3,8124 0,67115 4,7686 0,92253

4.1.9

Hasil Pengamatan Organ Secara Makroskopik Dari pengamatan makroskopik yang meliputi bentuk, ukuran dan warna organ diketahui bahwa tidak ada perubahan yang terjadi pada organ hati, usus, limpa dan ginjal mencit yang diberikan perlakuan.

44

4.1.10 Hasil Pengamatan Histopatologi Tabel 13. Pengamatan Histopatologi Kelompok Kontrol Organ Hati Pengamatan Histopatologi Jaringan normal, susunan sel-sel hepatosit teratur bermuara ke vena sentralis, dan tidak ditemukan gejala patologi. Jaringan normal, susunan folikel di parakorteks dan medula tidak menunjukan peningkatan aktivitas dari sel imun. Jaringan normal, struktur glomerular maupun tubular masih terlihat normal, dan tidak ditemukan gejala patologi. Jaringan normal, struktur epitel pada lapisan mukosa tidak terdapat gejala patologi begitu juga lapisan submukosa, muskularis dan adventisia. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Normal, tidak ada kerusakan yang bermakna dan tidak ada gejala patologi. Hati Di beberapa tempat terdapat sel radang akut (PMN) yang bersifat perivaskular (radang sekitar pembuluh).

Limpa

Ginjal

Usus

Hati Limpa Dosis I Ginjal Usus Hati Limpa Dosis II Ginjal Usus Hati Limpa Dosis III Ginjal Usus

45

Dosis IV

Limpa Ginjal Usus

Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol. Di beberapa tempat pada mukosa mulai ditemukan sel radang (PMN) dan limfosit. Namun struktur jaringan baik tidak ada pendarahan maupun nekrosis.

4.2

PEMBAHASAN Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah gambir (Uncaria gambier R.) yang diperoleh dari daerah Payakumbuh Padang, Sumatera Barat berupa bongkahan ekstrak air kering gambir, karena memiliki kandungan katekin yang besar yaitu 40-80% dan produk gambir dari Sumatera Barat ini merupakan patokan SNI gambir Indonesia (Amos, 2010). Bongkahan gambir sebelum pengujian dilakukan determinasi untuk membuktikan bahwa gambir yang digunakan benar gambir spesies (Uncaria gambier R.) dari famili Rubiaceae (Lampiran 1). Dan dilakukan uji cemaran urea untuk memastikan gambir yang digunakan tidak tercemar bahan pengawet dan hasil uji cemaran urea menunjukan hasil yang negatif (Gambar 13). Metode yang digunakan dalam ekstraksi serbuk gambir adalah secara infusa yang dilakukan pada suhu 90 96oC selama 15 menit dengan pengadukan sesekali dan disaring dalam kondisi panas agar senyawa yang terkandung dalam gambir dapat terbawa optimal ke dalam filtrat (Depkes RI, 2000). Filtrat yang diperoleh dipartisi menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1/2 dan ditambahkan NaCl untuk mencegah

46

terjadinya globul-globul antara air dan etil asetat. Lapisan atas di tampung ke dalam wadah kemudian lapisan bawah corong dipartisi berulang menggunakan etil asetat. Tujuan dilakukan partisi berulang adalah untuk mendapatkan penarikan hasil ekstrak yang optimum. Fase etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan evaporator. Kemudian dilarutkan dengan air dingin. Hasil yang menempel pada kertas saring (yang tidak terlarut) merupakan katekin dimasukan ke dalam oven suhu 50oC. Penetapan kadar katekin diperoleh menggunakan alat

Spektrofotometer UV terhadap katekin pembanding (LIPI) dengan kemurnian 93,32 %. Hasil pembacaan spektrum UV menunjukan katekin yang diperoleh memiliki kadar sebesar 79,73 % dengan panjang gelombang maksimum sebesar 292 nm (Lampiran 4). Penelitian dilanjutkan dengan uji toksisitas akut menggunakan mencit putih jantan galur DDY (Deutsch Denken Yoken). Uji toksisitas akut merupakan informasi awal toksisitas suatu zat. Pengujiaannya menggunakan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan uji toksisitas sub kronis dan kronis (Lu, 1995). Adapun pemilihan hewan uji berupa mencit putih jantan karena pada mencit jantan tidak terlalu dipengaruhi oleh hormon sehingga lebih stabil dibandingkan dengan mencit betina. Dan mencit putih galur DDY merupakan galur yang memiliki ketahanan fisik yang kuat. Mencit yang digunakan terlebih dahulu diaklimatisasi selama 2 minggu untuk proses adaptasi mencit dengan tempat yang baru. Setelah proses aklimatisasi dipilih mencit-mencit yang sehat untuk uji

47

pendahuluan. Uji pendahuluan dilakukan sebelum uji tosisitas untuk mendapatkan range dosis uji yang lebih sempit. Dosis terendah untuk penduluan ini sebesar 400 mg/kg BB diperoleh dari dosis efektif sebagai anti tumor pada katekin teh hijau (Gunawijaya, 1999). Dari dosis terendah kemudian dosis selanjutnya dinaikan dengan kelipatan sebanyak 5x dari dosis terapi. Jadi, dosis yang digunakan untuk uji pendahuluan dosis 1 sebesar 400 mg/kg BB, dosis 2 sebesar 2000 mg/kg BB, dosis 3 10000 mg/kg BB, dan dosis 4 sebesar 50000 mg/kg BB. Dan Na CMC 0,5 % sebagai pensuspensi larutan. Uji pendahuluan dilakukan dengan

pengamatan selama 24 jam. Dari hasil uji pendahuluan hanya dapat diperoleh data kematian mencit dari dosis 1 (400 mg/kg BB) dan dosis (2000 mg/kg BB), yaitu pada dosis 1 tidak terdapat mencit yang mati dan pada dosis 2 terdapat 1 ekor mencit mati sebelum 24 jam pengamatan. Sedangkan pada dosis 3 (10000 mg/kg BB) dan dosis 4 (50000 mg/kg BB) tidak dpat dilakukan pengujian dikarenakan kendala pembuatan sediaan uji. Dengan pelarut yang relatif sangat sedikit tidak dapat mensuspensikan serbuk katekin dalam jumlah besar. Hal ini mungkin dikarenakan katekin yang bersifat koloid jadi agak sulit untuk benar-benar terlarut. Sehingga dosis untuk uji toksisitas diperoleh dari bobot maksimal katekin yang masih bisa tersondekan. Sehingga didapat dosis terbesar katekin untuk pengujian toksisitas akut sebesar 8000 mg/kg BB yang kemudian dosis selanjutnya diturunkan 2 kali lipat dari dosis terbesar. Jadi diperoleh dosis uji toksisitas akut katekin, yaitu dosis 1 sebesar 1000 mg/kg BB, dosis 2

48

sebesar 2000 mg/kg BB, dosis 3 sebesar 4000 mg/kg BB dan dosis 4 sebesar 8000 mg/kg BB. Dari hasil uji toksisitas akut selama 14 hari diperoleh data kematian sebagai berikut : pada dosis 1 dan dosis 2 tidak terdapat mencit yang mati, dosis 3 terdapat 2 ekor mencit dan pada dosis 4 terdapat 2 ekor mencit yang mati. Dari data tersebut tidak dapat dihitung nilai LD50 katekin menggunakan rumus Weil karena kombinasi angka kematian dari 4 dosis tersebut tidak terdapat pada tabel Weil. Maka harga LD50 katekin diperoleh dari persamaan menggunakan Grafik Probit sebesar 9141,132 mg/kg BB yang termasuk kategori toksik ringan (Lu, 1995). Nilai LD50 katekin yang diperoleh tidak jauh berbeda dari nilai LD50 ekstrak gambir sebesar 7127,173 mg/kg BB (Lestari, 2010). Setelah itu untuk pemeriksaan histopatologi menggunakan organ dari mencit uji untuk dibuat preparat. Organ yang dilihat adalah hati, limpa, usus dan ginjal. Sebelumnya organ yang baru saja melalui proses pembedahan ditimbang bobotnya, kemudian diamati penampakan makroskopis organ, kemudian dicuci dengan NaCl 0,9% dan direndam dalam formalin 10%. Hasil pembacaan makroskopik organ mencit diketahui bahwa tidak ada kerusakan yang terjadi pada organ hati, usus, limpa dan ginjal mencit yang diberikan perlakuan. Sedangkan pada pembacaan histologi mikroskopik diketahui pada organ hati terdapat sel radang akut (PMN) pada dosis 8000 mg/kgBB (lampiran 11) pada dosis 1000, 2000 dan 4000 tidak terdapat gejala patologis. Pada organ limpa tidak nampak gejala patologi (Lampiran 12). Pada organ ginjal tidak terdapat gejala patologi

49

(Lampiran 13). Dan pada organ usus (duodenum) terlihat sel radang pada pengamatan dosis 8000 mg/kgBB (Lampiran 14). Peradangan pada organ hati dan usus terjadi secara spontan yang disebabkan oleh pemberian agen terapeutik dosis tinggi Kemungkinan jika adanya kenaikan peringkat dosis sediaan uji akan memperkuat terjadinya peradangan (Amalina, 2009). Bobot dari organ mencit selanjutnya diolah untuk menentukan ada tidaknya perbedaan yang terjadi secara signifikan antara organ mencit yang diberikan katekin terhadap mencit yang tidak diberikan katekin (kontrol) menggunakan metode one way ANOVA. Untuk melakukan analisis data menggunakan ANOVA sebelumnya melakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov diketahui semua bobot organ (hati, limpa, ginjal dan usus) hewan uji terdistribusi normal dengan nilai asumsi signifikan diatas 0,05 (p0,05) (Lampiran17). Dan hasil uji homogenitas diketahui bobot organ hati, ginjal, limpa dan usus terdistribusi homogen dengan nilai asumsi signifikan diatas 0,05 (p0,05) (Lampiran 17). Dilanjutkan dengan uji one way ANOVA. Hasil analisis terlihat adanya perbedaan secara bermakna pada taraf uji 0,05 antara bobot organ hati dan ginjal terhadap kontrol (Lampiran 17). Tetapi dari data LSD tidak terlihat perbedaan pada organ hati dan ginjal mencit antar kelompok dosis uji (Lampiran 17). Hal ini menunjukan dosis berpengaruh terhadap bobot organ hati dan ginjal, tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhi seperti bobot badan, status gizi, dan faktor internal hewan uji.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

KESIMPULAN 1. Nilai LD50 yang didapat dari hasil pengujian toksisitas akut isolat katekin gambir yaitu sebesar 9141,132 mg/kg BB yang termasuk kategori toksik ringan (Lu, 1995). 2. Berdasarkan hasil, dan uji statistik bobot organ, terlihat adanya perbedaan secara bermakna (p 0,05) antara bobot organ hati dan ginjal seluruh dosis terhadap kontrol normal. 3. Hasil pemeriksaan histologi menunjukkan adanya gejala patologis sel radang yang ditemukan di dosis 8000 mg/kg BB pada organ hati dan usus.

5.2

SARAN Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas dengan menggunakan metode yang berbeda agar didapatkan informasi lebih mendalam sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

50

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Anisa. 2009. Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Gambir (Uncaria gambir R.) terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag Peritonium Mencit secara In Vivo. Skripsi Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Amalina, Nurika. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Valerian (Valeriana Officinalis) Terhadap Hepar Mencit Balb/C. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

Amos. 2010. Kandungan Katekin Gambir Sentra Produksi di Indonesia. Pusat Pengkajian Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jurnal Standardisasi Vol. 12, No. 3 Tahun 2010: 149 155

Anggraini, Tuti.dkk. 2011. Antioxidative activity and catechin content of four kinds of Uncaria gambir extracts from West Sumatra, Indonesia. Faculty of Agricultural Technology, Andalas University. West Sumatera. African Journal of Biochemistry Research Vol. 5(1), pp. 33-38

Arundina, Ira. 2003. Efek Anti Inflamasi Catechin pada Marmut dengan Metode Pembentukan Oedem yang Diinduksi Suspensi Karagenik. Fakultas Kedokteraan Gigi, Universitas Airlangga

Ariens, E.J. at al.1986. Toksikologi Umun Pengantar, terjemahan Wattimena J.R.,.Gajah Mada Univ. Press, Yogyakarta

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

51

52

Departemen Kesehatan RI. 1999. Cara Pengelolaan Simplisia Yang Baik. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Direktorat Jendral POM Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta

Ermiati. 2004. Budidaya, Pengolahan Hasil dan Kelayakan Usaha Tani Gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kabupaten 50 Kota. Buletin TRO

Fransworth, N.R, et al. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal Pharmaceutical Science. 55 (3): 255-276

Fawcett, Don.W. 2002. A textbook of Histology. EGC, Jakarta

Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. edisi 4. Universitas Indonesia Press, Jakarta

Green, L. Earl. 1966. Biology of The Laboratory Mouse Second Revised Edition. Dover Publication Inc. New York

Gu, Liwei. et al. 2006. Procyanidin and Catechin Contents and Antioxidant Capacity of Cocoa and Chocolate Products. Arkansas Childrens Nutrition Center, ARS-USDA, and Department of Physiology and Biophysics, University of Arkansas for Medical Sciences, Little Rock, Arkansas 72202; and Brunswick Laboratories, Wareham, Massachusetts. J. Agric. Food Chem. (54), 4057-4061

Gunawan, Didik & Mulyani, Sri. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya, Jakarta

Gunawijaya, F. A, dkk. 1999. Efek Pemberian Katekin Teh Hijau pada Pertumbuhan Tumor Kelenjar Susu Mencit Strain GR. Jakarta: Kedoteran Trisakti Vol.18 No. 2

53

Hariana, H. Arief. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 1. Penebar Swadaya, Jakarta

Haryanto, Sugeng. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Pallmal, Yogyakarta

Hayani, E. 2003. Analisis Kadar Catechin dari Gambir Dengan Berbagai Metode. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8, No. 1.

Hirasawa, M. et al. 2002. Improvement of Periodontal Status by Green Tea Catechin Using a Local Delivery System: A Clinical Pilot Study. Nihon University School of Dentistry at Matsudo, Chiba Japan. Journal of Periodontal Research ISSN 0022-3484 Res 2002 (37), 433-438

Loomis, T.A.,1978, Toksikologi Dasar, diterjemahkan oleh Donatus, I.A., edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang

Lu, F. C., 1991, Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko, diterjemahkan oleh Nugroho,E., Edisi kedua. UI Press, Jakarta

Lucida, H., Amri, B., Wina A. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari Katekin Gambir (Uncaria gambier R.). Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas. Padang. J. Sains Tek Far., 12(1) Nakagawa, K. et al. 2005. Antioxidative Activity of 3-O-Octanol (+)-Catechin, a Newly Synthesized Catechin, in Vitro. Department of Food and Nutrition, Kyoto Womens University. Japan. Journal of Health Science, 51(4), 492496

Oginawati, K. 2005. Konsep Ekotoksikologi Limbah B-3 dan Kesehatan. Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung

Radji, M & Harmita. 2004. Buku Ajar Analisis Hayati. Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok

Rustanti, Elly. 2009. Uji Efektivitas Antibakteri dan Identifikasi Senyawa Katekin Hasil Isolasi dari Daun Teh (Camellia sinensis L. var. Assamica). Jurusan

54

Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

Sari, H. Maiela. 2010. Uji Efek Hipoglikemik Ekstrak Etanol Gambir (Uncaria gambir R.) pada Tikus Putih Jantan dengan Metode Induksi Aloksan dan Toleransi Glukosa. Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Sari, G. Permata. 2010. Uji Efek Analgetik dan Antiinflamasi Ekstrak Kering Air Gambir secara In Vivo. Skripsi Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Shimamura, T. et al. 2007. Mechanism of Action and Potential for Use of Tea Catechin as an Antiinfective Agent. Showa University School of Medicine, Tokyo, Japan. Anti-Infective Agents in Medicinal Chemistry, 2007, Vol. 6, 57-62

Sriningsih dan Agung EW. 2006. Efek Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Tikus. Dalam : Artocarpus Media Pharmaceutica Indonesiana Vol.6 (2). Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya: 91-96

The Merck Index. 2006. An Encyclopedia of Chemicals, Drugs and Biologicals, 14th ed. Merck and Co Inc, Pathway W.J.USA

Wattimena, J.R., dan Siregar, C.J.P, Penerjemah, Penyunting, (1986), Beberapa Aspek Pokok Pengujian Mutu Perbekalan Farmasi, Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan , DitJen POM DepKes RI. - Jica , Jakarta , 63-92

WHO. 1998. Quality Control of Methods for Medicinal Plant Material. Geneva, Switzerland

Zaveri. T. Nurulain. 2005. Green tea and its polyphenolic catechins: Medicinal uses in cancer and noncancer applications. Drug Discovery Program, Biosciences Division, SRI International, 333 Ravenswood Ave. Menlo Park, CA 94025. USA. Life Sciences 78 (2006) 20732080

55

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

56

Lampiran 2. Sertifikat Katekin Pembanding

57

Lampiran 3. Skema Isolasi Katekin Gambir (Uncaria gambier R.)

Serbuk Gambir (Uncaria gambier R.)

Reekstraksi secara infusa pada suhu 90-96oC selama 15 menit Penyaringan Partisi dengan Etil Asetat (1:), ditambahkan NaCl sampai jenuh Penapisan fitokimia

Fase air dikocok etil asetat berulang

Fase etil asetat dievaporasi

Fase air dibuang g

Fase etil asetat

Fase etil asetat pekat dicuci dengan air dingin Penyaringan Kertas saring yang terdapat katekin dikeringkan pada oven 70oC Penetapan kadar katekin, kadar air, dan kadar abu

Serbuk Katekin

58

Lampiran 4. Hasil Karakteristik Ekstrak a. Penetapan Kadar Katekin 1. Spektrum UV Katekin Pembanding

Gambar 2. Grafik Spektrum UV Katekin Pembanding

2. Kurva Kalibrasi Katekin Pembanding

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Katekin Pembanding

59

Lampiran 4. (Lanjutan) 3. Hasil Absorbansi standar katekin

Berdasarkan data absorbansi dan konsentrasi standar katekin di atas, diperoleh nilai : A = -0,0274 B = 3,1757R = 0,9514

Perhitungan konsentrasi standar :y = a + bx 1. 0,013 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0127 mg/mL

2. 0,045 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0228 mg/mL

3. 0,088 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0363 mg/mL

4. 0,152 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0565 mg/mL

5. 0,173 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0631 mg/mL

60

Lampiran 4. (Lanjutan) 4. Hasil absorbansi katekin sampel

Perhitungan konsentrasi sampel :y = a + bx 1. 0,002 = -0,0274 + 3,1757 x x = 9,2578 x 10-3 mg/mL

2. 0,035 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0196 mg/mL

3. 0,067 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0297 mg/mL

4. 0,108 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0426 mg/mL

5. 0,138 = -0,0274 + 3,1757 x x = 0,0521 mg/mL

61

Lampiran 4. (Lanjutan) No Konsentrasi Standar (mg/mL) 0,0127 0,0228 0,0363 0,0565 0,0631 Konsentrasi Sampel (mg/mL) 9,2578 x 10-3 0,0196 0,0297 0,0426 0,0521 Persentase Kadar (%) 72,90 85,96 81,82 75,40 82,57 SD

1 2 3 4 5

79,73 5,4

Tabel 14. Perhitungan Persentase Kadar Katekin Sampel

b. Hasil Penetapan Kadar Air Katekin Pembanding Berat cawan kosong Berat cawan + katekin (W0) 26,1717 gram Rumus = W0 W1 x 100 % W0 = 26,1840 26,1717 x 100 % 26,1840 = 0,047 % = 25,0531 gram = 26,1840 gram

Setelah dimasukan ke dalam oven, berat cawan + ekstrak menjadi (W1)

Katekin Sampel Berat cawan kosong Berat cawan + katekin (W0) 25,5532 gram Rumus = W0 W1 x 100 % W0 = 25,5644 25,5532 x 100 % 24,5644 = 0,046 % = 24,5662 gram = 25,5644 gram

Setelah dimasukan ke dalam oven, berat cawan + ekstrak menjadi (W1)

62

Lampiran 4, (Lanjutan) c. Hasil Penetapan Kadar Abu Katekin Pembanding Berat cawan kosong Berat cawan + katekin (W0) 23,0663 gram Rumus = W0 W1 x 100 % W0 = 23,0785 23,0663 x 100 % 23,0785 = 0,053 % = 22,0371 gram = 23,0785 gram

Setelah dimasukan ke dalam oven, berat cawan + ekstrak menjadi (W1)

Katekin Sampel Berat cawan kosong Berat cawan + katekin (W0) 25,5532 gram Rumus = W0 W1 x 100 % W0 = 27,7494 27,7403 x 100 % 27,7494 = 0,033 % = 24,5662 gram = 25,5644 gram

Setelah dimasukan ke dalam oven, berat cawan + ekstrak menjadi (W1)

d. Penetapan Rendemen Penetapan Rendemen Katekin Gambir Serbuk Gambir Serbuk Katekin = 500 gram = 310,55 gram

% rendemen = 310,55 gram x 79,73% = 49,52 % 500 gram

63

Lampiran 5. Skema Kerja Uji Pendahuluan

Uji Pendahuluan

Kelompok I

Kelompok II

Kelompok III

Kelompok IV

Dosis I 400 mg/kgBB

Dosis II 2000 mg/kgBB

Dosis III 10000 mg/kgBB

Dosis IV 50000 mg/kgBB

Diamati Selama 24 Jam

Hitung Jumlah Mencit Yang Mati

Uji Toksisitas

64

Lampiran 6. Skema Kerja Uji Toksisitas

Hewan Mencit Galur DDY

Aklimatisasi

Pemberian Bahan Uji (Oral)

Kontrol

Kelompok I

Kelompok II

Kelompok III Dosis III 4000 mg/kgBB

Kelompok IV

Na CMC 0,5 %

Dosis I 1000 mg/kgBB

Dosis II 2000 mg/kgBB

Dosis IV 8000 mg/kgBB

Pengamatani Gejala Toksik dan Jumlah Hewan Mati Selama 14 Hari Perhitungan nilai LD50

Mencit Mati

Bedah Organ di Rendam dengan formalin 10%

Timbang Berat Organ Mencit

Analisa Data Dengan ANOVA

Pembuatan Preparat Organ (Histopatologi)

Pembacaan Preparat Organ

65

Lampiran 7. Pembuatan Bahan Uji Pendahuluan

Tabel 15. Dosis Uji Pendahuluan Kelompok Dosis (mg/Kg BB) 400 2000 10000 50000 Jumlah Hewan Uji 4 4 4 4

I II III IV

1. Dosis I 400 mg/kgBB Dosis x BB mencit 400 mg/kgBB x 0,021 kg = 8,4 mg

[c] = 16,8 mg/mL Dibuat 5 mL = 16,8 mg/mL x 5 mL = 84 mg

2. Dosis II 2000 mg/kgBB 2000 mg/kgBB x 0,021 = 42 mg

[c] = 84 mg/mL Dibuat 5 mL = 84 mg/mL x 5 mL = 420 mg

66

Lampiran 7. (Lanjutan) 3. Dosis III 10000 mg/kgBB 10000 mg/kgBB x 0,022 = 220 mg

[c] = 440 mg/mL Dibuat 5 mL = 440 mg/mL x 5 mL = 2200 mg

4. Dosis IV 50000 mg/kgBB 50000 mg/kgBB x 0,021 kg = 1050 mg

[c] = 2100 mg/mL


Dibuat 5 mL = 2100 mg/mL x 5 mL = 10500 mg

67

Lampiran 8. Pembuatan Bahan Uji Toksisitas Tabel 16. Dosis Uji Toksisitas Kelompok 1 2 3 4 Jumlah Mencit 5 5 5 5 Dosis (mg/kgBB) 1000 2000 4000 8000

1. Dosis I 1000 mg/kgBB Dosis x BB mencit 1000 mg/kgBB x 0,023 kg = 23 mg

[c] = 23 mg/mL Dibuat 10 mL = 23 mg/mL x 10 mL = 230 mg 2. Dosis II 2000 mg/kgBB 2000 mg/kgBB x 0,024 = 48 mg

[c] = 48 mg/mL Dibuat 10 mL = 48 mg/mL x 10 mL = 480 mg

68

Lampiran 8. (Lanjutan)

3. Dosis III 4000 mg/kgBB 4000 mg/kgBB x 0,023 = 92 mg

[c] = 92 mg/mL Dibuat 10 mL = 92 mg/mL x 10 mL = 920 mg

4. Dosis IV 8000 mg/kgBB 8000 mg/kgBB x 0,021 kg = 168 mg

[c] = 168 mg/mL Dibuat 10 mL = 168 mg/mL x 10 mL = 1680 mg

69

Lampiran 9. Perhitungan Nilai LD50 Metode probit digunakan untuk menangani respon 0% yaitu menggantinya dengan 0,25 dan membaginya dengan banyak hewan tiap kelompok lalu dikalikan persentase 100, yaitu 100-{ (5-0,25) : 5 x 100} = 5 % Tabel 17. Perhitungan Nilai LD50 Dosis (mg/kg BB) 1 2 3 4 1000 2000 4000 8000 Jumlah Kematian 0 0 2 2 Jumlah Hidup 5 5 3 3 Log Dosis 3 3,3 3,6 3,9 Persen Kematian (%) 05 05 40 40 Nilai Probit 3,36 3,36 4,75 4,75

Persamaan Regresi Linier : y = a + bx (x, y) Keterangan : y = Nilai Probit x = Log dosis b = 1,853 r = 0,894

Diperoleh nilai a = -2,339

Maka, y = a + bx Keterangan : y = Jumlah Hewan 5 = -2,339 + 1,853 x x = Antilog LD50 x = 3,961 Antilog 3,961 = 9141,132 mg/kg BB Gambar 4. Tabel Probit

70

Lampiran 10. Foto Foto Penelitian a. Gambir dan Katekin

Gambar 5. Gambir

Gambar 6. Serbuk Gambir

Gambar 7.Katekin Pembanding

Gambar 8. Katekin Sampel

b.

Penelitian Gambir dan Katekin 1. Penapisan Fitokimia Gambir

Gambar 9. Flavonoid (+)

Gambar 10. Saponin (+)

Gambar 11. Tanin (+)

Gambar 12. Katekuat (+)

Gambar 13. Uji Urea (-)

Gambar14. Identifikasi Gambir

71

Lampiran 10. (Lanjutan) 2. Penapisan Fitokimia Katekin

Gambar 15. Flavonoid (+)

Gambar 16. Saponin (-)

Gambar 17. Kuinon (-)

Gambar 18. Tanin (+)

Gambar19. Tanin Katekuat (+)

3. Proses Ekstraksi Katekin

Gambar 20. Proses Infus

Gambar 21. Infus Gambir

Gambar 22. Infus Gambir

Gambar 23. Evaporasi

Gambar 24. Penyaringan dan Pelarutan ekstrak

72

Lampiran 10. (Lanjutan) c. Toksisitas Akut dan Histologi

Gambar 25. Sonde

Gambar 26. Alat Bedah

Gambar 27. Pembedahan

Gambar 28. Mikrotom

Gambar 29. Blok Parafin

Gambar 30. Pewarnaan

Gambar 31. Toples Bius

Gambar 32. Organ

Gambar 33. Pot Organ

Gambar 34. Microscop Electric

73

Lampiran 11. Pembacaan Preparat Organ Hati Keterangn : 1. Vena Sentralis 2. Sel Hepatosit 3. Sinusoid - Jaringan normal

Kontrol Keterangn : 1. Vena Sentralis 2. Sel Hepatosit 3. Sinusoid - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 1 (1000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Vena Sentralis 2. Sel Hepatosit 3. Sinusoid - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 2 (2000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Vena Sentralis 2. Sel Hepatosit 3. Sinusoid - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 3 (4000 mg/kg BB) Keterangan : 1. Vena Sentralis 2. Sel Hepatosit 3. Sinusoid 4. Sel Radang (PMN) - Terdapat sel radang yang bersifat perivaskular (radang sekitar pembuluh)

Dosis 4 (8000 mg/kg BB)

74

Lampiran 12. Pembacaan Preparat Organ Limpa Keterangn : 1. Pulpa Putih 2. Pulpa Merah 3. Trabekula - Jaringan normal

Kontrol Keterangn : 1. Pulpa Putih 2. Pulpa Merah 3. Trabekula - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 1 (1000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Pulpa Putih 2. Pulpa Merah 3. Trabekula - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 2 (2000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Pulpa Putih 2. Pulpa Merah 3. Trabekula - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 3 (4000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Pulpa Putih 2. Pulpa Merah 3. Trabekula - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol . Dosis 4 (8000 mg/kg BB)

75

Lampiran 13. Pembacaan Preparat Organ Ginjal Keterangn : 1. Glomerulus 2. Tubulus Proksimal 3. Tubulus Distal - Jaringan normal

Kontrol Keterangn : 1. Glomerulus 2. Tubulus Proksimal 3. Tubulus Distal - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 1 (1000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Glomerulus 2. Tubulus Proksimal 3. Tubulus Distal - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 2 (2000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Glomerulus 2. Tubulus Proksimal 3. Tubulus Distal - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 3 (4000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Glomerulus 2. Tubulus Proksimal 3. Tubulus Distal - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 4 (8000 mg/kg BB)

76

Lampiran 14. Pembacaan Preparat Organ Usus Keterangn : 1. Muskularis Mukosa 2. Submukosa 3. Mukosa Usus - Jaringan Normal Kontrol Keterangn : 1. Muskularis Mukosa 2. Submukosa 3. Mukosa Usus - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 1 (1000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Muskularis Mukosa 2. Submukosa 3. Mukosa Usus - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 2 (2000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Muskularis Mukosa 2. Submukosa 3. Mukosa Usus - Jaringan normal, sesuai dengan kelompok kontrol Dosis 3 (4000 mg/kg BB) Keterangn : 1. Muskularis Mukosa 2. Submukosa 3. Mukosa Usus 4. Sel radang (PMN) - Terdapat sel radang Dosis 4 (8000 mg/kg BB)

77

Lampiran 15. Penimbangan Bobot Badan Mencit dan Organ

Tabel 18. Bobot Badan Mencit Mencit Kontrol 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Dosis III 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 0 23 22 22 23 22 22 22 22 24 23 23 23 24 1 24 26 26 23 25 25 25 26 24 28 21 25 27 2 25 28 25 24 24 25 27 32 28 28 24 28 25 25 27 26 29 26 20 22 21 24 22 25 26 25 23 25 3 25 28 25 23 24 25 31 37 33 35 30 33 29 27 30 29 29 29 23 28 22 22 24 20 21 22 21 4 24 27 24 23 24 24 28 33 28 30 28 29 27 24 27 26 29 27 25 29 24 24 25 24 24 27 25 5 23 30 22 22 22 24 26 32 27 28 27 28 27 23 24 26 29 26 24 29 22 22 24 22 21 25 23 Data Pengamatan 6 7 8 9 29 29 23 29 30 30 31 27 30 30 23 30 26 26 21 25 28 28 20 26 29 29 24 27 29 28 31 32 33 34 36 35 29 30 32 30 28 30 34 30 29 30 30 28 30 30 33 31 27 28 30 32 25 25 26 30 27 21 25 20 19 21 21 19 23 21 25 26 27 28 27 24 25 23 24 24 19 28 24 25 30 29 28 28 24 26 22 24 24 20 27 24 24 27 29 25 27 26 30 24 27 28 23 30 27 10 27 26 27 23 23 25 31 34 30 33 27 31 30 24 28 30 24 27 27 26 23 25 30 25 32 29 11 31 30 32 26 26 29 28 35 28 32 27 30 30 26 31 31 24 28 28 26 24 26 27 24 30 27 12 34 31 32 27 27 30 30 30 31 30 29 30 30 26 31 31 25 29 21 25 20 22 26 22 29 26 13 34 34 33 28 28 31 29 29 30 30 28 29 29 25 29 30 24 27 25 26 24 25 25 23 28 25 14 27 27 28 27 28 27 26 32 25 30 26 28 27 23 27 27 22 25 27 30 30 29 30 25 26 27

Dosis I

Dosis II

24 29 25 27 24 28 24 27 24 28 24 24 22 22 23 23 21 21 21 22 22 21 25 23 26 22 24 22 22 21 23 22

Dosis IV

78

Tabel 19. Bobot Organ Mencit Dosis Hewan 1 2 Kontrol 3 4 5 Rata-rata SD 1 2 I 3 4 5 Rata-rata SD 1 2 II 3 4 5 Rata-rata SD 1 2 III 3 4 5 Rata-rata SD 1 2 IV 3 4 5 Rata-rata SD HATI 3,121 2,131 1,871 1,945 2,435 2,301 0,50766 1,359 1,967 1,700 1,984 1,333 1,667 0,31543 1,275 1,293 1,795 1,473 1,105 1,388 0,26209 0,867 1,502 1,004 1,633 1,348 1,271 0,32590 1,518 1,175 1,904 1,980 1,576 1,631 0,32406 Bobot Organ (g) GINJAL USUS 0,312 0,229 0,355 0,286 0,305 0,298 0,04564 0,158 0,217 0,192 0,233 0,170 0,194 0,03133 0,159 0,174 0,198 0,170 0,132 0,167 0,02402 0,144 0,189 0,131 0,165 0,173 0,160 0,02308 0,172 0,148 0,205 0,203 0,155 0,177 0,02650 6,084 5,535 4,054 4,388 4,660 4,944 0,84125 4,169 5,250 5,539 5,330 4,627 4,983 0,56793 3,717 4,468 5,252 4,975 4,468 4,576 0,58681 3,090 4,300 3,072 4,204 4,396 3,812 0,67115 5,031 3,320 5,875 4,878 4,739 4,769 0,92253

LIMPA 0,231 0,134 0,441 0,360 0,606 0,354 0,18346 0,108 0,197 0,279 0,430 0,081 0,219 0,14139 0,143 0,075 0,247 0,225 0,049 0,148 0,08787 0,053 0,193 0,191 0,111 0,062 0,122 0,06761 0,239 0,124 0,211 0,274 0,062 0,182 0,08722

79

Lampiran 16. Hasil Statistik Bobot Organ mencit a. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Uji Homogenitas Levene terhadap obot organ mencit 1. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov

Tabel. Uji Normalitas


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test hati N Normal Parametersa Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. 25 1.6518 .48863 .128 .128 -.060 .641 .805 ginjal 25 .1991 .05900 .184 .184 -.124 .922 .363 usus 25 4.6168 .79764 .087 .068 -.087 .436 .991 limpa 25 .2051 .13847 .141 .141 -.130 .705 .702

Ho : Data bobot organ mencit terdistribusi normal Ha : Data bobot organ mencit tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Keputusan : Uji normalitas bobot organ mencit seluruhnya terdistribusi normal (p 0,05).

80

2.

Uji Homogenitas Tabel. Uji Homogenitas


Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic Hati Ginjal Usus Limpa .742 .596 .391 1.493 df1 4 4 4 4 df2 20 20 20 20 Sig. .575 .670 .813 .242

Ho : Data bobot organ mencit homogen Ha : Data bobot organ mencit tidak homogen Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Keputusan : Uji homogenitas bobot organ seluruhnya bervariasi

homogenitas (p 0,05).

Kesimpulan : Data dari organ hati, usus, limpa dan ginjal dapat dilanjutkan dengan ANOVA karena sudah memenuhi syarat homogenitas dan normalitas.

81

b.

Uji One Way ANOVA

Tabel. One Way ANOVA


ANOVA Sum of Squares hati Between Groups Within Groups Total ginjal Between Groups Within Groups Total usus Between Groups Within Groups Total limpa Between Groups Within Groups Total 3.182 2.549 5.730 .064 .020 .084 4.565 10.704 15.270 .166 .294 .460 df 4 20 24 4 20 24 4 20 24 4 20 24 .041 .015 2.821 .053 1.141 .535 2.132 .114 .016 .001 16.416 .000 Mean Square .795 .127 F 6.242 Sig. .002

Ho : Data bobot organ mencit tidak terdapat perbedaan secara bermakna Ha : Data bobot organ mencit ada perbedaan secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Keputusan : terdapat perbedaan yang bermakna pada organ hati dan ginjal (p 0,05). Sedangkan pada organ usus dan limpa tidak terdapat perbedaan (p 0,05).

82

b.BNT (Beda Nyata Terkecil) terhadap bobot organ mencit

Tabel. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil)


Multiple Comparisons LSD Depende nt (I) (J) kelompok dosis 1 dosis 2 dosis 3 dosis 4 dosis 1 kontrol dosis 2 dosis 3 dosis 4 dosis 2 kontrol dosis 1 dosis 3 dosis 4 dosis 3 kontrol dosis 1 dosis 2 dosis 4 dosis 4 kontrol dosis 1 dosis 2 dosis 3 Ginjal Control dosis 1 dosis 2 dosis 3 dosis 4 Mean Difference (I-J) .63200* .91240* 1.02980* .67000* -.63200* .28040 .39780 .03800 -.91240* -.28040 .11740 -.24240 -1.02980* -.39780 -.11740 -.35980 -.67000* -.03800 .24240 .35980 .10370* .13110* .13730* .12110* Std. Error .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .22577 .01975 .01975 .01975 .01975 Sig. .011 .001 .000 .008 .011 .229 .093 .868 .001 .229 .609 .296 .000 .093 .609 .127 .008 .868 .296 .127 .000 .000 .000 .000 Lower Bound .1611 .4415 .5589 .1991 -1.1029 -.1905 -.0731 -.4329 -1.3833 -.7513 -.3535 -.7133 -1.5007 -.8687 -.5883 -.8307 -1.1409 -.5089 -.2285 -.1111 .0625 .0899 .0961 .0799 Upper Bound 1.1029 1.3833 1.5007 1.1409 -.1611 .7513 .8687 .5089 -.4415 .1905 .5883 .2285 -.5589 .0731 .3535 .1111 -.1991 .4329 .7133 .8307 .1449 .1723 .1785 .1623 95% Confidence Interval

Variable kelompok Hati Control

83

dosis 1

kontrol dosis 2 dosis 3 dosis 4

-.10370* .02740 .03360 .01740 -.13110* -.02740 .00620 -.01000 -.13730* -.03360 -.00620 -.01620 -.12110* -.01740 .01000 .01620

.01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975 .01975

.000 .181 .104 .389 .000 .181 .757 .618 .000 .104 .757 .422 .000 .389 .618 .422

-.1449 -.0138 -.0076 -.0238 -.1723 -.0686 -.0350 -.0512 -.1785 -.0748 -.0474 -.0574 -.1623 -.0586 -.0312 -.0250

-.0625 .0686 .0748 .0586 -.0899 .0138 .0474 .0312 -.0961 .0076 .0350 .0250 -.0799 .0238 .0512 .0574

dosis 2

kontrol dosis 1 dosis 3 dosis 4

dosis 3

kontrol dosis 1 dosis 2 dosis 4

dosis 4

kontrol dosis 1 dosis 2 dosis 3

*.Berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.

Kesimpulan : 1. Terdapat perbedaan organ hati mencit kontrol terhadap dosis 1000, 2000, 4000 dan 8000 mg/kgBB. Tetapi tidak terlihat perbedaan pada organ hati mencit antar kelompok dosis uji. 2. Terdapat perbedaan organ ginjal mencit kontrol terhadap dosis 1000, 2000, 4000 dan 8000 mg/kgBB. Tetapi tidak terlihat perbedaan pada organ hati mencit antar kelompok dosis uji.

Anda mungkin juga menyukai