Anda di halaman 1dari 85

OBAT TETES MATA

KELOMPOK 1
DEFINISI SEDIAAN OBAT
MATA
 Sediaan steril berupa salep, larutan atau
suspensi, digunakan untuk mata dengan
jalan meneteskan, mengoleskan pada sel
aput lendir mata di sekitar kelopak mata
dan bola mata.
DEFINISI SEDIAAN OBAT
MATA (FI IV)
1. Larutan obat mata adalah larutan steril, beba
s partikel asing, merupakan sediaan yang dib
uat dan dikemas sedemikian rupa hingga ses
uai digunakan mata. Pembuatan obat mata m
embutuhkan perhatian khusus dalam toksisit
as bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan a
kan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilis
asi dan kemasan yang tepat.
2. Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril
yang mengandung partikel-partikel yang terdis
persi dalam cairan pembawa untuk pemakaian
obat mata. Obat dalam suspensi harus dalam
bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan i
ritasi dan atau goresan pada kornea. Suspensi
obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi ma
ssa yang mengeras atau penggumpalan.
Permukaan mata bukan suatu tempa
t yang baik untuk proses penyerapa
n obat oleh mata, karena :
1. Pengeluaran dan pengaliran air mata b
ertentangan dengan arah penembusan
obat
2. Struktur kornea mata yang khas
Penggunaan Obat Mata
 Umumnya digunakan sebagai :
1. Midriatika (pelebar pupil) dan siklopergik. Mid
riatik memungkinkan pelebaran fundus denga
n pelebaran bola mata. Midriatik yang lebih k
eras selama masa kerjanya disebut siklopergi
k. Contoh : atropin, skopolamin, hiosiamin, ho
matropin.
2. Miotik (penyempit pupil) : untuk terapi glauko
ma. Miotik mengurangi tekanan intraokuler ya
ng menyertai glaukoma misalnya pilokarpin, fi
sostigmin, neostigmin.
Penggunaan Obat Mata
3. Antibakteri : untuk melawan infeksi pada mat
a. Digunakan baik secara sistemik maupun s
etempat demi efektifitasnya. Misal kloramfeni
kol, natrium sulfasetamid, gentamisin, tetrasik
lin dan neomisin. Untuk infeksi virus digunaka
n indoksuridin atau vidarabin.
4. Anastetika lokal : untuk mengurangi rasa sak
it sebelum dan sesudah operasi, trauma dan
sewaktu diadakan pemeriksaan mata. Conto
h kokain, tetrakain.
Penggunaan Obat Mata

5. Zat antiradang : garam-garam hidrokorti


son, prednisolon, deksametason.
6. Antiseptik lokal : untuk mengurangi ada
nya mikroba pada mata. Misal senyawa
merkuri organik seperti thimerosal, mer
kuri amoniak, perak nitrat.
Penggunaan Obat Mata

7. Astringen : untuk pengobatan konjungti


vitis menggunakan senyawa zink khusu
snya zink sulfat sebagai adstringen.
8. Pelindung topikal : dipakai sebagai air
mata tiruan atau sebagai cairan lensa k
ontak. Contoh metilselulosa, hidroksipro
pil metilselulosa.
Formula Umum Sediaan T
etes Mata
R/ Bahan aktif
Pembawa/pelarut
Zat tambahan :
Pengisotoni
Pendapar
Pengental
Pengawet
Antioksidan
Pensuspensi (untuk suspensi)
Persyaratan Obat Mata
1. Steril
2. Isotonis dengan air mata (tetes mata)
3. Bila mungkin isohidri atau pH dapar yang tepa
t untuk menjamin stabilitas dan keefektifan se
diaan (obat tetes mata).
4. Tetes mata berupa larutan harus jernih (beba
s bahan melayang)
5. Bebas partikel asing
6. Pengawetan
7. Basis salep mata tidak boleh iritasi terhadap
mata
Steril
 Penggunaan tetes mata yang terkontaminasi m
ikrobial akan menyebabkan kehilangan daya p
englihatan mata atau tetap terlukanya mata.
 Mikroorganisme tersebut berasal dari : bahan
obat dan bahan pembantu, prosedur yang tida
k aseptis, tidak adanya sterilisasi akhir, rekonta
minasi selama pemberian.
 Bakteri dari golongan Pseudomonas aeru
ginosa memiliki enzim perusak kolagen k
ornea. E coli, Pyocyaneus, Subtilis. Golo
ngan jamur : Aspergillus fumigatus dan vi
rus (adeno-virus) menyebabkan keratoko
njunktivitas.
 Seluruh farmakope menuntut sterilitas at
au sangat sedikit kuman untuk optalmika
(angka kuman 0).
Jenis Kontaminan Obat Te
tes Mata
 Pseudomonas aeruginosa
 Hemophillus influensa
 Hemophillus conjunctividis
 Neisseria gonorrhoeae
 Neisseria meningitidis
 Aspergillus fumigatus
 Escherichia coli
 Bacillus subtilis
 Herpes simplex
 Klebsiella pneumoniae, dsb
Obat Tetes Mata yang Dikont
aminasi Pseudomonas
 Garam Fluorescein
 Fisostigmin
 Pilokarpin
 Skopolamin
 Atropin
 Etilmorfin
 Tetrakain
 Sulfonamida
 Kortison
 Homatropin
 Kokain, dsb
Isotonis
 Disebabkan oleh kandungan elektrolit dan kan
dungan koloidnya, cairan air mata memiliki sua
tu tekanan osmotik, yang nilainya sama denga
n darah dan cairan jaringan (0,9% NaCl).
 Mata memiliki suatu daerah toleransi tonisitas
yang benar-benar tinggi. Maka larutan dengan
daerah tonisitas sesuai dengan konsentrasi Na
Cl 0,7- 1,45% diterima tanpa rasa nyeri dan tid
ak menyebabkan keluarnya air mata.
 Oleh karena larutan obat hanya digunaka
n dalam kualitas yang benar-benar kecil (
beberapa tetes) dan konsentrasi bahan o
bat yang terpakai umumnya kecil, maka l
arutan sampai taraf mendekati isotoni tel
ah memadai.
 Larutan yang digunakan pada mata luka,
atau mata yang telah dioperasi sebaikny
a isotonis.
Pendaparan
 Mirip seperti darah, maka cairan mata jug
a menunjukkan kapasitas dapar.
 Daerah toleransi pH yang tidak merusak
mata diberikan berlainan dalam literatur.
Pada pemberian tetesan biasa yang dipa
ndang sebagai bebas rasa nyeri adalah l
arutan dengan pH 7,3-9,7. Daerah pH da
ri 5,5-11,4 masih dapat diterima.
Kegunaan Dapar
 Alasan diberikan dapar dalam suatu larutan u
ntuk mata :
1. Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien
2. Untuk menjamin kestabilan obat (misalnya ok
sitetrasiklin untuk mengoptimasikan kerja, klo
ramfenikol untuk mencapai kelarutan yang m
emuaskan).
3. Untuk mengawasi aktivitas terapetik bahan o
bat
4. Mencegah kenaikan pH yang disebabka
n pelepasan lambat ion hidroksil dari wad
ah kaca
 Pengaturan larutan sampai pada isohidri (pH =
7,4) sangat baik agar saat penetesan tercapai
bebas nyeri yang sempurna, tetapi tidak semu
anya dapat direalisasikan karena sifat-sifat dari
bahan obat dan bahan pembantu misal kelarut
an dan stabilitas obat, kerja optimum obat dan
aspek fisiologis (tidak tersatukan). Aspek terse
but sangat jarang optimal pada pH fisiologis.
 Garam alkaloida yang dipakai sebagai sediaan
tetes mata memiliki stabilitas maksimal dalam
daerah pH 2-4. Pada pH fisiologis (7,4) mempu
nyai aktivitas terapetik tertinggi, tetapi garam al
kaloid tersebut mengendap pada pH 7,4. Menu
njukkan bahwa pada pH yang memungkinkan
aktivitas tertinggi bisa juga merupakan pH di m
ana obat paling tidak stabil.
 Sehingga dipilih pH yang dikompromikan untuk
suatu larutan dan dijaga oleh dapar untuk men
dapatkan aktivitas yang lebih besar, sambil sta
bilitas juga dijaga oleh dapar. Dengan pengam
atan keseimbangan fisiologis maka larutan tsb
dieuhidrikan sampai pada pH 5,5 – 6,5.
 Penyeimbangan pH dengan larutan dapar isoto
nis misal dapar natrium asetat-asam borat (kap
asitas dapar tinggi dalam daerah asam). Dapar
fosfat (kapasitas dapar tinggi dalam daerah alk
alis).
Dasar Pemilihan Pendapar

1. Sistem dapar harus dipilih sedekat mun


gkin dengan pH fisiologis 7,4
2. Tidak menyebabkan pengendapan obat
dan mempercepat kerusakan obat.
Cara memasukkan dapar pada pembuatan
larutan obat mata :
Mencampurkan secara aseptik larutan obat
steril dan larutan dapar steril
Jenis Dapar Obat Tetes M
ata
A. Sistem Dapar Hind Goyan, dikenal 2 kelompok sen
yawa obat :
 Obat yang harus didapar pada pH 5
Kelompok obat yang harus didapar pada pH 5 adala
h : kokain, prokain, neostigmin, fenakain, etilmorfin, e
tilhidrokuprein, dibukain, tetrakain, zink, epinefrin, fis
ostigmin.
Buffer yang digunakan adalah :
R/ Asam Borat 2,0 g
Benzalkonium klorida 1:10.000
Aq.p.i ad 100 mL
 Epinefrin dan fisostigmin OTT terhadap benzal
konium klorida, sehingga harus dilakukan modi
fikasi. Selain itu untuk kedua zat tersebut perlu
ditambahkan antioksidan.
R/ Asam Borat 2,0 g
Na-sulfit anhidrat 0,1 g
Fenilmerkurinitrat 1:100.000
Aq.p.i ad 100 mL
2. Kelompok Obat yang harus didapar pada pH 6
,5
adalah atropin, efedrin, eukatropin, homatropin
, penicilin, pilokarpin. Larutan buffer isotonis ya
ng disarankan :
R/ NaH2PO4 anhidrat 0,56 g
Na2HPO4 anhidrat 0,286 g
NaCl 0,5 g
Benzalkonium klorida 1:10
B. Sistem Dapar Fosfat
Dapar ini mempunyai rentang antara 5,8-8 sehi
ngga dapat digunakan sesuai keperluan.
C. Sistem Buffer Lain-lain
Biasanya digunakan Buffer Borat pH 9 untuk n
atrium sulfatiazol. Sedangkan untuk Na-sulfadi
azin dan Na-sulfamerazin tidak diperlukan buff
er. Untuk sediaan sulfonamida perlu ditambahk
an Na-sulfit 0,1% sebagai antioksidan.
Kejernihan (bebas bahan mel
ayang atau miskin bahan mel
ayang)
 Larutan bebas bahan melayang tidak dap
at dihasilkan jika difiltrasi menggunakan k
ertas saring atau kain.
 Biasanya digunakan material penyaring d
engan ukuran pori G3-G5.
Pengawet

 Semua obat tetes mata digunakan harus


dalam keadaan steril.
 Bahan pengawet dalam obat tetes mata
dibutuhkan karena pemakaiannya secara
berulang.
 Tidak boleh digunakan untuk pembedaha
n karena dapat menimbulkan iritasi pada
jaringan mata
 Kontaminasi silang dapat terjadi pada wa
ktu pengisian dalam wadah karena peral
atan yang tidak tepat. Meskipun setelah it
u disterilkan, tetapi efektivitas sterilisasi t
ergantung dari kandungan mikroba asal.
 Obat tetes mata yang sudah terkontaminasi a
kan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginka
n. Untuk mencegah hal tersebut, maka :
1. Perlu penambahan bahan pengawet yang co
cok.
2. Isi obat tetes mata dalam batas pemakaian (
Fornas 8 mL, FI 10 mL)
3. Peringatan pada pemakai bahwa obat tetes
mata dipergunakan maksimal 30 hari setelah
tutup dibuka.
 Syarat pengawet dalam tetes mata :
1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik kh
ususnya terhadap Pseudomonas aerugi
nosa
2. Tidak mengiritasi jaringan okuler, artiny
a tidak mengiritasi kornea atau conjunti
va pada pemakaian berulang dan tidak
menyebabkan rusaknya epitel
3. Tersatukan dengan zat aktif untuk obat
tetes mata.
4. Tidak cenderung menyebabkan alergi a
tau sensitisasi.
5. Tetap efektif dalam kondisi normal peng
gunaannya.
Pengawet yang biasa digu
nakan :
1. Ester p-Hidroksi asam benzoat : Campuran ni
pagin 0,18% dan nipasol 0,02%.
2. Senyawa raksa organik : Fenil merkuri nitrat
0,01 – 0,005%, nitromersol (metaphen), timer
osal (merthiolat) 0,01 – 0,02%
3. Surfaktan kationik : Benzalkonium klorida 0,0
1 -0,02%, benzethonium klorida, setil piridiniu
m 1:5000.
4. Turunan alkohol : klorobutanol 0,5-0,7%, fenil
etil alkohol 0,5%.
Benzalkonium klorida

 Akan memberikan efektivitas yang tinggi


bila ditambahkan Na-EDTA.
 Banyak digunakan karena efektif dalam d
osis kecil, bereaksi sebagai antimikroba s
angat cepat dan stabilitas yang tinggi pad
a jarak pH yang lebar
Garam raksa
 Benzalkonium Cl OTT dengan zat aktif pilokarpin nitrat,
fisostigmin salisilat, fluoresin Na.
 Maka untuk bahan aktif tsb digunakan fenil merkuri nitr
at (PMN), fenilmerkuri asetat (PMA), tiomersal.
 Memberikan efektivitas yang tinggi pada pembawa den
gan pH sedikit asam.
 Senyawa raksa dapat berinteraksi dengan senyawa hal
ogen membentuk senyawa yang kurang larut dalam air
dan mengurangi aktivitas pengawetnya.
 Tiomersal mempunyai kelebihan dibandi
ngkan dengan senyawa raksa yang lain y
aitu mempunyai kelarutan air yang besar
dengan stabilitas yang tinggi serta tidak
menimbulkan penyakit merkurialentis.
Klorbutanol

 Stabil pada suhu kamar, pada pH 5 atau


kurang, tetapi pemanasan dapat menye
babkan penguraian menghasilkan HCl.
 Proses penguraian dapat dilihat dengan t
urunnya pH larutan dari waktu ke waktu.
 Pada proses sterilisasi dengan otoklaf, p
enguraian dapat terjadi sampai 30%.
 Wadah yang dapat digunakan hanya wad
ah gelas karena klorbutanol dapat berpe
netrasi dalam wadah plastik.
 Larut sangat perlahan-lahan. Pemakaian
air panas dapat mempercepat kelarutan t
etapi hati-hati terhadap kemungkinan pen
guraian.
Metil dan propilparaben
 Banyak digunakan untuk mencegah pertumb
uhan jamur, tetapi dalam dosis tinggi mempu
nyai sifat antimikroba yang lemah.
 Mempunyai kelemahan :
1. Kelarutan yang rendah dan dapat menimbulk
an rasa pedih pada mata.
2. Dapat berinteraksi dengan surfaktan nonionik
dan polimer yang berakibat turunnya sifat pe
ngawet.
Feniletilalkohol

 Mempunyai aktivitas yang lemah


 Mudah menguap
 Dapat berpenetrasi dalam wadah plastik
sehingga mengurangi aktivitasnya
 Kelarutan dalam air sangat kecil, mudah
didesak kelarutannya (salting out) dan m
emberikan rasa pedih pada mata.
OTT Bahan pengawet dengan
Zat Aktif dalam Obat Tetes M
ata
 Benzalkonium Cl OTT dengan pilokarpin nitrat,
sulfatiazol Na, Fluorescein Na, perak nitrat, per
ak proteinat, larutan pekat asam borat, fisostig
min salisilat.
 Klorobutanol OTT dengan larutan alkali, perak
nitrat, sulfadiazin Na, sulfatiasol Na.
 Fenil merkuri nitrat tidak tersatukan dengan atr
opin, efedrin, eukatropin, homatropin, pilokarpi
n.
Penggunaan Bahan Penge
ntal
 Penggunaan bahan pengental dalam o
bat tetes mata bertujuan :
1. Sebagai air mata buatan
2. Sebagai bahan pelicin untuk lensa kont
ak
3. Untuk meningkatkan kekentalan larutan
, yang berakibat waktu kontak antara se
diaan dengan kornea semakin lama 
efek terapi tercapai.
Contoh bahan pengental :
 Hidroksi Metil Selulosa
 Hidroksi Etil Selulosa
 Polivinilpirolidon (PVP)
 Polivinilalkohol (PVA) 1-2%
 CMC
 PEG
Viskositas tetes mata dianggap paling optimu
m 15-25 cps.
 Permasalahan penambahan pengental :
1. Penambahan pengental senyawa makromolek
ul seperti metilselulosa dapat menjerat bahan a
ktif, sehingga konsentrasi bahan aktif dalam ca
iran pembawa berkurang.
2. Peningkatan efek midriasis pada penambahan
metilselulosa dalam kolirium homatropin.
3. Peningkatan efek miosis dari pilokarpin dengan
penambahan metilselulosa.
 Penggunaan natrium karboksimetil selulosa se
bagai bahan pengental jarang digunakan karen
a : tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kek
entalan menurun, kadang tidak tercampurkan d
engan bahan aktif.
 Pemilihan bahan pengental dalam obat tetes m
ata meliputi ketahanan waktu sterilisasi, kemun
gkinan dapat disaring, stabilitas, ketidaktercam
puran, dll.
Surfaktan
Kadang-kadang ditambahkan untuk :
1. Meningkatkan kelarutan
2. Meningkatkan penetrasi ke dalam kornea.
Yang sering digunakan benzalkonium klorida 0,0
02%, tween 20 dan 80.
Pemakaian surfaktan :
 Untuk larutan : meningkatkan kelarutan atau
meningkatkan penetrasi obat ke dalam korne
a.
 Untuk suspensi : membasahi zat aktif hidrofo
b, memperlambat pengkristalan
 Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata
harus memenuhi berbagai aspek :
1. Menurunkan tegangan permukaan antara ob
at mata dan kornea sehingga dapat meningk
atkan aksi terapetik bahan aktif.
2. Meningkatkan ketercampuran antara obat tet
es mata dengan cairan lakrimal, meningkatka
n kontak bahan aktif dengan kornea dan konj
ungtiva sehingga meningkatkan penembusan
dan penyerapan obat.
3. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran
air mata, tidak boleh iritan dan merusak
kornea. Surfaktan golongan non ionik le
bih dapat diterima dibandingkan denga
n surfaktan golongan lainnya.
4. Sebagai antimikroba (surfaktan golonga
n kationik seperti benzalkonium klorida,
setil piridinium klorida dll).
Zat penstabilisasi

 Sejumlah obat terurai oleh oksigen dari u


dara (teroksidasi)  ditambahkan antioks
idan. Yang sering digunakan dalam OTM
: Na-sulfit, Na-metabisulfit.
 Dalam formulasi fenilefrin sering digunak
an asam askorbat dan asetilsistein.
Zat Pensuspensi (untuk su
spensi)
 Suspensi obat mata dibuat karena sedikit
zat aktif yang larut atau karena stabilitasn
ya bila berada dalam larutan.
 Partikel dalam suspensi dapat menyebab
kan iritasi, sehingga harus dibuat sebagai
partikel micronize (< 30µm).
 Keuntungan bentuk suspensi OTM : wakt
u kontak obat lama.
 Masalah utama yang harus diperhatikan :
kemungkinan terjadi perubahan ukuran p
artikel (pertumbuhan kristal) selama peny
impanan menjadi besar sehingga tidak d
apat diterima oleh mata.
 Untuk menstabilkan suspensi digunakan
peningkat viskositas : tragakan, pektin, m
etilselulose, na-alginat, dekstran, PEG, d
sb.
 Suspensi harus dikocok sebelum dipakai
dan partikel-partikelnya harus menyebar
merata ke seluruh pembawa.
 Suspensi untuk mata dikemas dalam wa
dah dengan jenis penetes yang sama de
ngan yang dipakai pada larutan untuk ma
ta.
 Contoh suspensi obat mata :
1. Suspensi steril tetrasiklin HCl : digunak
an untuk pengobatan infeksi mata bagia
n luar yang rentan terhadap tetrasiklin
HCl (misal S. aureus, N. gonorrhoeae,
E. coli).
2. Suspensi steril Polimiksin B-Neomisin-
Hidrokortison.
Cara Sterilisasi

 Jika memungkinkan sterilisasi dengan pe


nyaringan dengan membran steril secara
aseptik merupakan metode yang lebih ba
ik.
 Jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasa
n tidak mempengaruhi stabilitas sediaan,
sterilisasi obat dalam wadah akhir denga
n otoklaf juga merupakan metode yang b
aik.
Cara Sterilisasi

 Penyaringan menggunakan filtrasi bakteri


merupakan cara yang baik menghindari p
emanasan namun harus diperhatikan pe
milihan, dan penggunaan alat.
 Sedapat mungkin gunakan penyaring ste
ril sekali pakai.
Wadah

 Harus tertutup rapat dan disegel untuk m


enjamin sterilitas pada pemakaian perta
ma.
ASPEK PENTING DALAM P
EMBUATAN OTM
1. Akurasi  OTM diresepkan dalam juml
ah kecil sehingga ketelitian penimbanga
n dan peracikan harus diperhatikan.
2. Sterilitas
3. Tonisitas (setara dengan lar NaCl 0,9-1,
4%)
4. pH larutan (pH larutan yang diizinkan 4,
5-9. pH air mata ± 7,4
EVALUASI SEDIAAN OBAT
TETES MATA
1. Penentuan pH
2. Kejernihan
3. Sterilitas
4. Uji efektivitas pengawet
5. Volume
Evaluasi untuk Tetes Mata
Suspensi
1. Penentuan Homogenitas
2. Volume Sedimentasi
3. Penentuan Viskositas dan Sifat aliran
4. Penentuan Bobot Jenis
SALEP MATA

 FI IV : Salep mata adalah salep yang dig


unakan pada mata
 Keuntungan sediaan salep mata :
Sediaan salep memberikan bioavailabilita
s lebih besar dari larutan OTM waktu k
ontak lebih lama  jumlah obat yang dia
bsorpsi lebih tinggi.
 Kerugian : Mengganggu penglihatan, kec
uali bila digunakan akan tidur.
FORMULA UMUM SALEP M
ATA
R/ Zat aktif
Basis salep mata
Bahan pembantu (jika diperlukan)
- Antioksidan
- Pengawet
- Zat untuk memperbaiki
konsistensi
Syarat Bahan Tambahan p
ada Salep Mata
 Yang dapat meningkatkan kestabilan ata
u kegunaan kecuali dilarang oleh monogr
afi.
 Syaratnya tidak berbahaya dalam jumlah
yang diberikan dan mempengaruhi efek t
erapi atau respon pada penetapan kadar
dan pengujian yang spesifik
Hal yang perlu diperhatikan p
ada salep mata :
 Sediaan salep mata dibuat dari bahan ya
ng sudah disterilkan dengan perlakuan a
septik yang ketat serta memenuhi syarat
uji sterilitas. Bila bahan tidak dapat disteri
lkan dengan cara biasa, maka digunakan
bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas
dengan pembuatan secara aseptik.
Hal yang perlu diperhatikan p
ada salep mata :
 Sediaan mengandung pengawet : untuk
mencegah pertumbuhan dan memusnah
kan mikroba yang tidak sengaja masuk p
ada saat wadah dibuka kecuali mengand
ung zat aktif yang sudah berfungsi anti m
ikroba.
 Bahan yang dimasukkan dalam salep ma
ta harus berbentuk larutan dan serbuk ha
lus.
Syarat Salep Mata

1. Steril
2. Bebas dari partikel kasar
3. Memenuhi syarat kebocoran dan partikel loga
m

Wadah salep mata :


1. Steril pada saat pengisian dan penutupan
2. Tertutup rapat dan disegel untuk menjamin st
erilitas pada pemakaian pertama
Syarat Basis Salep :

1. Tidak mengiritasi mata


2. Memungkinkan difusi obat dalam cairan
mata
3. Dapat mempertahankan aktivitas obat d
alam jangka waktu tertentu pada kondis
i penyimpanan yang tepat. Contoh: vas
elin
Contoh-Contoh Formula St
andar
 Basis salep mata sederhana (BP 93, hlm 1095)
R/ Lanolin 100 g
Parafin liq 100 g
Vaselin flavum 800 g
Cara pembuatan : Lelehkan bersama lanolin d
an vaselin flavum, tambahkan parafin liq. Sarin
g campuran panas-panas, sterilisasi 150oC tida
k kurang dari 1 jam dan biarkan dingin.
 Oculentum Simplex (Fornas ed. II)
R/ Setil alkohol 2,5 g
Lemak bulu domba 6 g
Parafin liq 40 g
Vaselin album hingga 100 g
 R/ Vaselin flavum 90
Adeps lanae 10
Keduanya dilelehkan bersama, saring da
n sterilisasi
 Formula Alternatif
Oculentum simplex (Fornas ed.III)
R/ Setil alkohol 2,5 g
Lemak bulu domba 6 g
Parafin liq 40 g
Vaselin album hingga 100 g
Lemak bulu domba dan vaselin album diganti sejumlah
sama dengan vaselin flavum. Formula menjadi :
R/ Setil alkohol 2,5 g
Parafin liq 40 g
Vaselin flavum hingga 100 g
Teknik Pembuatan Salep
Mata
 Sediaan salep mata harus steril sesuai d
engan persyaratan yang tertera pada mo
nografi oculenta. Salep mata dibuat deng
an teknik aseptis.
Sterilisasi Sediaan

 Sediaan tidak disterilisasi akhir, tetapi dib


uat dengan teknis aseptis.
 Bahan obat dan dasar salep disterilkan d
engan cara yang cocok.
 Bahan obat ditambahkan sebagai larutan
steril atau sebagai serbuk steril termikron
isasi pada dasar salep, hasil akhir dimas
ukkan secara aseptis (tube sudah steril)
Teknis Aseptis

 Cara ini terbatas penggunaannya pada s


ediaan yang mengandung zat aktif peka
pada suhu tinggi dan dapat mengakibatk
an penguraian dan penurunan kerja farm
akologi. Contoh antibiotik dan beberapa
hormon.
Wadah
 Wadah untuk salep mata adalah tube steril kecil yan
g dapat dilipat. Isi dari wadah tidak lebih dari 5 g. Tub
e harus tertutup rapat untuk mencegah kontaminasi
mikroba (FI IV, 12).
 Tube atau wadah yang digunakan ada 2 jenis :
1. Tube yang dilapisi bagian dalam  untuk zat aktif ya
ng dapat membentuk kompleks logam.
2. Tube yang tidak dilapisi.
 Penandaan pada kemasan : Pada kemasan harus dit
ulis “salep mata”. Untuk sediaan antibiotik harus dituli
s daluwarsa.
Beberapa Hal yang Harus Diperhatik
an dalam Menyiapkan Sediaan Salep
Mata
1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disteri
lkan dengan perlakuan aseptis yang ketat ser
ta memenuhi uji sterilitas (FI IV, 12).
2. Jika bahan tertentu yang digunakan dalam fo
rmulasi tidak dapat disterilkan dengan cara bi
asa, maka dapat digunakan bahan yang me
menuhi syarat uji sterilitas dengan pembuata
n secara aseptis.
3. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji st
erilitas. Sterilisasi akhir salep mata dalam tube
biasanya dilakukan dengan radiasi sinar γ (RP
S, 585). Kemungkinan kontaminasi mikroba da
pat dikurangi dengan melakukan pembuatan di
bawah aliran udara laminar.
4. Salep mata harus mengandung zat antimikrob
a, kecuali dinyatakan lain dalam monografi ata
u formulanya sendiri sudah bersifat bakteriosta
tik. Misal klorbutanol, paraben, senyawa Hg or
ganik.
5. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep
berbentuk larutan atau serbuk halus (FI IV, hlm 12).
6. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan haru
s memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pa
da uji salep mata.
7. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada
waktu pengisian dan penutupan.
8. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata,
memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan tet
ap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka wak
tu tertentu dalam kondisi penyimpanan yang sesuai.
Persoalan yang mungkin mun
cul dalam Formulasi Salep M
ata
A. Bahan Aktif yang Digunakan
 Harus diketahui afinitas zat aktif terhadap bas
is untuk memprediksi pelepasan zat aktif, dih
ubungkan dengan mekanisme absorpsi di ma
ta contoh : zat aktif yang sangat larut dala
m lemak mempunyai afinitas tinggi terhadap
basis lemak dan susah dilepaskan maka diga
nti dengan bentuk garamnya.
 Ukuran partikel zat aktif harus diperhatikan.
B. Pemilihan Basis Salep yang cocok
 Basis salep mata tidak menyebabkan iritasi pada mata.
 Vaselin album sebaiknya tidak digunakan sebagai basi
s salep mata. Vaselin album berasal dari vaselin flavu
m yang mengalami proses pemutihan, dikhawatirkan m
asih ada sesepora zat pengoksidasi dan asam yang da
pat mengiritasi mata. Sehingga yang digunakan untuk
salep mata adalah vaselin flavum.
 Adeps lanae tidak boleh digunakan untuk
salep mata karena dapat menimbulkan s
ensitisasi (Martindale 28, hlm 1071).
Evaluasi Salep Mata

A. Evaluasi secara fisika


1. Distribusi ukuran partikel
2. Homogenitas
3. Uji Kebocoran Tube
4. Isi Minimum
5. Penetapan partikel logam dalam salep
mata
6. Konsistensi
Uji Kebocoran
1. Pilih 10 tube salep mata, bersihkan bagian lu
ar tube dengan kain penyerap
2. Letakkan tube pada posisi horizontal di atas k
ertas penyerap dalam oven suhu 60±3oC sel
ama 8 jam
3. Tidak boleh terjadi kebocoran selama atau se
telah pengujian selesai. Jika ada kebocoran p
ada 1 tube, percobaan diulangi dengan tamb
ahan 20 tube. Uji memenuhi syarat bila dala
m 10 tube tidak ada yang bocor, atau tidak le
bih dari 1 tube dari 30 tube yang diuji.
Uji Partikel Logam

 Salep Mata harus bebas dari partikel kas


ar dan harus memenuhi syarat uji keboco
ran dan partikel logam.
B. Evaluasi Kimia
1. Kandungan zat anti mikroba
2. Penetapan Kadar zat aktif
3. Identifikasi zat aktif
C. Evaluasi secara Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Anti mikroba
2. Uji Sterilitas
3. Penetapan Potensi Antibiotik

Anda mungkin juga menyukai