Disusun oleh :
Kelas VI B
FAKULTAS FARMASI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
C. Klasifikasi BCS
BCS (Biopharmaceutical Classification System) atau sistem klasifikasi biofarmasetika
diklasifikasikan menjadi empat kelas, diantaranya adalah :
1. Kelas I (Permeabilitas tinggi, Kelarutan tinggi)
Misalnya Metoprolol, Diltiazem, Verapamil, Propranolol. Obat kelas I
menunjukkan penyerapan yang tinggi dan disolusi yang tinggi. Senyawa ini
umumnya sangat baik diserap. Senyawa Kelas I diformulasikan sebagai produk
dengan pelepasan segera, laju disolusi umumnya melebihi pengosongan lambung.
Oleh karena itu, hampir 100% penyerapan dapat diharapkan jika setidaknya 85%
dari produk larut dalam 30 menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai
nilai pH, oleh karena itu data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk
menjamin perbandingan produk (Wagh dkk., 2010).
A. Glibenklamid
1. Formulasi tablet liquisolid glibenklamid
2. Monografi Bahan
a. Glibenklamid
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hamper putih, tidak berbau atau
hamper tidak berbau. Kelarutannya tidak larut dalam air, agar sukar larut
dalam metilen klorida, sukar larut dalam etanol dan methanol (Dirjen
POM,2014).
Kelarutan : Memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan glibenklamid
termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan Sistem Klasifikasi
Biofarmasetika (BSC) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan
memiliki permeabilitas yang tinggi. Berikut struktur dari glibenklamid :
Farmakokinetika Glibenklamid : Glibenclamide Terikat protein 90% -
100%. Onset dari Glibenclamide yaitu 3jam. Sedangkan waktu paruh
Glibenclamide yaitu 1.5 4 Jam. Untuk durasi aksi Glibenclamide selama
24 jam. Glibenclamide dimetabolisme diHati menjadi metabolit aktif. Dan
Rute eliminasi / eksresi Glibenclamide yaitu melalui Feses dan Setengannya
dieksresikan melalui Urin.
b. PEG 400
Pemerian : Cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas lemah, sedikit
higroskopis.
Kelarutan : PEG 400 dapat larut dalam air, etanol (95%), aseton, glikol
dan hidrokarbon aromatic, praktis tidak larut dalam eter, dan dalam
hidrokarbon alifatik. PEG 400 merupakan pelarut non-volatile yang
digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid (Kulkarni et al,.2010).
Alasan penggunakan PEG 400 karena glibenklamid memiliki kelarutam
dalam PEG 400 sebesar 15 mg/ml selain itu PEG 400 memiliki sifat yang
stabil, mudah bercampur dengan komponen-komponen lain, tidak iritatif
dan efektif dalam rentang pH yang lebar.
c. Laktosa
Pemerian : serbuk putih, mengalir bebas. Nama lainnya adalah 4-O-beta-
D-Galaktopiranosil-D-Glukosa.
Kelarutan : Laktosa mudah larut dalam air secara perlahan-lahan,praktis
tidak larut dalam etanol.
Alasan penggunaan Laktosa yaitu karena memiliki stabilitas yang baik dan
merupakan zat yang dapat memberikan pelepasan dan laju disolusi zat aktif
dengan baik sehingga laktosa digunakan dalam formulasi ini. Selain itu juga
laktosa adalah salah satu jenis carrier material yang termasuk golongan
sakarida. Formulasi dengan laktosa biasanya menunjukkan kecepatan
pelepasan zat aktif dengan baik, mudah dikeringkan, harganya murah dan
tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada
pengempaan.
d. Aerosil
Pemerian : Bahan berbentuk serbuk keputih-putihan, ringan, tidak berbau,
dan tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air danasam kecuali
asam hidrofluorat.
Pemilihan Aerosil digunakan dalam formulasi ini berfungsi sebagai glidant
pada konsentrasi 0,1-0,5 %.
e. Avicel PH 102
Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Larut dalam 5% b/v larutan NaOH, praktis tidak larut dalam
air, larutan asam, dan sebagian pelarut organic.
Avicel digunakan sebagi pengikat dan juga meliliki kompresibilitas dan
sifat alir yang baik dan dapat meningkatkan waktu hancur.
g. Magnesium Stearat
Pemerian : Serbuk halus, putih, voluminous, bau lemah khas.
Kelarutan : Mg Stearat tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter.
Mg sterat digunakan sebagi pelican (lubrikan ) pada konsentrasi 0,25-5%.
2. Monografi Bahan
a. Kitosan
Pemerian : serbuk atau serpihan berwarna putih atayu krem dan
tidak berbau. Larutan kitosan dengan pH 1% dalam air berkisar 4,0-6,0.
Kelarutan : agak sukar larut dalam air; praktis tidak larut dalam
etanol 95%, pelrut organik lain, dan pelarut netral atau basa pada pH 6,5.
Kitosan larut dengan mudah pada hampir semua asam organik encer
maupun pekat dan sampai jumlah tertentu dalam asam netral anorganik
(kecuali asam fosfor dan asam sulfat).
(Rowe et all, 2009)
Alasan : sebagai agen penyalut yang sangat baik.
b. Na. Alginat
Pemerian : serbuk putih atau kuningan-coklat pucat, tidak berbau
dan tidak berasa.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95), eter, kloroform,
dan etanol lebih dari 30%. Selain itu praktis tidak larut dalam pelarut
organik lain dan larutan asam encer dimana pH kurang dari 3. Larut
perlahan dalam air yang membentuk larutan koloidal lengket.
Alasan :
c. Asiklovir
Pemerian : serbuk hablur putih hingga hampir putih; melebur
pada suhu lebih dari 250o disertai peruraian.
Kelarutan : larut dalam asam klorida 0,1 N; agak sukar larut dalam
air; rtidak larut dalam etanol.
d. Na. Tripolifosfat
Pemerian : padatan atau serbuk hablur putih; tidak berbau
Kelarutan : tidak larut dalam etanil dan aseton; larut dalam
gliserol, dimetilformamida; mudah larut dalam air.
Alasan : sebagai pembentuk ikatan silang ionik dan sebagai zat
pengikat silang yang paling baik.
e. Tween 80
Pemerian : cairan seperti minyak berwarna putih bening atau
kekunngan; sedikit berasa seperti basa; bau khas.
Kelarutan : larut dalam etanol dan air; tidak larut dalam minyak
mineral dan nabati.
Fungsi : sebagai surfaktan