id Fakultas Farmasi UMS *Disampaikan pada kuliah Blok Rational Therapeutics Fakultas Kedokteran UMS 2013
Tipe produk obat/sediaan obat (misal, larutan, suspensi, suppositoria) Sifat eksipien dalam sediaan obat Sifat fisikokimia molekul obat Rute pemberian
Disintegrasi
Deagregasi
Partikel halus
Disolusi
Disolusi
Disolusi
Obat dlm larutan/in vitro atau in vivo Absorpsi Obat dlm darah, cairan atau jaringan lain
FI
IV: sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yg tertinggal pd kasa alat uji merupakan massa lunak yg tdk mpy inti yg jelas, kecuali bagian penyalut atau cangkang kapsul yg tdk larut. Proses disintegrasi tidak menunjukkan pelarutan sempurna tablet/obat.
Data
uji disintegrasi bisa digunakan tanpa data uji disolusi untuk obat yang sangat mudah larut dan permeabilitasnya tinggi menurut sistem klasifikasi biofarmasetika (Biopharmaceutical Classification System, BSC)
Proses zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan Proses zat padat melarut Kecepatan suatu zat melarut Pelarutan (bedakan dengan kelarutan)
Dinamis Kinetika
Ingat! Only compound that is in solution is available to permeate across the gastrointestinal membrane.
Jumlah zat yang dapat terlarut Konsentrasi solut dalam suatu larutan jenuh pada temperatur tertentu Merupakan besaran konsentrasi Statis Termodinamika
Kelarutan (solubilitas) Pelarutan (disolusi) Tapi, high solubility ~ high dissolution rate
Disolusi
obat dari bentuk sediaan seringkali menentukan absorpsi sistemik obat tsb Shg, disolusi bisa digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas dan meneliti faktor-faktor formulasi untuk mempengaruhi bioavailabilitas obat.
Untuk
obat dengan kelarutan rendah dalam sediaan padat, penentu kecepatan (rate limiting/rate controlling/rate determining step) bioabsorpsi biasanya adalah tahap disolusi karena tahap ini adalah tahap yang paling lambat dibandingkan tahaptahap lainnya.
Kelas
I II
Kelarutan
Tinggi Rendah
Permeabilitas
Tinggi Tinggi
III
IV
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Kriteria: Kelarutan tinggi: dosis tertinggi larut dlm 250 ml media air pd rentang pH 1-8 Permeabilitas tinggi: tingkat absorpsi pd manusia lebih besar dari 90% dosis pemberian
Contoh
Obat - Kelas I : verapamil, propranolol, metoprolol - Kelas II : ketoprofen, naproxen, carbamazepin - Kelas III : ranitidin, cimetidin, atenolol - Kelas IV : hidroklorotiazid, frusemid
baik. Untuk senyawa kelas I yang diformulasi sbg immediate release products, laju disolusinya umumnya melebihi laju pengosongan lambung. Shg, dpt diharapkan terjadi absorpsi mendekati 100% jika setidaknya 85% produk tsb larut dalam 30 menit pd uji disolusi in vitro pd rentang pH fisiologis. Untuk itu, data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk memastikan kesebandingan produk.
senyawa kelas ini sangat mungkin dibatasi oleh laju disolusi senyawa tersebut. Untuk itu, akan tampak adanya korelasi antara bioavailabilitas in vivo dengan laju disolusi in vitro (IVIVC = in vivo-in vitro correlation).
Absorpsi senyawa kelas ini dibatasi oleh permeabilitasnya, sedangkan disolusinya terjadi dengan sangat cepat. Untuk itu, ada usulan bahwa asalkan formula uji dan formula referensi tidak mengandung bahan yang mengubah permeabilitas atau waktu transit di saluran GI (gastro intestinal), kriteria seperti pada senyawa kelas I bisa diberlakukan untuk senyawa kelas ini.
peroral yang sangat jelek. Senyawa2 ini tidak hanya sukar larut tapi juga seringkali menunjukkan permeabilitas melintasi mukosa GI yang jelek (kecil). Obat2 ini cenderung sukar untuk diformulasi dan menunjukkan variabilitas antar subjek yang besar.
Kelas
: tidak perlu strategi formulasi khusus Kelas II : meningkatkan jml obat terlarut Kelas III : manipulasi uptake transporter Kelas IV : kombinasi strategi kelas II dan III dengan penekanan pada strategi kelas II
Dengan membuat obat dalam bentuk garam maka pH di dalam lapisan stagnan akan naik, sehingga meningkatkan kelarutan dan dengan demikian juga, disolusi obat tersebut.
Setelah terdisolusi, obat (HA) keluar dari lapisan stagnan dan masuk ke bulk cairan lambung yang ber-pH lebih asam, sehingga kelarutannya akan turun dan terjadi presipitasi (pengendapan).
Karena presipitat yang terjadi sangat halus maka akan segera terlarut (terdisolusi) kembali dengan cepat (HA-terlarut) dan siap diabsorpsi.
Contoh: Luminal Luminal Na Tolbutamid Tolbutamid Na Naproksen Naproksen Na Teofilin Teofilin etilendiamin Klorpromazin Klorpromazin HCL
dC ----- = K.S(Cs C) dt
dC ----- : Kecepatan disolusi bahan obat dt K : Tetapan kecepatan disolusi D : Koefisien difusi h : Tebal lapisan stagnan S : Luas permukaan bahan obat yang terdisolusi Cs : Kelarutan bahan obat (jenuh) C : Kadar bahan obat yang terlarut dalam cairan medium
Partikel padat
1. 2. 3. 4.
S, luas permukaan padatan Cs, kelarutan padatan dalam medium disolusi C, konsentrasi solut dalam larutan pada waktu t K, konstanta kecepatan disolusi
Pengembangan produk (drug development) guide development of new formulation Pemastian keseragaman produk (batch to batch consistency) Pemastian terjaganya kualitas dan kinerja produk setelah dilakukan perubahan ttt, spt: formulasi, proses pembuatan, scale up. To signal potential problems with in vivo bioavailability
Idealnya
diformulasi semirip mungkin dengan pH cairan in vivo; misal: 0,1 N HCl digunakan untuk meniru pH lambung. Penambahan surfaktan dan enzim bisa dilakukan untuk mendekati kondisi usus
Simulated gastric fluid (SGF) with/without enzyme Simulated intestinal fluid (SIF) with/without
enzyme
Kondisi
Vibrasi
Menambahkan bahan peningkat absorbsi (absorption enhancer) Dibuat sediaan sistem nanopartikel Kompleksasi dengan siklodextrin dll.