Anda di halaman 1dari 12

LEMBAR KERJA MAHASISWA

ANALISIS VOLUMETRI

ASAM BASA

OLEH :

1. SRIKANDI SHASYI ZAHRANI


2. MUFIDA
3. LUSFANDI PUTRI WANEKA
4. ARNI TARUK LILING
5. NURUL HAJRAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
LEMBAR KERJA

ANALISIS VOLUMETRI ASAM BASA


Permasalahan :

Suatu industri pembuat larutan asam cuka yang melibatkan proses


fermentasi menggunakan sejenis kapang. Larutan asam cuka yang dihasilkan
belum diketahui kadar asam asetatnya. Pengelola industri tersebut meminta
kepada dosen dasardasar analitik program studi Pendidikan kimia untuk
melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahannya. Dosen
menugaskan sekolompok mahasiswa untuk menganalisis kadar asam cuka dalam
sampel yang diberikan oleh pemilik industri. Mahasiswa ditugaskan
menggunakan metode titrimetri/volumetri yakni titrasi asam basa dengan larutan
standar NaOH.
DASAR TEORI
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi
pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri menggantikan simertri. Kata
metri berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O
dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off).
Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri
dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang
diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar
larutan asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam
ditetesi dengan larutan basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen
(asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau
basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan.
(Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan
turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa
atau sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik
tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-
10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa
lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan
disosiasi asam lebih besar dari 10¬4 .pH berubah secara drastis bila volume
titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul
lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa
bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan
perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur.
(Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu
fenoftalen (PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika
menggunakan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek
pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi, W. 1990).
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar  yaitu :
(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang
digunakan untuk menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah
HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri
karena larutan yang digunakan untuk menentukan asam disini adalah
basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk
menentukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan
asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi
sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut dalam  air. Namun
demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena
itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut
inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl,
sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH.
Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam
basa yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri,
spektrofotometer, konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang
biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik
akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik
akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering
disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan
mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N)
dengan volume, maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan
jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas
menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan:
N=Normalitas
V=Volume
M=Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
Prinsip dasar analisis volumetric menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya (larutan standar).
Larutan standar dibagi menjadi dua yaitu larutan standar primer dan
sekunder. Larutan baku primer merupakan larutan yang mengandung zat padat
murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode
gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi
larutan lain yang belum diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan
sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan
dilarutkan dalam volume tertentu.Contoh larutan baku primer diantaranya larutan
kalium dikromat (K2Cr2O7), natrium klorida (NaCl), asam oksalat, dan asam
benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer:
 Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada
suhu 110-120 °C) dan disimpan dalam keadaan murni. (Syarat ini biasanya
tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk
menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkan
pernguraian parsial.)
 Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi ini
menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh
udara atau dipengaruhi karbon dioksida.
 Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif dan
kepekaan tertentu.
 Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen
yang besar.
 Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
 Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan
langsung.
Larutan baku sekunder merupakan larutan yang mengandung suatu zat
yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat
yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuan
menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh
larutan baku sekunder diantaranya larutan perak nitrat (AgNO3), kalium
permanganat (KMnO4), besi(II) sulfat (FeSO4) dan natrium hidroksida (NaOH).
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
 Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
 Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan
 Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
Penamaan metode volumetri (titrasi) umumnya dikenal berdasarkan
reaksi kimia yang terjadi antara kedua reagennya, yaitu digolongkan menjadi 4
kelompok besar jenis titrasi; titrasi reaksi asam basa, reaksi reduksi oksidasi
(redoks), reaksi pengendapan (presipitasi), dan reaksi pembentukan kompleks.
Syarat Reaksi dalam Analisis Titrimetri
 Berlangsung  cepat dan sempurna
 Berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping
 Ada petunjuk akhir titrasi (indikator)
 Larutan baku  mudah diperoleh dan stabil. 
Syarat reaksi kimia yang tepat untuk berlangsung dalam analisis
volumetri adalah:
a. Reaksinya harus cepat.
b. Reaksinya cukup sederhana sehingga dapat dinyatakan dengan
persamaan reaksi yang tepat.
c. Bahan yang dianalisis harus bereaksi sempurna dengan senyawa baku
(standar) dan perbandingan stoikiometrisnya bisa mencapai
kesetimbangan/setara.
d. Perubahan yang terjadi harus tampak jelas saat titik ekivalen tercapai,
baik perubahan secara fisik maupun kimia.
e. Indikator diperlukan ketika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi agar
pengamatan dengan pengukuran daya hantar listrik (misalna untuk titrasi
potensiometri atau konduktometri) dapat dilakukan dengan tepat sasaran.
Kurva Titrasi :
Indikator fenolftalein (pp) digunakan sebagai indikator pembanding dalam proses
titrasi basa kuat-asam kuat, hasil yang diperoleh menunjukkan rentang pH yaitu
tepatnya pada titik pH di bawah 8,3 fenolftalein tidak berwarna, namun jika mulai
melewati 8,3 maka warna merah muda yang semakin kemerahan akan muncul.
Semakin basa maka warna yang ditimbulkan akan semakin merah.
ALAT DAN BAHAN :
A. Alat :
1. Buret (dapat digantikan dengan silinder ukur 50 cm3)
2. Labu enlenmeyer 100 cm3
3. Pipet tetes
4. Gelas Kimia 200 cm3
5. Corong gelas
6. Pipet volumetric atau pipet gondok 10 cm3
B. Bahan :
1. Asam cuka CH3COOH 25 ml
2. Larutan NaOH 0,1 M
3. Indikator PP

LANGKAH KERJA :
1. Ambilah larutan cuka CH3COOH yang telah diencerkan sebanyak 25 ml,
2. Masukkan kedalam tabung enlenmeyer dan tambahkan 3 tetes indicator
PP.
3. Titrasi larutan ini dengan larutan NaOH 0,1 M . Hentikan titrasi apabila
larutan sudah berubah menjadi warna merah jambu.
4. Lakukan titrasi 3-4 kali sampai didapatkan minimal 2 hasil yang relatif
tetap (sama).
5. Hitunglah kadar asam cuka atau konsentrasi rata-rata cuka dengan
menganggap cuka murni mempunyai kemolaran 17,4 M.
HASIL PENGAMATAN :

PERCOBAAN VOLUME CH3COOH VOLUME NaOH


percobaan 1 25 mL 16,4 mL
percobaan 2 25 mL 14,9 mL
percobaan 3 25 mL 13,1 mL
REAKSI :
NaOH + CH3COOH → CH3COONa + H2O
NaOH = sebagai titran larutan standar sekunder.
CH3COOH = sebagai titrat
PERHITUNGAN :
1. Hasil pengamatan percobaan ke-1 :
Saat larutan CH3COOH bewarna merah muda saat volume NaOH menjadi 16,4
ml pada buret.
Diketahui :
V [NaOH] = 25 ml
V [ CH3COOH] = 16,4 ml
[NaOH] = 0,1 M
Ditanya : M CH3COOH …?
Jawab :
n [NaOH] = M NaOH × V NaOH
= 0,1 × 16,4
= 1,64 mmol
NaOH + CH3COOH → CH3COONa + H2O
1,64 mmol 1,64 mmol
1,64 mmol 1,64 mmol______________________ +
0 0
Netralisasi sisa harus = 0
n CH 3 COOH
M CH3COOH =
V CH 3 COOH
1,64 mol
=
25 ml
= 0,0656 M
2. Hasil pengamatan percobaan ke-2 :
Saat larutan CH3COOH bewarna merah muda saat volume NaOH menjadi 14,9
ml pada buret.
Diketahui :
V [NaOH] = 25 ml
V [ CH3COOH] = 14,9 ml
[NaOH] = 0,1 M
Ditanya : M CH3COOH …?
Jawab :
n [NaOH] = M NaOH × V NaOH
= 0,1 × 14,9
= 1,49 mmol
NaOH + CH3COOH → CH3COONa + H2O
1,49 mmol 1,49 mmol
1,49 mmol 1,49 mmol______________________ +
0 0
Netralisasi sisa harus = 0
n CH 3 COOH
M CH3COOH =
V CH 3 COOH
1,49 mol
=
25 ml
= 0,0596 M
3. Hasil pengamatan percobaan ke-3 :
Saat larutan CH3COOH bewarna merah muda saat volume NaOH menjadi 13,1
ml pada buret.
Diketahui :
V [NaOH] = 25 ml
V [ CH3COOH] = 13,1 ml
[NaOH] = 0,1 M
Ditanya : M CH3COOH …?
Jawab :
n [NaOH] = M NaOH × V NaOH
= 0,1 × 13,1
= 1,31 mmol
NaOH + CH3COOH → CH3COONa + H2O
1,31 mmol 1,31 mmol
1,31 mmol 1,31 mmol______________________ +
0 0
Netralisasi sisa harus = 0
n CH 3 COOH
M CH3COOH =
V CH 3 COOH
1,31mol
=
25 ml
= 0,0524 M
4. Rata-rata molaritas dari [CH3COOH] pada percobaan 1 hingga percobaan ke-
3:
M CH 3 COOH 1+ M CH 3 COOH 2+ M CH 3 COOH 3
=
3
0,0656 M + 0,059 M +0,0524 M
=
3
0,1776 M
=
8
= 0,0592 M

KESIMPULAN :
Dari ketiga percobaan diperoleh 3 volume NaOH yaitu 16,4 ml, 14,9 ml, dan
13,1 ml. Untuk menentukan kadar cuka diperlukan kadar cuka rata rata setelah
dititrasi dengan NaOH. Setelah didapat masing-masing larutan titrasi dan telah
dihitung konsentrasi larutan setiap percobaan dan kemudian dibagi tiga. Kita
dapat menentukan Molaritas cuka (CH3COOH) rata-rata yaitu 0,0592 M.
Perhitungan konsentrasi dalam melakukan praktikum dapat ditentukan
dengan mencari volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk
menaikkan kadar atau konsentrasi CH3COOH. Titrasi harus dihentikan bila
larutan CH3COOH yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah warna dari
bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi
hasil konsentrasi dari CH3COOH tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati
melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah
Konsentrasi CH3COOH (asam) bisa dihitung.

DAFTAR PUSTAKA :

Anda mungkin juga menyukai