Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN

PRAKTIKUM ALTRASI HIDROTERMAL


ACARA 1 : ALTRASI HIDROTERMAL

OLEH :
MANDA ERICA PURNAMASARI
D061201025

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mineral dapat kita definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat

secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu,

dimana atom-atom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis.

Beberapa mineral mengalami proses perubahan mulai dari komposisi kimia ataupun

strukturnya akibat adanya larutan hidrotermal, proses ini dinamakan alterasi

hidrotermal.

Alterasi hidrotermal adalah proses yang terjadi di bawah permukaan bumi,

di mana air panas dan mineral yang terkandung di dalamnya merubah batuan asli.

Proses ini penting dalam geologi karena berperan dalam membentuk endapan

mineral yang berharga, seperti emas, perak, tembaga, dan banyak mineral lainnya

yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu, alterasi hidrotermal juga berperan

dalam pembentukan sumber daya geotermal yang dapat dimanfaatkan untuk energi.

Dalam industri pertambangan, alterasi hidrotermal dapat memberikan

informasi yang penting untuk mengidentifikasi daerah yang memiliki potensi untuk

menemukan endapan mineral yang berharga. Oleh karena itu, penelitian tentang

alterasi hidrotermal menjadi sangat penting dalam pemetaan potensi mineral dan

eksplorasi tambang.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dilakukannya praktikum acara I alterasi hidrotermal adalah

agar peserta dapat mendeskripsikan batuan yang mengalami proses alterasi serta

dapat mengenali mineral-mineral alterasi


Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Dapat mendeskripsikan wall rock pada sampel yang diamati

2. Dapat mendeskripsikan mineral-mineral alterasi pada sampel yang diamati

3. Dapat menentukan zona alterasi dari setiap sampel yang diberikan

berdasarkan hasil pendeskripsian.

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum acara I ini adalah

sebagai berikut.

1. Lembar Kerja Praktikum

2. HCl

3. Klasifikasi Fenton 1940

4. Buku Referensi

5. Kikir

6. Loupe

7. Buku Rocks and Minerals by Simon’s


BAB II
TINJAUAN PUSATAKA

2.1 Defenisi Alterasi Hidrotermal

Alterasi hidrothermal adalah perubahan komposisi mineral dari suatu

batuan akibat adanya interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan tersebut.

Proses alterasi akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral

sekunder yang kemudian disebut dengan mineral yang teralterasi (alteration

minerals). Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks karena terjadi

perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur oleh akibat adanya interaksi larutan

hidrotermal dengan batuan samping (wall rock) yang dilaluinya pada kondisi fisika-

kimia tertentu (Pirajno, 1992).

Ada tiga hal yang menjadikan penyelidikan terhadap proses alterasi sangat

penting dalam mempelajari suatu endapan hidrotermal, yaitu

1. Komposisi kimia dan struktur dari mineral-mineral yang terbentuk dari hasil

proses alterasi merupakan respons terhadap kondisi pembentukannya. Oleh

karena itu, mineral atau kumpulan mineral-mineral alterasi akan

memberikan informasi tentang kondisi kimia-fisika dari proses hidrotermal

yang terjadi.

2. Mineral-mineral alterasi pada umumnya dijumpai pada zona yang akan

menggambarkan kondisi pembentukannya

3. Mengenali zonasi mineral-mineral hasil alterasi akan sangat membantu

dalam mengidentifikasi jalur dari larutan hidrotermal yang akan membawa

kita kepada jalur mineralisasi.


Alterasi hidrotermal meliputi proses-proses geokimia seperti proses hidrasi,

hidrolisis, reaksi redoks, dan sulfidasi serta proses-proses lainnya. Contoh dari

proses geokimia yang terjadi antara lain seperti yang digambarkan oleh beberapa

reaksi di bawah ini.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Alterasi

Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal adalah

suhu, kimia fluida (pH), komposisi batuan samping, durasi aktivitas hidrotermal

dan permeabilitas. Namun, faktor kimia fluida (pH) dan suhu merupakan faktor

yang paling berpengaruh (Corbett dan Leach, 1996).

1. Suhu

Suhu merupakan hal yang paling penting dalam proses alterasi karena

hampir semua reaksi kimia yang terjadi diakibatkan oleh adanya kenaikan

suhu.

2. Permeabilitas

Permeabilitas dari suatu batuan akan menentukan intensitas pengaruh

larutan hidrotermal terhadap batuan dan kecepatan presipitasi mineral-

mineral baru. Batuan yang memiliki permeabilitas kecil akan menyebabkan

tingkat pengaruh alterasi yang tidak signifikan.


3. Komposisi awal dari batuan

Komposisi kimia awal dari batuan yang terkena larutan hidrotermal akan

menentukan komponen-komponen yang akan terbentuk akibat proses

alterasi.

4. Komposisi fluida

pH dan komposisi fluida mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

menentukan tingkat kecepatan dan jenis mineral-mineral hidrotermal yang

terbentuk.

2.3 Zona Alterasi

Umumnya pengelompokkan zona alterasi ini didasarkan pada keberadaan

himpunan mineral-mineral tertentu yang dijumpai pada suatu endapan. Tabel 2.1

memperlihatkan zona alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan

tipe mineralisasinya berdasarkan hubungan antara suhu dan pH larutan yang dibuat

oleh Guilbert & Park (1986) sementara Tabel 2.2 dibuat berdasarkan Corbett &

Leach (1996) dan beberapa modifikasi dari sumber lainnya.

Adapun macam macam macam alterasi yang umum dijumpai pada endapan

hidrotermal yaitu antara lain potasik, filik, argilik, argilik lanjut, propilitik, dan

propilitik dalam.

2.3.1 Zona Potasik

Jenis alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral ubahan berupa biotit

sekunder, k-feldspar, kuarsa, serisit, dan magnetit. Biotit sekunder hadir akibat
reaksi antara mineral-mineral mafik terutama hornblende dengan larutan

hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar, maupun piroksin. Selain

itu, tipe alterasi ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali

felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit

dan titanit (sphene) atau rutil.

Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat dengan batuan beku

intrusif porfiri, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter

magmatik yang kuat. Alterasi ini diakibatkan oleh penambahan unsur potasium (K)

pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sedikitnya unsur kalsium

dan sodium di dalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Mineralisasi

yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini terbentuk menyebar tempat

mineral tersebut merupakan mineral-mineral sulfida yang terdiri atas pirit maupun

kalkopirit dengan rasio yang relatif sama.

2.3.2 Zona Filik

Tipe alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik

terutama pada endapan tembaga porfiri. Batas zona alterasi ini berbentuk circular

yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi pada endapan

tembaga porfiri. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit (mika halus) dan

kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah

anhidrit. Mineral bijih yang dijumpai berupa kalkopirit, tembaga dan native gold

(emas). Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang

merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang
stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+ ,

menjadi mineral filosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral

kuarsa-serisit-pirit, dengan kehadiran pirit yang sangat melimpah yang umumnya

tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Zona ini terbentuk

akibat influks air yang memiliki suhu yang lebih rendah dan fluida asam-netral,

salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.

2.3.3 Zona Argilik

Zona ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan

montmorilonit. Kehadiran zona ini menandakan semakin intensnya kehadiran

influks air meteorik yang memiliki suhu dan nilai pH yang lebih rendah. Himpunan

mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°–300°C (Pirajno, 1992),

fluida asam-netral, dan salinitas rendah.

2.3.4 Zona Argilik Lanjut (Advance Argilic)

Pada sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),

ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan

mineral pirofilit-diaspor-andalusit-kuarsa-turmalin-enargit-luzonit (untuk suhu

tinggi, 250°–350°C), atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit

(untuk suhu rendah <180°).

2.3.5 Zona Propilitik

Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,

illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°–300°C pada

pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang

mempunyai permeabilitas rendah.


2.3.6 Propilitik dalam (inner propilitik)

Tipe alterasi ini dijumpai pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida

kaya klorida, pH mendekati netral), umumnya menunjukkan zona alterasi seperti

pada sistem porfiri, tetapi menambahkan istilah inner propylitic untuk zona pada

bagian yang bersuhu tinggi (>300°C) yang dicirikan oleh kehadiran epidot,

aktinolit, klorit, dan ilit.

Tabel 2.1 Tipe-Tipe Alterasi Berdasarkan Himpunan Mineral

Tabel 2.2 Klasifikasi Tipe Alterasi dan Himpunan Mineralnya pda


endapan epitermal sulfidasi rendah

Corbett dan Leach (1996) mengemukakan bahwa komposisi batuan

samping mempunyai peran yang Endapan sangat penting dalam mengontrol

mineralogi alterasi. Mineralogi skarn yang dicirikan dengan kehadiran mineral-

mineral karbonat akan terbentuk pada batuan karbonatan, sementara kehadiran


kumpulan mineral adularia dan K-felspar menunjukkan lingkungan batuan yang

kaya akan kandungan potasium (K). Paragonit (Na-mika) akan hadir pada proses

alterasi pada batuan yang kaya akan mineral dengan kandungan sodium (Na) seperti

albit. Kehadiran muskovit menegaskan proses alterasi yang terjadi pada batuan

kaya akan unsur potasik (K). Jenis alterasi juga mempunyai hubungan yang erat

dengan temperatur dan pH dari batuan dan larutan hidrotermal. Gambar dibawah

ini memberikan gambaran hubungan dari ketiga hal tersebut.

Gambar 2.1 Diagram hubungan antara suhu–pH dan jenis alterasi serta himpunan
mineral-mineral pencirinya. (Corbett & Leach, 1996)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode

Adapun metode yang digunakan pada praktikum acara I alterasi hidrotermal

ini adalah pendeskripsian sampel batuan yang ada di Laboratorium Geo-Field

sebanyak 8 batuan dengan ciri khas dan mineral alterasi yang berbeda-beda.

3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan praktikum acara I alterasi hidrotermal ini terdiri dari

tahapan persiapan, tahapan praktikum, analisis data dan laporan acara I alterasi

hidrotermal.

3.2.1 Tahapan Persiapan

Pertama-tama dilakukan asistensi acara oleh asisten pembawa acara dengan

tujuan memberikan pemahaman awal kepada praktikan agar pada tahapan

selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Tahapan ini juga termasuk pembuatan

tugas pendahuluan dan pengumpulan alat dan bahan yang akan di gunakan pada

saat praktikum

3.2.2 Tahapan Praktikum

Pada tahapan ini dilakukan praktikum di Laboratorium Geo-Field

Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Tahapan ini

dilakukan pendeskripsian pada lembar kerja praktikum mencakup pendeskripsian

warna, tekstur dan struktur batuan, komposisi mineral pada batuan, mineral primer,

mineral alterasi serta zona alterasi dari sampel yang diberikan.

3.2.3 Analisis Data


Tahapan ini merupakan kelanjutan dari tahapan praktikum dengan

melakukan asistensi bersama asisten pendamping kelompok. Hal ini dilakukan

untuk mengecek kembali data yang diambil pada saat praktikum agar hasil yang di

capai dapat maksimal dan hasil pendeskripsian memiliki akurasi benar yang tinggi.

3.2.4 Laporan Acara I Alterasi Hidrotermal

Adapun output dari praktikum acara I Alterasi Hidrotermal ini adalah

berupa laporan yang telah diasistensikan peserta lab kepada asisten pendamping

kelompok selama beberapa kali.

Berikut ini adalah diagram alir praktikum acara I Alterasi Hidrotermal.

Tabel 3.1 Diagram Alir Praktikum

Anda mungkin juga menyukai