Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

PRAKTIKUM ALTERASI HIDROTERMAL


ACARA I : ALTERASI HIDROTERMAL

Disusun oleh:
MUH. ICHSAN
D061201042

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi tambang mineral bijih diindonesia terbilang sangat besar dengan

kualitas yang baik, hal ini tidak terlepas dari letak indonesia yang berada pada ring

of fire. Potensi ini penting di perhitungkan untuk waktu yang akan datang. Kegiatan

penambangan bahan galian atau mineral bijih yang dilakukan dapat menjadi sumber

devisa yang besar bagi negara. Tak heran setiap tahun penambangan mineral bijih

meningkatkan produksinya yang tentunya sumber daya manusia juga diperlukan.

Untuk menjadi geologist yang bekerja diperusahaan tambang mineral bijih tentunya

harus memiliki pengetahuan mengenai mineral bijih, bagaimana cara

pembentukannya dan lain sebagainya semua itu dipelajari dalam endapan mineral

salah satunya yaitu alterasi hidrotermal.

Oleh karena itu diadakan praktikum alterasi hidrotermal agar mengenali

mineral yang terbentuk dari proses alterasi hidrotermal yang bisa menjadi

pengetahuan dasar mengenai mineral bijih.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dilakukannya praktikum acara I alterasi hidrotermal adalah

agar peserta dapat mendeskripsikan batuan yang mengalami proses alterasi serta

dapat mengenali mineral-mineral alterasi

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Dapat mendeskripsikan wall rock pada sampel yang diamati


2. Dapat mendeskripsikan mineral-mineral alterasi pada sampel yang diamati

3. Dapat menentukan zona alterasi dari setiap sampel yang diberikan

berdasarkan hasil pendeskripsian.

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Sampel mineral

2. HCL

3. ATM (Alat Tulis Menulis)

4. Alat uji kekerasan.

5. Buku Rocks and Minerals

6. Referensi

7. Lembar kerja Praktikan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mineral

Mineral dapat kita definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat

secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu,

dimana atom-atom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistematis.

Mineral dapat kita jumpai dimana sekitar kita, dapat berwujud sebagai batuan,

tanah, atau pasir yang di endapkan pada dasar sungai. Bebrapa daripada mineral

tersebut dapat mempunyai nilai ekonomis karena didapatkan dalam jumlah yang

besar, sehingga memungkinkan untuk ditambang seperti emas dan perak. Mineral,

kecuali beberapa jenis, memiliki sifat, bentuk tertentu dalam keadaan padatnya,

sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya. Apabila kondisinya

memungkinkan, mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang rata, dan diamsusikan

sebagai bentuk-bentuk yang teratur yang dikenal sebagai “kristal”. Dengan

demikian, kristal secara umum dapat di definisikan sebagai bahan padat yang

homogen yang memiliki pola internal susunan tiga dimensi yang teratur (Djauhari

Noor, 2009).

2.2 Alterasi Hidrotermal

Alterasi hidrothermal adalah perubahan komposisi mineral dari suatu batuan

akibat adanya interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan tersebut. Proses

alterasi akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder

yang kemudian disebut dengan mineral yang teralterasi (alteration minerals).


Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks karena terjadi perubahan

secara mineralogi, kimia dan tekstur oleh akibat adanya interaksi larutan

hidrotermal dengan batuan samping (wall rock) yang dilaluinya pada kondisi fisika-

kimia tertentu.

Ada tiga hal yang menjadikan penyelidikan terhadap proses alterasi sangat

penting dalam mempelajari suatu endapan hidrotermal, yaitu;

1. komposisi kimia dan struktur dari mineral-mineral yang terbentuk dari hasil

proses alterasi merupakan respons terhadap kondisi pembentukannya. Oleh

karena itu, mineral atau kumpulan mineral-mineral alterasi akan memberikan

informasi tentang kondisi kimia-fisika dari proses hidrotermal yang terjadi;

2. mineral-mineral alterasi pada umumnya dijumpai pada zona yang akan

menggambarkan kondisi pembentukannya;

3. mengenali zonasi mineral-mineral hasil alterasi akan sangat membantu dalam

mengidentifikasi jalur dari larutan hidrotermal yang akan membawa kita

kepada jalur mineralisasi.

Gambar 2.1 Skema dari jenis-jenis endapan hidrotermal


2.3 Jenis – Jenis Tekstur Khusus

Adapun jenis-jenis tekstur khusus yaitu :

a. Chalcedonic texture

Memperlihatkan kilap lemak yang mengindikasikan silica yang terbentuk

pada suhu rendah dan umumnya pada kedalaman yang diangkal di atas zona up flow

dan kemungkinan menindih daerah mineralisasi.

b. Saccharoidal texture

Dicirikan oleh kumpulan butiran massif yang berwarna putih susu atau

mempunyai kilapp kacca dengan menyerupai kumpulan gula.

c. Comb texture

Membentuk kumpulan Kristal-kristal yang euhedral-subhedral membentuk

seperti gigi yang menyerupai sisir.

d. Zone texture

Kelompok dari lapisan atau Kristal, setiap Kristal memiliki zona yang

berwarna terang dan milky yang saling berselingan.

e. Colloform texture

Tekstur yang memperlihatkan adanya kesan perlapisan kalsedon yang halus

dengan bentuk botroydal di penampang dan permukaan seperti ginjal (lonjong).

f. Crustiform texture

Tekstur yang memperlihatkan perlapisan yang mempunyai orientasi paralel

terhadap dinding urat (vein) dan dipertegas oleh adanya perbedaan pada komposisi

mineral dan warnanya.


g. Moss texture

Tekstur yang dicirikan oleh kenampakan seperti kumpulan buang anggur.

h. Mold texture

Tekstur yang memperlihatkan adanya bekas pelarutan atau penggantian

sebagian dari mineral yang mudah larut dalam urat kuarsa.

i. Bladed texture

Tekstur yang menunjukkan kumpulan kuarsa kristalin ynag tersusun dalam

bentuk pipih.

Gambar 2.2 Macam-macam tekstur khusus

2.4 Mineral Alterasi

Alterasi hidrothermal merupakan proses yang terjadi akibat adanya reaksi

antara batuan asal dengan fluida panasbumi. Batuan hasil alterasi hidrotermal

tergantung pada beberapa faktor, tetapi yang utama adalah temperatur, tekanan,
jenis batuan asal, komposisi fuida (khususnya pH) dan lamanya reaksi (Browne,

1984). Proses alterasi hidrotermal yang tejadi akibat adanya reaksi antara batuan

dengan air jenis klorida yang berasal dari reservoir panas bumi yang terdapat

jauhdibawah permukaan (deep chloride water) dapat menyebabkan terjadinya

pengendapan (misalnya kwarsa) dan pertukaran elemen-elemen batuan dengan

fluida, menghasilkan mineral-mineral seperti chlorite, adularia, epidote. Air yang

bersifat asam, yang terdapat pada kedalaman yang relatif dangkal dan elevasi

yang relative tinggi mengubah batuan asal menjadi mineral clay dan mineral-

mineral lainnya terlepas. Mineral hidrothernal yang dihasilkan di zona permukaan

biasanya adalah kaolin, alutlite, sulphur, residu silikadan gypsum. Proses ubahan :

proses replacement, leaching (pelarutan) dan pengendapan mineral (pengisisan).

2.5 Pembagian Zona Alterasi

Gambar 2.3 Zona Alterasi


Klasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah banyak dilakukan

oleh para ahli, antara lain Creassey (1956; 1966), Lowell dan Guilbert (1970), Rose

(1970), Meyer dan Hemley (1967) serta Thomson dan Thomson (1996). Lowell dan

Guilbert membagi tipe alterasi kedalam potasik (K-feldspar, biotit, serisit, klorit,

kuarsa), filik (kuarsa,serisit,pirit hidromika, klorit), argilik (kaolinit, monmorilonit,

klorit) dan propilitik (klorit, epidot). Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004).

membuat klasifikasi alterasi hidrotermal pada endapan tembaga porfiri

menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan filit. Lowell dan Guilbert

(1970, dalam Sutarto, 2004) membuat model alterasi - mineralisasi juga pada

endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan mineral

kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun macam macam tipe alterasi

antara lain :

2.5.1 Filik Zona

Alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona

alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang

pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit (mika halus) dan

kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah

anhidrit. Mineral bijih yang dijumpai berupa kalkopirit, tembaga dan native gold

(emas). Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang

merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang

stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+ ,

menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral

kuarsa-serisit-pirit, dengan kehadiran pirit yang sangat melimpah yang umumnya


tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Zona ini terbentuk

akibat influks air yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan fluida asam-

netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.

2.5.2 Argilik Zona

Terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan montmorilonit.

Kehadiran zona ini karena semakin intensnya kehadiran influks air meteorik yang

memiliki temperatur yang lebih rendah dan nilai pH yang lebih rendah. Pada tipe

argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovit-kaolinit-

monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe

argilik terbentuk pada temperatur 100°C-300°C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto,

2004), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.

2.5.3 Potasik Zona

Alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K-

Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Pembentukkan biotit sekunder ini dapat

terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan

hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun piroksen. Selain

itu tipe alterasi ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali

felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit,

dan titanit atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang

dekat batuan beku intrusif propfiri, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan

dengan karakter magmatik yang kuat. Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur

potasium pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sedikitnya

unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat.
Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk

menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang

terdiri atas pirit maupun kalkopirit dengan rasio yang relatif sama.

2.5.4 Argilik lanjut (advanced argilic)

Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),

ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan

mineral pirofilit-diaspor-andalusit-kuarsa-turmalin-enargit-luzonit (untuk

temperatur tinggi, 250°C-350°C), atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-

kuarsa-pirit (untuk temperatur rendah, 300°C),

2.5.5 Propilitik

Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,

illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°C-300°C pada

pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang

mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004),

terdapat empat kecenderungan 61 himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik,

yaitu : klorit-kalsit-kaolinit, klorit-kalsit-talk, klorit-epidot-kalsit, klorit-epidot.

2.5.6 Propilitik dalam (inner propilitik)

Menurut Hedenquist dan Linndqvist zona alterasi pada sistem epitermal

sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) ummnya menunjukkan

zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah inner propylitic

untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300°C), yang dicirikan oleh

kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.


Zona alterasi diatas seringkali dijumpai tidak berurutan dan saling tumpang

tindih satu sama lain yang disebut dengan overprinting. Baik endapan epitermal

maupun tembaga porfiri memperlihatkan suatu zonasi alterasi yang berbeda satu

sama lainnya. Pada umumnya zonasi alterasi yang dijumpai pada endapan epitermal

akan memperlihatkan perubahan secara lateral dari tubuh batuan pembawa larutan

hidrotermal ataupun dari tubuh vein. Sedangkan untuk endapan tembaga porfiri,

zonasi alterasi akan membentuk seperti sebuah penampang yang menyerupai halo.

Penampang ideal zonasi alterasi pada endapan epitermal dan epitermal sulfida

tinggi (HS) dan zonasi alterasi pada endapan tembaga porfiri.

Gambar 2.4 Diagram hubungan antara suhu pH dan jenis serta alterasi serta himpunan
mineral-mineral pencirinya (Corbett & Leach, 1996)

Menurut klasifikasi Reyes (1990), penggolongan jenis alterasi secara umum


didasari oleh asosiasi mineral-mineral penyusun pada batuan hasil alterasi dan juga
berdasarkan sifat fluidanya. Dalam sifat ini selain dikategorikan berdasarkan
kimiawi penyusun fluida. Dimana alterasi pada kondisi fluida pH netral dan fluida
ber-pH asam akan menghasilkan produk alterasi yang berbeda
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metodologi

Metode yang akan digunakan dalam praktikum pertama ini pengamatan di

laboratorium dengan mendeskripsi mineral-mineral yang terkandung dalam batuan

yang telah teralterasi.

3.2 Tahapan Metodologi

Adapun tahapan-tahapan praktikum, diantaranya:

3.2.1 Tahapan Pendahuluan

Pada tahapan awal, kami pertama-tama diawali dengan pembukaan asistensi

acara 1 yaitu Alterasi Hidrotermal. Setelah pembawaan materi singkat terkait

alterasi hidrotermal, asisten memberi tugas pendahuluan yang menjadi evaluasi

terhadap materi yang telah diberikan dalam asistensi acara 1.

3.2.2 Tahapan Praktikum

Kegiatan praktikum dilakukan di Laboratorium Geofield, Departemen

Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin. Sebelum melakukan kegiatan praktikum,

pertama kali dilakukan adalah melakukan responsi guna mengetahui sejauh mana

pemahaman peserta praktikum mengenai materi yang telah dibawakan sebelumnya.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan praktikum yang mana praktikan dibagi

menjadi 4 kelompok yang nantinya akan melakukan deskripsi secara berkelompok.

Peserta praktikum melakukan pengamatan terhadap beberapa sampel mineral untuk


mengetahui kandungan mineral yang telah teralterasi dan tipe alterasi yang terjadi

pada batuan tersebut.

3.2.3 Analisis Data

Pada tahapan ini peserta praktikum melakukan analisis terhadap batuan

yang telah diamati sebelumnya melalui beberapa sumber, yang kemudian

diasistensikan kepada asisten yang bertugas di lab.

3.2.4 Pembuatan Laporan

Setelah memperoleh analisis data yang benar, peserta praktikum membuat

laporan berdasarkan analisis mineral yang telah dilakukan.

Gambar 3.1 Diagram Alir


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Sampel Nomor Urut 01

Pada sampel dengan nomor urut 1 merupakan sampel yang tidak dapat di

deskripsi host rock-nya dikarenakan kesan dari batuan asalnya tidak dapat

teridentifikasi serta mineral primernya tidak dapat diamati dengan menggunakan

pengamatan megaskopis.

Sampel ini dalam keadaan segar berwarna hijau dan oksidasinya berwarna

kuning kecoklatan. Jenis endapan dari sampel ini adalah endapan hidrotermal yang

ditandai dengan adanya proses alterasi yang terjadi pada sampel ini. Komposisi

mineral alterasinya meliputi malasit, azurit, dan mineral oksida. Zona alterasi pada

sampel diatas menunjukkan zona propilitik yang ditandai dengan keahadiran

mineral-mineral alterasi tersebut dan kondisi batuan yang pecah-pecah tidak

beraturan.

Pada zona propilitik, terjadi proses pengubahan atau perubahan mineralogi

pada batuan yang terjadi akibat adanya aksi fluida panas yang berinteraksi dengan

batuan asal. Awalnya, larutan hidrotermal yang mengandung berbagai jenis ion

dan unsur kimia masuk ke dalam batuan melalui celah-celah dan rekahan-rekahan

pada batuan. Selanjutnya, larutan hidrotermal tersebut bereaksi dengan mineral-

mineral pada batuan asal, yang kemudian mengalami perubahan mineral yang lebih

stabil di dalam lingukungan propilitik. Proses selanjutnya adalah terjadainya

rekristalisasi atau pengubahan bentuk kristal pada mineral yang terbentuk. Proses

ini terjadi karena adanya perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi


kristalisasi mineral tersebut. Akhirnya, proses litifikasi pada batuan alterasi yang

terjadi akibat adanya proses mineralisasi pada larutan hidotermal.

Mineral penciri seperti malasit dan azurit sangat bermanfat pada eksplorasi

bijih tembaga dan dapat mengevaluasi dalam mengidentifikasi deposit bijih

tembaga secara lebih efektif.

Gambar 4.1 Sampel 1 hasil zona propilitik

4.2 Sampel Nomor Urut 2

Sampel dengan nomor urut 2 dalam keadaan segar berwarna abu-abu

kehitaman dan dalam keadaan lapuk berwarna kuning kecoklatan. Batuan ini yang

tidak dapat di deskripsi host rock-nya dikarenakan kesan dari batuan asalnya tidak

dapat teridentifikasi serta mineral primernya tidak dapat diamati dengan

menggunakan pengamatan megaskopis.

Sampel ini dalam keadaan segar berwarna abu-abu kehitaman dan warna

oksidasinya adalah kuning kecoklatan. Sampel ini tergolong dalam jenis endapan

hidrotermal. Komposisi mineral alterasi yang dapat diamati secara megaskopis

adalah adularia, galena, mineral oksida, mineral silika dan pirit. Berdasarkan

kenampakan batuan dan mineral penciri maka dapat di interpretasikan sampel ini

mengalami alterasi pada zona potasik karena banyak mengandum mineral yang

kaya akan potassium seperti adularia.


Zona potasik adalah suatu wilayah atau zona di dalam batuan yang

mengandung mineral-mineral potasium (K). Mineral alterasi pada zona potasik

dibentuk melalui proses alterasi hidrotermal atau perubahan mineral oleh larutan

air panas yang mengandung ion-ion logam seperti K, Na, Ca, dan Mg. Proses

pembentukan mineral alterasi pada zona potasik meliputi beberapa tahapan. Tahap

awal pembentukan mineral alterasi pada zona potasik dimulai dengan penetrasi

cairan hidrotermal panas ke dalam batuan. Larutan ini membawa ion-ion logam

seperti K, Na, Ca, dan Mg.

Selanjutnya, mineral-mineral yang mengandung logam-logam tersebut

diendapkan dalam celah-celah batuan, mengisi ruang kosong dan membentuk

mineral primer seperti feldspar potasik (K-feldspar), biotit, hornblende, dan

magnetit. Setelah itu, proses alterasi hidrotermal terjadi pada batuan yang telah

mengalami mineralisasi primer. Cairan hidrotermal yang masih aktif melarutkan

mineral-mineral primer tersebut dan membentuk mineral alterasi seperti adularia

dan mineral potassium lainnya. Dan akhirnya, mineral-mineral logam seperti emas

dan perak dapat diendapkan oleh larutan hidrotermal yang mengalir melalui celah-

celah batuan. Endapan mineral ini sering ditemukan di dekat zona potasik.

Secara umum, mineral alterasi pada zona potasik dapat membantu dalam

identifikasi adanya mineralisasi logam yang mengandung emas, tembaga, dan besi.

Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua zona potasik mengandung mineral-logam

yang berharga secara ekonomi.


Gambar 4.2 Sampel 2 Hasil zona Potasik

4.3 Sampel Nomor Urut 3

Sampel dengan nomor urut 3 dengan nomor peraga BM-13 dalam keadaan

segar berwarna Putih Keabuan dan dalam keadaan lapuk berwarna kuning

kecoklatan. Batuan ini yang tidak dapat dideskripsi host rock-nya dikarenakan

kesan dari batuan asalnya tidak dapat teridentifikasi serta mineral primernya tidak

dapat diamati dengan menggunakan pengamatan megaskopis.

Sampel dengan nomor urut 3 dengan nomor peraga BM-13 dalam segar

berwarna putih keabuan dan warna oksidasinya berwarna kuning kecoklatan.

Komposisi mineral primer pada batuan ini adalah mineral feldspar dan mineral

alterasi yang dapat di deskripsi secara megaskopis adalah mineral oksida dan

mineral lempung. Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat diidentifikasi zona

alterasi batuan ini adalah zona Argilik.

Zona argilik adalah zona yang terbentuk dari proses alterasi atau

pengubahan mineral yang terjadi di batuan. Proses pembentukan mineral alterasi

zona argilik terjadi karena adanya interaksi antara air atau larutan yang kaya akan

ion dengan batuan yang mengandung mineral-mineral tertentu. Proses

pembentukan mineral alterasi zona argilik melibatkan beberapa tahapan, di

antaranya. Tahapan pertama, terjadi ketika air atau larutan yang kaya akan ion
meresap ke dalam batuan dan membentuk mineral hidratasi. Mineral-mineral yang

terbentuk pada tahap ini adalah smektit, kaolinit, dan haloysit.Selanjutnya, terjadi

ketika mineral-mineral yang terbentuk pada tahap hidrasi terdekomposisi dan

membentuk mineral baru. Mineral-mineral yang terbentuk pada tahap ini adalah

illit dan klorit. Dan yang terakhir terjadi ketika mineral-mineral yang terbentuk

pada tahap hidrasi dan dekomposisi mengalami transformasi dan membentuk

mineral baru. Mineral-mineral yang terbentuk pada tahap ini adalah zeolit dan pirit.

Proses pembentukan mineral alterasi zona argilik memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap sifat fisik dan kimia batuan. Mineral-mineral yang terbentuk

pada proses ini dapat menambah kekuatan batuan dan membuatnya lebih tahan

terhadap pengaruh lingkungan yang keras. Namun, pada saat yang sama, proses ini

juga dapat melemahkan struktur batuan dan membuatnya lebih rentan terhadap

erosi dan pelapukan.

Gambar 4.3 Sampel 3 hasil zona argilik

4.4 Sampel Nomor Urut 4

Sampel dengan nomor urut 4 keadaan segar berwarna Kuning Kelabu dan

dalam keadaan lapuk berwarna coklat. Batuan ini yang tidak dapat di deskripsi host

rock-nya dikarenakan kesan dari batuan asalnya tidak dapat teridentifikasi serta
mineral primernya tidak dapat diamati dengan menggunakan pengamatan

megaskopis.

Sampel dengan nomor urut 4 memiliki warna segar kuning kelabu dan

oksidasi berwarna coklat. Batuan ini tergolong dalam jenis endapan hidrotermal.

Komposisi mineral alterasi pada batuan ini adalah kalkopirit, pirit dan mineral

oksida. Berdasarkan pengamatan mineral alterasi yang dijumpai pada sampel ini

maka dapat diidentifikasi zona alterasi batuan ini adalah Filik

Mineral alterasi pada zona filik terbentuk melalui proses alterasi

hidrotermal. Proses ini terjadi ketika air panas yang kaya akan bahan kimia seperti

logam, gas, dan mineral terperangkap di dalam batuan yang sedang mengalami

metamorfosis. Ketika air panas tersebut mengalir melalui zona filik, ia akan

mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam batuan dan mengubah mineral asli

menjadi mineral yang baru. Proses ini disebut dengan alterasi hidrotermal atau

metamorfosis hidrotermal. Beberapa mineral yang terbentuk melalui proses alterasi

hidrotermal pada zona filik antara lain kuarsa, pirit dan kalkopirit. Mineral-mineral

ini terbentuk karena air panas yang kaya akan bahan kimia membawa unsur-unsur

yang diperlukan untuk pembentukan mineral baru.

Proses pembentukan mineral alterasi pada zona filik dapat membentuk

mineral-mineral yang berharga seperti emas, perak, dan tembaga. Oleh karena itu,
zona filik sering dijadikan sebagai sasaran penambangan mineral bagi perusahaan

pertambangan.

Gambar 4.4 Sampel 4 Hasil Zona Filik

4.5 Sampel Nomor Urut 5

Sampel dengan nomor urut 5 dengan nomor peraga A15 merupakan jenis

batuan metamorf dalam keadaan segar berwarna hijau kehitaman dan dalam

keadaan lapuk berwarna coklat kehitaman. Batuan ini memiliki tekstur

kristaloblastik dengan struktur foliasi. Filit.

Pada zona propilitik, terjadi proses pengubahan atau perubahan mineralogi

pada batuan yang terjadi akibat adanya aksi fluida panas yang berinteraksi dengan

batuan asal. Awalnya, larutan hidrotermal yang mengandung berbagai jenis ion

dan unsur kimia masuk ke dalam batuan melalui celah-celah dan rekahan-rekahan

pada batuan. Selanjutnya, larutan hidrotermal tersebut bereaksi dengan mineral-

mineral pada batuan asal, yang kemudian mengalami perubahan mineral yang lebih

stabil di dalam lingukungan propilitik. Proses selanjutnya adalah terjadainya

rekristalisasi atau pengubahan bentuk kristal pada mineral yang terbentuk. Proses

ini terjadi karena adanya perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi

kristalisasi mineral tersebut. Akhirnya, proses litifikasi pada batuan alterasi yang

terjadi akibat adanya proses mineralisasi pada larutan hidotermal.


Klorit juga dapat berfungsi sebagai pengikat logam berat seperti timbal,

seng, dan merkuri, sehingga dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari

aktivitas pertambangan.

Gambar 4.5 Sampel 5 hasil dari zona propilitik

4.6 Sampel Nomor Urut 6

Sampel dengan nomor urut 6 dalam keadaan segar berwarna putih dan

dalam keadaan lapuk berwarna putih kecoklatan. Batuan ini yang tidak dapat di

deskripsi host rock-nya dikarenakan kesan dari batuan asalnya tidak dapat

teridentifikasi serta mineral primernya tidak dapat diamati dengan menggunakan

pengamatan megaskopis.

Sampel dengan nomor urut 6 memiliki warna segar putih dan oksidasinya

berwarna putih kecoklatan. Batuan ini tergolong dalam jenis endapan hidrotermal

dengan komposisi mineral alterasi adalah mineral lempung. Berdasarkan hasil

deskripsi maka dapat diidentifikasi bahwa zona alterasinya adalah argilik yang

ditandai dengan adanya mineral lempung.

Zona argilik adalah zona yang terbentuk dari proses alterasi atau

pengubahan mineral yang terjadi di batuan. Proses pembentukan mineral alterasi

zona argilik terjadi karena adanya interaksi antara air atau larutan yang kaya akan
ion dengan batuan yang mengandung mineral-mineral tertentu. Proses

pembentukan mineral alterasi zona argilik melibatkan beberapa tahapan, di

antaranya. Tahapan pertama, terjadi ketika air atau larutan yang kaya akan ion

meresap ke dalam batuan dan membentuk mineral hidratasi. Mineral-mineral yang

terbentuk pada tahap ini adalah smektit, kaolinit, dan haloysit.Selanjutnya, terjadi

ketika mineral-mineral yang terbentuk pada tahap hidrasi terdekomposisi dan

membentuk mineral baru. Mineral-mineral yang terbentuk pada tahap ini adalah

illit dan klorit. Dan yang terakhir terjadi ketika mineral-mineral yang terbentuk

pada tahap hidrasi dan dekomposisi mengalami transformasi dan membentuk

mineral baru. Mineral-mineral yang terbentuk pada tahap ini adalah zeolit dan pirit.

Proses pembentukan mineral alterasi zona argilik memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap sifat fisik dan kimia batuan. Mineral-mineral yang terbentuk

pada proses ini dapat menambah kekuatan batuan dan membuatnya lebih tahan

terhadap pengaruh lingkungan yang keras. Namun, pada saat yang sama, proses ini

juga dapat melemahkan struktur batuan dan membuatnya lebih rentan terhadap

erosi dan pelapukan.

Gambar 4.6 Sampel 6 hasil dari zona argilik


4.7 Sampel Nomor Urut 7

Pada sampel nomor urut 7 dengan nomor peraga M11 merupakan jenis

batuan sedimen dalam keadaan segar berwarna putih kemerahan dan dalam keadaan

lapuk berwarna coklat kemerahan. Batuan ini memiliki permeabilitas yang buruk,

porositas yang buruk, dengan kemas tertutup dan sortasi yang baik. Batuan ini tidak

memiliki ukuran butir dan memiliki struktur tidak berlapis. Komposisi mineral pada

batuan ini adalah kuarsa dan masa dasar. Nama batuan ini adalah Batugamping.

Sampel nomor urut 7 dengan nomor peraga M11 memiliki segar putih

kemerahan dan oksidasi berwarna coklat kemerahan dan tergolong dalam jenis

endapan hidrotermal. Wall rock yang dapat di deskripsi adalah batugamping.

Sampel ini memiliki mineral alterasi kuarsa.

Alterasi silisifikasi adalah proses dimana batuan mengalami perubahan

komposisi mineralnya karena adanya pengaruh panas dan tekanan yang tinggi

dalam kondisi lingkungan geologi yang khusus. Proses ini terjadi karena adanya

pertukaran unsur-unsur kimia pada mineral-mineral yang terdapat pada batuan

asalnya dengan fluida hidrotermal atau magma.

Proses pertama ini terjadi ketika magma menembus lapisan batuan di bawah

permukaan bumi. Karena adanya suhu yang sangat tinggi dari magma tersebut,

maka batuan di sekitarnya akan terkena panas yang cukup tinggi sehingga terjadi

perubahan mineral-mineral pada batuan asalnya. Kemudian reaksi kimia, Selama

proses pemanasan, mineral-mineral pada batuan asalnya bereaksi dengan fluida

hidrotermal atau magma yang masuk kedalamnya. Reaksi kimia ini akan mengubah

komposisi mineral pada batuan asalnya dan menghasilkan mineral-mineral baru


yang lebih tahan terhadap panas dan tekanan yang tinggi. Kemudian silisifikasi,

proses ini terjadi ketika fluida hidrotermal atau magma mengandung silika (SiO2)

yang cukup tinggi. Silika ini akan bereaksi dengan mineral-mineral pada batuan

asalnya dan membentuk mineral-mineral baru yang kaya akan silika seperti kuarsa

(SiO2).

Selanjutnya alterasi mineral proses alterasi ini terjadi ketika mineral-

mineral pada batuan asalnya mengalami perubahan komposisi mineralnya yang

signifikan. Beberapa mineral dapat berubah menjadi mineral baru yang lebih tahan

terhadap panas dan tekanan yang tinggi, seperti halnya mineral piroksen yang dapat

berubah menjadi mineral amfibol. Proses ini juga dapat menghasilkan mineral baru

yang kaya akan logam-logam seperti tembaga (Cu), emas (Au), dan seng (Zn).

Akhirnya, hasil dari proses alterasi silisifikasi dapat membentuk mineralisasi yang

berharga bagi pertambangan. Misalnya, adanya kuarsa dan mineral-logam seperti

emas dan perak pada suatu formasi batuan dapat menjadi indikator adanya deposit

mineralisasi emas dan perak yang berpotensi untuk dieksploitasi.

Gambar 4.7 Sampel 7 hasil zona silisifikasi

4.8 Sampel Nomor Urut 8

Sampel dengan nomor urut 8 dengan nomor peraga PB1 memiliki warna

segar hijau kehitaman dan lapuk berwarna abu kehiataman. Batuan ini tidak dapat
di deskripsi dikarenakan telah terjadi proses alterasi secara intensif sehingga tidak

dapat di deskripsi host rocknya.

Sampel dengan nomor urut 8 dengan nomor peraga PB1 dengan warna segar

hijau kehitaman dan oksidasi berwarna abu kehitama. Batuan ini tergolong dalam

jenis endapan hidrotermal. Mineral alterasi yang dapat dideskripsi adalah pirit,

sphalerite dan silika. Zona alterasi pada batuan ini adalah zona filik.

Gambar 4.8 Sampel Nomor Urut 8

Mineral alterasi pada zona filik terbentuk melalui proses alterasi

hidrotermal. Proses ini terjadi ketika air panas yang kaya akan bahan kimia seperti

logam, gas, dan mineral terperangkap di dalam batuan yang sedang mengalami

metamorfosis. Ketika air panas tersebut mengalir melalui zona filik, ia akan

mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam batuan dan mengubah mineral asli

menjadi mineral yang baru.Mineral-mineral ini terbentuk karena air panas yang

kaya akan bahan kimia membawa unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan

mineral baru.

Proses pembentukan mineral alterasi pada zona filik dapat membentuk

mineral-mineral yang berharga seperti emas, perak, dan tembaga. Oleh karena itu,

zona filik sering dijadikan sebagai sasaran penambangan mineral bagi perusahaan

pertambangan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Adapun wall rock yang dapat dideskripsi dari sampel yang dipraktikum

adalah batugamping dan filit. Selebihnya tidak dapat dideskripsi

dikarenakan proses alterasi yang terjadi sangat intensif sehingga tidak dapat

terlihat mineral primernya melalui pengamatan megaskopis.

2. Adapun mineral-mineral alterasi yang dijumpai pada saat praktikum adalah

mineral-mineral penciri diantaranya mineral lempung, klorit, kalkopirit,

pirit, malasit dan azurit

3. Adapun zona alterasi yang dapat diidentifikasi adalah zona alterasi argilik,

propilitik, filik, silisifikasi dan potasik.

5.2 Saran

Adapun saran pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Sebaiknya waktu pendeskripsian dapat berlangsung lebih lama

2. Tetap pertahankan pemberian materi-materi tambahan sebagai tambahan

pengetahuan praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Corbett,G.J.,& T.M. Leach. 1998. Southwest pacifi golg-copper System: structure,


alterastion and mineralization :special publication 6. Society of Economic
Geologist
Isbandi, Djoko. 1986. Mineralogi. Yogyakarta : Nur Cahaya

Maulana, Adi. 2017. Endapan Mineral. Yogyakarta. Penerbit Ombak

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor : Pakuan University Press

Subroto, Eddy A. 1984. Mineralogi. Bandung : ITB

Anda mungkin juga menyukai