Anda di halaman 1dari 19

Alterasi hidrotermal (Wall rock alteration) pada umummya memiliki penyebaran yang

lebih luas dari deposit bijih itu sendiri. Menurut Lindgren (1933) proses hidrotermal

merupakan suatu proses perubahan dalam batuan yang diakibatkan naiknya H 2O

panas ke permukaan, sedangkan Schwartz (1954) memasukkan unsur gas sebagai

salah satu medium pengubah batuan tersebut. Pada umumnya intrusi batuan beku

selalu diikuti oleh adanya injeksi larutan sisa, yaitu larutan hidrotermal. Larutan ini

berdifusi, mengisi, dan mempengaruhi rekahan-rekahan pada dinding batuan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya mineral alterasi dan mineral

bijih dalam suatu sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1988), adalah :

1. Komposisi kimia dan konsentrasi larutan hidrotermal

Komposisi kimia dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi dan berdifusi

mempunyai pH antara 4-8, mengandung banyak ikatan klorida dan sulfida

konsentrasinya encer sehingga memudahkan untuk bergerak.

2. Sifat dan komposisi batuan samping (host rock)

Komposisi batuan samping sangat berpengaruh terhadap penerimaan bahan larutan

hidrotermal sehingga memungkinkan terjadinya alterasi mineral. Batuan yang reaktif

adalah batuan yang mengandung karbonat seperti batugamping dan dolomite yang

umumnya menghasilkan cebakan Tembaga (Cu), Seng (Zn), Timbal (Pb), dan Mangan

(Mn).

3. Struktur lokal batuan samping

Struktur lokal batuan samping terutama struktur rekahan-rekahan atau celah-celah dan

mengakibatkan larutan hidrotermal mudah bergerak, bereaksi dan berdifusi dengan

batuan dinding.
Rekahan pada batuan samping dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :

A. Rekahan asli:

a. Pore space, yaitu pori-pori antar mineral

b. Crystal lattice, yaitu kisi-kisi antar mineral

c. Vesicles atau blow holes, yaitu lubang-lubang bekas keluarnya gas pada saat lava

membeku.

d. Cooling cracks, yaitu rekah kerut akibat kontraksi lava sewaktu membeku

e. Igneous breccia cavities, yaitu celah-celah seperti pada breksi vulkanik, breksi

terobosan, dan fragmen batuan beku.

B. Rekahan akibat gerakan :

a. Fissure, yaitu rekahan akibat patahan

b. Shear zone cavities, yaitu rekahan yang berkumpul pada suatu tempat akibat

patahan kecil

c. Rekahan akibat pengangkatan dan perlipatan

d. Volcanics pipes, yaitu lubang-lubang akibat letusan gunungapi

e. Tectonic breccias, yaitu rekahan-rekahan pada breksi akibat tektonik yang terjadi

f. Collapse breccia, yaitu rekahan pada breksi akibat kolaps atau roboh

g. Solution caves, yaitu celah-celah akibat pelarutan

h. Rock alteration opening, yaitu pori-pori akibat alterasi

4. Banyaknya mineral yang mudah terubah

Banyaknya mineral-mineral yang mudah terubah ditentukan oleh derajat ketahanan

mineral-mineral terhadap alterasi. Adapun mineral yang mudah terubah adalah mineral

silikat-ferromagnesian yang berwarna gelap seperti olivine, piroksen, dan hornblende


yang terubah menjadi klorit, epidot, dan leucoxene (alterasi ilmenit). Mineral-mineral

plagioklas terutama terubah menjadi serisit, epidot, albit, klino-zoisit, klorit, dan mineral

lempung.

5. Temperatur dan tekanan

Temperatur dan tekanan berpengaruh terhadap kemampuan larutan hidrotennal untuk

bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan-bahan yang akan

bereaksi dengan batuan samping. Adapun temperatur proses alterasi hidrotermal

berkisar antara 78°C sampai 573°C, yaitu dibawah titik inversi mineral kuarsa.

Perubahan mineral pada proses alterasi dapat diketahui bila diamati pada sayatan tipis

contoh batuan di bawah mikroskop, namun akan lebih jelas lagi apabila diadakan

analisa kimia kuantitatif dari batuan segar dan batuan terubah.

Permeabilitas sangat memungkinkan masuknya larutan hidrotermal kedalam batuan

sekitar, terlebih pada batuan yang mengalami breksiasi, retakan-retakan yang kuat,

permeabilitas dapat bertambah dengan naiknya temperatur.

Perubahan mineral tergantung pada proses alterasi yang berlangsung. Perubahan

wama bisa menjadi bertambah terang atau memudar, hal ini disebabkan karena

melimpahnya mineral berwarna terang, misalnya saja mineral lempung, alunit, kuarsa,

dan karbonat, dan perubahan warna bisa juga bertambah gelap (oksidasi) misalnya

oksidasi pirit menjadi limonit, hematit, mineral klorit juga dapat menyebabkan warna

mineral bertambah gelap.


Perubahan tekstur akibat penggantian mineral-mineral batuan yang berukuran kasar

oleh mineral-mineral ubahan. Besar butir yang ukurannya kasar menjadi halus. Agregat

itu tidak menghilangkan tekstur semula karena masih terlihat jejak fenokrisnya.

Tingkat alterasi yang terjadi secara umum tidak dapat dibedakan secara mudah

karena sering terjadi variasi dan beberapa proses perubahan mineral.

Secara umum tekstur dan struktur yang diperlihatkan oleh mineral yang mengalami

alterasi hidrotermal, yaitu :

1. Struktur, diantaranya yaitu :

a. Banded, yaitu terlihat seperti adanya urutan perlapisan mineral,

b. Clustriform, perulangan perlapisan mineral,

c. Crocked (ring structure), yaitu suatu struktur pembungkusan

d. Comb, yaitu struktur seperti gigi atau sisir,

e. Colloform, yaitu struktur membulat seperti buah anggur,

f. Brecciated, yaitu struktur breksi, dan

g. Replacement, yaitu struktur penggantian mineral oleh mineral lain, yang terdiri dari :

(1) Marginal (rim structure) yaitu bagian pinggir mineral mengalami penggantian, (2)

Core (atoll structure) yaitu bagian inti mineral mengalami penggantian, (3) Selective

yaitu penggantian mineral secara selektif, (4) Relict structure yaitu struktur sisa mineral,

dan (4) Diffuse penetration yaitu penggantian mineral secara difusi.

2. Tekstur, yang terdiri dari

a. Crystalline, yaitu berupa belahan, kembar, tulang ikan, dendritik, serta zoning, dan

b. Fibrous, yaitu berupa serat-serat halus.

Endapan Porfiri Cu-Au


Umumnya endapan ini terbentuk pada kedalaman yang relatif dangkal pada area

pendinginan dari lidah intrusi yang bersifat penerobosan. Berdasarkan dari pengamatan

lapangan pada sejumlah area endapan sistem porfiri, S.R. Titley dan R.E. Beane (1981)

menyimpulkan bahwa geometri intrusi, komposisi intrusi dan hubungan intrusi terhadap

pembentukkan endapan porfiri adalah sebagai berikut: Secara umum banyaknya

kandungan tembaga akan berhubungan dengan besarnya areal intrusi atau komplek

intrusi yang terjadi. Intrusi yang hadir lebih dari satu kali pada tempat yang sama

dengan sumber tubuh magma yang berlainan maka antar intrusi tersebut dapat

diidentifikasikan berdasarkan massa atau komposisi dari magmanya.Pada komplek

intrusi dimana terdapat lebih dari satu kali pengintrusian, maka secara gradasi zona

dari batuan beku diorit hingga kuarsa monzonit akan memperlihatkan perubahan

tekstur batuan dari fanerik hingga holokristalin porfiri. Endapan tembaga

umumnya akan hadir berasosiasi dengan intrusi yang lebih muda (Creasey, 1966).

Schwartz (1954) mengatakan bahwa akan terjadi penambahan dan penyebaran

zona ubahan, semakin jauh dari pusat hidrotermal tingkat ubahannya akan semakin

lemah. Menurut Lowell dan Guilbert (1970) perubahan terjadi secara lateral dan vertikal

dari bawah ke atas. Ubahan hidrotermal diartikan sebagai suatu proses yang

menyangkut perubahan fase akibat interaksi larutan hidrotermal terhadap batuan yang

mengalami penambahan atau pengurangan unsur kimia. Ubahan hidrotermal dapat

dibagi kedalam beberapa zona berdasarkan kelompok mineral ubahannya. Menurut

Lowell dan Guilbert (1970) zona ubahan dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu Gambar

1:

1. Zona Potassic
Zona ini tidak harus selalu ada. Zona ini dicirikan oleh terbentuknya ortoklas sekunder

dan biotit, atau ortoklas-klorit dan ortoklas-biotit-klorit. Zona ini juga sering terdapat

serisit. Mineral-mineral sekunder ini menggantikan ortoklas, plagioklas, dan mineral-

mineral mafik. Anhidrit merupakan mineral yang menonjol pada zona ini. Feldspar

umumnya bersifat lebih sodik. Pada zona ini terdapat veinlet kuarsa yang membentuk

slockwork. Zona ini didominasi oleh klorit dan serisit.

2. Zona Phillic

Nama lain zona alterasi ini adalah serisitisasi dan kelanjutan alterasi argilik. Zona ini

dicirikan oleh kumpulan mineral kuarsa-serisit-pirit dan umumnya terdapat sedikit klorit,

illit dan rutil. Piropilit ada pada zona ini sedangkan karbonat dan anhidrit sangat jarang.

Pada bagian dalam, zona ini didominasi oleh serisit. Terdapatnya mineral lempung pada

zona ini sangat penting. Efek serisitisasi pada feldspar dan umumya biotit menghasilkan

rutil yang jumlahnya sedikit. Reaksi pertumbuhan silika pada zona ini dengan zona,

potasik adalah secara gradasi yang panjangnya puluhan meter. Pembentukan pirit

disseminated dan veinlet pirit pada zona ini sangat besar.

3. Zona Argillic

Zona ini selalu ada pada setiap, pembentukan zona alterasi dan sering disebut sebagai

alterasi argilik intermediet. Mineral lempung sangat dominan apabila semakin dekat

dengan tubuh bijih. Pirit sangat umum pada zona ini tetapi sangat sedikit dibandingkan

dengan zona, filik. Pirit umumnya terdapat secara, veinlet daripada secara

disseminated. Feldspar dan biotit tidak begitu berpengaruh atau berubah menjadi klonit.

4. Zona Propylitic
Zona ini merupakan zona terluar dan selalu ada. Klorit adalah mineral yang umum pada

zona ini. Pirit, kalsit, dan epidot berasosiasi dengan mineral mafik (biotit dan

homblenda) yang teralterasi sebagian atau seluruhnya menjadi klorit dan karbonat.

Plagloklas adalah mineral yang tidak terpengaruh. Zona ini terdapat di sekeliling tubuh

batuan yang panjangnya mencapai ratusan meter.

Gambar 1. Pembagian zona alterasi menurut lowell & Guilbert (1967).

Pirajno (1992) membagi tiga pola ubahan yang berdasarkan pada kestabilan mineral

primer yang mengalami ubahan, yaitu: (a) pervasif, (b) selektif pervasif, dan (c) tidak

pervasif.

Intensitas ubahan pada mineral primer terkait dengan kuat atau lemahnya

ubahan yang menimpa batuan pada saat proses ubahan berlangsung (Tabel 1.1 dan

1.2).

Tabel 1.1 Pengelompokkan Intensitas Ubahan Hidrotermal (Morrison, 1997)


Intensitas Keterangan

Tidak berubah Tidak ada mineral sekunder


Lemah Kandungan mineral sekunder < 25%
Sedang Kandungan mineral sekunder berkisar antara 25-75%
Kuat Kandungan mineral sekunder > 75%
Intens Seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa, zircon dan apatit) tetapi
tekstur primernya masih terlihat
Total Seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa, zircon dan apatit) serta tekstur
primernya tidak terlihat lagi
Tabel 1.2 Tipe ubahan mineral silikat menurut Hedenquist dan Wairekei (1978)
berdasarkan pada klasifikasi Meyer dan Hemley (1967), Rose (1970), dan Lowell dan
Guilbert (1970)
Tipe Alterasi Mineral 1 Mineral 2 Suhu Keterangan
Argilik Smektit-illit Sulfida-sulfida 200°C pH netral, Ca2+/H+
menengah
Serisit (filik) Serisit (illit)Sulfida-sulfida, 220°C pH netral, H+ dan K+
kaolin (minor), menengah
oksida
Propilitik Epidot, klorit Klorit, illit, Kalsit, 250°C pH netral, Ca2+/H+ relatif
Pirit tinggi
Propilitik dalam Epidot, AktinolitKlorit-illit 300°C pH netral, Ca2+/H+ relatif
tinggi
Potasik Biotit, K-Epidot-Klorit- 320°C pH netral, K+/H+ relatif
Feldspar, Muskovit tinggi
Magnetit
Argilik lanjut Kaolin, Alunit Kaolin, Kristobalit, 180°C pH asam
(temperatur Kuarsa, Pirit
rendah)
Argilik Lanjut Propilit, Kuarsa,
Sulfida, Biasanya > pH Asam
(Temperatur Diaspor, Turmalin,
Energit, 250°C kecuali
Tinggi) Andalusit Luzonit Andalusit >
350°C
Menurut Meyer (1967) ubahan silsifikasi adalah salah satu ubahan yang umum terjadi

dalam pembentukan endapan bijih sulfida. Mineral ubahan umumnya berupa mineral

kuarsa yang berbentuk urat dan merupakan hasil peleburan dari silika yang terdapat

pada batuan dinding yang dekat dengan tubuh endapan bijih. Peristiwa ini dapat

terbentuk akibat adanya larutan dalam lingkungan kimia yang kuat dan luas, yang dapat

berasosiasi dengan zona ubahan argilik, seperti serisit, klorit, potassium silikat atau

dengan albitisasi dalam greisen. Mineral silika ini dapat terbentuk setelah mineral serisit
terbentuk, yang merupakan hasil ubahan dari ortoklas sebagai akibat dari kegiatan

larutan berupa air yang mengandung silika tinggi. Leach (1996) berpendapat bahwa

temperatur dan pH fluida merupakan dua faktor utama yang mengontrol sistem

hidrothermal, sehingga alterasi dapat dibagi dalam beberapa kelompok mineral, yaitu :

1. Silika (kuarsa)

Kelompok ini mempunyai ciri pH rendah (<2) dan dapat bervariasi pada temperatur

rendah (<100° C), dengan membentuk opalin silika, kristobalit, dan tridimit. Kondisi

sangat asam, pada pH tinggi membentuk silika amorf dan pada pH rendah sampai

tinggi dapat menghasilkan kuarsa, serta pada pembekuan yang cepat dapat

membentuk kalsedon.

2. Alunite

Kelompok ini mempunyai ciri pH > 2, dengan temperatur yang lebih tinggi dari kelompok

silika, terbentuk bersamaan mineral silika, pada temperatur > 350 - 400°c akan

berasosiasi dengan andalusit, bedasarkan oksigen dan sulfur isotop, pembentuk

mineral dibagi menjadi :

· Uap panas (steam-heated)

· Supergen

· Magmatig

· Magmatig vein/breccia

Uap Panas (Steam-heated)

Terbentuk pada lingkungan oksidasi, dimana larutan asam sulfida berasal dari gas H2S

yang dihasilkan oleh pendidihan sistem hidrothermal pada kedalaman. Ukuran sangat
halus, dengan bentuk kristal pseudo-cubic, terbentuk pada kedalaman 1-1.5 km,

dimana asam sulfida berkurang dengan menurunnya sistem hidrothermal.

Supergen

Terbentuk karena adanya larutan H2S dari hasil pelapukan dari endapan sulfida masif,

kristalisasinya kurang baik, sangat halus dengan bentuk pseudo acicular.

Magmatic

Berasal dari larutan magma dan mempunyai bentuk kristal yang sempurna, umumnya

berukuran kasar berbentuk tabular atau lath.like kristal. Umumnya mengisi rekahan

semen pada breksi. Terbentuk pada T>> tumbuh bersama muskovit dan / andalusit,

bisa berupa kristal yang iregular menutupi kuarsa atau mineral lain dengan membentuk

tekstur poikilitik atau dalam bentuk euhedral pseudo-rhumbic kristal.

Magmatic Vein/breccia

Terdapat pada vein dan breccia, terbentuk langsung dari larutan hidrothermal yang kaya

akan volatil yang berasal dari larutan yang mengkristal, terbentuk prisma yang radial.

3. Kaolinit

Berasal dari larutan dengan pH 4, dan terdapat bersamaan dengan alunit group pada

pH 4-3, halloysite hasil dari pelapukan supergen atau pada $kondisi T<<, terbentuk

pada kedalaman yang rendah dan T 450~250°C, pyrophylite pada T < 200-250°C,

dickite terbentuk pada kondisi diantara dua jenis diatas.

4. Illite

Terbentuk pada pH 5-6, asosiasi dengan kelompok kaolin pada pH 4-5, smektit hadir

pada temperatur <100°C-200°C. Illit-smektit pada temperatur 100°C-200°C, illit pada


temperatur 200C°-250°C. Kandungan smektit pada illit-smektit dan serisit akan

meningkat apabila temperaturnya naik.

5. Klorit

Pada kondisi mendekati pH netral, klorit akan dominan, dan akan bersama dengan

kelompok Illit pada pH 5-6, pada temperatur rendah, berupa interlayer klorit-smektit,

dan akan berubah menjadi klorit bila temperatur bertambah.

6. Kalk-silikat

Terbentuk pada pH netral sampai alkali, pada temperatur rendah terbentuk zeolit-klorit-

karbonat, pearmeabilitas sangat memungkinkan masuknya larutan. hidrous zeolit

(natrolit,chabazit,mosolit,mordenit,stilbit,heulandite) terbentuk pada temperatur <150-

200°C, laumontit (150-250°C) wairakit (200-300°C), epidot dan aktinolit (secondary

amphibol) terbentuk pada temperatur tinggi, kristal tidak baik (180°-220°C), kristal baik

(>220-250°C), secondary amphibol stabil pada sistem hidrothermal aktif(>300-325°C),

biotit (>300-325°C) pada sistem hidrothermal aktif, klinopiroksen (>300°C), garnet

(>325-350°C).

7. Karbonat

Terbentuk pada pH dan T dengan kisaran lebar, biasa berasosiasi dengan kaolin, illite,

klorit, dan fasa calc-silicate, Fe-Mn karbonat(siderit-rodokrosit) biasa dengan kaolin dan

illite.

8. Feldspar

Biasa berasosiasi dengan fasa klorit dan kalk silika, feldspar sekunder stabil pada pH

mendekati netral-alkalin, adularia terbentuk sebagai species dari sekunder feldspar

pada temperatur rendah, orthoklas terbnetuk pada T>> lingkungan porfiri.


9. Sulphate

Terbentuk pada variasi temperatur dan pH, alunit pada pH (<3-4), anhydrit pH>> dan T>

100-150°C, gypsum terbentuk pada kondisi temperatur rendah, jarosit selain prosuk

pelapukan dari mineral sulfida juga bisa terbentuk pada lingkungan yang asam pada

kedalaman dangkal.

Matriks atau massa dasar batuan adalah massa berbutir lebih halus dari material tempat di mana kristal
atau klas yang lebih besar tertanam. Matriks batuan beku terdiri dari kristal berbutir halus (sering
berukuran mikroskopis) di mana kristal yang lebih besar (fenokris) yang tertanam. Tekstur porfiritik ini
merupakan indikasi dari pendinginan magma multi-tahap. Misalnya, andesit porfiri akan memiliki
fenokris plagioklas besar dalam matriks halus. Juga di Afrika Selatan, berlian sering ditambang dari
matriks batuan mirip-lempung yang lapuk (kimberlit) dan sering disebut "tanah kuning". Matriks batuan
sedimen adalah material berbutir halus, seperti tanah lempung atau lanau, di mana butir atau klas yang
lebih besar tertanam. Istilah matriks pada batuan sedimen juga digunakan untuk material halus tempat
fosil tertanam.

2.1 Pembagian Secara Genetika

Pembagian batuan beku secara genetika didasarkan pada tempat terbentuknya. Batuan beku
berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi :

1. Batuan Beku intrusif (membeku di bawah permukaan bumi)


2. Batuan Beku ekstrusif (membeku di permukaan bumi)

Selain itu batuan beku juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Batuan beku volkanik yang merupakan hasil proses volkanisme, produknya biasanya
mempunyai ukuran kristal yang relatif halus karena membeku di permukaan atau dekat
dengan permukaan bumi. Batuan beku vulkanik dibagi menjadi batuan vulkanik intrusif,
batuan volkanik ekstrusif yang sering disebut batuan beku fragmental dan batuan
vulkanik efusi seperti aliran lava.
2. Batuan beku dalam (plutonik atau intrusif) terbentuk dari proses pembekuan magma
yang jauh di dalam bumi mempunyai kristal yang berukuran kasar.
3. Batuan beku hipabisal yang merupakan produk intrusi minor, mempunyai kristal
berukuran sedang atau percampuran antara halus dan kasar.
Pembagian Berdasar Komposisi Kimia

Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam batuan seperti kandungan
silika dan kandungan mineral mafik (Thorpe & Brown, 1985).

Tabel 1.1. Penamaan batuan berdasarkan kandungan silika

Nama Batuan Kandungan Silika


Batuan Beku Asam > 66%
Batuan Beku Intermediet 52 – 66%
Batuan Beku Basa 45 – 52%
Batuan Beku Ultra Basa < 45%

Tabel 1.2. Penamaan batuan berdasarkan kandungan mineral mafik

Nama Batuan Kandungan Silika


Leucocratic 0 – 33 %
Mesocratic 34 – 66 %
Melanocratic 67 – 100 %

Berdasarkan kandungan kuarsa, alkali feldspar dan feldspatoid :

a) Batuan felsik : dominan felsik mineral, biasanya berwarna cerah.

b) Batuan mafik : dominan mineral mafik, biasanya berwarna gelap.

c) Batuan ultramafik : 90% terdiri dari mineral mafik.

Pembagian Secara Mineralogi

Salah satu kelemahan dari pembagian secara kimia adalah analisa yang sulit dan memakan
waktu lama. Karena itu sebagian besar klasifikasi batuan beku menggunakan dasar komposisi
mineral pembentuknya. Sebenarnya analisa kimia dan mineralogi berhubungan erat, seperti yang
ditunjukkan pada daftar nilai kesetaraan SiO2 (%) dalam mineral berikut :

 Felsic minerals : quartz, 100 : alkali feldspars, 64-66; oligoclase, 62; andesin, 59-60;
labradorite, 52-53; dll.
 Mafic minerals : hornblende, 42-50; biotite, 35-38; augite, 47-51; magnesium & diopsidic
piroxene; dll.

Degan melihat komposisi mineral dan teksturnya, dapat diketahui jenis magma asal, tempat
pembentukan, pendugaan temperatur pembentukan dll.

(Tim Asisten Praktikum Petrologi, 2006)


2.2 Batuan Beku Non Fragmental.

Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif ataupun aliran lava yang
tersusun atas kristal-kristal mineral. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam deskripsi
adalah :

 Warna
 Struktur
 Tekstur
 Bentuk
 Komposisi Mineral

2.2.1 Warna Batuan

Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya. Mineral penyusun
batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya, sehingga dari warna dapat
diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan.

 § Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun
atas mineral-mineral felsik misalnya kuarsa, potas feldspar, muskovit.
 § Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitamnya umumnya adalah batuan beku
intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
 § Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan
mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
 § Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik disebut batuan
beku ultrabasa dengan komposisi hampir seluruhnya mineral mafik.

2.2.2 Struktur Batuan

Struktur adalah penampakan hubungan antar bagian-bagian batuan yang berbeda. Pengertian
struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan dalam skala besar atau singkapan
di lapangan. Pada bekuan beku, struktur yang sering ditemukan adalah :

 § Masif : Bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.


 § Jointing : Bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Penampakan ini akan
mudah diamati pada singkapan di lapangan.
 § Vesikuler : Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas. Struktur ini dibagi lagi
menjadi tiga, yaitu :

a) Skoriaan, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.

b) Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.


c) Aliran, bila ada penampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-lubang gas.

 § Amigdaloidal : Bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.

2.2.3 Tekstur Batuan

Pengertian tekstur dalam batuan beku mengacu pada penampakan butir-butir mineral di
dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas dan
hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berkaitan erat dengan komposisi kimia dan
mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya.
Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum, selama dan sesudah kristalisasi.
Pengamatan tekstur meliputi:

 § Tingkat Kristalisasi

Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung dari proses pembekuan itu sendiri. Bila
pembekuan berlangsung lambat maka akan terdapat cukup energi pertumbuhan kristal pada saat
melewati perubahan dari fase cair ke fase padat sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang
berukuran besar. Bila penurunan suhu relatif cepat maka kristal yang dihasilkan kecil-kecil dan
tidak sempurna. Apabila pembekuan magma terjadi sangat cepat maka kristl tidak akan terbentuk
karena tidak ada energi yang cukup untuk pengintian dan pertumbuhan kristal sehingga akan
dihasilkan gelas.

Tingkat kristalisasi batuan beku dapat dibagi menjadi :

1. Holokristalin, jika mineral dalam batuan semua berbentuk kristal.


2. Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal sedangkan yang lain berbentuk mineral
gelas.
3. Holohyalin, hampir seluruh mineral terdiri dari gelas. Pengertian gelas disini adalah
mineral yang tidak mengkristal atau amorf.

 § Ukuran Kristal

Ukuran kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali. Ukuran kristal dapat
menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan.

Tabel 1.3.isaran harga ukuran kristal dari berbagai sumber

Cox, Price, Harte W.T.G Heinric


Halus <1 mm <1 mm <1 mm
Sedang 1 – 5 mm 1 – 5 mm 1 – 10 mm
Kasar > 5 mm 5 – 30 mm 10 – 30 mm
Sangat Kasar > 30 mm > 30 mm
 § Granularitas
Dalam Batuan beku, granularitas menyangkut derajat kesamaan ukuran butir dari kristal
penyusun batuan.

Pada batuan beku non-fragmental, granularitasdapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

1. Equigranular

Disebut equigranular apabila memiliki ukuran butir yang seragam. Tekstur equigranular dibagi
lagi menjadi:

1. Fanerik granular. Bila mineral kristal mineral dapat dibedakan dengan mata telanjang
dan berukuran seragam. Contoh : granit, gabbro.
2. Afanitik. Apabila kristal mineral sangat halus sehingga tidak dapat dibedakkan dengan
mata telanjang. Contoh : basalt.

2. Inequigranular

Disebut inequigranular bila ukuran krisral pembentuknya tidak seragam. Tekstur ini dibagi
menjadi:

1. Faneroporfiritik. Bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi kristal mineral
yang lebih kecil (massa dasar) dan dapat dikenali dengan mata telanjang. Contoh : diorit
porfir.
2. Porfiroafanitik. Bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang afanitik. Contoh : andesit
porfir.

3. Gelasan (glassy)

Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas gelas.

Antara fenokris dan massa dasar terdapat perbedaan ukuran butir yang menyolok.

 Fenokris : Mineral yang ukuran butirnya jauh lebih besar dari mineral lainnya.Biasanya
merupakan mineral sulung, dengan bentuk subhedral hingga euhedral.
 Massa dasar : Mineral-mineral kecil yang berada di sekitar fenokris.

2.3.4 Bentuk Kristal

Untuk kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat kesempurnaan bentuk
kristalnya. Hal ini dapat memberi gambaran mengenai proses kristalisasi mineral pembentuk
batuan. Bentuk kristal dibedakan menjadi:

a) Euhedral : Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oeh bidang yang jelas.

b) Subhedral : Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang dibatasi
bidan kristal.
c) Anhedral : Apabila bidang batas tidak jelas.

2.3.5 Komposisi Mineral

Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :

 Kelompok Granit – Rhyolit

Berasal dari magma yang bersifat asam, tersusun oleh mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas Na,
terkadang terdapat hornblende, biotit, muskovit dalam jumlah kecil.

 Kelompok Diorit – Andesit

Berasal dari magma yang bersifat intermediet, terusun oleh mineral plagiokklas, hornblende,
piroksen, dan kuarsa biotit, ortoklas dalam jumlah kecil.

 Kelompok Gabbro – Basalt

Tersusun dari magma basa dan terdiri dari mineral-mineral olivin, plagioklas Ca, piroksen dan
hornblende.

 Kelompok UltraBasa

Terutama tersusun oleh olivin, dan piroksen. Minera lain yang mungkin adalah plagioklas Ca
dalam jumlah sangat kecil.

2.3.6 Identifikasi Mineral

Identifikasi mineral merupakan salah satu bagian terpenting dari deskripsi batuan beku karena
identifikaasi tersebut dapat diungkap berbagai hal seperti kondisi temperatur, tempat
pembentukan, sifat magma asal dan lain-lain.

Di dalam batuan beku dikenal status mineral dalam batuan, yaitu:

1. Mineral Primer, merupakan hasil pertama dari proses pembentukan batuan beku. Mineral
utama terdiri dari :

 Mineral utama ( essential minerals) : mineral yang jumlahnya cukup banyak (>10%).
Mineral ini sangat penting untuk dikenali karena menentukan nama batuan.
 Mineral tambahan (accesory minerals) : Mineral yang jumlahnya sedikit (<10%) dan
tidak menentukan nama batuan.

1. Mineral sekunder, merupakan mineral hasil perubahan (altersi) dari mineral primer.

Beberapa hal yang harus diidentifikai dari mineral adalah:


~ Warna Mineral

Dapat mencerminkan komposisi mineralnya. Contohnya senyawa silikat dari alkali dan alkali
tanah (Na, Ca, K, dll) memberikan warna yang terang pada mineralnya.

~ Kilap

Merupakan kenampkaan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi dikenal kilap logam dan
non-logam. Kilap non –logam terbagi atas:

ü Kilap Intan

ü Kilap tanah. Contoh : kaolin, limonit.

ü Kilap kaca. Contoh : kalsit, kuarsa.

ü Kilap mutiara. Contoh : opal, serpentin.

ü Kilap damar. Contoh : sphalerit.

ü Kilap sutera. Contoh : asbes.

~ Kekerasan

Merupakan tingkat resistensi terhadap goresan. Beberapa mineral telah dijadikan skala kekerasan
dalam skala mohs. Kekerasan relatif mineral relatif mineral ditentukan dengan membandingkan
terhadap mineral pada skala mohs.

~ Cerat

Adalah warna mineral dalam bentuk serbuk. Cerat dapat sama atau berbeda dengan warna
mineral.

~ Belahan

Kecenderungan mineral untuk membelah pada satu arah atau lebih tertentu sevagai bidang
dengan permukaan rata.

~ Pecahan

Kecenderungan untuk terpisah dalam arah yang tak beraturan. Macamnya:

ü Konkoidal, kenampakan seperti pecahan botol. (kuarsa)

ü Fibrous, kenampakan berserat. (asbes, augit)


ü Even, bidang pecahan halus. (mineral lempung)

ü Uneven, bidang pecahan kasar. (magnetiti, garnet)

ü Hackly, bidang pecahan runcing. (mineral logam)

2.3 Batuan Beku Fragmental

Batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro = api, clastics = butiran /
pecahan) yang merupakan bagian dari batun volkanik. Batuan fragamental ini secara khusus
terbentuk oleh proses vulkanisme yang eksplosif (letusan). Bahan=-bahan yang dikeluarkan dari
pusat erupsi kemudian mengalami lithifikasi sebelum dan sesudah mengalami perombakan oleh
air atau es.

Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi 4 tipe utama, yaitu :

1. Endapan Jatuhan Piroklastik (Pyroclastics Fall Deposits)


2. Endapan Aliran Piroclastik (Pyroclastics Flow Deposits)
3. Endapan piroklastik surupan (Pyroclastics Surge Deposits)
4. Lahar

Dasar Klasifikasi Batuan Fragmental

 Ukuran Butir
 Komposisi Fragmen Piroklastik. Komponen-kompone dalam endapan piroklastik lebih
mudah dikenali dalam endapan muda, tidak terlitifikasi atau sedikit terlitifikasi. Pada
material piroklastik berukuran halus dan telah terlitifikasi, identifikasi sulit dilakukan
 Tingkat dan Tipe Welding

Anda mungkin juga menyukai