PENDAHULUAN
Dalam istilah geografi dan geologi endapan adalah bahan lepas yang
mengendap dan terhampar di dasar laut, danau, sungai, atau rawa; sedimen.
Sedangkan pengertian bahan galian adalah aneka ragam unsur kimia, mineral,
kumpulan mineral, batuan, bijih, termasuk batu bara, gambut, bitumen padat, panas
bumi, dan mineral radio aktif yang terjad secara alami dan mempunyai nilai
ekonomis. Berdasarkan proses pembentukannya, bahan galian dibagi menjadi 6.
Bahan galian pegmatite, bahan galian magnetit, bahan galian hasil metamorphosis
kontak, bahan galian hidrotermal, bahan galian hail pengendapan, serta bahan galian
hasil pengayaan sekunder.
Sedangkan jenis bahan galian yang akan kami bahas pada makalah ini adalah
jenis bahan galian hidrotermal (secara khusus endapan porfiri). Endapan porfiri
adalah endapan dengan tonase besar dan kadar rendah hingga sedang yang mineral
bijih utamanya secara dominan terkontrol oleh struktur dan secara spasial dan
pembentukan berhubungan dengan serial intrusi porfiri felsik hingga intermedier
(Kirkham, 1972 dalam Sinclair, 2007). Ukurannya yang besar serta kontrol struktural
(contoh: urat, set urat, stockwork, rekahan, dan breksi) membedakan endapan porfiri
dengan endapan lain yang mungkin berdekatan. Seperti skarn, urat mesothermal, dan
endapan epithermal.
Kandungan metal dari endapan porfiri sangat beragam. Logam-logam seperti Cu, Au,
Mo, Ag, Re, Sn, W, Bi, Zn, In, Pb, serta logam-logam PGE bisa hadir dalam sebuah
endapan porfiri.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas mengenai endapan porfiri
dan mengetahui secara khusus segala macam hal yang bersangkutan dengan endapan
porfiri, mengetahui proses terbentuknya, persebaran, dan manfaat dari endapan
porfiri.
1.3 Manfaat
Agar kita dapat mengetahui lebih lanjut lagi bagaimana proses pembentukan
dan permodelan endapan porfiri di Indonesia. Agar kita dapat mengetahui method
penambangan apa yang sesuai untuk endapan porfiri dan bagaimana pemanfaatan
endapan porfiri yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Endapan porfiri adalah endapan dengan tonase besar dan kadar rendah hingga
sedang yang mineral bijih utamanya secara dominan terkontrol oleh struktur dan
secara spasial dan pembentukan berhubungan dengan serial intrusi porfiri felsik
hingga intermedier (Kirkham, 1972 dalam Sinclair, 2007). Ukurannya yang besar
serta kontrol struktural (contoh: urat, set urat, stockwork, rekahan, dan breksi)
membedakan endapan porfiri dengan endapan lain yang mungkin berdekatan. Seperti
skarn, urat mesothermal, dan endapan epithermal.
Kandungan metal dari endapan porfiri sangat beragam. Logam-logam seperti Cu, Au,
Mo, Ag, Re, Sn, W, Bi, Zn, In, Pb, serta logam-logam PGE bisa hadir dalam sebuah
endapan porfiri.
Endapan porfiri terbentuk dalam hubungan yang dekat dengan intrusi epizonal dan
mesozonal porfiri. Hubungan temporal yang dekat antara aktivitas magmatik dan
mineralisasi hidrotermal dalam endapan porfiri diindikasikan oleh adanya intrusi
antar-mineral dan breksi yang terbentuk antara atau selama periode mineralisasi
(gambar 2).
Pada skala endapan bijih, struktur yang berhubungan dapat menghasilkan variasi dari
tipe mineralisasi, termasuk urat, set urat, stockwork, rekahan, crackled zones, dan
pipa breksi (gambar 3). Pada endapan porfiri yang besar dan ekonomis, urat yang
termineralisasi dan rekahan biasanya memiliki densitas yang sangat tinggi. Orientasi
dari struktur mineralisasi dapat dihubungkan dengan lingkungan stress lokal disekitar
bagian atas dari pluton atau dapat menunjukkan kondisi stress regional. Ketika
struktur mineralisasi tumpang tindih satu-sama-lain dalam sebuah batuan bervolume
besar, kombinasi dari struktur mineralisasi individual menghasilkan zona dengan
kadar bijih yang lebih tinggi dan karakteristik dari endapan porfiri berukuran besar.
Pembagian zona lokasi dari masing-masing struktur yang timbul dari tipe mineralisasi
yang berbeda dapat dilihat pada gambar 4.
Alterasi hidrotermal terjadi secara ekstensif dan biasanya mengalami zonasi pada
skala endapan dan juga pada urat dan rekahan individual. Pada banyak endapan
porfiri, zona alterasi pada skala endapan terdiri dari zona bagian dalam potassic yang
dicirikan oleh K-feldspar dan/atau biotit ( amfibol magnetit anhidrit; gambar 5)
dan zona bagian luar alterasi propylitic yang terdiri dari kuarsa, khlorit, epidot, kalsit,
dan secara lokal, albit yang berhubungan dengan pirit. Zona alterasi phyllic (kuarsa +
serisit + pirit, gambar 5) dan alterasi argilic (kuarsa + ilit + pirit kaolinit smektit
montmorillonit kalsit) yang dapat menjadi bagian dari pola zonal diantara zona
potassic dan propylitic, atau dapat menjadi zona lebih muda berbentuk irregular atau
tabular yang menumpuk diatas alterasi lebih tua dan kumpulan sulfida. Zona sulfida
ekonomis paling banyak diasosiasikan dengan alterasi potassic. Hubungan spasial
dan temporal diantara tipe berbeda dari alterasi ditunjukan secara skematik dalam
gambar 6. Sementara zona alterasi dan mineralisasi dari sebuah endapan porfiri dapat
dilihat pada gambar 7.
Model umum dari sebuah endapan porfiri diilustrasikan secara skematis dalam
gambar 8, yang menunjukkan endapan porfiri Cu yang berhubungan dengan intrusi
porfiritik kecil subvolkanik dan dikelilingi oleh zona piritik yang lebih ekstensif.
Skala lebih besar dari sistem hidrotermal ditunjukkan oleh endapan tipe peripheral
yang berhubungan dengan endapan porfiri termasuk skarn Cu, manto replacement Zn,
Pb, Ag, Au dan berbagai macam tipe dari urat logam-dasar dan logam-berharga serta
endapan yang terdapat pada breksi.
Namun, model yang paling cocok diaplikasikan untuk endapan porfiri adalah
model magmatik-hidrotermal (gambar 9), atau variasi atas model tersebut, dimana
dalam model ini metal bijih didapat secara temporal dan pembentukan dari intrusi
yang berhubungan. Sistem hidrotermal banyak-fasa berukuran besar dikembangakan
didalam dan diatas dari intrusi yang berhubungan dan umumnya berinteraksi dengan
fluida hidrotermal (bisa juga dengan air laut) pada bagian atasnya atau sampingnya.
Selama tahap penyusutan dari aktivitas hidrotermal, sistem magmatik-hidrotermal
runtuh kedalam dan digantikan oleh air yang dominannya berasal dari air meteorik.
Redistribusi, dan konsentrasi lebih lanjut dari logam, terjadi pada beberapa endapan
selama tahap penyusutan.
Endapan Porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar, lebih dari 50%.
Endapan porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenik, contohnya pada lingkar
Pasifik. Contoh endapan ini di Indonesia, terdapat di Grassberg, Selogiri-Wonosari.
Lowell-Guibert membagi endapan porfiri menjadi beberapa zona bedasarkan asosiasi
mineralnya, yaitu:
a. Potassic Zone
b. Phyllic Zone
tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: vein quartz, sericite
and pyrite and minor chlorite, illite dan rutile menggantikan K-spar and
biotite.
c. Argillic Zone
tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: mineral lempung
kaolinite dan montmorillonite dengan sedikit disseminated pirit. Plagioclase
teralterasi kuat, K-spar tidak terpengaruh, dan biotit mengalami kloritisasi.
d. Propylitic Zone
selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: klorit, kalsit dan minor
epidote. Mineral mafik terubah sangat kuat sedangkan plagioklas sedikt
terubah.
a. Inner Zone
b. Ore Zone
berada pada perbatasan zona potasik dan filik. Pyrite 5-10% dan rasio py/cp
sekitar 2.5:1. Mineral bijih utama: chalcopyrite yang hadir sebagai stockwork
veinlet. Mineral bijih lainnya: bornite, enargite and chalcocite.
c. Pyrite Zone
lebih banyak terdapat pada zona filik dan argilik. Kandungan pirit tinggi (10-
15%) dan rasio py/cp sekitar 15:1. Mineralisasi hadir sebagai urat dan
disseminasi.
d. Outer Zone
Endapan Porfiri adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu intrusi yang bersifat
intermedier-asam, yang kemudian terjadi kontak dengan batuan samping yang
mengakibatkan terjadinya mineralisasi. Porfiri bersifat epigenetik. Produk utama dari
Porfiri adalah Cu-Au atau Cu-Mo. Endapan Porfiri adalah endapan penghasil
tembaga (Cu) terbesar, lebih dari 50 %. Endapan porfiri umumnya terbentuk pada
jalur orogenik, contohnya pada lingkar Pasifik.
Endapan bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan Complex
Subvolcanic Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada umumnya berkomposisi
granodioritik, sebagian terdeferensiasi ke batuan granitik dan monzonit. Bijih tersebar
dalam bentuk urat-urat sangat halus yang membentuk meshed network sehingga
derajat mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat retakan yang terdapat pada
batuan induknya (hosted rock). Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi
hidrotermal maka mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan
metamorf kontak seperti kuarsit, marmer dan skarn.
Ketika struktur mineralisasi tumpang tindih satu sama lain dalam sebuah
batuan bervolume besar, kombinasi dari struktur mineralisasi individual
menghasilkan zona dengan kadar bijih yang lebih tinggi dan karakteristik dari
endapan porfiri berukuran besar.
Endapan porfiri adalah suatu endapan primer (hipogen) yang berukuran relatif
besar dengan kadar rendah sampai medium, Pada umumnya dikontrol oleh struktur
geologi, Secara spasial dan genetik berhubungan dengan intrusi porfiritik felsik
sampai dengan intermediet.
Emas Grasberg sebagai unsure logam ikutan dari jenis mineralisasi yang sama
merupakan cadangan terbesar di dunia. Cebakan tembaga tipe porfiri di Indonesia
dapat dijumpai di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku, dan Papua. Tetapi hanya cebakan porfiri Grasberg dan Batu Hijau yang
dapat diusahakan secara ekonomis. Beberapa cebakan berkadar rendah di antaranya
belum layak untuk diusahakan apabila dikaitkan dengan kondisi harga tembaga pada
saat ini. Sementara setelah ditetapkannya batas kawasan Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone; maka cebakan tembaga porfiri di Cabang Kiri, Cabang Kanan dan
Sungai Mak di Bone Bolango, Gorontalo tidak dapat diusahakan karena menjadi
bagian dari kawasan taman nasional tersebut. Tambang Grasberg dan Batu Hijau
menurut skala dunia termasuk kedalam kategori ukuran raksasa. Dengan radius
bukaan akhir tambang berdiameter lebih dari dua kilometer dan kedalaman sekitar
satu kilometer diperlukan pembangunan infrastruktur penambangan dan pengolahan
berkapasitas besar. Pada dua lokasi tambang tersebut dapat dijumpai truk, buldozer,
dan shovel berukuran raksasa, sama halnya dengan instalasi permukaan, penggerusan,
pengolahan dan infrastruktur pendukung lainnya, yang seluruhnya berkapasitas
sangat besar. Pengusahaan pertambangan bijih tembaga berskala besar pertama di
Indonesia dilakukan di Papua, yaitu dari cebakan Grasberg dan Eastberg, kemudian
disusul oleh pengusahaan pertambangan kedua dari cebakan Batu Hijau di Sumbawa.
Cebakan Grasberg dan Batu Hijau merupakan cebakan tembaga primer berjenis Cu-
Au porfiri, berdimensi besar, dimana penambangan dilakukan dengan metode
tambang terbuka.
a. Sebagai campuran untuk membuat perunggu (Cu 90% dan Sn10%) untuk
membuat patung, indutri arloji, atau ornament
e. Sebagai campuran untuk membuat kuningan (Cu 70% dan Zn 30%) untuk
membuat aksesoris, alat musik, atau ornament
b. Tembaga (II) Sulfat (CuSO4), sebagai antilumut pada kolam renang dan
memberikan warna biru pada air, pengawet kayu, penyepuhan dan zat
aditif dalam radiator
c. Tembaga (II) Klorida (CuCl2), sebagai pewarna keramik dan gelas, pabrik
tinta, untuk menghilangkan kandungan belerang pada pengolahan minya,
dan fotografi serta pengawet kayu dan katali