Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

PRAKTIKUM ALTERASI HIDROTERMAL


ACARA II : TEKSTUR KHUSUS ALTERASI HIDROTERMAL

OLEH:
ANDRIANI FUTEL
D061201084

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alterasi hidrotermal adalah perubahan komposisi mineral dari suatu batuan

akibat adanya interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan samping atau

wall rock yang dilaluinya. Proses alterasi akan menyebabkan terubahnya mineral

primer menjadi mineral sekunder yang kemudian disebut dengan mineral yang

teralterasi (alteration minerals). Mineral-mineral ubahan ini hadir dalam bentuk

kumpulan mineral yang berdasarkan dari beberapa faktor kemudian akan

dikelompokkan menjadi zona atau yang dikenal dengan zona alterasi. Yang

dimana antara zona alterasi yang satu dengan lainnya akan dibatasi oleh kehadiran

mineral-mineral khas

Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks karena terjadi

perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur oleh akibat adanya interaksi

larutan hidrotermal dengan batuan samping (wall rock) yang dilaluinya pada

kondisi fisika-kimia tertentu.

Tekstur khusus pada endapan hidrotermal adalah salah satu cara untuk

mengetahui proses yang terjadi pada endapan tersebut. Oleh karena itu

mempelajari tekstur khusus adalah salah satu hal penting dalam pengidentifikasian

dari suatu endapan hidrotermal. Maka dilaksanakanlah praktikum ini untuk agar

praktikan dapat mempelajari sistem alterasi hidrotermal melalui pengamatan

tekstur khusus.
1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum ini agar praktikan lebih mengetahui tentang

tekstur khusus alterasi hidrotermal melalui sampel batuan langsung. Adapun

tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui jenis tekstur khusus dari sampel yang diamati

2. Menentukan mineral primer dan alterasi dari sampel yang diamati

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah

sebagai berikut.

1. LKP (Lembar Kerja Praktikum)

2. Buku Rocks & Mineral

3. Buku Referensi Endapan Mineral

4. Klasifikasi Batuan Beku

5. Loupe

6. Alat Tulis Menulis

7. Penggaris

8. HCl
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alterasi Hidrotermal

Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100°C-500°C) sisa

pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya

dan membentuk mineral-mineral tertentu. Larutan hidrotermal umumnya

terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah.

Alterasi hidrotermal adalah perubahan komposisi mineral dari suatu batuan

akibat adanya larutan hidrotermal dengan batuan tersebut. Proses alterasi akan

menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder yang

kemudian disebut dengan mineral yang teralterasi (alteration minerals). Alterasi

hidrotermal merupakan proses yang kompleks karena terjadinya perubahan secara

mineralogi, kimia dan tekstur oleh akibat adanya interaksi larutan hidrotermal

dengan batuan samoing (wall rock) yang dilaluinya pada kondisi fisika-kimia

tertentu. (Parajno, 1992)

Ada tiga hal yang menjadikan penyelidikan terhadap proses alterasi sangat

penting dalam mempelajari suatu endapan hidrotermal, yaitu;

a. Komposisi kimia dan struktur dari mineral-mineral yang terbentuk dari hasil

proses alterasi merupakan respons terhadap kondisi pembentukannya. Oleh

karena itu, mineral atau kumpulan mineral-mineral alterasi akan

memberikan informasi tentang kondisi kimia-fisika dari proses hidrotermal

yang terjadi.
b. Mineral-mineral alterasi pada umumnya dijumpai pada zona yang akan

menggambarkan kondisi pembentukannya.

c. Mengenali zonasi mineral-mineral hasil alterasi akan sangat membantu

dalam mengidentifikasi jalur dari larutan hidrotermal yang akan membawa

kita kepada jalur mineralisasi.

2.2 Faktor pada proses alterasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses alterasi hidrotermal meliputi :

a. Suhu

Suhu merupakan hal yang paling penting dalam proses alterasi karena

hampir semua reaksi kimia yang terjadi diakibatkan oleh adanya kenaikan suhu.

b. Permeabilitas

Permeabilitas dari suatu batuan akan menentukan intensitas pengaruh

larutan hidrotermal terhadap batuan dan kecepatan presipitasi mineral-mineral

baru. Batuan yang memiliki permeabilitas kecil akan menyebabkan tingkat

pengaruh alterasi yang tidak signifikan.

c. Komposisi awal batuan

Komposisi kimia awal dari batuan yang terkena larutan hidrotermal akan

menentukan komponen-komponen yang akan terbentuk akibat proses alterasi.

d. Komposisi fluida

pH dan komposisi fluida mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

menentukan tingkat kecepatan dan jenis mineral-mineral hidrotermal yang

terbentuk.
2.3 Zona Alterasi

Zona alterasi (alteration zone) merupakan suatu zona yang memperlihatkan

adanya penyebaran himpunan mineral-mineral tertentu yang terbentuk dari hasil

proses alterasi.

Pengelompokan alterasi umumnya didasarkan pada keberadaan himpunan

mineral-mineral tertentu yang dijumpai pada suatu endapan.

Adapun macam-macam alterasi yang umum dijumpai pada endapan

hidrotermal yaitu antara lain :

a. Potasik

Jenis alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral ubahan berupa biotit

sekunder, k-feldspar, kuarsa, serisit, dan magnetit. Biotit sekunder hadir akibat

reaksi antara mineral-mineral mafik terutama hornblend dengan larutan

hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar, maupun piroksin.

Selain itu, tipe alterasi ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-

alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil

albit dan titanit atau rutil.

Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat dengan batuan beku

intrusif porfiri, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter

magmatik yang kuat. Alterasi ini diakibatkan oleh penambahan unsur potasium

(K) pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sedikitnya unsur

kalsium dan sodium di dalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat.

Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini terbentuk
menyebar tempat mineral tersebut merupakan mineral-mineral sulfida yang terdiri

atas pirit maupun kalkopirit dengan rasio yang relatif sama.

b. Filik

Tipe alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik

terutama pada endapan tembaga porfiri. Batas zona alterasi ini berbentuk circular

yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi pada endapan

tembaga porfiri. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit (mika halus) dan

kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah

anhidrit. Mineral bijih yang dijumpai berupa kalkopirit, tembaga dan native gold

(emas). Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang

merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang

stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+,

menjadi mineral filosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral

kuarsa-serisit-pirit, dengan kehadiran pirit yang sangat melimpah yang umumnya

tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Zona ini

terbentuk akibat influks air yang memiliki suhu yang lebih rendah dan fluida

asam-netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.

c. Argilik

Zona ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan

montmorilonit. Kehadiran zona ini menandakan semakin intensnya kehadiran

influks air meteorik yang memiliki suhu dan nilai pH yang lebih rendah.

Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°C–300°C

(Pirajno, 1992), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.


d. Argilik lanjut

Pada sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),

ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan

mineral pirofilit-diaspor-andalusit-kuarsa-turmalin-enargit-luzonit (untuk suhu

tinggi, 250°C–350°C), atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-

pirit (untuk suhu rendah <180°C).

e. Propilitik

Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,

illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°C–300°C

pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang

mempunyai permeabilitas rendah.

f. Propilitik dalam

Tipe alterasi ini dijumpai pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya

klorida, pH mendekati netral), umumnya menunjukkan zona alterasi seperti pada

sistem porfiri, tetapi menambahkan istilah inner propylitic untuk zona pada bagian

yang bersuhu tinggi (>300°C) yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit,

klorit, dan ilit.

Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan

mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage.

Secara umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan batuan

akan mencerminkan tipe alterasi tertentu. Tabel dibawah memperlihatkan zona

alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya

berdasarkan hubungan antara suhu dan pH larutan. Tabel 2.1 dibuat oleh Guilbert
& Park (1986) dan Tabel 2.2 dibuat oleh Corbett & Leach (1996) dan beberapa

modifikasi dari sumber lainnya.

Tabel 2.1 Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral

Tabel 2.2 Klasifikasi tipe alterasi dan himpunan mineralnya


pada endapan epitermal sulfidasi rendah

Corbett & Leach (1996) mengemukakan bahwa komposisi batuan samping

mempunyai peran yang sangat penting dalam mengontrol mineralogi alterasi.

Mineralogi skarn yang dicirikan dengan kehadiran mineral-mineral karbonat akan

terbentuk pada batuan karbonatan, sementara kehadiran kumpulan mineral

adularia dan K-felspar menunjukkan lingkungan batuan yang kaya akan

kandungan potasium (K). Paragonit (Na-mika) akan hadir pada proses alterasi

pada batuan yang kaya akan mineral dengan kandungan sodium (Na) seperti albit.
Kehadiran muskovit menegaskan proses alterasi yang terjadi pada batuan kaya

akan unsur potasik (K).

Zona alterasi di atas sering kali dijumpai tidak berurutan dan saling tumpang

tindih satu sama lain yang disebut dengan overprinting. Pola alterasi tersebut akan

sangat bergantung dari jenis endapan hidrotermal dan umumnya setiap jenis

endapan akan memperlihatkan zonasi alterasi yang berbeda satu sama lainnya.

Pada umumnya, zonasi alterasi yang dijumpai pada endapan epitermal akan

memperlihatkan perubahan secara lateral dari tubuh batuan pembawa larutan

hidrotermal ataupun dari tubuh vein, sedangkan untuk endapan tembaga porfiri,

zonasi alterasi akan membentuk seperti sebuah penampang yang menyerupai halo

yang berasosiasi dengan tubuh intrusi.

2.4 Tekstur Khusus Endapan Hidrotermal

Larutan hidrotermal yang bersifat cair akan dengan dapat dengan mudah

melalui bidang-bidang rekahan pada batuan yang dilewatinya kemudian

mengalami proses pendinginan dan mengendapkan ion-ion logam yang

membentuk endapan dalam bentuk vein atau urat.

Endapan hidrotermal dicirikan dengan adanya endapan tipe urat atau vein

type deposit, yang merupakan daeran tempat mineralisasi bijih terjadi dan

membentuk tubuh yang diskordan (memotong tubuh batuan yang ada di

sekelilingnya). Kebanyakan urat-urat terbentuk pada zona-zona patahan atau

mengisi rongga-rongga pada batuan atau rekahan. Urat-urat ini yang kemudian

akan membentuk sebuah kenampakan tekstur tertentu yang dikontrol oleh proses

pembentukannya.
Marrison dkk. (1990) mengklasifikasikan tekstur kuarsa pada endpan

epitermal. Tekstur ini dikelompokkan berdasarkan genetiknya, salah satunya

adalah tekstur pertumbuhan primer yaitu tekstur yang menunjukkan presipitasi

atau pertumbuhan dalam tahap awal kristalisasi di open space. Yang termasuk

dalam tekstur ini yaitu antara lain :

a. Tekstur Colloform

Tekstur yang memperlihatkan adanya kesan perlapisan kalsedon yang halus

dengan bentuk botroydal di penampang dan permukaan seperti ginjal (lonjong).

b. Tekstur Crustiform

Tekstur yang memperlihatkan perlapisan yang mempunyai orientasi parallel

terhadap dinding urat (vein) dan dipertegas oleh adanya perbedaan pada

komposisi mineral dan warnanya. Tekstur ini terbentuk akibat dari pengisian

rekahan pada dinding bukaan secara rhythmically atau berlapis dan berulang,

pada umumnya bentuk atau morfologi tekstur ini mempunyai bentuk berlapis dan

berulang-ulang atau mempunyai rhytme.

c. Tekstur Cockade

Tekstur cockade secara megaskopis dicirikan dengan adanya suatu mineral

yang tampak menyelimuti fragmen dalam tubuh urat. Tekstur cockade terbentuk

ketika larutan hidrotermal melewati suatu tubuh breksi dalam lingkungan

epitermal. Matriks breksi yang biasanya berpori menjadi salah satu jalan bagi

larutan hidrotermal untuk menuju kepermukaan. Ketika sedang melewati matriks

tersebut, terjadilah deposisi atau pengendapan kalsit diantara fragmen breksi.


Deposisi kalsit terjadi karena larutan hidrotermal kehilangan kandungan

karbondioksida (CO2) di dalamnya.

d. Tekstur Comb

Tekstur ini memperlihatkan sebuah kumpulan Kristal-kristal yang euhedral-

subhedral membentuk seperti gigi yang menyerupai sisir. Tekstur ini terbentuk

akibat adanya pengisian celah oleh larutan-larutan hidrotermal yang selanjutnya

mangakibatkan pembentukan mineral di sepanjang dinding bagian dalam rekahan.

Kristal-kristal kemudian tumbuh ke bagian tengan dari rekahan sehingga bentuk

atau morfologinya menyerupai sisir.

e. Tekstur Saccharoidal

Tekstur ini dicirikan oleh kumpulan butiran massif yang berwarna putih

susu atau mempunyai kilap kaca dengan bentuk menyerupai kumpulan gula.

Pembentukan tekstur saccharoidal dengan komposisi karbonat terjadi karena

kondisi yang ada lebih memungkinkan untuk mengendapkan kalsit dari pada

kuarsa. Terbentuknya kristal kalsit berbentuk euhedral namun berukuran halus

dikarenakan kecepatan pengendapan dan kristalisasi kalsit. Tekstur saccharoidal

dengan komposisi karbonat yang terganti silika menunjukkan bahwa terdapat

larutan hidrotermal baru yang melewati tekstur saccharoidal kalsit sehingga kalsit

larut dan terganti oleh silica.

f. Tekstur Lattice

Secara megaskopis, kenampakan tekstur lattice bladed dicirikan dengan

bentuk pipih yang saling berpotongan satu sama lain dari mineral kalsit maupun

kuarsa. Selain kuarsa, kalsit merupakan mineral yang umum dijumpai pada
endapan epitermal. Tekstur lattice bladed yang berbentuk pipih mengindikasikan

terjadi proses pemanasan (boiling) pada lingkungan epitermal. Menurut Moncada

et al (2012) Morfologi kalsit yang pipih (bladed) pada tekstur Lattice Bladed erat

kaitanya dengan kondisi boiling yang terjadi pada sistem geotermal. Pada kondisi

boiling, terjadi pelepasan karbondioksida menjadi fasa uap. Proses lepasnya

karbondioksida menjadi fasa uap tersebut berlangsung dengan cepat sehingga

pertumbuhan kristal kalsit menjadi sangat cepat pula. Akibatnya, kristal kalsit

tidak dapat terbentuk secara sempurna.

Gambar 2.1 (a) tekstur crustiform (b) tekstur comb


(c) tekstur colloform (d) tekstur saccharoidal
(e) tekstur cockade
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Tahapan Pendahuluan

Pada tahap ini praktikan mengikuti asistensi acara dimana akan diberikan

penjelasan mengenai materi dari acara yang akan dipraktikumkan. Pada tahap ini

juga praktikan diberikan tugas pendahuluan sebagai bahan pembelajaran bagi

praktikan mengenai materi yang akan dipraktikumkan.

3.2 Tahap Praktikum

Kegiatan praktikum dilakukan di Laboratorium Geofield, Departemen

Teknik Geologi. Pada tahap praktikum, hal pertama yang dilakukan adalah

praktikan akan melakukan respon untuk mengetahui sampai mana pengetahuan

praktikan mengenai alterasi hidrotermal.

Praktikum dilakukan dengan mendeskripsi batuan, hal ini meliputi deskripsi

litologi serta kandungan mineral yang ada pada batuan tersebut, baik mineral

primer maupun mineral ubahan hasil hidrotermal, kemudian diamati pula tekstur

khusus yang nampak pada sampel. Deskripsi ini diisi sesuai dengan yang ada pada

LKP atau Lembar kerja praktikan. Pada praktikum kali ini praktikan mendeskripsi

12 sampel batuan.

3.3 Tahap Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan analisis kembali terhadap sampel yang telah

dideskripsi melalui asistensi dengan asisten masing-masing yang telah ditentukan.


3.4 Pembuatan Laporan

Pada tahap ini dibuat laporan berdasarkan dengan data-data yang benar hasil

dari analisis sebelumnya. Laporan disusun sesuai dengan format laporan yang

telah diberikan.

Gambar 3.1 Diagram alir praktikum


DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syafrizal, Teti Indriati., Karakteristik Mineralisasi Endapan Epitermal Pada
Prospek Arinem Di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal Geomine, Volume
8, Bandung, 2020
Bateman, A.M. dan Jensen, M.L. 1981. Economic Mineral Deposites, John Wiey
& Sons, Inc. New York.
Corbett, G.J. & T.M. Leach. 1996. "Southwest Pacific Rim gold - copper systems:
structure, alteration and mineralization".
Guilber, J.M., C.F. Park. 1986. The geology of ore deposit. Freeman
Lowell, J. & J. Guilbert. 1970. "Lateral and vertical alteration–mineralization
zoning in porphyry ore deposits".Economic Geology
Maulana, Adi. 2017. Endapan Mineral. Ombak: Yogyakarta
Noor, Djauhari 2009. Pengantar Geologi. Bogor : PT. Graha Ilmu.
Pirajno, Franco. 2009. Hydrothermal Processes and Mineral Systems. Springer
Geological Survey of Western Australia, Perth, Australia Barat.
Sukandarrumidi, dkk. 2015. Mengenal Mineral Secara Megaskopis. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Thompson, A. J. B., J.F.A. Thompson, and R. Allen. 1996. Atlas of alteration: a
field and petrographic guide tohydrothermal alteration minerals. St. John’s,
Nfld: Geological Association of Canada, Mineral Deposits Division.
L
A
M
P
I
R
A
N

Anda mungkin juga menyukai