Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis adalah suatu upaya penguraian satu pengertian ilmiah yang
bertujuan untuk menentukan susunan bahan baik secara kualitatif, kuantitatif,
maupun struktur.
Analisis kuantitatif adalah analisis kimia yang menyangkut penetuan jumlah zat
tertentu yang ada di dalam suatu sample. Analisis kuantitatif terdiri atas analisa
titrimetri, analisa gravimetri dan analisa instrumental. Analisis titrimetri berkaitan
dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui yang
diperlukan untuk bereaksi dengan analit dan merupakan suatu metode yang
bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis
atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya, sedangkan apabila salah satu
larutannya diketahui konsentrasinya, larutan ini disebut larutan standar. Ada 4
macam reaksi yang digunakan dalam titrasi yaitu reaksi asam-basa, reaksi redoks,
reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks. Titrasi asam basa disebut
reaksi penetralan atau juga titrasi netralisasi yaitu titrasi yang didasarkan pada
reaksi antara suatu asam dengan basa dan merupakan teknik untuk menenutukan
kosentrasi asam atau basa. Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara
cermat mengamati perubahan warna, hal ini dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Dalam proses
titrasi suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan yang
volumenya telah diketahui, sampai tercapai titik ekuivalen (jumlah stoikhiometri
perbandingan mol) dari kedua peraksi. yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator disebut titik ekuivalen. Dengan demikian melakukan suatu
percobaan titrasi, praktikan harus mampu mencampurkan 2 zat atau lebih yang
berbeda serta mampu menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang
dianalisis.
Dalam kehidupan sehari-hari, titrasi banyak diterapkan, Salah satu
penerapan titrasi adalah penentuan kadar NH3 atau lebih dikenal amonia. Amonia
merupakan senyawa nitrogen dan hidrogen yang mempunyai aroma yang
menyenagat dan aromanya sangat khas. Terbentuknya molekul amonia berasal
dari ion nitrogen yang bermuatan negatif dan tiga ion hidrogen yang bermuatan
positif, karena itulah secara kimia direpresentasikan sebagai NH3. Amonia bisa
terjadi secara alami atau bisa juga diproduksi. Amonia tersedia dalam bentuk gas
dan cair dengan didefinisikan bau yang menyengat kuat. Amonia biasanya
digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pupuk, amonia sangat dibutuhkan
dalam industri pupuk. Senyawa ini dibuat melalui reaksi antara gas nitrogen dan
gas hidrogen.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan praktikum mengenai
titrasi asam-basa, guna mengetahui kadar ammonia pada pupuk ZA dan pengaruh
pupuk terhadap tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat dan menentukan standarisasi larutan Na2CO3
sebagai larutan baku ?
2. Bagaimana cara menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA merk ”petro” ?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2CO3 sebagai baku
2. Menentukan kadar NH3 pada pupuk ZA merk “petro”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Titrasi
Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan
standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang
tidak dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi
larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat
tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum
larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif
rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi(Underwood 1998).
2. Syarat – Syarat Bahan Standar Utama :
Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar utama dan asam atau basa
harus memenuhi syarat syarat untuk analisis titrimetri. Selan itu, standar utama
harus mempunyai karakterisik berikut ini.
a. Harus tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Secara umum, jumlah total pengotor harus tidak melebihi
0,01 sampai 0,02%.
b. Zat harus mudah mengering dan tidak boleh terlalu higroskopis karena hal
itu dapat mengakibatkan air terikut saat penimbangan. Zat tersebut tidak
boleh kehilangan berat saat terpapar udara. Hidrat-hidrat garam umumnya
tidak digunakan sebagai standar utama.
c. Standar utama itu diinginkan memiliki berat ekuivalen yang tinggi untuk
meminimalkan galat akibat kesalahan saat penimbangan.
d. Asam atau basa tersebut lebih disukai yang kuat karena sangat terdisosiasi.
Namun demikian, asam basa lemah dapat digunakan sebagai standar utama,
tanpa kerugian yang berarti khususnya ketika larutan standar tersebut
digunakan menganalisis sampel dari asam atau basa lemah. (Underwood,
1998).
3. Titrasi Penetralan
Dasar reaksi pada titrasi penetralan adalah reaksi antara ion Hidrogen
(H+) dengan ion Hidrogen (OH-) yang membentuk garam dan juga air (H2O).
Titrasi mengacu pada proses pengukuran volume dari titran yang dibutuhkan
untuk mencapai titik ekivalen. Reaksi yang dipergunakan untuk titrasi
penetralan, salah satunya adalah reaksi Asam-Basa.
Reaksi Asam-Basa dapat ditentukan dengan menggunakan metode Titrimetrik,
dimana reaksinya yaitu:
HA + OH- → A- + H2O (analit asam, titran basa)
BOH + H3O+ → B+ + 2H2O (analit basa, titran asam) (Underwood, 1998).
Secara umum metode titrimetri didasarkan pada reaksi sebagai berikut.
aA + T → produk
Dimana A : molekul analit, bereaksi dengan T untuk menghasilkan produk
yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan (larutan
standar) konsentrasi dan pH nya telah diketahui. Saat ekuivalen mol titran sama
dengan mol analitnya, begitu pula mol ekuivalennya juga berlaku sama.
n titran = n analit
n. ekuivalen titran = n ekuivalen analitnya
dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi kedua
(Ibnu, 2004).
Macam-macam reaksi penetralan :
a. Asidimetri
Titrasi penetralan yang melibatkan larutan basa dengan asam yang
diketahui konsentrasinya. Asidemetri merupakan penetapan kadar secara
kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan larutan baku asam.
b. Alkalimetri
Titrasi penetralan yang melibatkan larutan asam dengan basa yang
diketahui konsentrasinya. Alkalimetri merupakan penetapan kadar
senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan mengguakan larutan baku
basa (Ibnu, 2004).
Penetralan asam kuat oleh basa kuat

Figure 1 Kurva Titrasi Asam Kuat oleh Basa Kuat


Titik ekivalen terjadi pada saat pH larutan 7, dimana asam dan basa tepat habis
bereaksi. Untuk menunjukkan titik ekivalen dapat digunakan indikator metil
merah, metil jingga, bromtimol biru atau fenolftalein Indikator-indikator tersebut
menunjukkan perubahan warna pada sekitar titik ekivalen. Fenolftalein lebih
sering digunakan karena memberikan perubahan warna yang lebih tajam disekitar
titik ekivalen.
Penetralan asam lemah oleh basa kuat

Figure 2 Kurva Titrasi Asam Lemah oleh Basa Kuat


Titik ekivalen berada diatas 7, yaitu antara 8 dan 9. Lonjakan perubahan pH antara
pH ± 7 sampai pH ± 10. Sebagai indikator digunakan fenolftalein, karena jika
menggunakan metil merah akan terjadi perubahan warna sebelum tercapai titik
ekivalen.
Penetralan Basa Lemah oleh Asam Kuat.

Figure 3 Kurva Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat


Titik ekivalen berada dibawah 7, lonjakan perubahan pH antara pH ± 7
sampai pH ± 4. Sebagai indikator digunakan metil merah (trayek ; 4,2 - 6,3).
(Underwood, 1998)
Titrasi bertujuan untuk menyatakan konsentrasi dari suatu larutan, yaitu
relatif dari larutan dan pelarut. Sistem molaritas dan normalitas paling sering
digunakan. Formalitas dan konsentrasi analit amat berguna untuk penguraian atau
pembentukan kompleks terjadi.
Molaritas dinyatakan dengan :
M=

Dengan n=

Sedangkan formalitas didefinisikan sebagai


F=

Dengan nf =

Sehingga F=

4. Natrium karbonat (Na2CO3) untuk standarisasi asam kuat


Garam ini tersedia dalam bentuk garam murni, bersifat sedikit higroskopis,
tetapi mudah ditimbang. Karbonat tersebut ditritrasi menjadi asam karbonat
dengan indikator metil jingga (trayek pH 3,1-4,4 dari merah ke kuning). Dalam
kasus ini berat equivalennya adalah setengah berat molekulnya yaitu 0,5621 gram.
Berbagai zat asam dan basa, baik anorganik maupun organik dapat ditentukan
dengan titrasi asam-basa, diantaranya nitrogen, belerang, boron, karbonat, gugus
fungsi organik, dan lain-lain.
Penentuan nitrogen dilakukan dengan titrasi amonia dengan asam kuat. Jika
amonia terdapat sebagai garam amonia dengan oksidasi -3 amonia dibebaskan
dengan penambahan basa kuat.
5. Metode analisis
Titrasi asam basa adalah metode analitis untuk menentukan jumlah asam
atau basa dalam sampel. Larutan yang direaksikan ini salah satunya disebut
larutan baku. Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan
tepat dan dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain. Larutan
baku ada dua yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku
primer adalah larutan baku yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan jalan
menghitung dari berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Larutan baku
sekunder adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara
titrasi terhadap larutan baku primer (Erlina, 2011).
Larutan baku primer itu haruslah memenuhi karakteristik berikut:
a. Harus tersedia dengan mudah dalam bentuk murni atau dalam keadaan
kemurnian tertentu yang diketahui dengan harga yang wajar. Pada umumnya,
banyaknya ketidak murnian tak boleh melebihi 0,01 % sampai 0,02 % dan
harus dimungkinkan untuk menguji ketidak murnian secara kualitatif dengan
kepekaan yang diketahui.
b. Zat itu haruslah stabil, mudah dikeringkan, dan tidak boleh terlalu
higroskopik sehingga menyerap air, sementara ditimbang tak boleh susut bila
dibiarkan di udara. Biasanya hidrat garam tidak digunakan sebagai standar
primer.
c. Diinginkan agar standar primer itu mempunyai bobot ekuivalen yang wajar
tingginya agar galat dalam penimbangan dapat diminimumkan (Underwood,
1986).
Gambar 1.1. Kurva titrasi (a) Titrasi HCl dengan NaOH. Perubahan
pH yang cepat di titik ekivalen bersifat khas. (b) Titrasi
CH3COOH dengan NaOH. Perubahan pH di titik ekivalen
tidak begitu cepat.

Gambar 1.2. Kurva titrasi NH3 dengan HCl (Takeuchi, 2006).


6. Indikator
Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam
rentang pH yang sempit. Jenis indikator yang khas adalah asam organik yang
lemah yang mempunyai warna berbeda dari basa konjugatnya. Lakmus berubah
dari merah menjadi biru bila bentuk asamnya di ubah menjadi basa. Indikator
yang baik mempunyai intensitas warna yang sedemikian rupa sehingga beberapa
tetes larutan indikator encer yang harus ditambahkan kedalam larutan yang sedang
diuji. Konsentrasi molekul indikator sangat rendah ini hampir tidak berpengaruh
terhadap pH larutan. Perubahan warna indikator mencerminkan pengaruh asam
dan basa lainnya yang terdapat dalam larutan (Oxtoby, 2001).
Tabel 1.1. Beberapa Indikator AsamBasa
Perubahan warna dengan
Indikator Jangka pH
naiknya Ph
Asam pikrat Tak berwarna ke kuning 0,10,8
Biru timol Merah ke kuning 1,22,8
2,6-Dinitrifenol Tak berwarna ke kuning 2,04,0
Kuning metil Merah ke kuning 2,94,0
Biru bromtimol Kuning ke biru 3,04,6
Jingga metil Merah ke kuning 3,14,4
Hijau bromkresol Kuning ke biru 3,85,4
Merah metil Merah ke kuning 4,26,2
Lakmus Merah ke biru 5,08,0
Ungu metil Ungu ke hijau 4,85,4
p-Nitrofenol Tak berwarna ke kuning 5,67,6
Ungu bromkresol Kuning ke ungu 5,26,8
Biru bromtimol Kuning ke biru 6,07,6
Merah netral Merah ke kuning 6,88,0
Merah fenol Kuning ke merah 6,88,4
p-a Naftolfalein Kuning ke merah 7,09,0
Fenolftalein Tak berwarna ke merah 8,09,6
Timolftalein Tak berwarna ke biru 9,310,6
Kuning R alizarin Kuning ke lembayung 10,112,0
1, 3, 5-Trinitrobenzena Tak berwarna ke jungga 12,014,0
(Underwood, 1986).
7. Aplikasi Titrasi Penetralan
Pupuk urea adalah pupuk yang paling banyak digunakan di Indonesia. Bila
pupuk urea ditambahkan kedalam tanah yang lembab, maka urea mngalami
hidrolisis dan berubah menjadi ammonium karbonat. Maka sebelum hidrolisis
terjadi, urea bersifat mobil seperi nitrat dan ada kemungkinan tercuci kebawah
zona perakaran. Kejadian ini dimungkinkan terutama jika curah hujan tinggi dan
strukur tanah yang lemah. Disamping itu perlu diperhatikan sifat urea yang dapat
berubah menjadi nitrat ini, karena hal ini memperbesar turunnya efisiensi urea.
Untuk mengurangi sifat sifat yang merugikan dari urea diusahakan membungkus
butiran urea dendan SCU (Sulfur Coated Urea ) (Takeuchi, 2006).
8. Kelebihan Titrasi
a. Presisi tinggi sampai 1 bagian dalam 1000
b. Alat sederhana dan cepat
(Svehla, 1979).
9. Kekurangan Titrasi
Tidak semua reaksi kimia dapat menjadi reaksi dasar titrasi. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi untuk titrasi antara lain :
a. Reaksi yang berlangsung dapat dituliskan dalam suatu reaksi kimia
sederhana. Analit dan reagen/titran dapat bereaksi sempurna pada suatu
persamaan stoikiometri.
b. Reaksi berlangsung relatif cepat. Pada beberapa titrasi dapat digunakan
katalis untuk mempercepat reaksi.
c. Harus terdapat perubahan fisik atau kimia pada larutan titrasi pada saat titik
ekuivalen.
d. Terdapat indikator yang mengalami perubahan fisik (warna atau
pembentukan endapan) yang dapa diamati dengan jelas di titik akhir titrasi.
Jika titik akhir tidak teramati dengan indicator kimia maka penentuan titik
ekuivalen dapat ditentukan secara potensiometri, konduktimetri, amperometri
dan spektrofotometri. (Svehla, 1979).
10. Pengaruh Ammonia Terhadap Tanaman
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia
sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi
Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15
menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8
jam untuk 25 ppm volume. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Amonia umumnya
bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat
lemah (pKa=9.25). Ammonia mempunyai berat molekul 17,03 gr/mol, pada
tekanan atmosfir NH3 berbentuk gas dan tidak berwarna, berbau menyengat serta
sangat mudah larut dalam air dan eter, NH3 juga bersifat mudah meledak , beracun
dan menyebabkan iritasi (Permanasari, 2001).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
A. alat-alat:
1. Botol timbang 4 buah
2. Labu ukur 250 mL 1 buah
3. Buret 50mL 1 buah
4. Statif dan klem 1 buah
5. Erlenmeyer 250mL 3 buah
6. Pipet tetes 5 buah
7. Pembakar spiritus 1 buah
8. Corong kecil 1 buah
9. Kaki tiga 1 buah
10. Kasa I buah
11. Gelas ukur 10 mL 1 buah
12. Gelas kimia 250mL 1 buah
3.2 Bahan-bahan:
1. Na2CO3
2. Aquades
3. Pupuk ZA merk “Petro”
4. Indikator metil jingga
5. Indikator metil merah
6. HCl
7. NaOH
3.3 Alur Percobaan
1. Penetralan Larutan Asam Klorida
Ditimbang dengan teliti ± 0,5261 gram Natrium Karbonat (Na2CO3) anhidrat
murni dalam botol timbang. Lalu dipindanhkan ke dalam labu ukur 100 mL,
dilarutkan dengan air suling dan diencerkan sampai tanda batas. Labu ukur
dikocok agar tercampur dengan baik. Buret yang sudah disiapkan dibilas bersih
dengan 5ml larutan HCl sampai tiga kali. Buret di isi dengan larutan HCl sampai
2-3 cm di atas titik nol. Kran dibuka perlahan-lahan agar semua bagian buret di
bawah kran terisi dan tidak ada lagi gelembung udara. Larutan diturunkan sampai
tiitk nol, jika terlanjur melewati angka nol, tidak perlu lagi diisi tepat tetapi dapat
langsung dibaca posisi minikusnya sampai ketelitian 0,01 ml dan dicatat
angkanya. Larutan baku Na2CO3 dipipeti sebanyak 100mL dan dimasukan
kedalam Erlenmeyer dibawah buret diberi kertas putih dibawahnya agar tampak
jelas perubahan warna yang terjadi.
Titrasi dilakukan dengan cara membuka kran buret dengan tangan yang satu
dan Erlenmeyer dipegang tangan dengan tangan yang lain sambal digoyang atau
diputar secara konstan. Diteruskan penambahan asam sampai sampai metil jingga
berwarna kuning muda, dinding Erlenmeyer dicuci dengan air suling dari botol
cuci. Titrasi dilanjutkan dengan menambahkan asam setetes demi setetes sampai
warna metil jingga menjadi jingga atau sedikit merah muda dan titrasi dihentikan.
Dibaca dan dicatat angka buret, dan dihitung volume asam yang digunakan.
Titrasi diulangi sebanyak 3 kali, dengan memipet larutan baku Na2CO3 dengan
volume yang sama. Dihitung rata-rata konsentrasi larutan HCl.
Reaksi :
Na2CO3 (s) + H2O (l) → NaHCO3 (aq) + OH- (aq)
NaHCO3 (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Na2CO3 (aq) + 2H+ → 2Na+(aq) + CO2↑ (g) + H2O (l)
(Svehla,1979:320)
3. Aplikasi Pada Pupuk ZA
Ditimbang dengan teliti 0,1 gram pupuk ZA dan dimasukan dalam
Erlenmeyer. Ditambahkan 50 mL larutan NaOH 0,1 N yang sudah
distandarisasikan. Corong kecil diletakan pada bagian leher Erlenmeyer untuk
mencegah lolosnya zat. Di didihkan campuran tersebut sampai tidak ada lagi
amoniak yang keluar (dicek menggunakan kertas lakmus merah yang telah
dibasahi aquades). Larutan di dinginkan dan ditambahkan beberapa tetes indikator
metil jingga. Titrasai dengan HCl standar sampai terjadi perubahan warna.
Dilakukan percobaan sebanyak tiga kali. Dan diitung kadar NH3 dalam pupuk ZA
tersebut.
Reaksi :
(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) → Na2SO4 (aq) + 2NH3 (g) + 2H2O(l)
NH3(g)+HCl (aq) NH4Cl(aq)
NaOH(aq)+HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)
4.2 Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Data
Pada percobaan pertama yaitu penentuan larutan asam klorida dengan
menggunakan natrium karbonat (Na2CO3). Pertama-tama dilakukan penimbangan
Na2CO3 anhidrat murni dengan teliti sebanyak 0,5261 gram. Na2CO3 tidak
berwarna dan berbentuk serbuk. Selanjutnya, Na2CO3 dimasukkan kedalam labu
ukur 100 mL dan dilarutkan dengan air suling dan diencerkan sampai tanda batas.
Kemudian labu ukur dikocok agar larutan dapat tercampur dengan baik. Larutan
Na2CO3 tidak berwarna.
Pada percobaan kedua, yang pertama yaitu memasukkan HCl kedalam buret
hingga 2-3 cm diatas titik nol. HCl tidak berwarna.kemudian kran dibuka secara
perlahan agar semua bagian buret dibawah kran terisi dan tidak ada lagi
gelembung udara. Selanjutnya larutan diturunkan sampai titik nol. Diambil larutan
Na2CO3 sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer secara perlahan.
Kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga. Terjadi perubahan warna
menjadi soft kuning. Erlenmyer diletakkan dibawah buret yang sudah diberi alas
kertas putih terlebih dahulu. Dilakukan titrasi yang menyebabkan perubahan
warna menjadi kuning sedikit merah muda.
Percobaan ketiga yaitu menimbang pupuk ZA seberat 0,1 gram yang kemudian
dilarutkan dengan NaOH menjadi sebesar 50 mL. Larutan tersebut dimsukkan
kedalam erlenmeyer dan dipanaskan sampai kandungan amoniak yang ada dalam
larutan pupuk ZA tersebut hilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengujian
menggunakan kertas lakmus merah yang sudah ditetei aquades yang tidak berubah
warna menjadi biru. Setelah kandungan amoniak benar-benar hilang larutan
didinginkan terlebih dahulu, dan setelah itu ditambahkan beberapa tetes indikator
metil merah yang menyebabkan perubahan warna menjadi sedikit kuning.
Kemudian dilakukan titrasi dan terjadi perubahan warna menjadi kuning agak
kecoklatan.
2. Pembahasan
A. Pembuatan larutan HCl ±0.1 N
Pembuatan larutan HCl ±0.1 N telah disiapkan oleh Co-As dan telah diisikan ke
dalam buret untuk titrasi penetralan ini. Larutan HCl ini merupakan larutan yang
tidak berwarna.
B. Standarisasi Larutan HCl ±0.1 N dengan Natrium Karbonat Sebagai
Larutan Baku
Proses standarisasi larutan HCl didahului dengan pembuatan larutan
sebagai larutan baku. Natrium Karbonat yang berbentuk serbuk berwarna putih
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan didapatkan massa Natrium
Karbonat sebesar 0,5261 gram. Kemudian Natrium Karbonat yang telah
ditimbang, dipindahkan ke labu ukur 100 mL yang telah berisi aquades yang tidak
berwarna. Setelah itu diencerkan sampai tanda batas dan dikocok agar Natrium
Karbonat melarut sempurna. Dan berikut ini adalah reaksi pengenceran yang
terjadi :
Na2CO3 (s) + H2O (l) → H2CO3 (aq) + Na2O (aq)
Larutan Natrium Karbonat yang dihasilkan tidak berwarna dan dapat
dihitung normalitas larutan Natrium Karbonat tersebut mempunyai sebesar 0.1 N.
Perhitungan normalitas larutan Natrium Karbonat terlampir.
Larutan Natrium Karbonat yang telah dibuat, diambil 10 mL dengan pipet
dan dimasukkan ke erlenmeyer 100 mL. Pengambilan dengan. Kemudian
ditambahkan 10 mL aquades yang tidak berwarna dan menghasilkan larutan
Natrium Karbonat yang tetap bening. Selanjutnya ditambahkan 3 tetes indikator
Metil jingga yang berwarna orange untuk mengetahui titik akhir titrasi guna
mengetahui kapan titrasi harus dihentikan. Dengan penambahan indikator Metil
Jingga ini larutan menjadi berwarna kuning. Setelah dititrasi terjadi perubahan
warna menjadi kuning agak bercampur dengan warna merah muda.
Sementara itu larutan HCl yang tidak berwarna dan telah disiapkan Co-As
dibilaskan dan diisikan ke dalam buret untuk proses titrasi. Kemudian larutan
Natrium Karbonat yang telah ditambahkan indikator Metil Merah dititrasi dengan
larutan HCl pada buret. Titrasi dihentikan saat warna larutan boraks berubah
warna menjadi merah muda. Dan berikut ini adalah reaksi yang terjadi dalam
titrasi :
Na2CO3 (aq) + 2HCl (aq) → 2NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Dengan adanya perubahan warna indikator maka titrasi dihentikan dan dihitung
volume HCl yang telah digunakan dalam titrasi dengan cara mengurangkan
volume setelah titrasi dengan volume sebelum titrasi. Berikut ini adalah volume
larutan HCl yang digunakan dalam titrasi setiap percobaan :
Volume larutan HCl percobaan A = 8,2 mL
Volume larutan HCl percobaan B =9 mL
Volume larutan HCl percobaan C = 8,9 mL
Setelah itu dihitung normalitas dari larutan HCl dengan menggunakan rumus
titrasi. Dan berikut ini adalah normalitas larutan HCl yang diperoleh setiap
percobaan :
Normalitas larutan HCl pada percobaan A = 0.121 N
Normalitas larutan HCl pada percobaan B = 0.110 N
Normalitas larutan HCl pada percobaan C = 0.112 N
Kemudian dari normalitas larutan HCl yang diperoleh diatas dirata-rata untuk
mendapatkan normalitas larutan HCl rata-rata yaitu sebesar 0.114 N. Perhitungan
standarisasi larutan HCl terlampir.
C. Aplikasi Titrasi Penetralan
Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA
Pupuk ZA yang berwarna jingga dan berbentuk butiran ditimbang dengan
teliti terlebih dahulu menggunakan neraca analitik yang diletakkan pada kaca
arloji dan diperoleh massa pupuk ZA sebesar 0.1 gram. Setelah itu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 250 mL dan dilarutkan dalam 25 mL larutan NaOH 0,1 N tidak
berwarna yang sebelumnya telah distandarisasi, menghasilkan larutan yang tidak
berwarna.
Berikut ini adalah reaksi antara pupuk ZA dengan larutan NaOH ;
(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) → Na2SO4 (aq) + 2NH3 (g) + 2H2O (l)
Setelah itu campuran pupuk ZA dengan larutan NaOH ini dididihkan
sampai amoniak yang dihasilkanpun menghilang menggunakan pembakar spiritus.
Untuk mempercepat proses penguapan diletakkan corong kaca terbalik diatas
Erlenmeyer. Untuk mengecek apakah gas amoniak masih ada atau tidak dengan
cara meletakkan lakmus merah yang sebelumnya telah dibasahi aquades ke pipa
corong kaca. Apabila lakmus berubah warna menjadi biru maka amoniak masih
ada dan harus terus dididihkan sampai saat dicek lakmus merah tetap berwarna
merah. Gas amoniak harus benar-benar hilang agar tidak mengganggu jalannya
titrasi dengan larutan HCl.
Bila amoniak telah hilang maka proses pendidihan dihentikan dan
Erlenmeyer pun didinginkan. Tujuan pendinginan ini adalah agar tidak merusak
zat organik seperti indikator yang akan ditambahkan untuk penentuan titik akhir
titrasi. Diambil larutan tersebut sebanyak 10 mL menggunakan pipet gondok dan
dipindahkan ke Erlenmeyer lain. Penggunaan pipet gondok dimaksudkan untuk
mengambil seakurat mungkin volume larutan pupuk ZA sebanyak 10 mL. Setelah
itu pada Erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan ditambahkan indikator Metil
jingga sebanyak 3 tetes dan menghsilkan larutan yang berwana soft kuning.
Sementara itu larutan HCl yang telah distandarisasi dibilaskan dan diisikan
ke dalam buret. Kemudian larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan larutan HCl
standar sampai terjadi perubahan warna dari indikator Metil jingga menjadi warna
merah muda. Berikut ini adalah reaksi penitrasian larutan HCl standar dengan
larutan pupuk ZA :
Na2SO4 (aq) + HCl (aq) → 2NaCl (aq) + H2SO4 (aq)

Saat larutan dalam Erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda maka
titrasipun dihentikan kemudian dibaca dan dihitung volume HCl yang digunakan
dalam titrasi. Dan berikut ini adalah volume larutan HCl yang digunakan dalam
titrasi dalam 3 kali pengulangan :
Volume larutan HCl percobaan A = 11,8 mL
Volume larutan HCl percobaan B = 11,9 mL
Volume larutan HCl percobaan C = 12,2 mL
Setelah itu dari volume HCl diatas dapat dihitung kadar NH3 dalam pupuk ZA
untuk masing-masing pengulangan, yaitu sebagai berikut:
Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan A = 62,24 %
Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan B = 62,04 %
Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan C = 61,46 %
Kemudian dari kadar pupuk ZA tiap percobaan diatas dapat dihitung kadar
NH3 dalam pupuk ZA rata-rata dan diperoleh 61,91 %.
Dikutip dari laman web PT Petrokimia Gresik untuk pembuatan pupuk ZA
diperlukan kadar amoniak minimal 99,5%
Hasil prsktikum kami tidak bisa sama dengan teori dikarenakan faktor
ketelitian dan pengkondisian yang berbeda.
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan percobaan untuk menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Natrium Karbonat, diperoleh
normalitasnya yaitu sebesar 0.1N.
2. Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA yang diperoleh dari titrasi dengan
Larutan HCl yang telah distandarisasi, diperoleh sebesar 22,95 %.
5.2 SARAN
1. Dalam praktikum kimia harus dilakukan dengan hati-hati
2. Jangan ceroboh dan bergurau saat melakukan praktikum kimia
3. Catatlah hal-hal yang penting secara objektif
4. Saat praktikum sebisanya ada yang mengawasi (profesional)
DAFTAR PUSTAKA

Day. R.A Underwood. A.L. 1986. Quantitative Analysis (fifth ed.).New York:
Prentice Hall. (Terjemahan oleh A. Hadyana. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif
(ed. Ke 5).Jakarta: Erlangga)
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1998. Quantitative Analysis (Sixt Edition).
Terjemahan oleh Dr. Ir. Iis Sopyan, M. Eng), Analisis Kimia Kuantitatif.
Jakarta : Erlangga.
Erlina, D. L., dkk. 2011. Verifikasi Konsentrasi Regeneran pada Proses
Pegenerasi Resin Penukar Ion Sistem Air Bebas Mineral (GCA01) RSG-
GAS. Banten: BATAN (diakses 5 Oktober 2019).
Https://petrokimia-gresik.com/product/bahan-kimia (diakses pada tanggal 5
Oktober 2019)
Ibnu, Sodiq, dkk. 2004. Kimia Analtik I. Malang : Jurusan Kimia FMIPA UNM.
Permanasari, Anna. 2001. Modul 1: Titrasi Volumetri. Bandung : FMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia.
Svehla, G. 1979. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta:
PT. Kalman Media Pustaka.
Takeuchi, Y. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Jakarta: Iwanami Publishing
Company.
Oxtoby, David. W., Gillis, H. P., dan Nachtrieb, Norman. H. 2001. Prinsip-
Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Lampiran
Jawaban Pertanyaan:
1. Membuat dan Menentukan Standarisasi Larutan Asam
1.) Apa perbedaan antara :
a. Larutan baku dan larutan standar?
b. Asidimetri dan alkalimetri?
Jawaban :
a. Larutan baku : Larutan baku adalah larutan yang kepekaannya diketahui
dengan tepat dan dapat dibuat melalui dua cara. Kedua cara tersebut
masing-masing tergantung dari penggunaan bahan baku. Bahan baku
adalah bahan kimia yang dapat dipergunakan untuk membuat larutan baku
primer (primary standary solution) dan untuk menetapkan kenormalan
larutan baku sekunder (econdary standard solution) (Tim Kimia, 2011).
Larutan standar : Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya
sudah diketahui secara pasti. Larutan Standard biasanya berfungsi sebagai
titran sehingga ditempatkan pada buret yang sekaligus berfungsi sebagai
alat ukur volume larutan standar. (Day Underwood, 1999).
b. Asidimetri : Titrasi terhadap larutan basa bebas dan larutan garam
terhidrolisis dari asam lemah. Larutan standarnya adalah asam.
Alkalimetri : Titrasi terhadap larutan asam bebas dan larutan garam
terhidrolisis dari basa lemah. Larutan standarnya adalah basa
(Chadijah,2012: 177) .
2.) Berikan alasan penggunaan indicator pada titrasi di atas?
Jawaban :
Fungsi indikator dalam proses titrasi adalah untuk menentukan titik
akhir titrasi, karena dengan penambahan indikator maka larutan yang
dititrasi akan melewati titik kesetimbangan dimana ditandai dengan
adanya perubahan warna

2. Menentukan Kadar NH3 dalam Pupuk ZA


1. 1,2 gram sampel NaOH dan Na2CO3 dilarutkan dan dititrasi dengan 0,5
N HCl dengan indikator pp. Setelah penambahan 30 mL HCl larutan
menjadi tidak berwarna. Kemudian indikator metal jingga ditambahkan
dan dititrasi lagi dengan HCl. Setelah penambahan 5 mL HCl larutan
menjadi berwarna. Berapa prosentase Na2CO3 dan NaOH dalam sampel?
Jawab:

Diketahui : Massa NaOH = massa NaHCO3 = 1,2 gram

Mr.NaHCO3 = 84,008 gr/mol

Normalitas HCl = 0,5 N

V1 = 30 mL

V2 = 5 mL

Ditanya :

a) % Na2CO3
b) % NaOH
Reaksi yang terjadi :

I. Na2CO3 + HCl → NaHCO3 + NaCl


NaHCO3 + HCl → NaCl + H2O + CO2
Na2CO3 + 2 HCl →2 NaCl + H2O + CO2
II. NaOH + HCl → NaCl + H2O
V HCl sampai PP = 30 mL

V HCl untuk Na2CO3 = 2 x 5 mL = 10 mL

V HCl untuk NaOH = 30 mL – ½ (10 mL)

= 30 mL – 5 mL= 25 mL

Kadar Na2CO3
Mol Na2CO3 = M . V2

= 0,5 x 10 mL

= 2,5 mmol = 0,0025 mol


Massa Na2CO3 = 0,0025 mol x 106

= 0,265 gram

Kadar Na2CO3 =

Kadar NaOH
Mol NaOH = M (V1 - V2)

= 0,5 (30 mL – 5 mL)

= 0,5 x 25 mL

= 12,5 mmol = 0,0125 mol

Massa NaOH = 0,0125 mol x 40

= 0,5 gram

Kadar NaOH =
PERHITUNGAN
A. Standarisasi Larutan HCl dengan Larutan Baku Na2CO3

 Diketahui : m Na2CO3 = 0,5261 gram

Mr Na2CO3 =105,990

V Na2CO3 = 100 mL = 0,1 L


V1 HCl = 8,2 ml
V2 HCl = 9 ml
V3 HCl = 8,9 ml

Be Na2CO3 = = = 52,995

 Ditanya : Normalitas HCl ?


 Dijawab :

Normalitas Na2CO3
N Na2CO3 = = = = 0,1 N

Titrasi 1
Mek Na2CO3 = Mek HCl
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 N x 10 ml = N2 x 8,2 ml
N2 =

N2 = 0,121 N

Titrasi 2
Mek Na2CO3 = Mek HCl
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 N x 10 ml = N2 x 9 ml
N2 =

N2 = 0,11 N

Titrasi 3
Mek Na2CO3 = Mek HCl
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 N x 10 ml = N2 x 8,9 ml
N2 =

N2 = 0,112 N

Rata – rata Normalitas HCl

N HCl = =
= 0,114 N

B. Penerapan NH3 dalam Pupuk ZA

 Diketahui : N HCl = 0,114 N

N NaOH = 0,1 N
V NaOH = 50 mL
m pupuk ZA = 0,1 g
V1 HCl = 11,8 ml
V2 HCl = 11,9 ml
V3 HCl = 12,2 ml
 Ditanya : Kadar NH3 dalam pupuk ZA ?
 Dijawab :

1. Mmol NaOH = 50 ml x 0,1 N = 5 mmol


 NaOH sisa =
Mek NaOH = Mek HCl
= V1 HCl - N HCl
= 11,8 ml – 0,114 N
= 1,3452 mmol

 NaOH yang bereaksi


= NaOH mula-mula - NaOH sisa
= (5 – 1,3452) mmol
= 3,6548 mmol

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) Na2SO4 + 2NH3(g) +


2H2O(l)
 Mmol NH3 = mmol NaOH
= 3,6548 mmol
 Massa NH3 = mol NH3 x Mr NH3
= 3,6548 x 17,03056
= 62,24 mg
% NH3 = x 100%

= x 100%
= 62,24 %

2. Mmol NaOH = 50 ml x 0,1 N = 5 mmol


 NaOH sisa =
Mek NaOH = Mek HCl
= V2 HCl - N HCl
= 11,9 ml – 0,114 N
= 1,3566 mmol

 NaOH yang bereaksi


= NaOH mula-mula - NaOH sisa
= (5 – 1,3566) mmol
= 3,6434 mmol

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) Na2SO4 + 2NH3(g) +


2H2O (l)
 Mmol NH3 = mmol NaOH
= 3,6434 mmol

 Massa NH3 = mol NH3 x Mr NH3


= 3,6548 x 17,03056
= 62,04 mg
% NH3 = x 100%

= x 100%
= 62,04 %

3. Mmol NaOH = 50 ml x 0,1 N = 5 mmol


 NaOH sisa =
Mek NaOH = Mek HCl
= V3 HCl - N HCl
= 12,2 ml – 0,114 N
= 1,3908 mmol
 NaOH yang bereaksi
= NaOH mula-mula - NaOH sisa
= (5 – 1,3566) mmol
= 3,6092 mmol

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) Na2SO4 + 2NH3(g) +


2H2O (l)
 Mmol NH3 = mmol NaOH
= 3,6092 mmol

 Massa NH3 = mol NH3 x Mr NH3


= 3,6092 x 17,03056
= 61,466 mg
% NH3 = x 100%

= x 100%
= 61,46 %

 Rata-rata % NH3
=

= 61,91 %
LAMPIRAN FOTO

Penimbangan Na2CO3 Penimbangan pupuk ZA

Bahan dimasukkan Pencucian buret dengan HCl


dalam tabung vial
Buret yang diisi dengan HCl Na2CO3 yang diencerkan

Na2CO3 yang diukur 10mL Na2CO3 yang dititrasi dengan


HCl

Hasil titrasi Na2CO3 dengan HCl percobaan 1, 2, 3


Pupuk ZA dipindah ke Pupuk ZA + NaOH didihkan
Erlenmeyer dan ditambahkan
NaOH

Pemberian lakmus untuk Penambahan metil merah setelah


mengetahui adanya NH3 didinginkan
Pupuk ZA yang dititrasi dengan HCl Hasil percobaan 1, 2, 3 pupuk ZA

Anda mungkin juga menyukai