Anda di halaman 1dari 10

 

JURNAL PRAKTIKUM
ANALISIS ASAM CUKA DALAM CUKA PERDAGANGAN
PERDAGANGAN
SECARA TITRIMETRI

Oleh :
Pande Putu Diah Suci Laksmi (1813081002)
I Gusti Agung Ayu Indah Sukmahendri (1813081004)
Kadek Lia Widyanti (1813081010)
Khofifah Ayu Meilinda (1813081011)

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020
 

PERCOBAAN 8
ANALISIS ASAM CUKA DALAM CUKA PERDAGANGAN SECARA
TITRIMETRI

I.  Tujuan
Membuat prosedur sederhana dan menentukan kadar asam cuka dalam
cuka perdagangan secara titrasi asidi-alkalimetri.
II.   Reaksi
Reaksi titrasi Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam cuka (CH3COOH):
 NaOH(aq) + CH3COOH(aq)  CH3COONa(aq) + H2O(l)
Reaksi Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Oksalat (H2C2O4):
2NaOH(aq) + H2C2O4 (aq)  Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
III.  Dasar Teori
Analisis kuantitatif merupakan suatu analisis yang erat kaitannya
dengan seberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu
sampel. Zat yang ditetapkan tersebut yang sering disebut sebagai konstituen
atau analit yang menyusun sebagian kecil atau bahkan sebagian besar suatu
sampel yang akan dianalisis (Underwood, 1999).
Analisis titrimetri yang didasari atas terjadinya reaksi asam basa antara
sampel dengan larutan standar disebut dengan analisis asidi-alkalimetri. Yang
mana apabila suatu larutan yang bersifat asam maka akan dianalisis dengan
menggunakan analisis asidimetri, begitu pula sebaliknya jika digunakan suatu
larutan yang bersifat basa sebagai larutan standar maka analisis yang
digunakan adalah analisis alkalimetri (Keenan, 1991).
Asidi-alkalimetri merupakan suatu analisis yang termasuk kedalam
reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa yang akan menghasilkan air
yang bersifat netral. Dalam analisis titrimetri menggunakan volume suatu
sampel yang mana sejumlah zat yang akan diidentifikasi direaksikan dengan
larutan baku atau larutan standar yang konsentrasinya telah diketahui secara
 

teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif (Rohman, 2007). Analisis


kuantitatif secara titrimetri memiliki prinsip dasar yaitu menggunaan volume
titran sebagai sinya awal (Harvey, 2000). Selain itu syarat untuk terjadinya
analisis titrimetri adalah reaksi yang terjadi harus berlangsung secara cepat,
reaksi berlangsung secara kuantitatif dan tidak ada reaksi samping yang
dihasilkan (Harjadi, 1990). Suatu titran akan diteteskan pada suatu buret yang
akan mengalir ke suatu erlemeyer yang berisikan suatu titrat. Selesainya suatu
reaksi ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada larutan. Perubahan
warna pada larutan ini dapat dihasilkan oleh larutan standar yang digunakan
atau disebabkan oleh penambahan suatu zat yang disebut dengan indikator.
Titik dimana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut dengan titik
akhir titrasi. Secara idealnya, titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik
akhir teoritis atau titik ekivalen. Namun pada kenyataannya selalu terjadi
sedikit perbedaan yang disebut dengan kesalahan titrasi (Syukri, 1999).
Kesalahan ini tidaklah perlu dianggap sebagai suatu kegagalan dalam titrasi.
 Namun kesalahan tersebut haruslah dibatasi, sehingga tidak menjadi
kesalahan yang besar yang dapat mempengaruhi hasil akhir. Dalam praktik
analisis titrimetri tingkat kesalahan yang paling banyak digunakan adalah
tidak melebihi 0,1% (Selamat, 2008).
Sebelum melakukan titrasi, standarisasi merupakan langkah yang
 pertama kali dilakukan yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan dengan pasti dan tepat. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan
menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan kemudian ditimbang
dengan teliti dan volume larutan yang diukur dengan teliti pula. Zat yang
memadai dalam hal ini disebut dengan larutan standar primer (Day, 1998).
Suatu zat dapat dijadikan larutan standar primer apabila memenuhi
 persyataran sebagai berikut ;
1.  Mudah didapat dalam bentuk murninya atau mudah untuk dimurnikan
yang mana kandungan pengotor yang dimiliki tidak lebih dari 0,02%
2.  Mudah untuk dikeringkan dan tidak higroskopis
 

3.  Memiliki berat ekivalen yang tinggi untuk mengurangi kesalahan dalam
 penimbangan
4.  Bereaksi secara stoikiometri dengan sampelnya
Setelah mendapatkan larutan standar primer maka larutan standar sekunder
 bisa didapatkan, yang mana larutan standar sekunder merupakan
merupak an suatu larutan
yang normalitasnya baru bisa diketahui setelah dilakukan pembakuan dengan
larutan standar primer yang telah didapat. Cara untuk
u ntuk menstandarisasi adalah :
1.  Menggunakan larutan baku primer yang sesuai
2.  Menimbang zat standar dengan cukup banyak dan volume larutan standar
yang digunakan juga cukup besar agar mengurangi risiko kesalahan
3.  Melakukan titrasi langsung, hindari melakukan titrasi kembali atau titrasi
tidak langsung
4.  Hindari pembakuan ganda maksudnya baku standar dibaku dengan baku
standar lainnya (Selamat, 2008).
Dalam menguji suatu reaksi untuk menetapkan apakah suatu reaksi
dapat digunakan atau tidak untuk melakukan suatu titrasi, pembuatan suatu
kurva titrasi akan sangat membantu pemahaman untuk titrasi asam basa dari
suatu kurva titrasi yang terdiri dari alur pH atau pOH berbanding dengan
volume (mL) titran. Kurva yang terbentuk akan membantu dalam
mempertimbangkan kelayakan suatu titrasi dan dalam memiliki indikator
yang tepat untuk digunakan (Underwood, 1999).
Pada analisis titrimetri, untuk mengetahui saat reaksi yang sempurna
telah terjadi dapat digunakan suatu zat yang disebut dengan indikator.
Indikator yang digunakan pada umumnya merupakan suatu senyawa yang
 berwarna yang mana senyawa tersebut akan mengalami perubahan warna
dengan adanya perubahan pH. Indikator ini dapat menganggapi adanya
kelebihan suatu titran dengan adanya perubahan warna ini, yang
menyebabkan indikator yang digunakan dapat berubah warna karena sistem
kromofom yang dimiliki diubah oleh reaksi asam basa yang terjadi (Suirta,
2010). Indikator asam basa merupakan zuatu zat yang akan memberikan
 

warna pada suatu range atau trayek pH tertentu. Indikator asam basa terletak
 pada titik ekivalen dan ukuran dari suatu pH. Zat-zat yang termasuk kedalam
indikator dapat berupa asam maupun basa, larut dan stabil serta akan
menunjukkan perubahan warna yang kuat dan mencolok yang mana indikator
ini biasanya merupakan zat organik (Keenan, 1991).
IV.   Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada analisis asam cuka dalam
cuka perdagangan secara titrimetri ini yaitu buret, statuf dan klem, labu ukur,
 pipet volumetrik, gelas kimia, labu erlenmayer, spatula, batang pengaduk,
 pipet tetes, cawan petri, neraca analitik. Bahan yang digunakan yaitu NaOH,
H2C2O4, asam cuka, aquades, dan indikator fenoftalein (PP).
V.  Data Pengamatan
Langkah Perlakuan Pengamatan
ke-
Standarisasi larutan NaOH
0,1 N dengan larutan
standar H2C2O4 0,1 N  N 
a.Larutan NaOH 0,1N dibuat
sebanyak 250 Ml
 b.Larutan H2C2O4 0,1 N 
dibuat sebanyak 100 mL
c.Buret diisi dengan larutan
standar NaOH 0,1N
d.25 mL H2C2O4 0,1N 
dimasukan ke dalam labu
1 Erlenmeyer
e.Ditambahkan 3 tetes
indikator phenopthalein
(PP)
f. Kemudian larutan H2C2O4
dititrasi dengan NaOH
hingga terjadi perubahan
warna dari tidak berwarna
menjadi merah muda.
g.Volume penetrasi dicatat.
h.Langkah c sampai g diulang
sebanyak tiga kali.

Anda mungkin juga menyukai