JUDUL PERCOBAAN
Titrimetri
III.
LANDASAN TEORI
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam
setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat
pendeteksi yang disebut titran. Titran ditambahkan ke dalam larutan analit
menggunakan peralatan khusus yang disebut buret sampai mencapai jumlah tertentu
hingga mencapai titik ekuivalen. Pencapaian tiik ekuivalen umumnya ditandai oleh
perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam analit yang dikenal sebagai
indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah bereaksi dengan titran.
Kelebihan sedikit titran bereaksi dengan indikator, sehingga terjadi perubahan pada
indicator, yang biasa ditunjukkan oleh perubahan warna. Kelebihan titran harus
diupayakan sekecil mungkin melalui penambahan titran setetes demi tetes agar
tercapai kesalahan sekecil mungkin (Ibnu,2004:93).
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang
cepat,akurat, dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau
senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yng digambarkan
sebagai:
aA
+ bB
hasil reaksi
VA NA
VB
Dimana :
NB = konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya
VB = volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA = konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
VA = volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
(Wiryawan,2011).
Tidak semua pereaksi dapat digunakan sebagai titran. Untuk it pereaksi harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis)
Cepat dan irreversible
Ada petunjuk akhir titrasi (indikator)
Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan sederhana
menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah
bila disimpan.
Berdasarkan reaksinya, suatu titrasi digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Reaksi metatetik (titrasi berdasarkan pertukaran ion), meliputi :
a. Netralisasi (asidimetri dan alkalimetri)
b. Presipitimetri (berdasarkan terbentuknya endapan)
c. Kompleksometri (berdasarkan pertukaran persenyawaan kompleks yaitu ion
kompleks atau garam yang sukar mengion)
2. Reaksi redoks (titrasi berdasarkan perpindahan electron), meliputi:
a. Permanganometri,dikratometri,steriometri (penggunaan oksidator kuat)
b. Iodometri dan iodimetri (titrasi yang menyangkut titrasi)
(Septyaningrum,2009).
Titrimetri atau analisis volumetri adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah
zat kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada
satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian
dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat
digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang
berbeda-beda (Harizul, 2002 :49).
Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan
menimbang berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama dengan
metode gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat
yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui
dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak
diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung
secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu,
jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih maka harus dapat diketahui dengan
suatu indikator. Metode volumetric secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam
empat kategori sebagai :
a) Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam dan basa baik kuat maupun lemah
b) Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi reduksi.
Bagian besar titrasi terliput oleh dua kategori ini
c) Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan, seperti
titrasi Ag atau Zn dengan K4Fe(CN)6 dengan indikator pengadsorpsi
d) Titrasi kompleksometri sebagian besar meliputi titrasi EDTA seperti titrasi spesifik
dan juga dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada pengompleksan
(Khopkar,2008:39-41).
Pada dasarnya, cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume larutan
pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan
ditentukan. Larutan pereaksi itu biasanya diketahui kepeatannya dengan pasti, dan
disebut pentiter atau larutan baku. Sedangkang proses penambahan pentiter ke dalam
larutan zat yang akan di tentukan disebut titrasi. Dalam proses itu bagian demi bagian
pentiter ditambahkan kedalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat
yang disebut buret sampai tercapai titik kesetaraan.Titik kesetaraan adalah titik pada
saat pereaksi dan zat yang ditentukan bereaksi sempurna secara stoikiometri. Titrasi
harus dihentkan pada atau dekat titik kesetaraan itu. Jumlah volume pentiter yang
terpakai untuk mencapai titik kesetaraan ini disebut volume kesetaraan. Dengan
mengetahui volume kesetaraan. Kadar pentiter dan factor stoikrometri, maka jumlah
zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah(Harizun, 2002 :49-50).
Karena larutan standar HCl bukan merupakan larutan standar primer, maka
perlu distandarisasi. Standarisasi biasanya menggunakan natrium boraks. Menurut
reaksi:
Na2B407. 10 H2O + 2 HCl
( 1 mol boraks = 2 grek )
IV.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
V. PROSEDUR KERJA
A. Standarisasi HCl
1. Menimbang 0,4 gram boraks dan melarutkannyan kedalam aquades hinnga 100 ml
di dalam labu takar
2. Mengambil 25 ml (dengan pipet gondok ) larutan boraks yang telah dibuat dan
memasukkannya kedalam Erlenmyer kemudian menambahkan 3 tetes indikator
metil orange.
3. Menitrasi larutan dengan larutan standar sampai terjadi perubahan warna kuning
menjadi orange kemudian mencatat volume titran
4. Mengulangi cara kerja 2 sampai 3 sebanyak 3 kali dan mencatat volume rata-rata
titran
5. Menghitung konsentrasi HCl standar dengan rumus:
v 1(ml)
W (mg)
2
100
BM
N HCl =
v 2(ml)
B. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
1. Mengambil 25 ml larutan sampel campuran, menambahkan 3 tetes indikator MO,
menitrasi dengan larutan HCl standar 0,1 N
2. Mengulangi cara kerja (1) sebanyak 3 kali , dan mencatat volume titran rata- rata
sebagai V1 (ml)
3. Mengambil 25 ml larutan sampel campuran dan menambahkan 30 tetes larutan
BaCl2 10%sampai tidak terbentuk endapan lagi. Membiarkan endapan turun ,
menyaring kemudian menitrasi filtrate dengan larutan HCl standar 0,1 dengan
indikator MO sebanyak 3 tetes.
4. Mengulangi cara kerja (3) sebanyak 2 kali mencatat volume rata-rata titran sebagai
V2 (ml).
5. Menghitung kadar karbonat dan bikarbonat dalam sampel dengan rumus.
V 2 ( ml ) N HCl
Kadar HCO3 =
mnol/ ml (ml)
25 ml
-
Kadar CO3 =
VI.
(V 1V 2) ( ml ) N HCl
2 25 ml
mmol/ml (M)
HASIL PENGAMATAN
A. Standarisasi HCl
0,4 g Na2B4O7. 10 H2O (Kristal putih) + 100 mL aquades (bening )
Larutan Na2B4O7.10H2O (bening)
25 mL larutan Na2B4O7 (bening) + 3 tetes indikatorMO
larutan kuning
dititrasi
Titrasi
VHCL (mL)
I
II
III
5,60
5,60
5,50
Volume rata-rata =
(5,60+5,60+5,50) ml
=5,57 mL
3
larutan orange.
(orange)
Titrasi
VHCl (ml)
I
II
III
31,20
31,20
31,50
( 31,20+ 31,20+ 31,50 ) ml
=31,30 mL
Volume rata-rata =
3
2. 25 ml larutan sampel campuran (bening) + 30 tetes BaCl2 10
larutan putih dan endapan putih
MO (orange)
Titrasi
I
VHCl (ml)
20,30
II
19,00
( 20,30+ 19,00 ) ml
=19,65 mL
2
ANALISIS DATA
A. Standarisasi HCl
Dik: V1 = 25 mL
V2 = 5,57 mL
W =0,4 gram = 400 mg
BM boraks =381 mg/mmol
Dit : N HCl =.?
Peny =
V 1 ( ml )
w ( mg )
2
100
BM
N HCl=
V2
25 m
400 mg
2
100
mg
381
mmo
5,57 ml
diaduk
Volume rata-rata =
VII.
disaring
(bening)
= 0,094 N
B. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Dik = N HCl =0,094 N
V1= 31,30 mL
V2 = 19,65 ML
Dit = a.kadar HCO3- =.?
b.kadar CO3- =?
Peny:
V 2 ( ml ) N HCl
25 mL
a. Kadar HCO3- =
V 2 ( ml ) N HCl
25 mL
b. Kadar CO3 =
V 1 v 2 N HCl
2 25 ml
( 31,3019.65 ) ml 0,094 N
50 mL
11,65 mL 0,094 N
50 mL
=0,022 N
=0,022 mmol/ ml
VIII. PEMBAHASAN
A. Standarisasi HCl
Larutan HCl merupakan larutan standar sekunder yang memiliki konsentrasi
mudah merubah. Ubah dan tidak stabil dalam penyimpanannya. Oleh karena itu,
dilakukan standarisasi larutan terhadap HCl dengan menggunakan larutan boraks
yang merupakan larutan standar primer. Larutan boraks digunakkan karena memiliki
konsentrasi yang tetap dan stabil dalam penyimpanannya. Selain itu, boraks
mmerupakan basa lemah yang mampu bereaksi dengan HCl. Larutan boraks yang
telah dibuat direaksikan dengan indikator metil orange yang berfungsi untuk
memberikan tanda perubahan saat titrasi berakhir yang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna pada larutan yang dititrasi yaitu dari kuning menjadi orange.
Indikator metil orange digunakan karena trayek pH indikator metal orange (3,2
4,4) yang bersifat asam sesuai dengan larutan HCl yang akan distandarisasi yang
bersifat asam pula. Larutan kuning yang dihasilkan dititrasi dengan larutan standar
HCl dan dihasilkan larutan berwarna orange. Titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali
agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Volume rata-rata titran yang diperoleh adalah
5,57 mL sedangkan normalitas HCl sebesar 0,094 N. Reaksinya, yaitu :
-
Na+O3 -S
N=N
Indikator MO
Na+O3 -S
N.N
Na2B4O7.10H2O + 2 HCl
(CH3)2 + H3O+
= N+ (CH3)2 + H2O
2 NaCl + H2BO4 + 5 H2O
volume rata-rata sebesar 19,65 mL. Kadar bikarbonat yang diperoleh adalah 0,022
mmol/mL. Reaksinya yaitu :
CO32- + BaCl2
HCO32- + HCl
IX.
A. Kesimpulan
1. Normalitas larutan HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,094 N.
2. Kadar karbonat dalam larutan sampel campuran yang digunakan adalah 0,074
mmol/mL sedangkan kadar bikarbonat sebesar 0,022 mmol/mL.
B. Saran
Praktikan diharapkan agar lebih teliti dn berhati-hati dalam melakukan
praktikum dalam hal ini penitrasian agar diperoleh hasil yang lebih akurat dan sesuai
dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA