Anda di halaman 1dari 261

Jenis dan Metoda Analisa

Kualitatif Obat

Dra. Hermini Tetrasari, M.Si, Apt


2021
Jenis dan Metoda Analisa Kualitatif Obat
I. JENIS ANALISA KUALITATIF.
II. METODA ANALISA KUALITATIF.
III. UJI PENDAHULUAN.
IV. REAKSI KIMIA.
V. REAKSI MIKRO KRISTAL.
VI. REAKSI MIKRO SUBLIMAT.
VII. UJI IDENTIFIKASI UMUM <291>
VIII. IDENTIFIKASI SECARA KLT <281>
I. Jenis Analisa Kualitatif Obat (1)

A. ANALISA SECARA EKSAKTA


1. Menentukan unsur yang terdapat dalam contoh.
2. Menentukan secara kuantitatif unsur tersebut, maka
didapat rumus empiris (rumus perbandingan).
3. Menentukan berat molekul melalui kenaikan titik
didih dan penurunan titik beku, maka didapat rumus
molekul.
4. Menentukan rumus bangun dengan penentuan
gugus fungsi, ikatan kimia, inti dan struktur lainnya
baik secara kimia (reaksi kimia) maupun secara
fisika.
Jenis Analisa Kualitatif Obat (2)

B. ANALISA SECARA KOMPARATIF

1. Melakukan analisa secara fisika dan secara kimia.


2. Mengamati hasil analisanya.
3. Menarik kesimpulan dari pengamatan dengan cara
membandingkan dengan pembanding baku.
Jenis Analisa Kualitatif Obat (3)

Perbedaan sifat contoh / zat yang diuji dengan zat lainnya,


memungkinkan dilakukan analisa kualitatif, meliputi :
1. Perbedaan sifat yang dapat ditunjukkan oleh pancaindra,
tanpa pereaksi (organoleptik), meliputi : warna, bau, rasa.
2. Perbedaan sifat fisika (tetapan fisika) : bobot jenis, indeks
bias, rotasi optik, titik lebur, titik didih, kelarutan, kekentalan
(viskositas), sublimasi.
3. Perbedaan sifat fisiko-kimia : analisa spektrum,
kromatogram dll.
4. Perbedaan sifat kimia : melalui penambahan pereaksi kimia,
terjadi reaksi kimia, diamati perubahan warna (reaksi
warna), terjadi endapan amorf/kristal (reaksi mikro kristal),
berfluoresensi/tidak, bau/gas dll.
II. Metoda Analisa Kualitatif Obat (1)
Mencakup :
1. Jarak lebur (tetapan fisika).
2. Rotasi optik (memutar bidang polarisasi), merupakan
metoda polarimetri (fisika).
3. Reaksi warna dan reaksi kimia lain yang cukup khas
dan selektif.
4. Mikro sublimat yang turut memastikan identitasnya
(konfirmasi), merupakan metode fisika.
5. Spektroskopi (berupa spektrum), merupakan metoda
fisiko-kimia.
6. Kromatografi (berupa kromatogram), merupakan
metoda fisiko-kimia.
Metoda Analisa Kualitatif Obat (2)

Manfaat :
1. Memastikan identitas senyawa obat.
2. Identitas zat berkhasiat dalam sediaan obat, bentuk
tunggal / campuran tanpa atau setelah diisolasi.
3. Deteksi terhadap pemalsuan suatu zat / obat melalui
indikator bahwa hasil reaksi negatif.
4. Menunjukkan kemunduran kadar atau substandar
atau pemalsuan dalam kadar, dapat dilakukan
analisa kuantitatif.
III. Uji Pendahuluan (1)
 Dilakukan uji terhadap senyawa asal.
 Terdiri dari :
1. Organoleptik : keadaan agregasi (padat, cair, kental
dll), warna, bau (sebelum dan sesudah dibakar/
dipanaskan), rasa (di lidah atau kulit), mikroskopik
senyawa asal (serbuk).
2. Reaksi Nyala :
2.1. dengan kawat Cu (Beilstein) : larutan
zat/contoh dengan logam Cu menjadi senyawa
mudah menguap, terjadi nyala hijau.
2.2. dengan kawat Pt : beberapa kation memberikan
nyala dengan warna tertentu.
Uji Pendahuluan (2)
Beberapa kation yang memberikan nyala dengan kawat Pt
sbb :
 K (Kalium) : Nyala Merah Ungu (Filter Kaca Kobalt)
 Na (Natrium) : Nyala Kuning
 Ca (Kalsium) : Nyala Merah Kekuningan
 Li (Lithium) : Nyala Merah
 Sr (Strosium) : Nyala Merah Karmin
 Bi (Bismuth) : Nyala Putih Kehijauan
 Ba (Barium) : Nyala Hijau Kekuningan
 Cu (Tembaga) : Nyala Hijau Kebiruan
 Sb (Antimon) : Nyala Abu-abu
 As (Arsen) : Nyala Biru Abu-abu Dll.
Uji Pendahuluan (3)
3. Mikrosublimat : dilakukan secara bertingkat (fraksi 1,
2, 3) dengan peralatan kaca obyek, cincin sublimasi,
kaca penutup, kapas basah dan nyala api bunsen.
4. Pemijaran :
4.1. Pemijaran lemah (api kecil) : perlu diamati.
 gas yang timbul : berasap, membatukkan,
mudah terbakar, tidak berwarna, berbau
keras dan membirukan kertas lakmus merah
basah.
 keluar uap air.
 terjadi perubahan warna.
 terjadi peledakan.
 menggelembung.
Uji Pendahuluan (4)
4.2. Pemijaran kuat (api besar) :
 Agar diperoleh sisa pijar, ada perubahan zat
terhadap pemijaran, keadaan zat stabil / tetap atau
terurai.
 Perlu ditambah Na / K karbonat padat untuk
mengubah senyawa logam menjadi bentuk
karbonat yang larut dalam asam (misalnya Barium
sulfat menjadi Barium karbonat).
 Kadang-kadang ditambah asam nitrat pekat,
dipanaskan untuk menghilangkan senyawa
organiknya.
 Bila contoh tidak ada sisa, maka mungkin hanya
mengandung senyawa organik bebas atau
senyawa anorganik yang mudah menguap
(misalnya garam Hg, As2O3 dll)
Uji Pendahuluan (5)
 Diamati sisa pijar, keadaan dingin dan panas. Bila
sisa pijar panas berwarna kuning dan ketika dingin
berwarna putih menunjukkan mengandung ZnO.
Kemudian ditentukan ion-ion dalam sisa pijar
tersebut dengan melarutkan dalam air, asam dsb.
5. Penentuan kation menguap :
 NH4+ : dengan Nessler, terjadi endapan coklat atau
larutan kuning coklat.
 Hg : dengan KOH untuk menetralkan asam, lalu
ditambah difenil karbazid, maka terjadi warna biru.
 As : reaksi reduktor Aluminium ditambah KOH
(kapas Pb-asetat) dengan AgNO3, terjadi warna
kuning.
Uji Pendahuluan (6)
6. Penentuan anion menguap :
6.1. Dengan asam sulfat encer dipanaskan : dapat
terdeteksi karbonat (CO2), peroksida, persulfat,
perklorat (ClO3), sianida (HCN), sulfit (SO2),
sulfida (H2S), nitrit (NO2) dll.
6.2. Dengan asam sulfat pekat, dingin dan dipanaskan
 Nitrat (NO2 akan membirukan kertas KI
ditambah amilum)
 Klorat (ClO3) akan meledak. Juga MnO4-
(Mn2O7, akan meledak).
6.3. Anion mengoksidasi, dibuat soda ekstrak :
 Larutan soda dipanaskan ditambah asam
asetat 4 N, KI dan amilum: terjadi warna biru.
Uji Pendahuluan (7)
 Larutan soda dipanaskan sampai kisat (kering)
lalu ditam-bah difenil amin dan asam sulfat pekat,
terjadi warna biru pada NO3-, ClO3-, CrO4- dll.
6.4. Anion mereduksi, dibuat soda ekstrak : larutan soda
dipanaskan ditambah asam asetat 4 N, KI dan
amilum (biru), tidak terjadi warna pada S2-, NO2-,
Fe(CN)6-, SO3-, S2O3- dll.
7. Reaksi untuk Asam borat :
 zat ditambah metanol dan asam sulfat pekat, lalu
dibakar, maka akan timbul nyala hijau (metil borat).
 zat dalam suasana HCl diteteskan pada kertas
kurkumin, terjadi warna merah jingga, lalu ditambah
amonium hidroksida, maka terjadi warna hijau kotor.
Uji Pendahuluan (8)
8. Reaksi untuk Asetat :
 zat padat digerus dengan KHSO4, terjadi bau cuka.
 zat ditambah As2O3 dan dipanaskan: maka terjadi bau
busuk (kakodil oksida).

9. Reaksi untuk Oksalat :


 zat ditambah cacl2 dalam suasana asam, terjadi kristal
kalsium oksalat yang khas (seperti amplop).
 zat (kering) ditambah resorsin, asam sulfat pekat dan
gliserin (reaksi carleti), maka terjadi kristal rosa ungu
dengan inti biru.
 zat ditambah difenilamin padat, dilumerkan (jangan
sampai mengarang), lalu ditambah satu tetes spiritus,
maka terjadi warna biru.
IV. Reaksi Kimia (1)
Reaksi kimia banyak dipakai untuk analisa kualitatif /
identifikasi (biasanya digunakan reaksi tetes / analisa tetes /
spot test) karena beberapa alasan berikut :
1. Hasil reaksi mudah diamati dan segera dapat diamati
serta dapat dipercaya dan reproduksibel.
2. Pengerjaan sederhana dan cepat.
3. Merupakan metoda semi mikro karena hanya diperlukan
sedikit saja pereaksi kimia dan contoh obat,
menghasilkan reaksi yang peka (sensitif), dapat
dinyatakan dalam mg atau g.
4. Reaksi tidak terganggu oleh reaksi lainnya dan tidak
perlu reaksi yang berkesudahan serta tidak merupakan
suatu keharusan untuk mengetahui senyawa apa yang
terbentuk sebagai hasil reaksi karena zat dapat berlaku
sebagai katalis.
Reaksi Kimia (2)

5. Reaksi spesifik (hanya diberikan oleh zat / obat yang


bersangkutan) atau selektif (reaksi khusus yang
diberikan oleh segolongan kecil zat / obat ).

Reaksi kimia dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu


1. Reaksi pengarahan misalnya melalui reaksi gugus
fungsi, reaksi terhadap beberapa / golongan zat / obat,
reaksi dapat sama / berbeda ( reaksi selektif).
2. Reaksi penentuan yaitu reaksi khusus untuk zat
tertentu (reaksi spesifik).
Reaksi Kimia (3)
1. Termasuk tipe reaksi kimia yang paling sederhana.
2. Pada pembentukan warna dibedakan :
 warna stabil (tunggal).
 warna tidak stabil (berubah warna ketika diencerkan)
3. Feigl menggunakan reaksi warna untuk menunjukkan
bermacam unsur dan gugus fungsional molekul zat
yang diperiksa.
4. Reaksi warna ada yang spesifik dan selektif. Oleh karena
itu reaksi warna dapat digunakan sebagai reaksi
pengarahan dan reaksi pembedaan.
Reaksi Kimia (4)
PROSEDUR PELAKSANAAN :
 1 tetes larutan  1 % zat yang diperiksa ditambah 1 tetes
pereaksi pada plat tetes / cawan penguap porselen bila akan
dipanaskan atau
 1 tetes larutan  1 % zat yang diperiksa diteteskan pada
kertas pereaksi atau
 1 tetes pereaksi diteteskan pada sedikit zat yang diperiksa
(serbuk, ekstrak atau residu) pada pelat tetes atau
 1 tetes pereaksi atau kertas pereaksi dikenakan pada gas
yang timbul pada pemanasan larutan zat yang diperiksa atau
pada peleburan zat yang diperiksa dalam tabung reaksi atau
 1 tetes larutan zat yang diperiksa diteteskan pada 0,5 ml
larutan pereaksi dalam tabung reaksi, warna yang terjadi
diekstraksi dengan pelarut organik.
V. Reaksi Mikrokristal (1)
1. Pelaksanaan sederhana, hasil reaksi cepat tercapai,
cukup spesifik.
2. Dasar reaksi untuk identifikasi adalah pembandingan.
 Gambaran mikroskopik dari mikrokristal yang
terbentuk setelah larutan zat / obat dicampur dengan
pereaksi tertentu dibandingkan terhadap zat/obat
tertentu yang diduga identitasnya sama.
 Pemastian terakhir dari identitas obat melalui
pembandingan dengan baku dalam kondisi yang
sama.
3. Landasan pemakaian reaksi mikrokristal utk identifikasi :
 Bentuk khas dari mikrokristal
 Tatanan / posisi relatif antar sesama mikrokristal
misalnya bentuk batang, sapu dll.
Reaksi Mikrokristal (2)
Reaksi Mikrokristal (3)
Reaksi Mikrokristal (4)
 Sejumlah golongan obat seperti alkaloid, sulfonamida,
bar-bital, anti histamin, anti biotika dll dengan pereaksi
tertentu, dapat diidentifikasi.
 Kepekatan larutan zat yang diperiksa, diperlukan untuk
terbentuknya mikro kristal. Ini memberikan gambaran
tentang kepekaan pereaksi tersebut.
 Umumnya gambar mikro kristal yang baik didapat pada
larutan zat yang diperiksa dengan kadar 0,1 – 1,0 % b/v.
 Prosedur pelaksanaan :
5 tetes larutan  1 % zat yang diperiksa ditambah 1 tetes
pereaksi pada kaca obyek, setelah beberapa saat diamati
di bawah mikroskop
Reaksi Mikrokristal (5)
 Pemanasan dan waktu pembentukan mikro kristal
merupakan ciri khas zat yang diperiksa.
 Ukuran mikro kristal tergantung konsentrasi larutan zat
yang diperiksa, suhu pemanasan, pH, pengotoran dan
polimorfisa zat tersebut.
 Pada larutan pekat, kristal tersusun lebih padat sehingga
sulit memastikan bentuk dasarnya sedangkan pada
larutan encer, kristal lebih jarang penyebarannya
sehingga lebih mudah mengidentifikasi bentuk dasarnya.
 Bentuk mikrokristal : jarum (needles), batang (rods), bilah
(blades), keping/lempeng (plates), bola, bintang (stars),
dendrit, salib (cross), berlian (diamond), daun pakis dll
(lihat gambar).
Reaksi Mikrokristal (6)
Reaksi Mikrokristal (7)
Reaksi Mikrokristal (8)
VI. Reaksi Mikrosublimat (1)

1. Sublimasi digunakan sebagai metode fisika untuk


pemeriksaan kualitatif (identifikasi) obat karena :
 mudah dilakukan
 spesifik, setelah melalui fase padat - fase gas - fase
cair - fase padat

2. Dari penelitian Buchi dan Perlia terhadap turunan Asam


barbiturat, bentuk sublimat tergantung pada faktor :
 jarak sublimasi ( tinggi cincin)
 lama pemanasan
 tekanan
 suhu
 dipancing dengan ditambah sedikit baku.
Reaksi Mikrosublimat (2)
Cara :
 Tinggi nyala (biru) 1 -1,5 cm.
 Jarak ujung api - asbes adalah 3 – 4 cm.
 Sebaiknya zat yang diperiksa ditambah talk 10 x.
 Peralatan :
• cincin sublimasi ( tinggi dan diameter 1 cm),
• kaca obyek,
• kaca penutup,
• kapas basah,
• nyala api bunsen.
 Dilakukan secara bertingkat : fraksi 1, 2, 3.
 Sublimat yang terjadi diamati : kristal, warna, bau dll.
 Zat yang tersublimasi adalah senyawa As2O3 , Sb2O3 ,
Hg2Cl2 , HgCl2 , HgNH2Cl, Hg2I.
VII. Uji Identifikasi Umum <291>
Berikut ini cara uji yang sering digunakan untuk identifikasi zat
yang tertera dalam Farmakope. [Catatan Uji ini tidak
dimaksudkan untuk dilakukan terhadap campuran zat, kecuali
jika dinyatakan demikian.]
1. Aluminium
A. Tambahkan NH4OH 6 N ke dalam larutan garam
aluminium: terbentuk endapan berupa gel putih yang tidak
larut dalam NH4OH 6 N berlebih.
B. Tambahkan NaOH 1 N atau Na2S LP ke dalam larutan
garam aluminium: terbentuk endapan berupa gel putih
yang larut dalam NaOH 1 N atau Na2S LP berlebih.
2. Amonium Tambahkan NaOH 1 N berlebih ke dalam garam
amonium: terjadi uap NH3 yang dapat dikenal dari baunya
dan mengubah warna kertas lakmus merah P menjadi biru.
Hangatkan larutan untuk mempercepat reaksi.
Uji Identifikasi Umum (2)
3. Antimon Tambahkan H2S LP ke dalam larutan senyawa
antimon(III) yang sudah diasamkan dengan HCl P: terbentuk
endapan jingga antimon sulfida yang tidak larut dalam
NH4OH 6 N, tetapi larut dalam NH4S LP.
4. Asetat
A. Hangatkan CH3COOH atau garamnya H2SO4 P dan
etanol P: terjadi etil asetat yang dapat dikenal dari
baunya yang khas.
B. Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan asetat
netral: terjadi warna merah tua yang rusak dengan
penambahan asam mineral.
C. Panaskan dengan sejumlah yang sama asam oksalat
P: terjadi uap asam dengan bau khas asam asetat.
Uji Identifikasi Umum (3)
D. Larutkan 20 - 40 mg dalam 3 ml air, tambahkan
berturut-turut 0,25 ml larutan lantanum nitrat P 5%, 0,1
ml iodum 0,1 N dan 0,05 ml NH4OH 2 N. Panaskan
campuran hingga mendidih, setelah beberapa menit:
terbentuk endapan biru atau larutan warna biru tua.
5. Barium
A. Tambahkan H2SO4 2 N ke dalam larutan garam barium:
terbentuk endapan putih yang tidak larut dalam HCl P
dan dalam HNO3 P.
B. Garam barium memberikan nyala hijau kekuningan
dalam nyala api yang tidak berwarna, dan jika dilihat
melalui kaca hijau nyala berwarna biru.
6. Benzoat
A. Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan netral
benzoat: terbentuk endapan merah muda kekuningan.
Uji Identifikasi Umum (4)
B. Asamkan larutan pekat benzoat dengan H2SO4 2 N:
terbentuk endapan asam benzoat yang mudah larut
dalam eter P.
7. Besi Tambahkan NH4S LP ke dalam larutan senyawa
besi(II) atau besi(III): terbentuk endapan hitam yang larut
dalam HCl 3 N dingin dengan membebaskan H2S.
8. Garam besi(III)
A. Tambahkan kalium heksasianoferat(II) LP ke dalam
larutan asam dari garam besi(III): terbentuk endapan
biru tua.
B. Tambahkan NaOH 1 N berlebih: terbentuk endapan
coklat kemerahan.
C. Tambahkan amonium tiosianat LP ke dalam larutan
garam besi(III): terjadi warna merah tua yang tidak rusak
oleh penambahan asam mineral encer.
Uji Identifikasi Umum (5)
9. Garam besi(II)
A. Tambahkan kalium heksasianoferat(III) LP ke dalam
larutan garam besi(II): terbentuk endapan biru tua yang
tidak larut dalam HCl 3 N, tetapi terurai oleh NaOH 1 N.
B. Tambahkan NaOH 1 N ke dalam larutan garam besi(II):
terbentuk endapan putih kehijauan yang dengan cepat
berubah menjadi hijau dan kemudian coklat jika dikocok.
10. Bikarbonat Lakukan seperti tertera pada Karbonat.
11. Bismut
A. Larutkan garam bismut dalam HNO3 P atau HCl P
sedikit berlebih: terbentuk endapan putih pada
pengenceran dengan air. Tambahkan H2S LP atau
Na2S LP: endapan menjadi coklat yang larut dalam
campuran hangat HNO3 P dan air volume sama.
Uji Identifikasi Umum (6)
B. Pada 40 - 50 mg zat tambahkan 10 ml HNO3 2 N,
didihkan selama 1 menit, biarkan dingin dan saring jika
perlu. Pada 5 ml filtrat, tambahkan 2 ml larutan tiourea P
10%: terbentuk endapan jingga kekuningan. Tambahkan
4 ml larutan natrium fluorida P 2,5 %: warna larutan
tidak hilang selama 30 menit.
12. Bisulfit Lakukan seperti yang tertera pada Sulfit.
13. Borat
A. Asamkan 1 ml larutan borat dengan HCl P hingga
bereaksi asam thd lakmus. Tambahkan 3 - 4 tetes
larutan jenuh iodum LP dan 3 - 4 tetes larutan polivinil
alkohol P (1 dalam 50): terjadi warna biru intensif.
B. Tambahkan H2SO4 P dan metanol P, campur, kemudian
bakar: terjadi nyala api bertepi hijau.
Uji Identifikasi Umum (7)
14. Bromida
A. Tambahkan klor LP tetes demi tetes ke dalam larutan
bromida: terjadi brom bebas yang larut dalam CHCl3 P
pada pengocokan, lapisan CHCl3 berwarna merah
sampai coklat kemerahan.
B. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan bromida:
terbentuk endapan putih kekuningan yang tidak larut
dalam HNO3 P dan sedikit larut dalam NH4OH 6 N.
C. Ke dalam sejumlah zat uji setara dengan ± 5 mg ion
bromida di dalam tabung reaksi kecil tambahkan
0,25 ml air, lebih kurang 75 mg timbal(IV) oksida P
dan 0,25 ml CH3COOH 5 N, kocok perlahan-lahan.
Keringkan bagian dalam atas tabung dengan kertas
saring dan biarkan selama 5 menit.
Uji Identifikasi Umum (8)
Celup secarik kertas saring dalam setetes magenta
dekolorisasi LP dan segera masukkan ke dalam tabung
reaksi: terjadi warna ungu dalam 10 detik dimulai dari
ujung kertas saring, yang dapat dibedakan dari warna
merah magenta, yang terlihat sedikit pada ujung kertas
saring.
15. Fosfat [Catatan Jika pada monografi dinyatakan untuk uji
Fosfat, lakukan penetapan menggunakan uji ortofosfat, jika
tidak dinyatakan atau jika dilakukan pemijaran sebelum
dilakukan uji gunakan uji pirofosfat]
16. Ortofosfat
A. Tambahkan AgNO3 LP ke dalam larutan netral
ortofosfat: terbentuk endapan kuning yang larut dalam
HNO3 2 N dan dalam NH4OH 6 N.
Uji Identifikasi Umum (9)
B. Tambahkan amonium molibdat LP ke dalam larutan
asam dari ortofosfat: terbentuk endapan kuning yang
larut dalam NH4OH 6 N.
17. Pirofosfat
A. Tambahkan AgNO3 LP ke dalam larutan pirofosfat yang
diperoleh dari pemijaran: terbentuk endapan putih yang
larut dalam HNO3 2 N dan dalam NH4OH 6 N.
B. Tambahkan amonium molibdat LP: terbentuk endapan
kuning yang larut dalam NH4OH 6 N.
18. Hipofosfit
A. Panaskan kuat-kuat: segera terbentuk fosfin yang
mudah terbakar.
B. Tambahkan raksa(II) klorida LP ke dalam larutan
hipofosfit: terbentuk endapan putih yang berubah
menjadi abu-abu pada hipofosfit berlebih.
Uji Identifikasi Umum (10)
C. Asamkan larutan hipofosfit dengan H2SO4 P, hangatkan
dengan tembaga(II)sulfat LP: terbentuk endapan merah.
19. lodida
A. Tambahkan klor LP tetes demi tetes ke dalam larutan
iodida: terjadi iodum bebas berwarna kuning hingga
merah pada larutan. Kocok larutan dengan CHCl3 P:
lapisan CHCl3 menjadi ungu. Iodum yang dibebaskan
juga memberikan warna biru dengan kanji LP.
B. Tambahkan AgNO3 LP ke dalam larutan iodida:
terbentuk endapan kuning menggumpal seperti dadih
yang tidak larut dalam HNO3 P dan dalam NH4OH 6 N.
20. Kalium
A. Senyawa kalium memberikan warna ungu dalam nyala
api tidak berwarna, yang akan tertutup dengan adanya
sedikit natrium.
Uji Identifikasi Umum (11)
Pengaruh warna kuning yang dihasilkan oleh natrium
dapat dihilangkan dengan mengamati melalui penyaring
biru yang menahan emisi natrium pada 589 nm tetapi
melewatkan emisi kalium pada 404 nm. Juga dapat
digunakan kaca kobalt dan penyaring lain yang tersedia
secara komersial.
B. Tambahkan natrium bitartrat LP ke dalam larutan netral
kalium, pekat atau cukup pekat (tergantung kelarutan dan
kadar kalium): terbentuk endapan hablur putih yang larut
dalam NH4OH 6 N dan dalam larutan alkali hidroksida dan
alkali karbonat. Pembentukan endapan, yang biasanya
lambat, dipercepat dengan pengadukan atau penggoresan
bagian dalam tabung reaksi dengan batang pengaduk.
Penambahan sedikit asam asetat glasial P atau etanol P
dapat mempercepat pengendapan.
Uji Identifikasi Umum (12)
21. Kalsium
A. Ke dalam larutan garam kalsium (1 dalam 20)
tambahkan 2 tetes merah metil LP, dan netralkan dgn
NH4OH 6 N. Tambahkan HCl 3 N tetes demi tetes
hingga larutan asam thd indikator. Tambahkan amonium
oksalat LP: terbentuk endapan putih yang tidak larut
dalam asam asetat 6 N, tetapi larut dalam HCl P.
B. Basahi garam kalsium dengan HCl P: terjadi warna
merah kekuningan dalam nyala tidak berwarna.
C. Ke dalam 0,2 ml larutan netral yg mengandung ± 40 µg
ion kalsium tambahkan 0,5 ml larutan glioksal-bis(2-
hidroksianil) P 0,2% dalam etanol P, 9,2 ml NaOH 2 N
dan 0,2 ml NaCO3 1 M. Ekstraksi dgn 1 - 2 ml CHCl3 P
dan tambahkan 1 - 2 ml air: lapisan CHCl3 berwarna
merah.
Uji Identifikasi Umum (13)
D. Larutkan 20 mg dalam 5 ml CH3COOH 5 N,
tambahkan 0,5 ml larutan kalium heksasianoferat(II) P
5,0%: larutan tetap jernih. Tambahkan ± 50 mg NH4Cl
P: terbentuk endapan hablur putih.
22. Karbonat
A. Tambahkan asam ke dalam karbonat atau bikarbonat:
terjadi gelembung gas tidak berwarna, jika dialirkan ke
dalam Ca(OH)2 LP segera membentuk endapan putih.
B. Tambahkan fenolftalein LP ke dalam larutan dingin
karbonat (1 dalam 20): terjadi warna merah, sedang-
kan pada larutan dingin bikarbonat (1 dalam 20): tidak
terjadi perubahan warna atau hanya sedikit berwarna.
23. Klorat
A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan klorat:
tidak terbentuk endapan. Tambahkan asam sulfit P:
Uji Identifikasi Umum (14)
terbentuk endapan putih yang tidak larut dalam HNO3
P, tetapi larut dalam NH4OH 6 N.
B. Pada pemijaran dihasilkan klorida, diidentifikasi seperti
tertera pada uji Klorida.
C. Tambahkan H2SO4 P pada senyawa klorat kering: terjadi
letikan dan timbul gas kuning kehijauan. [Perhatian
Gunakan sedikit zat uji dan lakukan dengan sangat hati-
hati pada pengujian ini.]
24. Klorida
A. Tambahkan AgNO3 LP ke dalam larutan klorida:
terbentuk endapan putih seperti dadih yang tidak larut
dalam HNO3 P, tetapi larut dalam NH4OH 6 N berlebih.
B. Pada uji amin klorida (termasuk alkaloida klorida) tidak
menunjukkan reaksi terhadap uji A, tambahkan 1 tetes
HNO3 encer P dan 0,5 ml AgNO3 LP pada larutan uji jika
tidak dinyatakan lain pada monografi,
Uji Identifikasi Umum (15)
± 2 mg ion klorida dalam 2 ml: terbentuk endapan putih
seperti dadih. Sentrifus segera campuran dan pisahkan
beningan. Cuci endapan 3 kali, tiap kali dengan 1 ml asam
nitrat P (1 dalam 100) dan buang air cucian. Tambahkan
tetes demi tetes ammonia LP pada endapan: endapan
segera larut.
C. Campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida
P bobot sama, basahi dengan H2SO4 P, dan panaskan
perlahan: terbentuk klor yang menghasilkan warna biru
pada kertas kanji iodida P basah.
D. Masukkan ke dalam tabung reaksi sejumlah zat uji yang
mengandung 10 - 15 mg ion klorida, tambahkan 200 mg
kalium bikromat P dan 1 ml H2SO4 P. Letakkan kertas
saring yang dibasahi dengan 0,1 ml difenilkarbazida LP
menutupi tabung reaksi:
Uji Identifikasi Umum (16)
kertas saring berubah menjadi merah ungu. Kertas
saring yang dibasahi tidak boleh menyentuh larutan
kalium bikromat.
25. Kobalt
A. Ke dalam larutan garam kobalt (1 dalam 20) dalam HCl 3
N, tambahkan larutan panas segar 1-nitroso-2-naftol P (1
dalam 10) dalam CH3COOH 9 N volume sama,
panaskan di atas tangas uap: terbentuk endapan merah.
B. Jenuhkan larutan garam kobalt dgn KCl P, tambahkan
KNO2 P dan CH3COOH P: terbentuk endapan kuning.
26. Laktat Asamkan larutan laktat dengan H2SO4 P,tambahkan
KMnO4 LP, dan panaskan: timbul asetaldehida, yang dapat
dikenal dari baunya yang spesifik.
Uji Identifikasi Umum (17)
27. Litium
A. Basakan larutan garam litium yang cukup pekat dengan
NaOH P, tambahkan natrium karbonat LP, dan didihkan:
terbentuk endapan putih yang larut dalam NH4Cl LP.
B. Basahi garam litium dengan HCl P: terjadi warna merah
tua dalam nyala api tidak berwarna.
C. Tambahkan H2SO4 2 N atau sulfat yang larut ke dalam
larutan garam litium: tidak terbentuk endapan (perbedaan
dari stronsium).
28. Magnesium
A. Tambahkan NH4Cl P ke dalam larutan garam
magnesium, netralkan dengan NH4CO3 LP: tidak
terbentuk endapan. Tambahkan natrium fosfat dibasa LP:
terbentuk endapan hablur putih yang tidak larut dalam
NH4OH 6 N.
Uji Identifikasi Umum (18)
B. Ke dalam 0,5 ml larutan netral atau sedikit asam
tambahkan 0,2 ml larutan kuning titan P 0,1 % dan
0,5 ml NaOH 0,1 N: terjadi kekeruhan merah terang yang
perlahan-lahan berubah menjadi endapan merah terang.
29. Mangan Tambahkan amonium sulfida LP ke dalam larutan
garam mangan: terbentuk endapan merah muda kekuningan
yang larut dalam asam asetat P.
30. Natrium
A. Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif
dalam nyala api yang tidak berwarna
B. Jika tidak dinyatakan lain pada monografi, larutkan
100 mg senyawa natrium dalam 2 ml air, tambahkan
2 ml larutan kalium karbonat P 15%, panaskan hingga
mendidih: tidak terbentuk endapan. Tambahkan 4 ml
kalium piroantimonat LP, panaskan sampai mendidih.
Uji Identifikasi Umum (19)
Dinginkan dalam es, jika perlu gores bagian dalam
wadah dengan batang pengaduk: terbentuk endapan.
C. Ke dalam 0,5 ml larutan yang mengandung ± 2 mg ion
natrium tambahkan 1,5 ml asam -metoksifenil asetat
LP, dinginkan dalam es selama 30 menit: terbentuk
endapan hablur putih ruah. Hangatkan dalam air pada
suhu 20 dan aduk selama 5 menit: endapan tidak larut.
Tambahkan 1 ml NH4OH 2 N, endapan larut sempurna.
Tambahkan 1 ml larutan amonium karbonat P 16%:
tidak terbentuk endapan.
31. Nitrat
A. Campur larutan nitrat dengan H2SO4 P volume sama,
dinginkan, dan alirkan larutan besi(II) sulfat P di atas
campuran tersebut: terjadi warna coklat pada batas
kedua cairan.
Uji Identifikasi Umum (20)
B. Panaskan nitrat dengan H2SO4 P dan logam tembaga:
terjadi asap merah kecoklatan.
C. Tambahkan kalium permanganat LP asam pada nitrat:
warna KMnO4 tidak hilang (berbeda dgn nitrit) .
D. Ke dalam campuran 0,1 ml nitrobenzena P dan 0,2 ml
H2SO4 P tambahkan sejumlah zat uji yang mengandung
± 1 mg ion nitrat, diamkan selama 5 menit. Dinginkan
dalam es, tambahkan 5 ml air perlahan-lahan dgn
pengadukan, 5 ml NaOH 10 N dan 5 ml aseton P,
kocok dan diamkan: lapisan atas berwarna ungu tua.
32. Nitrit
A. Tambahkan asam mineral encer atau asam asetat 6 N
pada nitrit: terjadi asap merah kecoklatan.
B. Teteskan larutan pada kertas kanji iodida P: terjadi
warna biru.
Uji Identifikasi Umum (21)
33. Oksalat
A. Tambahkan kalsium klorida LP ke dalam larutan netral
atau alkalis oksalat: terbentuk endapan putih, yang tidak
larut dalam asam asetat 6 N, tetapi larut dalam HCl P.
B. Tambahkan larutan panas oksalat yang diasamkan ke
dalam kalium permanganat LP: larutan tidak berwarna.
34. Perak
A. Tambahkan HCl P ke dalam larutan garam perak:
terbentuk endapan putih seperti dadih yang tidak larut
dalam HNO3 P, tetapi mudah larut dalam NH4OH 6 N.
B. Tambahkan NH4OH 6 N dan sedikit formaldehida LP ke
dalam larutan garam perak, hangatkan: terbentuk
cermin logam perak pada dinding tabung.
Uji Identifikasi Umum (22)
35. Permanganat Larutan permanganat yang diasamkan
dengan H2SO4 P akan hilang warnanya oleh hidrogen
peroksida LP dan natrium bisulfit LP, dalam keadaan dingin,
dan oleh asam oksalat LP, dalam larutan panas.
36. Peroksida Asamkan larutan peroksida dengan H2SO4 P,
tambahkan kalium bikromat LP: terjadi warna biru tua.
Kocok campuran dengan eter P volume sama, biarkan
memisah: lapisan eter berwarna biru.
37. Raksa
A. Celupkan lembaran tembaga yang mengkilap ke dalam
larutan garam raksa yang bebas dari HNO3 berlebih:
terjadi lapisan tipis yang setelah digosok menjadi
mengkilap keperakan.
B. Tambahkan H2S LP ke dalam larutan senyawa raksa:
terbentuk endapan hitam yang tidak larut dalam
amonium sulfida LP dan HNO3 2 N mendidih.
Uji Identifikasi Umum (23)
38. Garam Raksa (II)
A. Tambahkan NaOH 1 N ke dalam larutan garam raksa:
terbentuk endapan kuning.
B. Tambahkan kalium iodida LP ke dalam larutan netral:
terbentuk endapan merah tua yang sangat mudah larut
dalam pereaksi berlebih.
39. Garam Raksa (I)
A. Tambahkan NaOH 1 N pada senyawa raksa(I) : terurai
dan membentuk endapan hitam.
B. Tambahkan HCl P ke dalam larutan garam raksa(I):
terbentuk endapan putih yang akan menjadi hitam pada
penambahan NH4OH 6 N.
C. Tambahkan kalium iodida LP: terbentuk endapan
kuning, dan setelah didiamkan berubah menjadi hijau.
Uji Identifikasi Umum (24)
40. Salisilat
A. Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan encer
salisilat: terjadi warna ungu.
B. Tambahkan HCl P ke dalam larutan pekat salisilat :
terbentuk endapan hablur putih asam salisilat yg
melebur pada suhu 158° - 161°C.
41. Sitrat Larutkan atau suspensikan beberapa mg garam
sitrat dalam 1 ml air, tambahkan ke dalam 15 ml piridin P,
dan kocok. Tambahkan 5 ml anhidrida asetat P ke dalam
campuran, dan kocok: terjadi warna merah muda.
42. Sulfat
A. Tambahkan barium klorida LP ke dalam larutan sulfat:
terbentuk endapan putih yang tidak larut dalam HCl P
dan HNO3 P.
Uji Identifikasi Umum (25)
B. Tambahkan timbal(II) asetat LP ke dalam larutan netral
sulfat: terbentuk endapan putih yang larut dalam
amonium asetat LP.
C. Tambahkan HCl P ke dalam larutan sulfat: tidak
terbentuk endapan (perbedaan dari tiosulfat).
D. Tambahkan 0,1 ml iodum-kalium iodida LP ke dalam
suspensi yang didapat dari reaksi A: suspensi tetap
kuning (perbedaan dari sulfit dan ditionit), tetapi dengan
penambahan timah(II) klorida LP tetes demi tetes:
warna suspensi hilang (perbedaan dari iodat). Didihkan
campuran: tidak terbentuk endapan berwarna
(perbedaan dari selenat dan tungstat).
43. Sulfit Campur HCl 3 N dengan sulfit atau bisulfit: terbentuk
belerang dioksida yang menghitamkan kertas saring yang
dibasahi dengan raksa(I) nitrat LP.
Uji Identifikasi Umum (26)
44. Tartrat
A. Larutkan beberapa mg garam tartrat dalam 2 tetes
natrium periodat P (1 dalam 20). Tambahkan 1 tetes
H2SO4 1 N dan setelah 5 menit, tambahkan beberapa
tetes asam sulfit P & beberapa tetes fukhsin-asam sulfit
LP: terjadi warna merah muda dalam waktu 15 menit.
B. Ke dalam 10 - 20 mg zat uji yg dilarutkan dalam 5 ml air,
tambahkan 0,05 ml larutan besi(II) sulfat P 1% dan
0,05 ml larutan H2O2 P 3%: terjadi warna kuning tidak
stabil. Setelah warna hilang tambahkan NaOH 2 N tetes
demi tetes: terjadi warna biru intensif.
C. Campur 0,1 ml larutan yang mgd 1 - 2 mg asam tartrat P
dengan 0,1 ml larutan kalium bromida P 10%, 0,1 ml
larutan resorsinol P 2%, dan 3 ml H2SO4 P, panaskan di
atas tangas air selama 5 - 10 menit:
Uji Identifikasi Umum (27)
44. Tembaga
A. Asamkan larutan senyawa tembaga(II) dengan asam
klorida P: terbentuk lapisan tipis merah logam tembaga
pada permukaan logam besi yang mengkilap.
B. Tambahkan amonium hidroksida 6 N berlebih ke dalam
larutan garam tembaga(II): terbentuk endapan kebiruan,
kemudian larutan menjadi berwarna biru tua.
C. Tambahkan kalium heksasianoferat(II) LP ke dalam
larutan garam tembaga(II): terbentuk endapan coklat
kemerahan yang tidak larut dalam asam encer.
45. Timbal
A. Tambahkan H2SO4 2 N ke dalam larutan garam timbal:
terbentuk endapan putih yang tidak larut dalam HCl 3 N
atau HNO3 2 N, tetapi larut dalam NaOH 1 N hangat dan
dalam amonium asetat LP.
Uji Identifikasi Umum (28)
B. Tambahkan kalium kromat LP ke dalam larutan garam
timbal bebas atau hampir bebas asam mineral:
terbentuk endapan kuning yang tidak larut dalam asam
asetat 6 N tetapi larut dalam NaOH 1 N.
46. Tiosianat Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan
tiosianat: terjadi warna merah yang tidak rusak oleh asam
mineral yang cukup pekat.`
47. Tiosulfat
A. Tambahkan asam klorida P ke dalam larutan tiosulfat:
terbentuk endapan putih yang segera berubah menjadi
kuning, terbentuk belerang dioksida yg menghitamkan
kertas saring yang dibasahi dengan raksa(I) nitrat LP.
B. Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan
tiosulfat: terjadi warna ungu tua yang cepat hilang.
Uji Identifikasi Umum (29)
48. Zink
A. Tambahkan hidrogen sulfida LP dan natrium asetat
P ke dalam larutan garam zink: terbentuk endapan
putih, yang tidak larut dalam asam asetat P, tetapi
larut dalam asam klorida 3 N.
B. Tambahkan amonium sulfida LP ke dalam larutan
netral atau alkalis: terbentuk endapan putih seperti
pada uji A.
C. Tambahkan kalium heksasianoferat(II) LP ke dalam
larutan garam zink: terbentuk endapan putih yang
tidak larut dalam asam klorida 3 N.
VIII. Uji Identifikasi secara KLT <281>

 Prosedur berikut dapat digunakan untuk membantu


dalam melakukan verifikasi identitas suatu zat aktif dari
bentuk sediaannya.
 Buat Larutan uji seperti yang tertera pada masing-
masing monografi.
 Pada garis sejajar dan berjarak ± 2 cm dari tepi
lempeng KLT campuran silika gel setebal 0,25 mm dan
mgd zat berfluorosensi yang sesuai seperti tertera pada
Kromatografi <931>, totolkan masing-masing 10 μl
Larutan uji dan Larutan baku BPFI sesuai zat yang
diidentifikasi dalam pelarut dan kadar yang sama
dengan Larutan uji, kecuali dinyatakan lain dalam
monografi.
Uji Identifikasi secara KLT (2)

 Biarkan totolan mengering, kecuali dinyatakan lain


dalam masing-masing monografi, eluasi dengan fase
gerak campuran kloroform P-metanol P-air (180:15:1),
hingga fase gerak merambat ± tiga perempat tinggi
lempeng.
 Angkat lempeng, tandai batas rambat dan biarkan fase
gerak menguap.
 Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, amati lempeng di bawah cahaya Ultra Violet
254 nm.
 Harga Rf bercak utama Larutan uji sesuai dengan
Larutan baku.
Diklokfenak Natrium (FI ke-6, hlm. 420)
1. Pemerian Serbuk hablur putih atau hampir putih.
2. Identifikasi
A. Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam
kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada bilangan
gelombang yang sama seperti pada Dikloksasilin Natrium BPFI.
B. Waktu retensi puncak utama Larutan uji sesuai dgn Larutan
baku seperti yang diperoleh pada Penetapan kadar (KCKT).
C. Pijarkan ± 100 mg zat, larutan 1 bagian sisa pemijaran dalam 20
bagian asam asetat P: menunjukkan reaksi Natrium cara A, B
dan C seperti tertera pada Uji Identifikasi Umum.
3. pH Antara 4,5 dan 7,5; lakukan penetapan menggunakan
larutan 10 mg zat per mL.
Minyak Permen (Pepperment Oil)
FI ke-6, hlm. 1182 - 1183

 Minyak Permen adalah minyak atsiri yang diperoleh


dengan destilasi uap dari bagian di atas tanah tanaman
berbunga Mentha piperita Linné (Familia Labiatae) yang
segar, dimurnikan dengan cara destilasi dan tidak
didementolisasi sebagian ataupun keseluruhan.
 Mengandung tidak kurang dari 5,0% ester dihitung
sebagai metil asetat (C12H22O2), dan tidak kurang dari
50,0% mentol total (C10H20O) sebagai mentol bebas dan
sebagai ester.
Minyak Permen (FI ke-6, hlm. 1182 – 1183)

1. Pemerian Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau


khas kuat menusuk; rasa pedas diikuti rasa dingin jika
udara dihirup melalui mulut.

2. Identifikasi Dalam tabung reaksi kering, campur 6 tetes


dengan 5 mL larutan asam nitrat P (1 dalam 300) dalam
asam asetat glasial P, masukkan tabung ke dalam gelas
piala berisi air mendidih: dalam waktu 5 menit cairan
berwarna biru, yang pada pemanasan lebih lanjut
berwarna lebih tua dan menunjukkan fluoresensi warna
tembaga yang akan memudar dan meninggalkan cairan
berwarna kuning keemasan.
Minyak Permen (FI ke-6, hlm. 1182-1183)

3. Bobot jenis Antara 0,896 dan 0,908.

4. Rotasi optik Antara -18º dan -32º dalam tabung 100 mm.

5. Indeks bias Antara 1,495 dan 1,465; lakukan penetapan


pada suhu 20º .

6. Penetapan kadar ester total Setelah perlakuan, lakukan


Titrasi residual dalam Titrimetri <711>.

7. Penetapan kadar mentol total


Asam Tartrat (FI ke-6, hlm. 201)

1. Pemerian Hablur tidak berwarna atau bening atau serbuk


hablur halus sampai granul, warna putih; tidak berbau;
rasa asam dan stabil di udara.

2. Identifikasi
A. Menunjukkan reaksi Tartrat seperti tertera pada Uji
Identifikasi Umum .
B. Jika dipijarkan, perlahan-lahan terurai, bau seperti gula
terbakar (perbedaan dari Asam Sitrat).

3. Rotasi jenis Antara +12,0º dan +13,0º; dihitung


terhadap zat kering; lakukan penetapan menggunakan
larutan yang mengandung 2 g zat per 10 mL
DAFTAR PUSTAKA

 Moffat, A.C., M. David Osselton, Brian Widdop (Eds),


2013, Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons, 4th ed.,
The Pharmaceutical Press, London.

 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan, 2020, Farmakope Indonesia, Edisi ke 6,
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, hlm. 1907 – 1912.
Jenis dan metode analisa kualitatif obat

TERIMA KASIH
Analisa Volumetri terhadap
Bahan Baku dan Sediaan Obat,
Narkotika, Psikotropika

Dra. Hermini Tetrasari M.Si, Apt


2021
TITRIMETRI <711>,
FI ed. 6, hlm. 1975 - 1981

1. Titrasi Langsung

2. Titrasi Residual (titrasi kembali.)

3. Titrasi Kompleksometri.

4. Titrasi Redoks

5. Titrasi Bebas Air (TBA)

6. Titrasi Nitrimetri

30/08/2021 2
I. Titrasi Redoks :
Bromometri (INH)
Iodometri (Antalgin, Kofein)

30/08/2021 3
BROMOMETRI
PRINSIP:
Reaksi antara senyawa obat dengan Brom yang dapat
berupa reaksi substitusi, adisi atau oksidasi.
1. Substitusi: terjadi pada senyawa fenol, salisilamida,
amin aromatis dan turunannya.
2. Adisi: terjadi pada senyawa tidak jenuh seperti golongan
barbital.
3. Oksidasi: terjadi pada senyawa yang mempunyai gugus
fungsi mudah teroksidasi seperti Vit. C, INH.
Titrasi INH secara bromometri dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung.
30/08/2021 4
APLIKASI BROMOMETRI DAN IODOMETRI

PRINSIP:
1. Reaksi dibromo substitusi oleh Br2 pada posisi orto dari
gugus −NH2. Contoh: Novokain (Prokain HCl)
2. Reaksi Adisi I2 pada ikatan rangkap Novalgin (Antalgin),
dilakukan cara tidak langsung.
3. Adisi iodum oleh Kofein dalam suasana asam membentuk
Kofein tetraiodida yang sukar larut.

30/08/2021 5
30/08/2021 6
30/08/2021 7
Penetapan Kadar Tablet Antalgin
(Metampiron) FI ed. 6, hlm. 1125 - 1126

 Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet.


 Timbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan
lebih kurang 400 mg metampiron, masukkan ke dalam
labu tentukur 50-mL, tambahkan 4 mL air, kocok.
 Saring melalui penyaring kaca masir ke dalam labu 50 mL.
Cuci labu dan penyaring dua kali @ 2 mL air. Titrasi
kumpulan filtrat dan cairan cucian dengan iodum 0,1 N LV.
 Tiap mL iodum 0,1 N setara dengan 17,57 mg
C13H16N3NaO4S.H2O
30/08/2021 8
30/08/2021 9
SERIMETRI
Bahan baku – Larutan oral – Tablet Besi (II) Sulfat
FI ed. 6, hlm. 287 - 289
 Timbang saksama lebih kurang 1 g zat, larutkan dalam
campuran 25 mL asam sulfat 2 N dan 25 mL air bebas
karbon dioksida P. Tambahkan indikator ortofenantrolin LP,
 Segera titrasi dengan serium(IV) sulfat 0,1 N LV sampai
terjadi perubahan warna. Lakukan penetapan blangko.
 Hitung persentase besi(II) sulfat heptahidrat, FeSO4.7H2O,
dalam bahan baku atau sediaan.
30/08/2021 10
II. Titrasi Nitrimetri :
Kloramfenikol
Parasetamol
Golongan Sulfa
Sulfanilamid-Sulfur
30/08/2021 12
30/08/2021 13
30/08/2021 14
30/08/2021 15
30/08/2021 16
30/08/2021 17
30/08/2021 18
PENETAPAN KADAR PROKAIN HCl
FI ed 6, hlm. 1435 - 1436

 Timbang saksama lebih kurang 500 mg zat, masukkan ke


dalam gelas piala.
 Tambahkan 100 mL air dingin, 5 mL asam hidroklorida P dan
100 mg kalium bromida P, aduk sampai larut.
 Dinginkan hingga suhu ± 15ºC dan titrasi perlahan dengan
natrium nitrit 0,1 M LV yang sebelumnya telah dibakukan
terhadap Sulfanilamida BPFI.
 Lakukan penetapan blangko.
 Tiap mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 27,28 mg
C13H20N2O2.HCl
30/08/2021 19
III. Titrasi Pengendapan
1. Psikotropika :
Veronal
Luminal
30/08/2021 21
30/08/2021 22
III. Titrasi Pengendapan
2. Injeksi Ringer
PENETAPAN KADAR INJEKSI RINGER
FI ed 6, hlm. 1228 - 1230
 Penetapan kadar Kalsium secara Spektrofotometri Serapan
Atom (AAS)
 Penetapan kadar Kalium dan Natrium secara Fotometri Nyala
 Penetapan kadar Klorida secara Titrasi Argentometri.
 Pipet 10 mL injeksi Ringer ke dalam labu Erlenmeyer,
tambahkan 10 mL asam asetat glasial P, 75 mL metanol P
dan 3 tetes eosin Y LP.
 Titrasi dengan menggunakan perak nitrat 0,1 N LV sambil
dikocok hingga titik akhir warna merah muda
 Tiap mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 3,545 mg Cl.
30/08/2021 24
IV. Titrasi Kompleksometri :
Kalsium Glukonat
Bismut Subnitrat
Zn SO4 – Asam Borat
Ca+2 – Mg+2
30/08/2021 26
30/08/2021 27
30/08/2021 28
30/08/2021 29
30/08/2021 30
30/08/2021 31
30/08/2021 32
30/08/2021 33
V. TITRASI BEBAS AIR (TBA)
Penetapan Kadar Papaverin HCl
FI ed. 6, hlm. 1356
 Timbang saksama lebih kurang 700 mg zat, larutkan dalam
80 mL asam asetat glasial P, tambahkan 10 mL raksa (II)
asetat LP dan 1 tetes kristal violet LP;
 Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LP hingga titik akhir
berwarna biru hijau. Lakukan penetapan blangko.
 Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 37,59 mg
C20H21NO4.HCl
Catatan : Untuk sediaan injeksi dan tablet ditetapkan kadarnya
secara spektrofotometri UV setelah dilakukan ekstraksi (hlm.
1356 – 1358). Penambahan larutan raksa (II) asetat karena zat
aktif berbentuk garam, yaitu Papaverin HCl.
30/08/2021 35
Penetapan Kadar Bisakodil
FI ed. 6, hlm. 312
 Timbang saksama lebih kurang 250 mg zat, larutkan
dalam 70 mL asam asetat glasial P.
 Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV menggunakan 3
tetes indikator p-naftolbenzein LP.
 Lakukan penetapan blangko.
 Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 36,14 mg
C22H19NO4
Catatan : Supositoria dan Tablet Lepas tunda Bisakodil,
masing-masing ditetapkan kadarnya secara KCKT
(hlm. 313 – 314)
30/08/2021 36
Penetapan Kadar Ofloksasin
FI ed. 6, hlm. 1298 - 1299
 Timbang saksama lebih kurang 100 mg zat, larutkan
dalam 275 mL asetat anhidrat P dalam gelas piala 400
mL, titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV
 Tetapkan titik akhir secara potensiometrik menggunakan
elektroda kaca-perak klorida (Lihat Lampiran “Titrimetri”).
Gunakan loncatan pertama dari dua loncatan potensial.
Lakukan penetapan blangko.
 Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 36,138 mg
C18H20FN3O4
Catatan : Tablet Ofloksasin ditetapkan kadarnya secara KCKT
30/08/2021
(hlm. 1299 – 1301) 37
VI. TITRASI ASAM BASA
Penetapan Kadar Asetosal
FI ed. 6, hlm. 170 - 171
 Timbang saksama lebih kurang 1,5 g zat, masukkan ke
dalam labu, tambahkan 50,0 mL NaOH 0,5 N LV dan
didihkan secara perlahan selama 10 menit. Tambahkan
indikator fenolftalein LP.
 Titrasi kelebihan natrium hidroksida dengan asam sulfat
0,5 N LV. Lakukan penetapan blangko.
 Tiap mL NaOH 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4
Catatan : Tablet Asetosal, Tablet Asetosal Didapar, Tablet
Lepas Tunda Asetosal masing-masing ditetapkan
kadarnya secara KCKT (hlm. 171 – 175)
30/08/2021 39
Penetapan Kadar Asam Nalidiksat
FI ed. 6, hlm. 189
 Timbang saksama lebih kurang 250 mg zat, larutkan
dalam 30 mL dimetilformamida P yang telah dinetralkan
dengan timolftalein LP.
 Titrasi dengan litium metoksida 0,1 N LV dalam metanol P
menggunakan pengaduk magnetik, hindari penyerapan
karbon dioksida dari udara.
 Tiap mL Litium metoksida 0,1 N setara dengan 23,22 mg
C12H12N2O3
Catatan : Tablet Asam Nalidiksat ditetapkan kadarnya secara
KCKT (hlm. 189 – 190)
30/08/2021 40
VII. Kapsul Ampisilin
Tablet Ampisilin
Suspensi Oral Ampisilin
(FI ed. 6, hlm. 139 - 142)
Penetapan Kadar Suspensi Oral Ampisilin
FI ed. 6, hlm. 141 - 142
 Syarat : 90,0 % – 120,0 % ampisilin, C16H19N3O4S
 Larutan baku Buat seperti tertera pada Larutan baku dalam
Penetapan kadar Antibiotik secara Iodometri <521>, yaitu
Ampisilin BPFI dalam air dengan kadar 1,25 mg/ml.
 Larutan uji Ukur saksama sejumlah volume suspensi oral yang
dibuat segar sesuai petunjuk pada etiket dan bebas gelembung
udara, encerkan bertahap dengan air hingga kadar ± 1,25 mg
ampisilin per ml.
 Prosedur Lakukan seperti tertera pada Prosedur dalam
Penetapan kadar Antibiotik secara Iodometri <521>. Hitung
kadar dalam mg ampisilin, C16H19N3O4S pada tiap ml suspensi
yang digunakan, dengan rumus :
30/08/2021 42
Penetapan Kadar Suspensi Oral Ampisilin
FI ed. 6, hlm. 141 - 142

(T/D) x (T/2000) x (B – I)

 T = jumlah ampisilin dalam mg per mL suspensi yang dibuat


sesuai petunjuk pada etiket;
 D = kadar ampisilin dalam mg per mL Larutan uji berdasarkan
jumlah yang tertera pada etiket dan faktor pengenceran.
 B = volume dalam ml, natrium tiosulfat 0,01 N yang digunakan
dalam penetapan blangko.
 I = volume dalam ml, Na2S2O3 0,01 N yang digunakan dalam
Inaktivasi dan titrasi.
30/08/2021 43
Penetapan Kadar Antibiotik secara Iodometri
<521> FI ed. 6 hlm. 1956 - 1957
 Metode ini digunakan untuk penetapan kadar sebagian
senyawa antibiotik penisilin dan sediaannya.
 Larutan baku
 Timbang saksama sejumlah Baku Pembanding FI, seperti
tertera pada monografi, yang sebelumnya telah dikeringkan
menurut cara yang tertera pada monografi,
 Larutkan dalam pelarut seperti tertera pada Tabel Pelarut
dan Kadar Akhir, encerkan secara kuantitatif dan bertahap
dengan pelarut yang sama hingga kadar tertentu.
 Pipet masing-masing 2 ml larutan ini ke dalam dua labu
Erlenmeyer 125 ml bersumbat kaca.
30/08/2021 44
Penetapan Kadar Antibiotik secara Iodometri
<521> FI ed. 6 hlm. 1956 - 1957

Tabel Pelarut dan Kadar Akhir

Contoh :

Antibiotik Pelarut Kadar akhir

Amoksisilin Air 1,0 mg/ml

Ampisilin Air 1,25 mg/ml

Dikloksasilin Na Dapar fosfat 1,25 mg/ml

Penisilin G Kalium Dapar fosfat 2000 unit

30/08/2021 45
Penetapan Kadar Antibiotik secara Iodometri
<521> FI V hlm. 1956 - 1957
 Larutan uji Larutan sampel dengan kadar seperti tertera
pada Tabel. Pipet masing-masing 2 ml larutan ini ke dalam
dua labu Erlenmeyer 125 ml bersumbat kaca.
 Prosedur
 Inaktivasi dan titrasi Pada 2,0 ml Larutan baku dan
Larutan uji dalam labu terpisah, masing-masing
tambahkan 2,0 ml natrium hidroksida 1,0 N, campur
dengan menggoyang labu, dan biarkan selama 15 menit.
Ke dalam tiap labu tambahkan 2,0 ml asam klorida 1,2 N
dan 10,0 ml iodum 0,01 N LV, segera tutup labu, biarkan
selama 15 menit.
30/08/2021 46
Penetapan Kadar Antibiotik secara Iodometri
<521> FI V hlm. 1956 - 1957

 Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,01 N LV. Pada saat


mendekati titik akhir, tambahkan 1 tetes pasta kanji-iodida
LP, lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang.
 Penetapan blangko Ke dalam labu berisi 2,0 ml Larutan
baku tambahkan 10,0 ml iodum 0,01 N LV. Bila Larutan
baku mengandung amoksisilin atau ampisilin, segera
tambahkan 0,1 ml asam klorida 1,2 N. Segera titrasi
dengan natrium tiosulfat 0,01 N LV. Pada saat mendekati
titik akhir, tambahkan 1 tetes pasta kanji-iodida LP, dan
lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Lakukan dengan
cara yang sama untuk labu berisi 2,0 ml Larutan uji.
30/08/2021 47
Penetapan Kadar Antibiotik secara Iodometri
<521> FI V hlm. 1956 - 1957
 Perhitungan Hitung kesetaraan (F) dalam mikrogram (atau
unit) tiap ml natrium tiosulfat 0,01 N yang digunakan oleh
Larutan baku dengan rumus : (2CP)
(B  I )
C adalah kadar Baku Pembanding dalam mg per ml Larutan
baku; P adalah potensi, dalam µg (atau unit) per mg Baku
Pembanding; B adalah volume dalam ml, natrium tiosulfat
0,01 N yang digunakan dalam Penetapan blangko; I adalah
volume dalam ml, Na2S2O3 0,01 N yang digunakan dalam
Inaktivasi dan titrasi. Hitung potensi zat uji dengan rumus
seperti tertera dalam masing-masing monografi.
30/08/2021 48
DAFTAR PUSTAKA

 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,


Farmakope Indonesia, edisi ke 6, Kementerian Kesehatan
RI, Jakarta, 2020.

 The United States Pharmacopoeial Convention, The


United States Pharmacopoeia, 43th ed., and The National
Formulary, 38th ed., United States Pharmacopeial
Convention Inc., Rockville, 2020.

 Medicines Commissions, British Pharmacopoeia, London


Her Majesty’s Stationary Office, London, 2021.
TERIMA KASIH

30/08/2021 50
Analisa Spektrofotometri UV terhadap
Bahan Baku dan Sediaan Obat,
Narkotika, Psikotropika

Dra. Hermini Tetrasari, M.Si, Apt


2021
I. DASAR DAN PENGGUNAAN
Definisi:
Spektrofotometri UV adalah metode pengukuran
absorpsi radiasi elektromagnetik suatu senyawa di
daerah UV (200 – 350 nm)
A. Faktor yang mempengaruhi sifat absorpsi:
1. Pengaruh substituen
2. Pengaruh pelarut
3. Pengaruh pH
B. Aplikasi:
1. Analisa kualitatif (Identifikasi), Elusidasi struktur
2. Analisa kemurnian
3. Analisa kuantitatif (penetapan kadar): tunggal dan
multi-komponen.
10/09/2021
4. Analisa dalam Cairan Tubuh/Biologik. 2
A.1. Pengaruh Substituen
 Pengaruh substituen yang terikat kromofor dan bentuk
rantai karbon terhadap absorpsi maksimumnya.
NAMA SENYAWA STRUKTUR λ MAX nm
1,3-butadiena CH2 = CH − CH = CH2 217
CH2 = C − CH = CH2
2-metil-1,3-butadiena 222
CH3
1,3-pentadiena CH2 = CH − CH = CH – CH3 223
2,4-heksadiena CH3 – CH = CH − CH = CH − CH3 226
CH2 = C − CH = CH −CH3
2-metil-1,3-pentadiena 228
CH3
1,1,4,4-tetrametil-1,3- CH3 − C = CH − CH = C − CH3
242
butadiena CH3 CH3

1,3-sikloheksadiena 256

10/09/2021 3
A.1. Pengaruh Substituen

 Bentuk rantai karbon terbuka atau tertutup menyebabkan


pergeseran absorpsi.
 Bentuk kromofor trans yang lebih panjang dari pada cis,
mengakibatkan absorpsi maksimum bentuk trans
bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih panjang
(efek batokromik) dan sering diikuti dengan absorpsivitas
(є) maksimum yang lebih besar (efek hiperkromik).
 Semua senyawa aromatik memberi spektra yang lebih
kompleks dibanding senyawa alifatik karena terjadi efek
batokromik.
10/09/2021 4
A.2. Pengaruh Pelarut
 Polaritas pelarut: makin polar pelarut yang digunakan
mengakibatkan absorpsi maksimum bergeser ke arah λ
yang lebih pendek (pergeseran hipsokromik).

 Jenis dan kemurnian pelarut:


 Tiap pelarut mempunyai batas rentang panjang
gelombang, tergantung jenis dan kemurniannya.
 Pengamatan absorpsi UV suatu zat dilakukan
sepanjang rentang panjang gelombang dalam pelarut
yang tidak memberikan absorpsi dan dapat melarutkan
dengan sempurna.
10/09/2021 5
A.3. Pengaruh pH
 Dalam pelarut air, pH sangat berpengaruh terhadap kromofor
yang dapat membentuk ion.
 Bentuk ion dan non ion mempunyai λ max berbeda karena
perbedaan tingkat konyugasinya. Perbedaan ini masih terjadi
dalam bentuk sama-sama sebagai ion, mis. asam barbiturat.
 Barbiturat dalam larutan asam atau netral menunjukkan
absorpsi lemah pada λ >230 nm, tetapi dalam dapar borax
0,05 M pH 9,2 menunjukkan absorpsi kuat pada λ 240 nm
karena terjadi ionisasi yang menghasilkan ikatan rangkap
terkonyugasi.
 Barbiturat dalam larutan pH 13, terjadi ionisasi tahap
kedua sehingga λ max bergeser kearah λ yang lebih
besar (efek batokromik) yaitu λ dekat 255 nm.
10/09/2021 6
B.1. Analisis Kualitatif Senyawa

 Suatu senyawa dapat diidentifikasi secara Spektrofotometri


UV melalui hubungan antara antara λ, absorpsivitas dan
struktur senyawa,yaitu dengan memperhatikan sbb:
 Pola spektrum absorpsi: menggambarkan hubungan
antara absorban atau transmitan larutan zat (sumbu
Y) terhadap λ atau frekuensi radiasi (sumbu X).
 Posisi λ maksimum
 Intensitas absorpsi (absorpsivitas)

 Analisa kualitatif ini harus dilengkapi dengan konfirmasi


dari uji fisika, kimia (misal. reaksi warna) dan fisikokimia
lain (misal. Spektrofotometri IR).
10/09/2021 7
B.2. Analisa Kemurnian
 Bahan obat atau bahan lain yang tidak murni memberikan
spektra dari jumlah spektra bahan murni dan spektra
bahan asing yang terkandung didalamnya.
 Pada pemeriksaan kemurnian, digunakan є (ekstinksi) :
 pada λ yang ditetapkan, nilai є larutan uji atau e 1%
1 cm tidak boleh melewati nilai є bahan murninya.
 Perbedaan nilai ekstinksi pada dua nilai panjang
gelombang (є1 – є2 ) dari larutan uji yang ditetapkan,
tidak melebihi nilai tertentu.
 Perbandingan harga ekstinksi pada dua nilai panjang
gelombang (є1 / є2 ) dari larutan uji yang ditetapkan,
harus terletak dalam nilai interval yang ditetapkan.
10/09/2021 8
B.3. Analisa Kuantitatif
 Penetapan kadar suatu senyawa tunggal secara
spektrofotometri UV merupakan metode komparatif
sehingga diperlukan baku pembanding.

 Metode penetapan kadar:


 One point method .
 Multiple points method: menggunakan kurva kerja
antara konsentrasi baku dan absorban.
 Penetapan kadar senyawa multi-komponen:
 Tanpa pemisahan: cara simultan
 Dengan pemisahan: diekstraksi atau KLT, lalu
dilakukan pengukuran secara spektrofotometri UV.
10/09/2021 9
B.4. Analisa dalam Cairan Tubuh/Biologik
Banyak mengalami kesulitan dibanding analisa dalam
sediaan karena:
 Umumnya kadar senyawa obat atau metabolitnya
sangat kecil (misalnya dalam darah atau urine).
 Ekstraksi dengan pelarut organik, biasanya ikut serta
pigmen endogen (zat warna alam) dalam tubuh dan
senyawa lain yang dapat menganggu sewaktu
pengukuran akhir. Hal ini diatasi dengan pemilihan
pelarut yang sesuai pada pH tertentu dan dilakukan
pemurnian dahulu atau ditambah pereaksi kimia
sehingga diperoleh senyawa berwarna dan ditetapkan
secara kolorimetri untuk meningkatkan spesifitas.
10/09/2021 10
B.4. Analisa dalam Cairan Tubuh/Biologik
 Senyawa obat berada dalam bentuk bebas dan terikat
/terkonyugasi misalnya sebagai glukoronida atau
sebagai eter-sulfat yang merupakan senyawa polar.
 Adanya ikatan protein-obat dapat menyebabkan hasil
kekecilan kecuali bila protein didenaturasi terlebih dahulu
sebelum diekstraksi misalnya ditambah asam triklorasetat
20 % atau natrium sulfat. Protein akan mengendap
sehingga diperoleh obat bebas yang akan diekstraksi.
 Ekstraksi yang berkali-kali agar lebih kuantitatif, dapat
terjadi emulsi karena adanya plasma dan diperlukan
penguapan lama karena volume ekstrak yang banyak.
10/09/2021 11
B.4. Analisa dalam Cairan Tubuh/Biologik

 Maka ekstraksi dilakukan hanya satu kali dgn pelarut yg


cukup besar agar dapat melarutkan zat yg diinginkan.

Contoh: Penentuan Difenilhidantoin dalam darah/urine


 Prinsip: mengubah senyawa yang mengabsorpsi
lemah menjadi kuat pada daerah uv (metode Wallace)
 Cara : Tambahkan HCl 0,5 N pada cairan biologik
hingga pH 6 – 7 dan ekstraksi dengan kloroform. Kedua
lapisan disaring, tambahkan NaOH 1 N, kocok,
pisahkan lapisan alkali dan uapkan pada 50 – 60ºC dgn
tekanan rendah. Tambahkan KMNO4 dan refluks.

10/09/2021 12
B.4. Analisa dalam Cairan Tubuh/Biologik
O
C6H5
N C
C6H5 Na OH
KmnO4
O
NaO N

DIFENIL HIDANTOIN BENZO FENON


(MENGABSORPSI LEMAH) ( MENGABSORPSI KUAT PADA
λ MAX = 257 nm )

10/09/2021 13
II. APLIKASI
 Penerapan metode spektrofotometri UV dilakukan
terhadap semua senyawa yang mengandung suatu
sistem aromatik yang diaktivasi atau gugus khusus
senyawa yang ditandai dengan suatu struktur yang
kompleks, seperti barbiturat, penisilin dan sefalosporin.

 Metode Spektrofotometri UV untuk bahan baku dan


sediaan obat dan napsi, meliputi:
1. Metode Langsung
2. Metode Tidak Langsung

10/09/2021 14
II.1. METODE LANGSUNG
 Metode ini merupakan metode yang mengukur absorban
senyawa obat itu sendiri dengan atau tanpa pemisahan,
pengenceran dll.
 Pengukuran absorpsi UV ini sederhana, teliti dan peka,
sehingga dapat digunakan bagi kebanyakan senyawa obat.
 Pada dasarnya semua senyawa yang mengandung:
1. Ikatan rangkap terkonyugasi atau
2. Cincin aromatik dan gugus pada banyak jenis/spesi
anorganik dapat mengabsorpsi sinar UV, ditunjukkan
oleh spektrum senyawa tersebut.

10/09/2021 15
II.1. METODE LANGSUNG
 Keterbatasan metode ini adalah adanya gangguan
dari spesi lain yang mengabsorpsi UV dalam sampel.
Kurangnya spesifisitas ini diatasi dengan melakukan
pemisahan sebelum dilakukan pengukuran absorban.
Contoh:
1. Pada kromofor fenil sederhana, ada beberapa puncak
antara 250 – 270 nm. Contoh: Profoksifen HCl
2. Dekstro amfetamin dan amobarbital: lakukan
pemisahan dengan kolom alginat. Amobarbital didapat
dari elusi dgn etanol dan diukur pada λ = 240 nm
dalam dapar borat pH 10, sedangkan dekstro
amfetamin didapat dari elusi dgn H2SO4 0,5 m dan
diukur pada λ = 257 nm.
10/09/2021 16
II.1. METODE LANGSUNG

3. Kromofor cincin fenil dgn satu hetero atom / lebih dibanding


fenil sederhana: terjadi pergeseran bathokromik (ke λ max
yg lebih panjang) diikuti dgn pergeseran hiperkromik (nilai
ekstinksi menjadi lebih besar).
Contoh obat yang mempunyai cincin fenil tersubstitusi dgn
hetero atom: asam salisilat, salisilamida, prokain amida dll.
 Terhadap tablet analgetik yang mengandung salisilamida:
Kocok dengan kloroform dan ukur secara simultan pd
beberapa λ terhadap salisilamida, aspirin, fenasetin, kofein,
asam salisilat dalam tiga larutan berbeda yaitu dalam asam,
basa dan terhidrolisa.
10/09/2021 17
II.1. METODE LANGSUNG
4. Sefalosporin
H2N − CH - - - - CH2 CH2 CH2 − C − NH H Cincin
H S Tiazin
COOH O
OAc
N
O COOH
CINCIN β LAKTAM KROMOFOR

 Bila cincin β-laktam terbuka oleh enzim β-laktamase,


maka tidak akan mengabsorpsi sinar UV.
 Hal ini digunakan untuk penetapan kadar melalui
konsentrasi sefalosporin yang sebanding dengan
hilangnya absorpsi sinar UV.
10/09/2021 18
II.1. METODE LANGSUNG
 Adanya cincin tiazin menyebabkan tidak adanya absorpsi
pada λ lebih besar dari 210 nm kecuali bila ada rantai
samping yang dapat mengabsorpsi uv misalnya benzil
penisilin.
NO SENY. SEFALOSPORIN λ MAX nm Є ( l mol-1cm-1)
1. Na SEFALOSPORIN C 260 8.300
2. 237 14.600
Na SEFALOTIN 265 8.536

3. 240 15.830
SEFALORIDIN 255 14.542

4. SEFALOGLISIN 260 8.532


5. SEFALEKSIN 262 8.198
6. SEFAZOLIN 270 13.100
10/09/2021 19
II.2. METODE TIDAK LANGSUNG

 Metode ini merupakan hasil/proses kimiawi atau


modifikasi suatu kromofor.
 Metode langsung tidak dimungkinkan karena:
1. Absorpsi alami obat dapat terjadi pada λ yang
terlampau rendah untuk dapat digunakan.
2. Absorpsivitas molar sangat kecil untuk memberikan
sensitivitas yang diinginkan.
3. Bahan-bahan lain yang terkandung didalamnya dapat
mengabsorpsi pada λ yang sama.
Masalah ini dapat diatasi dengan cara modifikasi kimia
dengan mengubah karakteristik absorpsi senyawa.
10/09/2021 20
II.2. METODE TIDAK LANGSUNG
Spektrum UV beberapa obat dgn suatu kromofor sederhana:
SENYAWA OBAT λ MAX nm Є ( l mol-1cm-1) PELARUT
PROPOKSIFEN HCl 242 (bahu) 137
247 (bahu) 200
252 279
ETANOL 95 %
258 360
264 288
267 (bahu) 156
MEPERIDIN HCl
251 176
AIR
257 217

263 174

SIKLIZIN HCl
269 540
263 742
HCl 0,1 N
258 694
253 (bahu) 548

10/09/2021 21
II.2. METODE TIDAK LANGSUNG
 Dari tabel di atas: absorpsi disebabkan oleh suatu gugus
fenil sederhana relatif lemah dan terjadi pada λ yg rendah.
 Karakteristik absorpsi ini dapat diperbaiki dengan oksidasi
rantai samping. Terjadi oksidasi gugus alkil pada suatu
cincin aromatik dengan oksidator kuat seperti basa
permanganat, asam bikromat dan serium asam.
 Oksidasi rantai lurus dan substituen alkil sekunder menjadi
asam karboksilat.
 Gugus alkil tersier tahan terhadap oksidasi dan kondisinya
cukup kuat untuk terjadi pecah/putusnya cincin.
10/09/2021 22
II.2. METODE TIDAK LANGSUNG
Cincin aromatik:

- CINCIN AROMATIK YANG BERSATU / FUSED SEPERTI


ANTRASEN DAN FENANTREN

LEBIH MUDAH DIOKSIDASI DARIPADA BENZEN DAN


UPAYA MENGOKSIDASI RANTAI SAMPING PADA CINCIN
TERSEBUT SERINGKALI MENGAKIBATKAN PECAHNYA
CINCIN.
10/09/2021 23
CONTOH METODE TIDAK LANGSUNG

 Difenhidramin dioksidasi dengan H2SO4 10 N menjadi


Benzofenon (96 %), didestilasi uap & diukur pd 257 nm.

 Sediaan Efedrin, Pseudo-efedrin dan Fenilpropanolamin,


dioksidasi dengan periodat. Hasil oksidasi adalah
Benzaldehida yang diukur pada 240 nm dalam heksan.

 Metadon dioksidasi dengan Ba Peroksida dalam H2SO4


4,7 N dan reflux dalam sistem 2 fase yang terdiri dari
H2SO4 / BaO2 / metadon dan heptan, maka terbentuk
Benzofenon yang terekstraksi dalam fase heptan.

10/09/2021 24
CONTOH METODE TIDAK LANGSUNG
 Steroid (seperti Kortison, Kortison Asetat, Hidrokortison,
Progesteron, Betametason dan Triamsinolon) dengan
kromofor 4-en-3-one direduksi secara kuantitatif dalam
10 menit pada suhu kamar menggunakan larutan Li
borohidrida dalam Tetrahidrofuran. Hasilnya berupa
senyawa yang hilang absorbsinya.
 Pengembangan kromofor pada eritromisin (λ max 236 nm)
dilakukan dgn pemanasan dalam larutan basa (hidrolisa)
menjadi Anhidroeritromisin. Lakukan koreksi dengan
larutan eritromisin yang tidak dihidrolisa, dengan
menambahkan asam sulfat untuk meniadakan hidrolisa.
Perbedaan antara bagian yang dihidrolisa dan yang tidak
pada 236 nm menunjukkan kadar eritromisin yang semula
ada dalam sampel.
10/09/2021 25
IMPLEMENTASI
1. INJEKSI KLORPROMAZIN HCl SPEKTROSKOPI
FI ed. 6 hlm. 935 – 936

1. Identifikasi
A. Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada
Kromatografi.
B. Menunjukkan reaksi Klorida cara A, B dan C seperti
tertera pada Uji Identifikasi Umum.

2. Penetapan kadar
 Larutan baku Timbang saksama Klorpromazin HCl
BPFI larutkan dan encerkan bertahap dengan HCl 0,1
N hingga kadar ± 8 µg per mL.

10/09/2021 26
1. INJEKSI KLORPROMAZIN HCl
FI ed. 6 hlm. 935 – 936
 Larutan uji
 Ukur saksama sejumlah volume injeksi setara ± 100 mg
klorpromazin HCl, masukkan ke dalam labu tentukur 500- mL,
tambahkan HCl 0,1 N sampai tanda.
 Pipet 10 mL larutan ke dalam corong pisah 250 mL,
tambahkan ± 20 mL air, basakan dengan amonium
hidroksida P, ekstraksi 4 x @ dengan 25 mL eter P.
 Ekstraksi kumpulan ekstrak eter dgn 25 mL HCl 0,1 N,
 Kumpulkan ekstrak asam ke dalam labu tentukur 250-mL.
 Alirkan udara untuk menguapkan sisa eter,
 Tambahkan HCl 0,1 N sampai tanda.
10/09/2021 27
1. INJEKSI KLORPROMAZIN HCl
FI ed. 6 hlm. 935 – 936

10/09/2021 28
2. Losartan Kalium (FI ed. 6 hlm. 1066)

Identifikasi
A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah didispersikan
dalam minyak mineral P, menunjukkan maksimum hanya
pada bilangan gelombang yang sama seperti pada Losartan
Kalium BPFI.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 10 µg per mL dalam
metanol P, menunjukkan maksimum dan minimum hanya
pada panjang gelombang yang sama seperti pada Losartan
Kalium BPFI.
C. Menunjukkan reaksi Kalium seperti tertera pada Uji
Identifikasi Umum.

10/09/2021 29
3. Asam Nalidiksat (FI ed. 6 hlm. 189)

Identifikasi
A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan
dan didispersikan dalam KBr P, menunjukkan maksimum
hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada
Asam Nalidiksat BPFI.

B. Spektrum serapan ultraviolet larutan dalam NaOH 0,01 N


(1 dalam 200.000) menunjukkan maksimum dan minimum
pada λ yang sama seperti pada Asam Nalidiksat BPFI;
daya serap masing-masing dihitung terhadap zat kering
pada λ serapan maksimum lebih kurang 258 nm: tidak
berbeda lebih dari 3,0%
10/09/2021 30
DAFTAR PUSTAKA

 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan, Farmakope Indonesia, edisi ke 6,
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2020.

 The United States Pharmacopoeial Convention, The


United States Pharmacopoeia, 43th ed., and The
National Formulary, 38th ed., United States
Pharmacopeial Convention Inc., Rockville, 2020.

 Medicines Commissions, British Pharmacopoeia,


London Her Majesty’s Stationary Office, London, 2021.

10/09/2021 31
Terima kasih
Analisa Kolorimetri
terhadap
Bahan Baku dan
Sediaan Obat,
Narkotika,
Psikotropika

Dra. Hermini Tetrasari M.Si, Apt


2021
PENDAHULUAN
 Kolorimetri adalah metode spektrofotometri dengan
pengukuran absorban di daerah sinar tampak/visibel.
 Alasan:
1. Lebih sedikit senyawa mengabsorpsi di daerah vis,
tetapi teknik ini dapat dipakai dengan adanya zat yang
akan menganggu bila dipakai pada daerah UV.
2. Reaksi kimia yang dibakukan untuk menyiapkan/
membuat derivat, biasanya spesifik untuk suatu gugus
fungsi.
3. Derivat yang terbentuk biasanya terkonyugasi karena
meningkatkan nilai absorptivitas molar dan
kepekaan metode.
10/09/2021 2
PENDAHULUAN
Rentang perkiraan λ di daerah visibel sbb :
WARNA KOMPLEMENTER
λ (nm) WARNA
WARNA YANG (WARNA YANG
YANG
DIABSORPSI DITRANSMISIKAN DAN
DIABSORPSI
TERLIHAT OLEH PENGAMAT)
380 – 450 UNGU HIJAU − KUNING
450 – 480 BIRU KUNING
480 – 490 BIRU − HIJAU JINGGA
490 – 500 HIJAU − BIRU MERAH
500 – 570 HIJAU PURPLE KE UNGU MERAH
570 – 590 KUNING BIRU
590 – 620 JINGGA BIRU – HIJAU
620 – 780 MERAH HIJAU – BIRU

10/09/2021 3
1. METODE LANGSUNG
 Metode Kolorimetri terdiri dari:
1. Metode Langsung
2. Metode Tidak Langsung
 Metode Langsung:
Beberapa senyawa obat mengabsorpsi di daerah visibel
dengan cukup kuat sehingga pengukuran langsung
dapat dipakai untuk mengkuantisasikannya.
Contoh: Na eritrosin λ max = 531 nm ;
Na Fluoresein, λ max = 531 nm
Danthron,λ max= 430 nm, Є = 4.350 l mol-1cm-1
Gentian/kristal violet, Pirvinium pamoat dll
10/09/2021 4
1. METODE LANGSUNG

 Masalah pada Metode Langsung yaitu:


1. Pemisahan analit dari gangguan yang potensial,
seperti pada metode UV langsung. Pemisahan
biasanya dilakukan dengan cara ekstraksi, KLT dll.
2. Gangguan pada daerah visibel relatif lebih sedikit
dibanding pada daerah UV karena hanya sedikit zat
yang mengabsorpsi di daerah visibel sehingga pada
banyak kasus pengukuran secara kolorimetri dapat
dilakukan tanpa pemisahan.

10/09/2021 5
2. METODE TIDAK LANGSUNG
 Metode Tidak Langsung menghasilkan / memodifikasi
kromofor secara kimia.
 Struktur yang relatif kompleks seperti molekul aromatik
tersubstitusi atau steroid tersubstitusi yang sebagian
besar dari molekul berperan serta dalam kromofor.
 Reaksi kimia dalam metode tidak langsung sbb:
1. Reaksi Substitusi Aromatik, misal. Reaksi Diazotasi
dan pengkopelan, Reaksi kopeling oksidatif, Reaksi
nitrasi, halogenasi & Friedel-Crafts.
2. Reaksi Aromatik Nukleofilik, misal. Pengkopelan
senyawa metilen aktif dgn derivat m-dinitrobenzena.
10/09/2021 6
2. METODE TIDAK LANGSUNG
3. Reaksi Oksidasi-Reduksi, misal. Penentuan steroid
dengan Reduksi Garam Tetrazolium, reaksi Redoks
dengan Biru Metilen.
4. Reaksi Kolorimetri untuk Heterosiklis Nitrogen,
misal. Reaksi derivat Piridin dgn Sianogen bromida,
Penentuan Pirol dan Indol dengan p-Dimetil Amino
Benzaldehida (Reaksi Ehrlich).
5. Oksidasi Katekolamin menjadi Adrenokrom.
6. Pengembangan warna pada steroid dengan asam
sulfat dalam alkohol.
10/09/2021 7
DIAZOTASI DAN PENGKOPELAN
 Penggunaan diazotasi dan pengkopelan lebih luas
daripada reaksi substitusi aromatik elektrofil lainnya.
 Reaksi berlangsung dalam 2 langkah sbb :
1. Reaksi Diazotasi
Ar – NH2 + HNO2 + H Ar – N=N+ + 2 H2O
Garam Diazonium
2. Reaksi Pengkopelan
Ar – N=N+ + Ar′–H Ar – N=N–Ar′ + H′
Substrat Produk Azo
 Senyawa azo tersebut mengabsorpsi sinar tampak,
tetapi λ max dan ε bergantung pada gugus aromatik,
pH dan pelarut.
10/09/2021 8
DIAZOTASI DAN PENGKOPELAN
 Nilai ε cukup besar sehingga analisis dapat dilakukan
pada skala μg/ml.

 Kepekaan tidak dapat ditingkatkan dgn penggunaan


fluorensen (dibanding pengukuran absorbansi)
karena gugus azo cenderung memadamkan
(quenching) fluoresen molekul yg diharapkan dapat
berfluoresensi.

 Substrat AR–H harus berisi suatu cincin aromatik yg


diaktivasi bila reaksi diinginkan cepat dan kuantitatif.
Substrat yang biasa digunakan: fenol dan ion fenolat.
10/09/2021 9
DIAZOTASI DAN PENGKOPELAN
 Pengkopelan yang memuaskan mensyaratkan bahwa
posisi cincin orto dan para yang diaktivasikan tersedia
dengan tidak dihalangi/diblok secara langsung atau
sterik oleh suatu substituen yang besar pada posisi
cincin disebelahnya.
 Analisis yang didasarkan atas pengkopelan dengan
suatu garam diazonium dapat dibagi 3 kelompok:
1. Diazotasi analit dan pengkopelan.
2. Pengkopelan langsung analit dengan suatu garam
diazonium.
3. Penentuan melalui konversi analit menjadi Asam
Nitrit.
10/09/2021 10
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai

 Reaksi amin aromatik dengan asam nitrit membentuk


garam diazonium sangat umum dan dapat dilakukan
tanpa memperhatikan substitusi cincin lain.
MEKANISME REAKSI DAPAT DIGAMBARKAN SBB :
X–
H+ + HONO H2O–NO+ NOX + NO2

NOX + ArNH ArN+H2 – N=O + X–

Ar–N–N=O + H+
H

H2O + Ar– N+≡N Ar–N–N=OH + H+


10/09/2021 11
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai

 Analit dikonversi menjadi suatu garam diazonium,


kemudian mengkopel suatu substrat sebelum diukur.
 Prosedur ini sering dijumpai daripada pengkopelan
langsung.
SUBSTRAT YANG PALING UMUM DIGUNAKAN :
a. NH NH2 (1-NAFTIL) ETILEN DIAMIN
(PEREAKSI BRATTON-MARSHAL)
b. OH
2-NAFTOL
10/09/2021 12
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai

 (1-naftil) etilen diamin digunakan untuk uji kuantitatif


karena membentuk hasil yang larut dan mempunyai ε
yang tinggi, sedangkan 2-naftol seringkali membentuk
hasil pengkopelan yang tidak larut sehingga sering
digunakan untuk uji kualitatif.
 Amat penting optimalisasi kondisi reaksi dan waktu
reaksi pada saat bahan dilakukan reaksi diazotasi karena
garam diazonium pada umumnya tak stabil.
 Kehilangan lewat penguraian/dekomposisi/reaksi samping
akan menurunkan kepekaan dan ketelitian analisa.
10/09/2021 13
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai

 Zat penitrosasi yang efektif pada kondisi reaksi yang


normal seperti tertera di bawah ini. Reaksi harus
dalam media asam agar konsentrasi spesi tsb besar.
ZAT YANG MENITROSASI
1) ION NITROSONIUM , NO+
2) ION NITROUS ACIDIUM, H2O–NO+
3) NITROSIL BROMIDA, Br–NO
4) NITROSIL KLORIDA, Cl–NO
5) DINITROGEN TRIOKSIDA, NO2–NO REAKTIVITAS
6) ASAM NITRIT, HONO MENURUN
10/09/2021 14
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai
 Walaupun dlm suasana asam, zat penitrosasi melakukan
pengkopelan dgn sejumlah kecil amin bebas yang ada,
lebih daripada dengan garam amin. Akibatnya, reaksi
dapat diperlambat dalam larutan asam berlebih karena
terjadi penurunan konsentrasi amin bebas.
 Pengaruh pH terhadap laju reaksi dipakai untuk mencapai
diazotasi suatu aril amin dgn adanya suatu amin alifatik.
 Reaksi amin alifatik primer dengan asam nitrit tidak
menghasilkan suatu garam diazonium yang stabil, dengan
cepat terurai menjadi berbagai amin sekunder yg bereaksi
menghasilkan senyawa n-Nitroso yang relatif stabil,
tetapi tidak berkopel dengan suatu substrat aromatik.
10/09/2021 15
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai

 Pembentukan garam diazonium biasanya cukup cepat


pada pH antara 0 – 3.
 Optimalisasi pH melalui pengaturan pH dengan
penambahan HCl untuk meningkatkan laju reaksi dan
minimumkan pengaruh dekomposisi.
 Reaksi pengkopelan memerlukan pelarut polar untuk
mengakomodasikan zat antara ionik dan air.
 Yang penting adalah kendali pH pelarut untuk mencapai
reaksi yang cepat dan kuantitatif karena hanya aril amin
bebas dan ion fenolat yang aktif dalam pengkopelan.
10/09/2021 16
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai
NH2 N+H3

ARIL AMIN ION ARILLINIUM

O‾ OH

ION FENOLAT FENOL


ARIL AMIN AKAN BERAKSI CEPAT DIATAS pH 5, SEDANGKAN
UTK FENOL PERLU pH SETINGGI MUNGKIN.
ION DIAZONIUM PADA pH TERTENTU DIKONVERSI MENJADI
SPESI YANG TIDAK REAKTIF (ASAM & ION DIAZOTAT) SBB :

OH‾ OH‾
+
Ar– N ≡ N Ar–N–N = OH Ar–N=NO‾
+ +
H H
ION DIAZONIUM ASAM DIAZOTAT ION DIAZOTAT
10/09/2021 17
1. Konversi Analit Menjadi Garam Diazonium dan
Pengkopelan dgn Suatu Substrat yg Sesuai

 pH terlalu rendah akan menghambat reaksi konversi


aril amin menjadi ion arillinium sedangkan ion fenolat
menjadi fenol nitrat.
 Pengkopelan terhadap substrat amin dilakukan antara
pH 5 – 9 dan untuk fenol antara pH 9 – 10.
 pH yang tetap harus ditentukan melalui percobaan
pada setiap kasus karena garam diazonium terbentuk
pada pH rendah.
 pH harus diatur diantara langkah diazotasi dengan
langkah pengkopelan.
10/09/2021 18
2. Pengkopelan langsung analit dengan suatu
garam diazonium

10/09/2021 19
2. Pengkopelan langsung analit dengan suatu
garam diazonium
- 3 – FENIL – 5 – NITROSAMIN-1,2,4 TIADIAZOL
ON – NH S

N N
- 4–AMINO–6–KLORO–1,3–BENZEN SO2NH2
DISULFONAMIDA Cl

SO2

NH2

Pereaksi pengkopelan aril amin dikonversi menjadi


garam diazonium dilakukan melalui reaksi dengan HCl
1-2 M dan Na nitrat berlebih dalam tangas es.
10/09/2021 20
2. Pengkopelan langsung analit dengan suatu
garam diazonium
 Kelebihan nitrit dihilangkan melalui reaksi dengan asam
sulfamat atau amonium sulfamat dan pH diatur untuk reaksi
pengkopelan. Pereaksi harus segera digunakan karena
kebanyakan garam diazonium tidak stabil.
 Diazotasi berlangsung cepat dengan anilin tersubstitusi tsb
diatas dan reaksi sempurna selama 5 – 10 menit tetapi
untuk diazotasi 2-amino benzotiazol selama 30 – 40 menit.

10/09/2021 21
CONTOH ANALISIS OBAT DENGAN CARA PENGKOPELAN
LANGSUNG DENGAN GARAM DIAZONIUM :
BAHAN OBAT ZAT PENGKOPEL λMAX
HO OH
HO NH2 Cl N≡N+ NO2 640 nm

LEVARTERENOL p-NITROFENILDIAZONIUM KLORIDA


OH
N Cl N≡N+ NO2 ≈ 600 nm

8-HIDROKSI KUINOLIN p-NITROFENIL DIAZONIUM KLORIDA


O
N C NHNH2

ISONIAZIDA p-NITROFENILDIAZONIUM FLUOROBORAT


COOH O
+
N≡N C CH3 480 nm
NH2
HO
TIROSIN ASAM p-DIAZOBENZEN ARSENAT
10/09/2021 22
3. Penentuan melalui Konversi Analit menjadi Asam
Nitrit.
 Asam nitrit dapat ditentukan dengan menggunakannya
untuk mendiazotasi suatu amin aromatis, mengkopel
amin yang didiazotasi dengan suatu substrat yang
sesuai dan mengukur hasilnya secara spektrofotometri.
 Ester nitrat alifatik terhidrolisa secara kuantitatif dalam
larutan alkalis pada suhu kamar menjadi asam nitrit.
 Pada Metode Griess: digunakan asam sulfanilat sbg
zat yang mengkopel dan α naftilamin sebagai substrat.
 Kadar Isosorbid dinitrat ditetapkan menggunakan
metode Griess atau dapat menggunakan p-nitroanilin
sebagai zat pengkopel.
10/09/2021 23
Injeksi Suspensi Hidrokortison
(FI ed.6, hlm. 711 - 712)
Penetapan Kadar Injeksi Suspensi Hidrokortison

 Syarat : 90,0 % – 110,0 % hidrokortison, C21H30O5

 Larutan baku
Lakukan seperti tertera dalam Penetapan kadar
steroid <631>, menggunakan Hidrokortison BPFI,
yaitu larutkan dan encerkan bertahap dengan etanol
hingga kadar lebih kurang 10 µg per ml.

 Larutan uji
 Timbang saksama injeksi suspensi setara dengan
± 50 mg hidrokortison, masukkan ke dalam corong
pisah dengan bantuan 25 ml air.

10/09/2021 25
Penetapan Kadar Injeksi Suspensi Hidrokortison

 Ekstraksi 4 x @ 40 mL kloroform P, saring tiap ekstrak


melalui penyaring kapas yang telah dibilas dengan
kloroform P ke dalam labu tentukur 200-ml. Encerkan
dengan kloroform P sampai tanda, campur.
 Pipet 20 mL larutan ke dalam labu tentukur 100-mL,
encerkan dengan kloroform P sampai tanda, campur.
 Pipet 10 mL larutan ini ke dalam labu Erlenmeyer
bersumbat kaca 100 mL. Uapkan di atas tangas air
sampai kering, dinginkan dan larutkan residu dengan
50,0 mL etanol P. Kadar akhir ± 10 µg per ml

10/09/2021 26
Penetapan Kadar Injeksi Suspensi Hidrokortison

 Prosedur
 Lakukan penetapan seperti tertera dalam
Penetapan kadar steroid <631>.
 Hitung kadar dalam mg hidrokortison, C21H30O5
dalam sampel yang digunakan.

10/09/2021 27
Penetapan Kadar Steroid <631> FI ed. 6 hlm. 1971

 Cara ini digunakan untuk penetapan kadar steroid yg


mempunyai gugus fungsi mereduksi seperti α-ketol.

 Larutan baku Timbang saksama sejumlah Baku


Pembanding FI, seperti tertera pada monografi, yang
sebelumnya telah dikeringkan menurut cara yang tertera
pada monografi, larutkan dalam etanol P. Lakukan
pengenceran bertingkat dengan etanol P hingga kadar
lebih kurang 10 µg per ml. Pipet 20 ml larutan ini ke
dalam labu Erlenmayer 50 ml bersumbat kaca.

 Larutan uji Buat seperti tertera pada masing-masing


monografi.
10/09/2021 28
Penetapan Kadar Steroid <631> FI V hlm. 1476 - 1477
 Prosedur
 Ke dalam 2 labu yang masing-masing berisi Larutan uji
dan Larutan baku dan ke dalam labu ke-3 yang berisi
20,0 ml etanol P sebagai blangko, tambahkan 2,0 ml
larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg biru
tetrazolium P dalam 10 ml metanol P dan campur.
 Ke dalam tiap labu tambahkan 2,0 ml campuran etanol
P - tetrametil amonium hidroksida LP (9 : 1), campur
dan biarkan dalam gelap selama 90 menit.
 Ukur segera serapan Larutan uji dan Larutan baku pada
λ lebih kurang 525 nm dibandingkan terhadap blangko.
 Hitung kadar steroid seperti tertera pada monografi
10/09/2021 29
DAFTAR PUSTAKA
 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan,
Farmakope Indonesia, ed. VI, Kementerian Kesehatan
RI, Jakarta, 2020.

 The United States Pharmacopoeial Convention, The


United States Pharmacopoeia, 43th ed., and The
National Formulary, 38th ed., United States
Pharmacopeial Convention Inc., Rockville, 2020.

 Medicines Commissions, British Pharmacopoeia,


London Her Majesty’s Stationary Office, London, 2021.

10/09/2021 30
Terima kasih
Analisa Spektrofotometri IR terhadap
Bahan Baku dan Sediaan Obat,
Narkotika, Psikotropika

Dra. Hermini Tetrasari, M.Si, Apt


2021
Analisa Spektrofotometri IR terhadap
Bahan Baku dan Sediaan Obat, Narkotika,
Psikotropika
PENDAHULUAN
I. DAERAH SPEKTRAL IR
II. INSTRUMENTASI
III. ANALISA KUALITATIF
IV. ANALISA KUANTITATIF
V. APLIKASI DALAM FARMAKOPE INDONESIA Ed. 6
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
 Spektrofotometri IR: salah satu metode analisis senyawa
yang melibatkan gelombang/radiasi yg mengalami difraksi
dan transmisi, medium (materi), absorpsi dan emisi.
 Prinsip: ketika suatu molekul senyawa diberikan energi
radiasi IR, maka molekul tsb akan mengalami vibrasi jika
energi yang diberikan terhadap molekul cukup untuk
mengalami vibrasi.
 Aplikasi:
 Analisa kualitatif: membandingkan (komparasi), untuk
mengetahui gugus yg terdapat dalam suatu senyawa.
 Analisa kuantitatif: tidak terlalu banyak dilakukan.
I. DAERAH SPEKTRAL IR
1. IR dekat:  = 0,75 - 2,5 m ;  = 13.300 - 4.000 cm⁻¹
2. Sidik jari (finger print):  = 6,7 - 14 m ;  = 1500-1700 cm⁻¹
Sedikit perbedaan struktur & susunan molekul menyebabkan
distribusi puncak absorpsi berubah, maka digunakan untuk
memastikan suatu senyawa organik dengan membandingkan
spektrum senyawa tsb dengan spektrum baku pembanding.
3. IR fundamental:  = 2,5 - 25 m ;  = 4.000 - 400 cm⁻¹
Daerah ini yang paling banyak digunakan, terdiri dari Daerah
ulur hidrogen, daerah ikatan rangkap tiga dan daerah ikatan
rangkap dua.
4. IR jauh:  = 25-500 m ;  = 400- 20 cm⁻¹
Contoh Serapan Khas dari beberapa Gugus Fungsi
Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)
C-H alkana 2850-2960, 1350-1470
C-H alkena 3020-3080, 675-870
C-H aromatik 3000-3100, 675-870
C-H alkuna 3300
C=C Alkena 1640-1680
C=C aromatik (cincin) 1500-1600
C-O alkohol, eter, asam 1080-1300
karboksilat, ester
C=O aldehida, keton, asam karboksilat, 1690-1760
ester
O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640
O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)
O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)
N-H amina 3310-3500
C-N Amina 1180-1360
-NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385
II. INSTRUMENTASI

1. Skema Spektrofotometer Dispersive


Mekanisme kerja
 Sinar radiasi IR sebelum menembus sampel dan
refrence displit terlebih dahulu supaya pembacaan tidak
lama.
Mekanisme kerja (Lanjutan)
 Sinar terbagi menjadi dua arus, yaitu sinar yang menuju
sampel dan sinar yg menuju larutan baku pembanding.
 Kedua berkas sinar tsb masuk ke chopper sehingga
keluar output sinar yang diteruskan ke monokromator.
 Sinar masuk melalui celah masuk atau entrance pada
monokromator. Didalamnya terdapat gratting dan sinar
difokuskan oleh gratting.
 Sinar keluar melalui celah keluar (extrance slit) & masuk
ke alat “scan frekuensi” lalu diteruskan ke detektor.
 Pada detektor: sinar diubah menjadi sinyal elektrik dan
diperkuat oleh amplifier untuk diinterpretasikan dalam
bentuk spektrum IR dengan bantuan komputer.
II. INSTRUMENTASI
 Fourier Transform Infra
Red (FTIR) adalah
Spektrofotometer dispersive
yang dikembangkan sistem
optiknya sehingga respon
cepat dan lebih sensitif.
 Pada sistem optik ini terdapat
2 cermin yaitu cermin yang
bergerak tegak lurus dan
cermin diam.
 Monokromator yang
digunakan : monokromator 2. Skema sistem optik dari
Michelson Interferometer. Spektrofotometer FTIR
Susunan Instrumen
Sumber Monokromator
 Sampel   Detektor  Amplifier
Radiasi  (Pemilah λ)


 Sumber energi: lampu Tungsten Filament atau
Recorder
Nernst Glower atau Laser (pada FTIR).
 Sebagai pemilah λ, digunakan monokromator kisi difraksi
atau grattings dengan berbagai bilangan / jumlah garis / mm
untuk daerah IR dekat sampai daerah IR jauh atau filter
interferensi yang relatif kontinyu.
 Material untuk sel yang digunakan : NaCl atau KBr.
 Detektor sebagai transducer yang akan mengubah E radiasi
IR E listrik : digunakan fotokonduktor atau termokopel.
III. ANALISA KUALITATIF
 Parameter kualitatif adalah bilangan gelombang yang
muncul akibat adanya serapan oleh gugus fungsi yg khas
dari suatu senyawa.

 Identifikasi gugus fungsi:


 Gugus fungsional yang memberikan banyak serapan
karakteristik dapat diidentifikasi lebih tepat dari pada pita
tunggal yg memberikan hanya satu serapan karakteristik
 Jadi keton (C=O) lebih sukar diidentifikasi daripada
ester (C=O , C–O) dan amida (C=O , N – H , N – H).
 Kerangka karbon harus diperhatikan paling awal: Lihat
apakah alkana, alkena, alkuna atau aromatik.
ANALISA KUALITATIF
 Lihat apakah ada C=O jika ada mungkin berhubungan
dengan C–H dalam aldehida, N–H dalam amida, C-O
dalam ester dsb. Carilah O-H atau N-H atau C=N.
 Dalam senyawa belerang amati adanya S-H , S=O
dan –SO2 –
 Dalam senyawa fosfor lihat adanya P–O dsb.
 Spektrum NMR sangat membantu dalam melakukan
identifikasi.
 Membandingkan spektrum IR sampel dengan spektrum
IR baku yang mengandung gugus fungsi tersebut.
ANALISA KUALITATIF

 Spektrum IR dibuat
dengan menyalurkan
%T sebagai sumbu Y
terhadap bilangan
gelombang sebagai
sumbu X (lihat
gambar di sebelah)
IV. ANALISA KUANTITATIF
 Digunakan hukum Beer. Dapat dihitung absortivitas molar, ɛ
pada λ tertentu. Absorpsi zat yang tidak diketahui jumlahnya
ditentukan pada λ ini secara simultan.
 Kurva kalibrasi dibuat dengan menyalurkan nilai log ( PO/Pt )
terhadap konsentrasi.
 Analisa kuantitatif secara spektrofotometri IR lebih sukar
dibanding spektrofotometri UV karena:
 Pita-pita absorpsi sempit (nilai absortivitas sensitif thd λ)
 Spektrum kompleks.
 Berkas radiasi datang lemah.
 Sensitivitas rendah.
 Pelarut menyerap radiasi.
V. APLIKASI DALAM FI ed. 6
Tertera pada Lampiran “Spektrofotometri dan Hamburan
Cahaya” <1191>, halaman 2089 – 2098
1.Pengukuran Ultra violet, Cahaya tampak, Inframerah, Serapan
Atom, Fluoresensi, Turbidimetri, Nefelometri dan Raman.
2.Kegunaan Komparatif Daerah Spektrum
3.Teori dan Istilah
4.Penggunaan Baku Pembanding
5.Peralatan
6.Prosedur Spektrofotometri Serapan : Larutan uji, Perhitungan.
7.Spektrofotometri Fluoresensi
8.Hamburan Cahaya
9.Perbandingan Visual
A. Identifikasi Bahan Baku
Identifikasi Difenoksilat Hidroklorida (hlm. 404) :
A.Spektrum serapan infra merah zat yang telah dikeringkan dan
didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum pada
bilangan gelombang yang sama seperti pada Difenoksilat Hidroklorida BPFI.
B.Larutan jenuh menunjukkan reaksi Klorida seperti yang tertera pada Uji
Identifikasi Umum <291>.

Identifikasi Valsartan (hlm. 1764) :


A.Spektrum serapan infra merah zat yang didispersikan dalam minyak
mineral P, menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama seperti pada Valsartan BPFI.
Waktu retensi puncak utama kromatogram Larutan uji sesuai dengan
Larutan baku seperti yang diperoleh pada Penetapan kadar (KCKT).
A. Identifikasi Sediaan
Tablet Siklofosfasmida (FI ed. 6, hlm. 1597-1598)
A.Ekstraksi sejumlah serbuk tablet setara dengan ± 50 mg
siklofosfamida dengan 25 ml Kloroform P, saring. ± 2 ml filtrat,
campur dengan 500 mg kalium bromida P, uapkan kloroform,
hilangkan sisa pelarut dengan hati-hati dalam labu kecil hampa
udara, gunakan residu untuk penetapan: spektrum serapan infra
merah residu yang didispersikan dalam kalium bromida P
menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama seperti pada Siklofosfamida BPFI.
B.Waktu retensi puncak utama kromatogram Larutan uji sesuai
dengan Larutan baku seperti yang diperoleh pada Penetapan kadar
(KCKT)
B. Identifikasi dan Penetapan Kadar
Suspensi Oral Alumina, Magnesia dan Simetikon
Identifikasi (hlm. 98) :
A.Spektrum inframerah zat menunjukkan maksimum hanya pada
bilangan gelombang yang sama seperti pada Polidimetilsiloksan.
Lakukan penetapan menggunakan sel 0,5 mm dan Larutan seperti
tertera pada Penetapan kadar polidimetilsiloksan.
B.Pada larutan yang mengandung 5 g zat uji dalam 10 mL asam
hidroklorida 3 N, tambahkan 5 tetes merah metil LP, panaskan hingga
mendidih dan tambahkan amonium hidroksida 6 N hingga warna larutan
berubah menjadi kuning tua, lanjutkan pemanasan selama 2 menit,
saring: filtrat menunjukkan reaksi Magnesium seperti tertera pada Uji
Identifikasi Umum <291>.
B. Identifikasi dan Penetapan Kadar
Penetapan kadar polidimetilsiloksan (hlm. 99) :
 Larutan uji Ukur saksama sejumlah volume suspensi oral
setara dengan lebih kurang 50 mg simetikon, masukkan …
 Larutan baku Lakukan seperti tertera pada Larutan uji, …..
 Ukur secara bersamaan serapan Larutan baku dan Larutan
uji dalam sel 0,5 mm pada panjang gelombang serapan
maksimum 7,9 μm menggunakan spektrofotometer infra
merah. Lakukan penetapan blangko.
 Hitung jumlah dalam mg polidimetilsiloksan, [-(CH3)2SiO-]n
dalam suspensi yang digunakan ………..
Tugas Mandiri Kelompok
Aplikasi dalam FI ed. 6

Tulis identifikasi secara Spektrofotometri Infra Merah yang


tertera pada monografi FI ed. 6, masing-masing satu contoh
untuk bahan baku obat dan satu contoh untuk sediaan obat.
DAFTAR PUSTAKA
 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Farmakope Indonesia , edisi ke 6, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta, 2020.

 The United States Pharmacopoeial Convention, The


United States Pharmacopoeia, 43th ed., and The National
Formulary, 38th ed., United States Pharmacopeial
Convention Inc., Rockville, 2020.

 Medicines Commissions, British Pharmacopoeia, London


Her Majesty’s Stationary Office, London, 2021.
20
TERIMA KASIH
Analisa Spektrofluorometri terhadap
Bahan Baku dan Sediaan Obat,
Narkotika dan Psikotropika
 Penyerapan energi oleh molekul memungkinkan
terjadi : Eksitasi, Fluoresensi, dan Fosforesensi.

 Banyak senyawa kimia memiliki sifat fotoluminensi


(dapat dieksitasikan oleh cahaya dan memancarkan
kembali sinar dengan panjang gelombang sama atau
berbeda dengan semula).

 Peristiwa fotoluminensi,meliputi : Fluoresensi dan


Fosforesensi.

28/09/2021 2
Bilangan yang menyatakan perbandingan
mol yang berfluoresensi dan jumlah total
mol yang tereksitasi (min = 0 dan max = 1)

28/09/2021 3
 Nilai absortivitas molar merupakan
kebolehjadian terjadinya transisi, makin
besar  makin mudah terjadi transisi 
makin mudah terjadi fluoresensi.

   * Fluoresensi

 n  *  Fosforisensi

28/09/2021 4
 PF adalah proporsional dengan jumlah
molekul yang tereksitasi :

dimana : PF = Intensitas fluoresensi


Qf = Efisiensi fluoresensi
P0 = Intensitas yang dikenakan pada sampel
P = Intensitas setelah mengenai sampel
28/09/2021 5
Jika persamaan 3
dikembangkan dalam suatu
seri maka

28/09/2021 6
Jika  bc kecil maka

Qf = Effisiensi fluoresensi (nilainya tetap)


Po = Intensitas awal (nilainya tetap)
Σ = Absorptivitas molar (nilainya juga tetap)
b = Tebal kuvet (nilainya juga tetap)

Sehingga persamaan menjadi :


Pf = (Nilai tetap QF, Po, Σ dan b) c
= Kc
Jadi intensitas fluoresensi yang terbaca berbanding
langsung dengan kadar
28/09/2021 7
1. Temperatur (Suhu)
a. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan
b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar molekul
atau dengan molekul pelarut
c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi
diubah menjadi bentuk lain misal : EC
2. Pelarut
a. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah.
b. Jika pelarut mengandung atom yang berat (CBr4 , C2H5I)
maka intensitas fluoresensi berkurang karena ada
interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron
ikatan.
28/09/2021 8
OH
3. pH :
mempengaruhi λ eks = 285 λ eks = 310
keseimbangan λ em = 365 λ em = 410
bentuk molekul Int = 18 Int = 10
dan ionik. Phenol Phenolat

4. Oksigen terlarut dalam larutan sampel : intensitas


fluoresensi berkurang, karena oksigen terlarut oleh
pengaruh cahaya dapat mengoksidasi sampel.

5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid


(kaku) mempunyai intensitas yang tinggi. Adanya -CH2-
pada fluoren menyebabkan strukturnya lebih kaku.

Bifenil
Fluoren EF = 0,20
28/09/2021 9
1. Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkap
mempunyai sifat fluoresensi karena strukturnya
kaku dan planar.
2. Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik)
dapat menaikkan fluoresensi.
3. Gugus OH-, -NH2, OCH3 yang terikat pada sistem 
dapat menaikkan intensitas fluoresensi.
4. Gugus NO2, Br, I, CN, COOH dapat menurunkan
bahkan menghilangkan sifat fluoresensi.
28/09/2021 10
5. Pengaturan pH dapat mengubah intensitas
fluoresensi, Contoh : Phenol menjadi phenolat 
menaikkan fluoresensi.
6. Amina aromatik menjadi ammonium aromatik 
menurunkan fluoresensi.
7. Heterosiklis dengan atom N, S dan O mempunyai
sifat fluoresensi.
8. Heterosiklis dengan gugus NH, jika medianya asam
akan menaikkan intensitas fluoresensi.
28/09/2021 11
Sampel cell

Excitation Transmitted
filter Light

Light Excitation
Fluorecent
source (prymary)
(emitted)
filter
light

Fluorecence
(secondary)
filter

Phototube
Photomultiplier tube
28/09/2021 12
Kepekaan yang baik karena :
1. Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan
sumber eksitasi yang tepat
2. Detektor yang digunakan seperti tabung
pergandaan foto sangat peka
3. Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada
energi terabsorbsi
4. Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9 M

28/09/2021 13
1. Derivat Difenilmetan 7. Steroida
2. Salisilat 8. Penisilin, Sefalosporin
3. Katekolamin dan Antibiotika lain

4. Berbagai Fenol 9. Senyawa Piridin


5. Fenotiazin dan 10. Kuinolin dan Isokuinolin
Tioksanten
6. Berbagai Anilin dan
Heterosiklis Nitrogen
28/09/2021 14
Merupakan antihistamin berisi gugus difenilmetan
CH2

 Mempunyai fluoresensi alami : Difenhidramin,


λ eksitasi 258 nm, λ emisi 285 nm.
 Difenilhidantoin : dioksidasi dengan KMnO4 alkalis,
terjadi senyawa benzofenon yang berfluroresensi,
λ eksitasi 355 nm, λ emisi 485 nm.
28/09/2021 15
 Asam salisilat dan derivatnya (metil salisilat, asam
orto anisat) berfluoresensi kuat dalam larutan
asam kuat maupun basa kuat.
 Senyawa katekolamin, seperti epinefrin :
dioksidasi menjadi senyawa Adrenokrom,
dikonversi menjadi produk berfluoresen dengan
1,2-diaminoetan.

28/09/2021 16
 Senyawa fenol, seperti BHA (butil hidroksi anisol) dan
Propil galat, berfluoresensi kuat sehingga dapat
digunakan untuk penetapan kadar antioksidan
tersebut.
 Senyawa fenol yang tidak berfluoresensi, dikonversi
menjadi produk berfluoresen dengan cara
melakukan kondensasi dengan etil asetoasetat.
Contoh : Guaiakol, Resorsinol, Hidrokuinon.

28/09/2021 17
 Senyawa fenotiazin memiliki fluoresensi alami , tetapi
dapat diperkuat fluoresensinya dengan dioksidasi
dengan H2O2 atau KMnO4 menjadi senyawa
sulfoksida : menggeser λ eksitasi yang lebih panjang
dan λ emisi yang lebih pendek.
 Contoh : Klorpromazin dengan fluoresensi alami
dengan λ eksitasi 320 nm, λ emisi 455 nm, lalu
dioksidasi menghasilkan produk dengan fluoresensi
kuat pada λ eksitasi 340 nm, λ emisi 380 nm.
28/09/2021 18
 Senyawa 1,4-benzodiazepin memiliki fluoresensi
alami , atau dapat dikonversi dengan reaksi
penyusunan ulang (rearrangement) dalam H2SO4
menjadi senyawa kuinazolinon atau dihirolisa dalam
HCl 6 M menjadi senyawa 9-akridinon.
 Reserpin dengan fluoresensi alami yang lemah, dapat
dioksidasi dengan H2O2 menjadi senyawa
3,4-didehidroreserpin yang berfluoresensi kuat pada
λ eksitasi 390 nm, λ emisi 510 nm.
28/09/2021 19
 Kebanyakan senyawa steroid tidak berfluoresensi tetapi
dapat dikembangkan fluoresensinya dengan kuat dalam
H2SO4 pekat atau campuran H2SO4 dalam alkohol.
Contoh : Kortikosteron dan Spironolakton.

 Digitoksin dan Digoksin dapat ditetapkan kadarnya


dengan memanaskannya dengan campuran anhidrida
asam asetat, asetil klorida dan asam trifluoroasetat.
Perbedaan dalam λ eksitasi dan λ emisi dipakai dalam
analisis campuran keduanya.
28/09/2021 20
 Ampisilin dipanaskan dalam larutan asam kuat akan
terbentuk produk yang berfluoresensi kuat, yaitu 3,4-
diketopiperazin.
 Sefalosporin dipanaskan dalam larutan basa kuat
akan terbentuk produk yang berfluoresensi kuat.
Reaksi ini juga dapat terjadi pada amoksisilin, penisilin
G dan tetrasiklin.
 Amfoterisin B dianalisis secara spektrofluorometri
dalam larutan air pada λ eksitasi 340 nm dan λ emisi
417 nm.
28/09/2021 21
 Senyawa kuinolon dan isokuinolin juga berfluoresensi kuat
dalam pelarut polar, misalnya Kinina yang berinti kuinolin
digunakan sebagai baku dalam larutan asam sulfat 0,1 N
dan diukur pada λ eksitasi 350 nm, λ emisi 450 nm.

 Vit B1 (Tiamin) adalah suatu 4-aminopiridin yang tidak


berfluoresensi , tetapi dapat dioksidasi dengan Ferisianida
alkalis secara kuantitatif menjadi senyawa Tiokrom yang
sangat berfluoresensi, λ eksitasi 365 nm, λ emisi 440 nm.

28/09/2021 22
 Turunan obat yang dibentuk dengan pengikatan
dengan senyawa berfluoresensi.
 Contoh : Asam amino diikat oleh syclorida
[ 5 –(dimethylamino) naphtalene-1-sulfonyl-hloride]
 dansyl asam amino (intensitas fluoresensi tinggi)
SO23CL SO3-NH-CHR-COOH

O
R=CH-C +
- HCL
NH2 OH

N(CH3)2
28/09/2021 N(CH3)2 23
 Membentuk molekul berfluoresensi

S
H3C N + NH
3 CH2-CH2OH.2CL -
-
Fe(CN)6 -
OH
CH2 CH3
N N
+
Vitamin B1

H3C N N S Thiochrome
CH2-CH2OH
Berfluorensi

N CH3  eks = 365 nm


N  em eks = 440 nm
28/09/2021 24
1. Secara teoritis spektra eksitasi identik dengan spektra
absorsi UV.
2. Spektra ini dapat digunakan untuk menentukan 
spesifik yang menyebabkan timbulnya emisi
fluoresensi / fosforisensi dan  yang menimbulkan
emisi yang maksimal disebut  eksitasi
3. Spektra emisi adalah duplikat dari spektra eksitasi,
tetapi timbul pada  yang lebih panjang.
4.  emisi dipilih pada suatu  yang menimbulkan
intensitas maksimal.
28/09/2021 25
1. Dibuat cuplikan dalam pelarut air, etanol, atau sikloheksan
2. Lar. cuplikan masukkan kedalam kuvet spektrofotometer
3. Atur monokromator eksitasi pada  didaerah UV (misal A
nm), lalu monokromator emisi diputar sampai diperoleh
intensitas maksimal, misal B nm (B :  emisi)
4. Atur monokromator pada emisi B nm, lalu monokromator
eksitasi diubah sampai diperoleh intensitas maksimum misal
A’ nm (A’ =  eksitasi)
5. Atur monokromator eksitasi pada A’ nm dan
6. Buat spektra emisi dengan merekam intensitas sebagai
fungsi dari panjang gelombang (), akan diperoleh harga 
yang mempunyai intensitas maksimal misal : B’ nm
Maka  eksitasi : A’ nm dan  emisi : B’ nm
7. 28/09/2021 26
28/09/2021 27
Senyawa  eks  fos Waktu Kondisi
Aspirin 240 380 2,1 EPA
Bennocaine 310 430 3,4 Epharm
Cocaine 240 400 2,7 Ethanol
Diazepam 290,325 400,470,510 0,07 EW
Iproniazid 300,370 440 - EW
Papaverine 260 480 1,5 Ethanol
Phenacetin 410 499 - EPA
Strychnin PO4 290 440 1,2 Ethanol
Thioridazine 335 500 0,07 EW
EW : Ethanol – water = 1 : 1
EPA : campuran Diethyleter-isopentane-ethanol (5:5:2)
28/09/2021 28
 Lampiran Spektrofotometri dan Hamburan Cahaya
<1191>, pada bagian Spektrofotometri Fluoresensi, hlm.
2096 – 2097.

 Lampiran Penetapan Kadar Tiamin <651>, hlm. 1972 –


1973

 Penetapan Kadar Tiamin HCl dalam Tablet Tiamin HCl,


hlm. 17 11

28/09/2021 29
Disolusi Tablet Digoksin (hlm. 411)
 Media disolusi:500 ml asam klorida 0,1 N
 Alat tipe 1: 120 rpm.
 Waktu: 60 menit.
 Larutan asam askorbat-metanol : …….
 Larutan hidrogen peroksida-metanol segar: ….
 Larutan baku : ………
 Larutan uji : …….
 Prosedur : …..
Tetapkan persentase disolusi digoksin dalam Larutan uji
dari pembacaan kurva baku secara Spektrofotometri
fluoresensi
28/09/2021 30
 Pelajari Lampiran Spektrofotometri dan Hamburan
Cahaya <1191>, pada bagian Spektrofotometri
Fluoresensi, hlm. 2096 – 2097.

 Tuliskan secara singkat prosedur penetapan kadar


Tiamin HCl dalam Tablet Tiamin HCl.

 Tuliskan secara singkat Disolusi Tablet Digoksin secara


Spektrofotometri Fluoresensi.

28/09/2021 31
28/09/2021 32
SPEKTROFOTOMETER
SERAPAN ATOM
(AAS)

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


Penggunaan AAS :
 Untuk penetapan kadar unsur-unsur
logam.
 Untuk penetapan kadar unsur-unsur
setengah logam: As, Sb, Bi.
 Untuk penetapan kadar beberapa unsur
non logam: Se, Si, P.

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


SPEKTROSKOPI
Ilmu yang mempelajari interaksi
cahaya (REM) dengan materi (atom,
molekul atau ion)
Interaksi yang terjadi :
a. Absorbsi
b. Transmisi
c. Emisi
d.Refleksi
9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
AAS
ATOM
(Eksitasi)

CAHAYA ABSORBSI UV / VIS


(Eksitasi)

MOLEKUL

IR
(Vibrasi)

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


PRINSIP DASAR AAS

SUMBER UAP ATOM


DETEKTOR
CAHAYA BEBAS

DIPANASKAN

AEROSOL

LARUTAN ZAT

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


INSTRUMENTASI AAS:

A. Sumber Radiasi
B. Atomizer : tempat terjadinya
atomisasi
C. Monokromator
D. Detektor
E. Amfilier, pengolah sinyal dan
tampilan

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


LAMPU KATODA BERONGGA
Anoda (Wolfram)
Katoda (bahan unsur yang dianalisa)

Memancarkan radiasi dengan panj. gel.


spesifik
Jenis: single atau multi elemen

Mempunyai life time

Kuat arus optimum

Perlu pemanasan

Lensa harus bersih


9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
Hollow Chatode Lamp (HCL)
• Hollow Chatode Lamp (HCL) atau seringkali disebut juga Lampu
Katoda Berongga merupakan sumber radiasi (sumber sinar)
dalam AAS
• Dalam HCL, bagian berongga dari lampu tersebut dilapisi
dengan logam yang sesuai dengan jenis logam yang akan
dianalisa. Lapisan tersebut dapat berupa 1 jenis logam murni
(untuk lampu single element), atau berupa campuran logam
(untuk lampu multi element)
• Jadi dalam analisa Fe misalnya, HCL yang dipakai haruslah
yang rongganya katodanya dilapis logam Fe.

8
METODE ATOMISASI

1. Nyala
2. Graphite Furnace
3. Generator Uap Atom

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


FLAME AAS
 Proses pengatoman melalui pemanasan media api.
 Atomizer berupa sebuah pipa konsentrik, dimana
sampel larutan dihisap ke dalam pipa kapilernya.
 Nebulizer berupa api untuk memanaskan sampel
sehingga teratomisasi menjadi gas.
 Flame (energy panas) menyebabkan atom
mengalami transisi dari ground state ke excited site.
Ketika atom melakukan transisi, atom menyerap
beberapa cahaya dari sumber cahaya (HCL = Hollow
Cathode Lamp)
9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
GRAPHITE FURNACE AAS
 Proses pengatoman melalui tabung grafit dengan
energi listrik yang besar (electrothermal heating)
 Flame AAS menggunakan tempat pembakar sampel
(burner) dalam nyala api. GF-AAS menggunakan
atomizer atau furnace yg dipanaskan dengan listrik,
terbuat dari karbon grafit berbentuk tabung (graphite
tube), dialiri gas inert seperti argon (Ar).
 Sumber cahaya dapat menggunakan Hollow Cathode
Lamp (HCL) atau Electrodeless discharge lamp
(EDL).
9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
Skema Peralatan F-AAS & GF-AAS

Flame
AAS

Graphite Furnace AAS

9/28/2021 AAS.Doc
ATOMIZER
1. Nebulizer :
- Kapiler
- Glass Bead
2. Spray Chamber
3. Burner
9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
METODE DAN JENIS UNSUR
YANG DAPAT DIANALISIS
1 Nyala Udara-Asetilena : 30 unsur (Fe,
Cu, Zn, Cd, K, …)
2 Nyala N2O-Asetilena : 70 unsur (Al,
Ba, Cr, Ce, Th, ...)
3 Graphite Furnice : 70 unsur (Cu,
Pb, Mn, Cr, …)
4 Mercury Vaporizer Unit : Hg.
5 Hydride Vapor Generator : As, Se, Sb,
Hg.
9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
PREPARASI SAMPEL
1. Cara langsung
2. Pengabuan kering
3. Dekstruksi basah
4. Hidrolisa dengan larutan asam

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


CARA LANGSUNG
- Contoh mudah larut
- Tidak mengganggu proses analisis
- Caranya: contoh dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai.

PENGABUAN KERING
- Untuk contoh kering/serbuk
- Tidak untuk unsur yang mudah menguap
- Praktis, tetapi lama
- Caranya: contoh diabukan dalam tanur

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


DEKSTRUKSI BASAH
- Dapat digunakan pada hampir semua komoditi
- Contoh didekstruksi dengan asam/zat oksidator
- Tidak boleh menggunakan asam yang dapat
mengendapkan logam yang dianalisa

HIDROLISA DENGAN ASAM


- Untuk sayur/buah dalam kaleng
- Hidrolisa menggunakan HCl atau HNO3

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


PEMISAHAN DAN PEMEKATAN

Dilakukan apabila :
a. Banyak zat pengganggu
b. Konsentrasi zat yang dianalisa kecil
Langkah-langkah pelaksanaan :

a. Pembentukan senyawa kompleks


b. Ekstraksi menggunakan pelarut
organik

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


Monokromator
 Berfungsi untuk menyeleksi radiasi
yg akan masuk ke detektor, sehingga
detektor hanya akan mengukur
radiasi resonans yg sudah
mengalami absorpsi.
 Radiasi dengan panjang gelombang
yg lain tidak diukur.

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


Sistem Optik AAS
 Single beam
Diperlukan sumber radiasi yg stabil intensitas
radiasinya.
 Double beam
Double beam AAS hanya mengoreksi variasi
sumber radiasi saja, tidak mengoreksi
kesalahan-kesalahan yang berasal dari nyala,
seperti scattering (penghamburan).

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


GANGGUAN-GANGGUAN DALAM AAS:
1. Gangguan Kimia:
- Pengaruh matriks
- Reaksi kimia
- Ionisasi
2. Gangguan Fisika:
- Viskositas - Tekanan uap pelarut
- Bobot jenis - Tegangan permukaan
3. Gangguan spektral:
- Emisi cahaya
- Absorbsi cahaya
4. Penyerapan non atomik:
- Penyerapan cahaya
- Hamburan cahaya

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


PENANGANAN GAS
Pastikan gas dan regulator terpasang
dengan benar
Cek adanya kebocoran

Tekanan gas harus mencukupi


(khususnya C2H2)
Asetilena: mudah membentuk senyawa
eksplosif,
jangan gunakan bahan: Tembaga,
Perak, Raksa
Jaga kebersihan filter dan kelembaban
kompresor
9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc
NEBULIZER - SPRAY
CHAMBER

Setelah digunakan, bersihkan segera


Larutan yang diaspirasikan harus

jernih dan bebas partikel


Gangguan : kapiler sering tersumbat

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


BURNER
Dibuat dari logam tahan panas dan karat
Nyala beda, gunakan burner yang
berbeda
Bersihkan secara berkala

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


VERIFIKASI ALAT
1. Penetapan garis dasar
2. Kepekaan/sensitivitas
3. Presisi absorban
4. Linieritas absorban
5. Batas rentang konsentrasi
pengukuran

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


VERIFIKASI METODE
1. Presisi Hasil Pengukuran
2. Hasil Perolehan Kembali
3. Batas Deteksi & Batas
kuantitasi

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


APLIKASI AAS (FI V)

 Lihat Fotometri Nyala Untuk Pengujian Pereaksi :


Fotometri nyala digunakan untuk menetapkan
sesepora klorida, kalsium, kalium, natrium dan
stronsium yang dinyatakan dalam spesifikasi
beberapa pereaksi. (hlm. 2183 – 2187).

 Lihat monografi Garam Oralit, pada Penetapan


kadar Natrium dan Kalium, menggunakan
Fotometer Nyala, hlm. 653.

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc


SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

9/28/2021 10:44:13 AM AAS.Doc

Anda mungkin juga menyukai