FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
I. DEFINISI AIDS DAN GEJALA KLINIS
A. DEFINISI
Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan
hubungan filogenetik (evolusioner) dengan lentivirus primata lainnya.
Perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai
peranan dalam menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit
diantara kedua tipe HIV tersebut. Human Immunodeficiency Virus 1
(HIV-1) yang lebih sering ditemukan, maka penelitian-penelitian klinis
dan laboratoris lebih sering dilakukan terhadap HIV-1 (Savira, 2014).
1) Mengikat,
2) Fusi,
3) Reverse Transcription
4) Integrasi,
5) Replikasi,
6) Perakitan,
7) Budding
B. GEJALA
1. INFEKSI PRIMER (HIV AKUT)
a) Demam;
b) Sakit kepala;
c) Nyeri otot dan nyeri sendi;
d) Ruam;
e) Sakit tenggorokan dan luka mulut yang menyakitkan;
f) Kelenjar-kelenjar mengalami pembengkakan, terutama di leher;
g) Gejala-gejala ini bisa begitu ringan sehingga kebanyakan orang belum
menyadarinya. Akibatnya, infeksi menyebar lebih mudah selama
infeksi primer
(MayoClinic, 2018).
2. INFEKSI LATEN KLINIS (HIV KRONIS)
a) Demam;
b) Kelelahan;
c) Kelenjar getah bening yang membengkak, sering terjadi sebagai salah
satu tanda pertama infeksi HIV;
d) Diare;
e) Berat badan turun;
f) Infeksi jamur ragi (sariawan);
g) Shingles (herpes zoster);
h) Kemajuan ke AIDS;
i) HIV biasanya berubah menjadi AIDS dalam waktu sekitar 10 tahun.
B. GENERAL APPROACH
a) Keputusan pengobatan harus individual dengan tingkat risiko yang
ditunjukkan oleh tingkat viral load HIV dan jumlah CD4 plasma;
b) Pengukuran tingkat viral load HIV dan CD4 secara teratur;
c) Penggunaan terapi anti retro viral kombinasi yang poten untuk
menekan replikasi HIV hingga di bawah tingkat deteksi oleh
sensitif plasma HIV RNA assays;
d) Setiap obat anti retro viral yang digunakan dalam rejimen terapi
kombinasi harus selalu digunakan sesuai dengan jadwal dan dosis
optimal;
e) Perempuan harus menerima terapi anti retro viral yang optimal
tanpa memandang status kehamilan;
f) Orang yang terinfeksi HIV, bahkan mereka dengan viral load di
bawah batas terdeteksi, harus dianggap menular dan harus
dikonseling;
g) Perawatan dianjurkan untuk semua orang yang terinfeksi HIV
dengan jumlah CD4 limfosit di bawah 500 (500 × 10⁶/ L). Banyak
dokter juga akan mendukung terapi awal pada pasien asimtomatik
dengan jumlah CD4 di atas 500 (500 × 10⁶ / L)
C. TERAPI FARMAKOLOGI
a) Agen Anti Retro Viral
- Menghambat replikasi virus;
- Ada empat kelompok utama obat yang digunakan : entry
inhibitors, reverse transcriptase inhibitors, integrase strand
transfer inhibitors (InSTIs), and HIV protease inhibitors (PIs);
- Reverse transcriptase inhibitors terdiri dari dua jenis: yang
merupakan turunan dari nukleosida dan nukleotida purin dan
pirimidin (NRTI) dan yang bukan nukleosida atau nukleotida
(NNRTI);
- Rekomendasi saat ini untuk pengobatan awal infeksi HIV
menganjurkan minimal tiga obat antiretroviral aktif : tenofovir
disoproxil fumarate plus emtricitabine dengan PI yang diperkuat
dengan ritonavir (darunavir atau atazanavir), NNRTI efavirenz,
atau InSTI, raltegravir.
Pengobatan Infeksi HIV : Regimen Anti Retro Virus pada Orang dengan
Antiretroviral-Naive
(Lanjutan)
Karakteristik Farmokologis Senyawa Anti Retro Virus
(Dipiro, et al., 2015).
(WHO, 2015).
2. Leukosit
5. Na+
6. Kalium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar kalium pasien
2,8 mmol/L berada di bawah nilai nilai normal yaitu 3,6 - 5,2 mEq/L
untuk 0 - 17 tahun atau menurut SI unit antara 3,6 - 5,2 mmol/L
sementara untuk ≥ 18 tahun berada pada rentang 3,6 – 4,8 mEq/L atau
menurut SI unit antara 3,6 – 4,8 mmol/L. Maka dari itu, disimpulkan
pasien mengalami hipokalemia atau kekurangan kalium (Kemenkes RI,
2011).
7. Klorida
Hb 11 g/dL Anemia
B. Pelaksanaan :
1. Penyebaran Informasi
- Informasi umum mengenai HIV – AIDS perlu dilakukan dengan
memerhatikan beberapa hal di antaranya tidak menggunakan gambar
atau foto yang menyebabkan ketakutan, stigma, maupun diskriminasi
serta dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat;
- Informasi ditekankan pada manfaat tes HIV dan pengobatan ARV
(Anti Retrovirus)
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
2. Promosi Penggunaan Kondom
- Penggunaan kondom dengan benar setiap kali melakukan hubungan
seksual dapat menurunkan resiko tertular HIV dan IMS (Infeksi
Menular Seksual) lainnya. Karena HIV dapat ditularkan sebelum
ejakulasi melalui sekresi sebelum dan vagina, serta dari anus;
- Kondom sangat penting digunakan sebelum kontak seksual terjadi
antara penis, vagina, mulut, atau anus. Selain itu digunakan juga
pelumas, untuk meningkatkan keamanan yaitu dengan cara menambah
kelembapan pada vagina atau anus saat berhubungan seks;
- Pelumas dapat mengurangi resiko robeknya vagina atau dubur akibat
kekeringan atau gesekan yang terjadi, juga mencegah kerusakan pada
kondom;
- Pelumas yang bisa digunakan hanya yang berbasis air, seperti K-Y
Jelly. Karena dibandingkan pelumas berbasis minyak seperti vaseline
atau baby oil dapat melemahkan lateks pada kondom dan malah
menyebabkan kondom pecah atau robek
(National Health Service, 2018).
3. Skrining Darah, Organ, maupun Jaringan pada Donor
- Karena HIV dapat menular melalui donor darah, organ atau jaringan
dari donor yang mengidap HIV maka sebelum dilakukan transfusi
maka darah, organ, ataupun jaringan tubuh tersebut melalui pengujian
tertentu pada pendonornya supaya aman saat diterima oleh pasien
yang membutuhkannya
(U.S. Department Health and Human Service, 2018).
4. Menghindari Pemakaian Jarum dan Peralatan Suntik Bersama
- Penggunaan jarum suntik bersama sangat berbahaya karena dapat
meningkatkan resiko penularan HIV. Selain beresiko tertular HIV,
dapat juga terkena virus lain seperti Hepatitis C yang dapat ditemukan
pada darah. Penggunaan jarum pada pembuatan tato, tindik, juga perlu
diperhatikan agar selalu steril saat digunakan
(National Health Service, 2018).
5. Menghindari Perilaku Berganti-Ganti Pasangan
- Semakin sering berganti-ganti pasangan, maka kemungkinan besar
akan tertular HIV atau IMS lainnya
(U.S. Department Health and Human Service, 2018).
6. Penggunaan Obat untuk Pencegahan HIV
a. Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP)
- Diperuntukkan bagi seseorang yang negatif HIV tetapi memiliki
resiko tinggi tertular HIV. Profilaksis berarti pencegahan atau
perlindungan dari suatu infeksi atau penyakit;
- PrEP dilakukan dengan pemberian obat ARV yaitu Truvada setiap
hari. Truvada mengandung 2 obat HIV yaitu tenofovir disoproxil
fumarate dan emtricitabine yang dikombinasikan dalam 1 pil. Jika
seseorang terpapar HIV maka obat ini dapat menghentikan HIV
untuk masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh;
- Orang yang beresiko tinggi terpapar HIV di antaranya jika ia
memiliki pasangan dengan HIV positif; pria gay atau biseksual
yang melakukan seks anal tanpa menggunakan kondom, atau
didiagnosis mengidap IMS dalam 6 bulan terakhir; pria atau wanita
heteroseksual yang tidak teratur menggunakan kondom saat
berhubungan seks dengan pasangan yang tidak diketahui status
HIV-nya yang beresiko besar terinfeksi HIV (misalnya orang yang
menyuntikkan narkoba atau wanita yang memiliki pasangan pria
biseksual); orang yang telah menyuntikkan obat-obatan dalam 6
bulan terakhir dan telah berbagi jarum atau orang yang tengah
menjalani perawatan obat dalam 6 bulan terakhir;
- PrEP akan sangat efektif jika dilakukan secara konsisten setiap
hari. Beberapa orang yang menjalani PrEP mungkin akan
mengalami efek samping seperti mual, sakit perut, sakit kepala,
ataupun kehilangan berat badan, namun ini tidaklah serius dan
dapat hilang pada bulan pertama. Jika tidak kunjung hilang
dianjurkan melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan
(U.S. Department Health and Human Service, 2018).
VII. KONSELING
A. TERAPI FARMAKOLOGIS
1. Kortimoksazol
- Kortimoksazol merupakan kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol dengan perbandingan 1 : 5;
- Kontraindikasi : gagal ginjal dan gangguan fungsi hati yang berat,
porfiria;
- Efek Samping : mual, muntah, ruam (termasuk sindrom Stevens-
Johnson, nekrolisis epidermal toksik, fotosensitivitas) hentikan
obat dengan segera. Gangguan darah (neutropenia,
trombositopenia, agranulositosis dan purpura) hentikan obat
dengan segera. Reaksi alergi, diare, stomatitis, glositis, anoreksia,
artralgia, mialgia. Kerusakan hati seperti ikterus dan nekrosis hati;
pankreatitis, kolitis terkait antibiotik, eosinofilia, batuk, napas
singkat, infiltrat paru, meningitis aseptik, sakit kepala, depresi,
konvulsi, ataksia, tinitus. Anemia megaloblastik karena
trimetoprim, gangguan elektrolit, kristaluria, gangguan ginjal
termasuk nefritis interstisialis
(BPOM RI, 2015).
2. Zidovudin (ZDV, AZT, Retrovir®)
- Indikasi : pengobatan infeksi HIV lanjut (AIDS), HIV awal dan
HIV asimtomatik dengan tanda-tanda risiko progresif, infeksi HIV
asimtomatik dan simtomatik pada anak dengan tanda-tanda imuno
defisiensi yang nyata; dapat dipertimbangkan untuk tansmisi HIV
maternofetal (mengobati wanita hamil dan bayi baru lahir); terapi
kombinasi antiretroviral untuk penanganan infeksi HIV pada
pasien dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun;
- Kontraindikasi : neutropenia dan/atau anemia berat; neonatus
dengan hiper bilirubinemia yang memerlukan terapi selain
fototerapi atau dengan peningkatan transaminase;
- Efek Samping : anemia (adakalanya memerlukan transfusi),
neutropenia dan lekopenia (lebih sering pada dosis tinggi dan
penyakit lanjut); mual, muntah, anoreksia, sakit perut, dispepsia,
sakit kepala, ruam, demam, mialgia, parestesia, insomnia, lesu;
- Pernah dilaporkan kejang, miopati, pigmentasi pada kuku, kulit
dan mukosa, pansitopenia (dengan hipoplasia sumsum tulang dan
kadang-kadang trombositopenia); gangguan hati berupa
perlemakan dan kenaikan bilirubin dan enzim hati (tangguhkan
pengobatan bila terjadi hepatomegali atau peningkatan
transaminase progresif); asidosis laktat
(BPOM RI, 2015).
3. Lamivudin (3TC, Hiviral®)
- Indikasi : infeksi HIV progresif, dalam bentuk sediaan kombinasi
dengan obat-obat antiretroviral lainnya. infeksi hepatitis B kronik
dengan bukti adanya replikasi virus hepatitis B;
- Kontraindikasi : wanita menyusui; hipersensitif terhadap
lamivudine;
- Efek Samping : infeksi saluran nafas bagian atas, mual, muntah,
diare, nyeri perut; batuk; sakit kepala, insomnia; malaise, nyeri
muskuloskelatal; gejala nasal; dilaporkan adanya neuropati
periferal; pankreatitis (jarang, bila terjadi hentikan pengobatan);
neutropenia dan anemia (dalam kombinasi dengan zidovudin);
trombositopenia; dilaporkan terjadinya peningkatan enzim hati dan
amilase serum
(BPOM RI, 2015).
4. Nevirapine (NVP, Viramune®)
- Indikasi : infeksi HIV progresif atau lanjut. Dalam kombinasi
dengan anti retroviral lainnya digunakan untuk infeksi HIV.
Resistensi nevirapin dapat terjadi dengan cepat dan tanpa adanya
bentuk, oleh karena itu nrvirapin harus diberikan secara kombinasi
dengan sekurang-kurangnya 2 antiretroviral lain; Pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak pada wanita hamil;
- Kontraindikasi : hipersensitif terhadap nevirapin, menyusui,
gangguan fungsi hati yang berat; profilaksis setelah pemaparan
(post-exposure prophylaxis);
- Efek Samping : ruam kulit termasuk sindrom Steven-
Johnson (jarang), nekrolisis epidermal toksik (lihat juga perhatian
di atas); mual, hepatitis (lihat juga penyakit hepatik di atas), sakit
kepala; muntah, nyeri abdomen, lelah, demam dan mialgia; diare
(jarang), angiodema, anafilaksis, reaksi hipersensitifitas (termasuk
reaksi hepatik dan ruam kulit, lihat penyakit hepatik di atas),
atralgia, anemia, dan granulositopenia (lebih sering pada anak-
anak); reaksi neuropsikiatri (sangat jarang)
(BPOM RI, 2015).
5. Nistatin
- Indikasi : kandidiasis;
- Efek samping : mual, muntah, diare pada dosis tinggi, iritasi oral
dan sensitisasi, ruam (termasuk urtikaria) dan dilaporkan terjadi
sindrom Steven-Johnson (jarang terjadi)
(BPOM RI, 2015).
B. TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Adapun terapi non farmakologi sebagai berikut :
a) Tirah baring (bedrest);
b) Diet lunak tinggi;
c) Kalori tinggi protein;
d) Support dari keluarga;
e) Tidak melakukan tindak seksual, jika ingin disarankan untuk
memakai kondom;
f) Selalu konsultasi ke dokter untuk mengetahui perkembangan dari
penyakitnya;
g) Tidak merokok;
h) Makan makanan yang sehat seperti, buah dan sayur
(Dewita, 2016).
Siapa pun bisa terkena HIV, tetapi Anda dapat mengambil
langkah-langkah untuk melindungi diri dari infeksi HIV.
DAFTAR PUSTAKA
Dewita, G., Awal B. B., Ali I. Y., Agustyas T. 2016. Pendekatan Diagnostik dan
Penatalaksanaan Pada Pasien HIV-AIDS Secara Umum . Jurnal Medula Unila.
Vol. 6 (1).
Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan.
Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan
Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa dan Remaja. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Pelaksanaan Pencegahan HIV dan Sifilis dari Ibu
ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
National Health Service. 2018. Prevention HIV and AIDS. Tersedia secara online
di https://www.nhs.uk/conditions/hiv-and-aids/prevention/. [Diakses pada
tanggal 29 November 2018]
U.S. Department Health and Human Service. 2018. HIV Medicines During
Pregnancy and Childbirth. Tersedia secara online di
https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-aids/fact-sheets/24/70/hiv-
medicines-during-pregnancy-and-childbirth. [Diakses pada tanggal 30
November 2018]
U.S. Department Health and Human Service. 2018. The Basics of HIV
Prevention. Tersedia secara online di https://aidsinfo.nih.gov/understanding-
hiv-aids/fact-sheets/20/48/the-basics-of-hiv-prevention. [Diakses pada tanggal
29 November 2018]
U.S. Department Health and Human Service. 2018. The HIV Life Cycle. Diakses
secara online di https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-aids/fact-
sheets/19/73/the-hiv-life-cycle[ Diakses pada tangal 6 Desember 2018]