Disusun oleh :
Dra. Ganthina S, Apt.,M.Si
Dra. Atan Tachyamirah, M.kes., Apt
Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Penulis:
Dra. Ganthina S, Apt.,M.Si
Dra. Atan Tachyamirah, M.kes., Apt
ISBN: 978-602-74193-4-6
Editor:
Ardi Rustamsyah, M.Si., Apt
Penyunting:
Rahmi Afiifah, A.Md.Farm
Sarah Nuraurin, A.Md.Farm
Penerbit:
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung
Redaksi:
Jl. Prof. Eyckman No. 24 Bandung 40161
Telp. (022) 2032672
Fax (022) 2042630
Tahun 2015
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas petunjuk dan
rahmat-Nya, BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM untuk pendidikan Diploma III Jurusan
Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung dapat diterbitkan.
Penyusunan buku ajar ini merupakan penjembatan dan pelengkap bagi kegiatan proses
belajar mengajar di Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung, sehingga diharapkan
dapat membantu para dosen dan mahasiswa dalam proses belajar mengajar.
iii
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar untuk Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan Bandung dapat diselesaikan
Pedoman praktikum farmasetika dasar ini merupakan buku acuan bagi mahasiswa yang
dipakai dalam pelaksanaan praktikum farmasetika dasar. Diharapkan buku ini dapat
memandu mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum dari mulai perencanaan,
persiapan, dan pelaksanaan serta kegiatan setelah praktikum.
Pembahasan pada Pedoman ini meliputi pengenalan alat farmasetika; pengenalan bahan
obat; kelengkapan resep dokter, membuat salinan resep, dan etiket obat; menghitung dosis
obat; membuat sediaan ( serbuk bagi dan serbuk, kapsul, salep, pasta, krim, obat gosok,
suppositoria, galenika )
Penyusun menyadari bahwa Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar ini masih jauh dari
sempurna sehingga akan terus direvisi sesuai dengan perkembangan di masa yang akan
datang. Saran dan kritik bagi perbaikan modul ini sangat diharapkan.
Penyusun
Tim Dosen Farmasetika Dasar
iv
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
DAFTAR ISI
v
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
2. Pelaksanaan Praktikum
a. Praktikan sudah menyiapkan jurnal praktikum
b. Praktikan harus mengenakan baju seragam; sepatu; jas laboratorium; masker; dan
sarung tangan pada saat bekerja dengan bahan berbahaya dan topi.
c. Praktikan harus membawa peralatan dasar praktikum ( lap/serbet 2 buah, sendok,
spatel, lem, gunting, anak timbangan milligram, dan wadah/tempat sediaan ).
d. Praktikan selalu menggunakan meja yang telah ditetapkan dan menyimpan tas, buku
pada tempat yang telah disediakan ( di atas meja hanya ada jurnal praktikum dan alat-
alat yang diperlukan ).
e. Praktikan hanya diperbolehkan maksimal membawa 2 (dua) bahan obat pada saat
akan menimbang.
f. Praktikan harus segera mengembalikan bahan obat ketempat semula setelah selesai
menimbang.
g. Praktikan harus memelihara ketenangan dan disiplin serta mematikan alat komunikasi
selama praktikum berlangsung
h. Praktikan dilarang membawa makanan dan minuman kedalam ruang praktikum
i. Praktikan tidak diperkenankan membuang sampah ( sisa sediaan padat/setengah
padat, kertas perkamen, kertas saring, etiket) pada bak pencuci, buanglah sampah
tersebut pada tempat yang telah disediakan.
vi
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
c. Luka sayat; luka sayat kecil dicuci dengan air dan segera ditutup dengan pembalut
luka. Selama bekerja di laboratorium luka sayat harus ditutup dengan baik. Jika luka
sayat cukup parah, stop pendarahan dengan menekan/mengikat luka menggunakan
kain bersih dan segera periksa ke dokter
d. Luka bakar; Luka bakar kecil kompres dengan air es ke bagian yang terasa sakit.
Jangan gunakan obat/zat apapun di bagian yang terbakar, kecuali obat analgesic local.
Untuk luka bakar yang lebih parah segera periksa ke dokter
5. Lain-Lain
viii
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
PENDAHULUAN
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat, mencampur, meracik
formulasi obat, identifikasi, kombinasi analisis dan standarisasi/pembakuan obat serta
pengobatan, termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta penggunaannya yang aman
Ilmu resep/ Farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-
obatan menjadi bentuk tertentu ( meracik ) hingga siap digunakan sebagai obat. Ada
anggapan ilmu ini mengandung sedikit seni, maka dapat dikatakan bahwa ilmu resep adalah
ilmu yang mempelajari seni meracik obat ( art of drug compounding ) terutama ditujukan
untuk melayani resep dari dokter. Penyediaan obat-obatan disini mengandung arti
pengumpulan, pengenalan, pengawetan dan pembakuan dari bahan obat-obatan. Melihat
ruang lingkup dunia farmasi yang cukup luas, maka dapat dipahami bahwa ilmu farmasi
tidak dapat berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan cabang ilmu lain, seperti fisika, kimia,
biologi, dan farmakologi.
Pelaksanaan praktikum farmasetika dasar meliputi pengenalan alat farmasetika, pengenalan
bahan obat, kelengkapan resep dokter, membuat salinan resep, dan etiket obat, menghitung
dosis, membuat sediaan ( serbuk terbagi dan serbuk tidak terbagi, kapsul, salep, pasta, krim,
obat gosok, suppositoria, galenika )
ix
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB 1
1. Tujuan
Mengetahui alat-alat farmasetika yang tersedia di laboratorium
Mengetahui fungsi dan mampu menggunakan alat-alat farmasetika yang tersedia
di laboratorium
2. Pendahuluan
Dalam praktikum farmasetika (meracik obat) alat-alat yang digunakan pada umumnya
baragam, maka untuk mendukung pengerjaan dalam membuat suatu resep diperlukan
pengenalan alat-alat yang sering digunakan dalam praktikum farmasetika dasar, seperti
timbangan, lumpang dan alu, pengisi kapsul (fillingcapsule) dan sebagainya.
1. Timbangan
Dalam mengerjakan suatu resep, beberapa bahan-bahan yang tertera pada resep
tersebut harus ditimbang sesuai jumlah yang diinginkan. Ada 3 jenis timbangan obat
manual:
a. Timbangan kasar (Timbangan Teknis)
Timbangan kasar memiliki daya beban 250 gram hingga 1000 gram dengan
kepekaan 200 mg
b. Timbangan gram halus (Timbangan Analitik)
Timbangan gram halus memiliki daya beban 100 gram hingga 200 gram dengan
kepekaan 50 mg
c. Timbangan milligram
Timbangan milligram memiliki daya beban 10 gram hingga 50 gram dengan
kepekaan 5 mg.
Daya beban adalah bobot maksimum yang boleh ditimbang. Kepekaan adalah
tambahan bobot maksimum yang diperlukan pada salah satu piring timbangan, setelah
keduanya diisi muatan maksimum menyebabkan ayunan jarum timbangan tidak kurang dari 2
mm tiap dm panjang jarum. Apabila bobot bahan yang ditimbang kurang dari 50 mg, maka
harus dilakukan pengenceran terlebih dahulu.
a. Timbangan Halus
Gambar timbangan gram halus :
1
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Keterangan:
1. Papan landasan timbangan
2. Tombol pengatur tegak
berdirinya timbangan
3. Anting penunjuk tegaknya
timbangan (waterpas)
4. Jarum timbangan
5. Skala
6. Tuas penyangga timbangan
7. Pisau tengah/pisau pusat
8. Pisau tangan
9. Tangan timbangan
10. Tombol/mur pengatur
keseimbangan
11. Piring timbangan
Cara Penimbangan:
1. Diperiksa apakah semua komponen timbangan/neraca sudah sesuai pada tempatnya
2. Periksa kedudukan timbangan sudah sejajar/rata, dapat dilihat dari posisi anting (3)
dengan alas anting harus tepat. Bila belum tepat kita putar skrup pengatur tinggi (2) papan
landasan
3. Sekali lagi kita periksa apakah posisi pisau (7) dan (8) sudah pada tempatnya. Bila sudah
maka tuas (6) kita putar, timbangan akan terangkat dan akan kelihatan apakah piringnya
seimbang atau berat sebelah. Bila tidak seimbang kita dapat memutar mur (10) kiri atau
kanan sesuai dengan keseimbangannya, sehingga neraca seimbang
4. Setelah itu baru kita letakkan kertas perkamen/alas timbangan diatas kedua piring
timbangan, angkat tuas (6) untuk memeriksa apakah timbangan sudah seimbang. Bila
sudah seimbang, maka penimbangan bahan-bahan bisa dimulai
5. Proses penimbangan hendaknya dilakukan secara efisien, tangan kanan untuk mengambil
bahan yang akan ditimbang, sedangkan tangan kiri untuk memutar tuas (6). Demikian juga
untuk posisi anak timbangan dan tarrer hendaknya di neraca kiri dan bahan/bahan obat di
neraca kanan
6. Anak timbangan (khususnya anak timbangan milligram) diambil menggunakan pinset
7. Setiap selesai menimbang, hendaknya anak timbangan dan tarreran diturunkan dari
piringan timbangan
8. Cara penimbangan bahan-bahan:
a. Bahan padat seperti serbuk, lilin dan lain-lain ditimbang diatas kertas perkamen
2
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
b. Bahan setengah padat seperti vaselin, adeps, ditimbang di atas kertas perkamen atau di
atas cawan penguap
c. Bahan cair dapat ditimbang di atas kaca arloji ( bila sedikit ), cawan penguap atau
langsung dalam botol atau wadah
d. Bahan cairan kental seperti ekstrak Belladon dan ekstrak hioscyami langsung
ditimbang, sedangkan untuk icthyol ditimbang di kertas perkamen yang sebelumnya
diolesi dengan parafin cair/vaselin
e. Bahan oksidator (Kalii permanganas, Iodium, Argentin nitras) ditimbang pada gelas
timbang atau pada gelas arloji yang ditutup
f. Bahan yang bobotnya kurang dari 50 mg dilakukan pengenceran
b. Neraca Analitik
Neraca analitik digital merupakan salah satu neraca yang memiliki tingkat ketelitian
tinggi, neraca ini mampu menimbang zat atau benda sampai batas 0,0001 g. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan bekerja dengan neraca ini adalah:
Neraca analitik digital adalah neraca yang sangat peka, karena itu bekerja dengan
neraca ini harus secara halus dan hati-hati
Sebelum mulai menimbang persiapkan semua alat bantu yang dibutuhkan dalam
penimbangan
Langkah kerja penimbangan yang meliputi:
a. Persiapan pendahuluan alat-alat penimbangan, siapkan alat dan zat yang akan
ditimbang, sendok, kaca arloji dan kertas isap.
b. Pemeriksaan pendahuluan terhadap neraca meliputi: periksa kebersihan neraca
(terutama piring-piring neraca), kedataran dan kesetimbangan neraca.
c. Penimbangan, dapat dilakukan setelah diperoleh keadaan setimbang pada neraca
dan timbangan pada posisi nol, demikian pula setelah penimbangan selesai posisi
timbangan dikembalikan seperti semula
3
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
4
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
4.Cetakan Suppositoria
Suppositoria merupakan suatu sediaan padat yang digunakan melalui dubur dan
berbentuk torpedo. Bentuk torpedo dihasilkan melalui cetakan suppositoria yang
terbuat dari besi dan dilapisi nikel atau dari kuningan, ada juga yang dibuat dari plastik.
Cetakan ini mudah dibuka secara longitudional untuk mengeluarkan supositoria.
Alat ini memiliki 6 lubang atau 12 lubang suppositoria yang dapat dibuka secara
longitudinal dan terdapat skrup pengencang untuk merapatkan kedua bagian alat cetak
tersebut ketika basis yang telah dilebur akan dimasukkan ke dalam alat cetak. Untuk
menghindari masa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk menghindari
masa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya dibasahi dengan parafin,
minyak lemak, spiritus saponatus (soft soap liniment).
Spiritus saponatus jangan digunakan untuk suppositoria yang mengandung garam
logam karena akan bereaksi dengan sabunnya, dan sebagai pengganti dapat digunakan
larutan oleum ricini dalam etanol.
5
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
6. Cetakan Pil
Pil adalah suatu sediaan padat yang berbentuk bulat dengan berat berkisar 100 mg
sampai 500 mg. Pil dicetak menggunakan cetakan pil yang terdiri dari Pillen Plank dan
Pillen Roller. Pillen Plank terdiri atas alat papan dan pemotong pil dimana pada papan
terdapat lempeng kanal besi yang berbentuk setengah silinder yang simetris dengan
6
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
pemotong pil jika disatukan akan membentuk suatu kanal silinder. Pillen Roller terdiri
dari alat papan berbentuk bulat yang berfungsi untuk membulatkan hasil cetakan dari
pillen plank.
7
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
8
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA I
PENGENALAN ALAT-ALAT FARMASETIKA
9
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB 2
PENGENALAN BAHAN OBAT
1. Tujuan
Mengetahui dan memahami berbagai jenis bahan obat
Mengetahui dan memahami penggolongan obat
Mengetahui dan memahami bahan tambahan obat
Mengetahui dan memahami uji organoleptic obat
2. Pendahuluan
Dalam meracik obat menjadi sediaan obat selalu dibuat dari bahan-bahan obat
berkhasiat utama dan bahan tambahan agar terbentuknya suatu sediaan obat yang diinginkan.
Adapun bahan obat baik berfungsi sebagai khasiat utama atau tambahan mempunyai 3 (tiga)
yaitu :
a. Padat/ solid ( serbuk, kristal, amorf ), contoh : Calamine, Acidum Salicylicum, Bismuthi
Subgallas
b. Setengah Padat/semisolid , contoh : Vaselin Album, Vaselin Flavum, Adeps Lanae
c. Cair/liquid, contoh : Alcohol, Tingtur-tingtur, sirup-sirup
Obat dapat diartikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosa,
mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
Dalam SK Menkes RI No. 125/Kab/BVIII/71, yang dimaksudkan obat adalah suatu
bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan
diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan, badaniah dan rohani pada manusia atau hewan, memperelok
badan atau bagian badan manusia.
Dalam SK Menkes RI No.244/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan obat jadi adalah
sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
A. Penggolongan Obat
1. Berdasarkan Kegunaan Obat:
a. Profilaktik; yaitu pemakaian obat untuk pencegahan terhadap suatu penyakit.
b. Terapeutik; yaitu pemakaian obat untuk menyembuhkan terhadap suatupenyakit.
c. Diagnostik; yaitu pemakaian obat untuk diagnosis.
10
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
4. Berdasarkan Undang-Undang:
a. Narkotika, biasa disebut daftar O (opium) yaitu obat-obatan yang umumnya dapat
menyebabkan ketagihan dan ketergantungan secara mental dan fisik yang sangat
merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan tanpa pembatasan dan
pengawasan dokter.Misalnya candu/opium, morfin, petidin, metadon dan
kodein.Hal-hal yang harus diperhatikan pada resep yang mengandung narkotika.
Tidak boleh di ulang (N.I/ne iter/ne iteretur)
Tidak boleh ditulis m.i. (mihi ipsi) atau u.p. (usum propium) atau pemakaian
sendiri
Alamat pasien dan aturan pakai harus jelas
Hanya boleh diberikan jika resep asli dari dokter dan ada tanda tangan dokter
tersebut
Copy resep dapat diberikan apabila obat belum diberikan semuanya (d.i.d/da
in) namun hanya pada apotek yang mengeluarkan copy resep tersebut
Bahan narkotik yang terdapat pada resep, harus digarisbawahi merah
b. Obat Psikotropika merupakan obat yang mempengaruhi proses mental (psikis),
merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang.
Misalnya golongan diazepam, barbital/luminal.
c. Obat keras adalah obat-obatan daftar G, yaitu obat yang termasuk pada daftar
obat berbahaya (Geverlijk) dan harus diserahkan dengan resep dokter. Obat keras
adalah semua obat
11
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
- memiliki takaran/DM atau tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan
pemerintah
- diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam
dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya
- semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak
membahayakan
d. Obat keras daftar W (Obat bebas terbatas), yaitu obat yang termasuk pada
daftar peringatan (Warschuwing) dengan tanda khusus lingkaran biru dengan
garis pinggir hitam. Dapat diserahkan tanpa resep dokter, namun harus tetap
dalam pengawasan.Obat ini memiliki penandaan khusus peringatan (P No.1 s/d P
No.6).
e. Obat bebas yaitu obat dengan tanda khusus lingkaran hijau garis pinggir hitam
dan dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam batas dosis yang telah dianjurkan.
12
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
b. Obat kemoterapeutik. Obat ini dapat membunuh parasit dan kuman di dalam
tubuh inang. Obat ini hendaknya memiliki kegiatan farmakodinamik yang
sekecil-kecilnya terhadap organisme inang dan berkhasiat untuk melawan
sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri,
virus). Obat-obat neoplasma (onkolitika, sitostika, atau obat kanker) juga
dianggap termasuk golongan ini.
c. Obat diagnostik, yaitu obat yang membantu dalam mendiagnosis (pengenalan
penyakit), misalnya barium sulfat untuk membantu diagnosis pada saluran
lambung-usus, serta natriumiopanoat dan asam iod organik lainnya untuk
membantu diagnosis pada saluran empedu.
B. Bahan Tambahan
Obat tambahan (Remidium adjuvantia/ajuvans/corrigens) yaitu bahan atau obatyang
menunjang kerja bahan obat utama. Dapat berupa:
a. Corrigens actionis, yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat
utama. Misalnya, pulvis doveri yang terdiri atas kalium sulfat, ipecacuanhae
radix, dan pulvis opii. Pulvis opii sebagai bahan khasiat utama menyebabkan
orang sukar buang air besar, sedangkan kalium sulfat bekerja sebagai pencahar
sekaligus memperbaiki kerja pulvis opii tersebut.
b. Corrigens saporis (memperbaiki rasa). Contohnya: sirup auratiorum, tincture
cinnamomi, aqua menthae piperithae.
c. Corrigens odoris (memperbaiki bau). contohnya: oleum rosarum, oleum
bergamottae, dan oleum cinnamomi.
d. Corrigens coloris (memperbaiki warna). Contohnya: tincture croci (kuning),
caramel (cokelat) dan karminum (merah).
e. Corigens solubilis untuk memperbaiki kelarutan obat utama. Misalnya, I2 tidak
larut air, tetapi dengan penambahan KI menjadi mudah larut.
f. Selain itu juga dikenal bahan tambahan yang dipakai sebagai bahan pengisi dan
pemberi bentuk untuk memperbesar volume obat yang disebut constituens/
vehiculum/ exipient. Misalnya: laktosa sebagai serbuk serta amilum dan talk pada
bedak tabur.
13
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
14
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA II
PENGENALAN BAHAN OBAT
15
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Tabel 2b : Penggolongan Obat Narkotika; Obat Psikotropika; Obat Keras; Obat Bebas
Terbatas; Obat Bebas; Obat Jamu; Obat Herbal Terstandar; Obat Fitofarmaka
II Psikotropika
1.
2.
3.
4.
5.
III Keras
1.
2.
3.
4.
5.
IV Bebas Terbatas
1.
2.
3.
4.
5.
16
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
V Bebas
1.
2.
3.
4.
5.
VI Jamu
1.
2.
3.
4.
5.
VIII Fitofarmaka
1.
2.
3.
4.
5.
17
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB III
KELENGKAPAN RESEP DOKTER; MEMBUAT SALINAN RESEP
DAN ETIKET OBAT
1. Tujuan
Mahasiswa mengetahui dan memahami kelengkapan resep dokter
Mahasiswa memahami dan mampu membuat salinan resep
Mahasiswa memahami dan mampu membuat etiket obat
2. Pendahuluan
I. Kelengkapan Resep Dokter
Dilihat dari arti kata resep berasal dari kata “Recipe” bahasa latin artinya “Ambillah”.
Dalam pengertian secara umum resep ialah “Formulae Medicae” yang dibagi atas:
a. Formulae Officinalis; yaitu resep-resep yang terdapat dalam buku-buku resmi.
b. Formulae Magistrales; yaitu resep-resep yang disusun atau dibuat oleh dokter
berdasarkan pengalaman dan pendapatnya sendiri, kadang-kadang gabungan dengan
formulae officinalis dengan menambah dan mengurangi.
Dalam SK. Menkes RI No.244/Menkes/SK/V/90 memberikan pengertian tentang resep
sebagai berikut: Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, doktergigi, dokter hewan
kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan danmenyerahkan obat bagi penderita
sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.Jika resep tidak jelas atau tidak lengkap,
apoteker harus menanyakannya kepada dokter penulis resep tersebut. Resep yang lengkap
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Nama, alamat, dan no.izin prakter dokter, dokter gigi, atau dokter hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscription)
3. Tanda “R/” pada bagian kiri setiap penulisan resep (Invocatio)
4. Nama setiap obat dan komposisinya (Praescriptio/ordonatio)
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (Signatura)
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Subscriptio)
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemilliknya untuk resep dokter hewan;
8. Tanda seru dan/paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya.
18
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
19
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang
bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Salinan resep diberikan jika :
Pasien memintanya atau menginginkannya
Pasien baru mengambil sebagian obatnya, atau dokter menuliskan petunjuk da in
dimidio/d.i.d atau da in duplo/d.i.2.pl
Dalam resep tercantum iter yang artinya pasien tersebut harus mengulangi penembusan
obat setelah resep pertama habis dikonsumsi
Salinan resep harus ditandatangani apoteker, apabila APA berhalangan, penandatanganan
atau paraf pada salinan resep dapat dilakukan oleh apoteker pendamping atau apoteker
pengganti dengan mencantumkan nama dan status yang bersangkutan.
21
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
SALINAN RESEP
R/ Acetosal 500 mg
Codein HCl 20 mg
C.T.M 4 mg
S.L qs.
m.f.pulv.dtd.No.XV
da in caps.
S.t.d.d caps I -------------------- detur
p.c.c.
Cap
Apotek = “pro copie conform” (sesuai dengan aslinya)
yang menyalin :
paraf atau tanda tangan apoteker
22
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Setelah obat selesai dibuat dan telah diperiksa kembali, dimasukkan kedalam wadah
kemudian ditempel etiket sesuai dengan aturan pemakaian yang tertera dalam resep.
1. Penyerahan Obat
Penyerahan obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi
a. Penyerahan obat bebas dan obat bebas terbatas yang dibuat oleh apotek itu sendiri
tanpa resep harus disertai nota penjualan yang dilengkapi dengan etiket warna
putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar yang memuat :
i. nama dan alamat apotek;
ii. nama dan nomor SIK APA;
iii. nama dan jumlah obat;
iv. aturan pemakaian;
v. tanda lain yang diperlukan, misalnya obat gosok, obat kumur, obat batuk, dan
kocok dahulu.
b. Obat yang berdasarkan resep juga harus dilengkapi etiket warna putih untuk obat
dalam dan etiket warna biru untuk obat luar yang mencantumkan
i. nama dan alamat apotek;
ii. nama dan nomor SIK APA;
iii. nomor dan tanggal pembuatan obat;
iv. nama pasien;
v. aturan pemakaian;
vi. tanda lain yang diperlukan, misalnya kocok dahulu dan tidak boleh
diulangtanpa resep baru dari dokter.
Obat dalam ialah obat yang digunakan melalui mulut (oral), masuk ke kerongkongan,
kemudian ke perut, sedangkan obat luar adalah obat yang digunakan dengan cara lain, yaitu
melalui mata, hidung, telinga, vagina, rektum termasuk pula obat parenteral dan obat kumur.
23
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
SALISYL TALK
100 gram
Ahmad Faruk
Sehari 3 X 1 bungkus sesudah makan
Adelina Faruk
Sehari 3 X 2 tetes mata kanan dan kiri
Obat Luar
24
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
I. KELENGKAPAN RESEP
Amati contoh resep dokter yang ada dan lengkapi kolom pengamatan di bawah ini:
1. Nama dokter
2. Alamat dokter
5. Tanda R/
6. Nama obat
7. Jumlah obat
8. Tanda S (Signatura)
25
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Amati contoh resep dokter yang ada dan buat salinan resepnya
26
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
27
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB IV
MENGHITUNG DOSIS OBAT
1. Tujuan
2. Pendahuluan
Dosis atau takaran suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan
atau diberikan kepada seseorang (penderita) untuk obat dalam maupun obat luar.
a) Dosis terapi: suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan penderita.
b) Dosis minimum: suatu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat
menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
c) Dosis maksimum: suatu takaran obat terbesar yang diberikan yang masih dapat
menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada penderita.
d) Dosis lazim: merupakan dosis yang biasa diberikan untuk suatu obat, merupakan
petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan sebagai pedoman umum.
Contoh: Dosis CTM (obat anti-alergi) 4 mg per tablet, disebutkan dosis lazimnya 6-16
mg/hari dan dosis maksimumnya 40 mg/hari. Jika seseorang minum 3 x
sehari 2 tablet dosis maksimumnya belum dilampaui tetapi hal ini dianggap
tidak lazim karena dengan 3 x sehari 1 tablet saja sudah dapat dicapai efek
terapi yang optimum.
e) Dosis toksik: suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan keracunan pada penderita.
f) Dosis letal: suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan kematian pada penderita.
g) Dosis permulaan (initial dose): dosis permulaan yang diberikan kepada penderita.
28
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
h) Dosis pemeliharaan (maintenance dose): dosis obat yang berfungsi untuk menjaga
agar kadar obat dalam darah tetap berada dalam dosis terapeutik.
Dalam memilih dan menetapkan dosis harus memperhatikan beberapa faktor yaitu:
1. Penderita:
a. Usia; perhitungan dosis berbeda untuk prematur, neonatus, balita, anak anak,
dewasa, dan lanjut usia
b. Berat badan; berhubungan dengan distribusi obat
c. Jenis kelamin; kecepatan metabolisme obat, hormonal
d. luas permukaan tubuh; untuk obat kanker
e. toleransi dan ketergantungan; berhubungan dengan peningkatan jumlah reseptor
dan dosis obat.
f. sensitivitas; hipersensitivitas, idiosinkrasi, resistensi antibiotik
g. kondisi penderita; status nutrisi, adanya penyakit lain (komplikasi)
2. Obat:
a. Sifat fisika kimia; pH, kelarutan dalam cairan lambung
b. Sifat farmakokinetika; ikatan dengan protein, waktu paruh, kecepatan metabolisme
dan ekskresi
c. Bentuk sediaan obat; berhubungan dengan kecepatan absorpsi
3. Penyakit:
a. Jenis/penyebab penyakit
b. Sifat/keparahan penyakit
c. Kasus penyakit tertentu
Di Indonesia, daftar dosis maksimum obat untuk dewasa digunakan untuk orang usia 17
sampai dengan 60 tahun dengan berat badan berkisar antara 58 sampai 60 kg.Ketika umur
bertambah, terjadi perubahan fisiologi dan patologi tubuh yang menentukan perubahan
konsentrasi obat di dalam tubuh karena perubahan fase farmakokinetika, pemberian dosis
harus lebih kecil dari dosis maksimum, perkiraan dosis untuk usia lanjut adalah:
29
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Untuk wanita hamil dan menyusui yang peka terhadap obat-obatan, sebaiknya
diberikan dalam jumlah yang lebih kecil, terdapat Referensi FDA untuk ibu hamil dan
menyusui (dibahas pada modul 8)
Pemakaian obat berdasarkan perhitungan waktu dalam jam:
Farmakope Indonesia: dihitung 24 jam, dibagi pemakaian
Menurut Van Duin: Antibiotik 24 jam/pemakaian
Obat lain = 16 jam/pemakaian + 1
Kategori anak:
Prematur : lahir kurang 35 minggu
Baru lahir : Neonatus s/d 28 hari
Bayi : infant s/d 1 tahun
Balita : 1-5 tahun
Anak : 6-16 tahun
30
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
1,81 4 – 8%
2,27 5-10%
Cara perhitungan
Ada lebih dari 30 rumus untuk menghitung dosis yang akan diberikan pada anak. Pada
umumnya didasarkan pada ukuran fisik anak secara individual yaitu berdasarkan berat badan
anak (kg), luas permukaan tubuh anak (m2) dan umur anak. Dalam buku resmi Farmakope
Indonesia ditemukan dosis lazim sekali ataupun sehari anak dan bayi dinyatakan dalam umur
atau bobot badan.
31
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
32
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
(1) Drops
Sering digunakan untuk memberikan obat berbentuk cair untuk bayi. Ada pipet
dengan ukuran, misalnya 0,4 ml; 0,3 ml dll. Ada pula pipet yang digunakan untuk
menghitung tetesan, misalnya 3 x 10 tetes.Obat berbentuk tetesan jangan diberikan
langsung ke mulut bayi karena bisa kelebihan bila obat menetes dengan cepat.Pipet juga
jangan langsung dipakai ke dalam rongga mulut, karena pipet menjadi kotor bila
tersentuh mulut.
(3). Puyer
Dokter anak di Indonesia masih suka memberi puyer. Biasakan untuk meminta copy
resep sehingga tahu apa yang diberikan kepada bayi. Buka puyer dan tuangkan isinya ke
dalam sendok kecil. Lalu berikan air, diaduk dengan sendok kecil lain sampai
tercampur.Pemberian puyer agak repot karena seringkali rasanya pahit, obat sulit larut
dan lain-lain. Puyer yang terkena udara sering menjadi basah karena sifatnya menarik air,
jangan digunakan lagi.
Catatan:
Bila anak muntah sesaat setelah diberikan obat, bisa diberikan lagi dengan dosis yang sama.
Kurang dari 30 menit, obat belum terserap di dalam tubuh.Namun, jangan langsung diberikan
saat itu juga, tunggu sekitar 10 menit setelah anak muntah.Bila muntah setelah 30 menit obat
diberikan, tak perlu diulang pemberian obatnya.Jadi, tunggu beberapa jam hingga jadwal
pemberian obat selanjutnya. Barulah anak boleh diberikan obat kembali dengan dosis yang
sama.
33
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Volume:
µl ml l kl (dibagi 1.000)
kl l ml µL ( dikali 1.000)
Waktu:
min jam ( dibagi 60)
jam min (dikali 60)
Contoh:
1. Konversikan 5.000 µg menjadi mg. ……………………….
2. Konversikan 44 lb menjadi kg …………………………….
3. Konversikan 0,003 l menjadi µl ……………………. ….
4. Konversikan 5 jam menjadi menit …………………………
(b). Dosis kalium klorida adalah 10 mg per tablet, diperlukan 25 mg kalium klorida; maka
obat yang diberikan adalah
25 mg = 2,5 tablet
10 mg
34
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Contoh:
1. Fenitoin (Dilantin) sebanyak 0,1 g peroral diberikan melalui selang nasogastrik (NGT),
sediaan fenitoin yang tersedia adalah 30 mg/5 ml . Berapa banyak sediaan fenitoin
yang harus diberikan?
Konversi 0,1 g menjadi mg 0,1 g x 1,000 = 100 mg
100 mg x 5 mL = 16,7 ml
30 mg
2. Dosis obat per oral yang harus diberikan kepada pasien adalah 5 mg/kg BB, berat badan
anak adalah 15 kg. Dosis obat yang tersedia adalah 50 mg/ 5 ml. Berapakah volume
yang harus diberikan pada anak? Tersedia sendok takar 5 ml.
Dosis obat yang harus diberikan pada anak dengan berat 15 kg adalah
5 mg/kg x 15 kg = 75 mg
75 mg
x 5 ml = 7,5 ml
50 mg
2,5 mg x 1 ml = 0,25 ml
10 mg
c. Dosis oksitosin yang harus diberikan adalah 3 mU/menit sediaan yang tersedia adalah
ampul 1 ml yang mengandung oksitosin 10 unit, obat tersebut harus dimasukkan ke
dalam 500 ml cairan infus glukosa 5%. Alat infus yang dipakai adalah yang biasa yaitu
20 tetes/ml {kemampuan alat infus disebut juga faktor, ada mikrodrip untuk bayi (60
tetes/ml) dan alat infus biasa (20 tetes/ml)}. Hitung berapa dosis obat yang harus
diberikan?
Volume cairan infus (ml) X Dosis yang diberikan (mg/min) x faktor alat (tetes/ml) = …tts/min
Konsentrasi obat (mg)
d..The Doctor orders you to start an IV of normal saline to run at 100 ml/hr. You have a
macrodrip set of 15 gtt/ml. How many drops per minute will you set your
administration set to drip?
37
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA IV
MENGHITUNG DOSIS OBAT
1. Dosis aminophyllin sekali pakai 5 mg/kg bb, hitung dosis yang diberikan pada anak yang
beratnya 12 kg dan 30 kg. Jika satu tablet aminophyllin mengandung 200 mg berapa
tablet yang harus diberikan pada anak tersebut?
2. Dosis maksimum kodein untuk dewasa sekali 60 mg dan sehari 300 mg, jika tablet
kodein dengan dosis 20 mg diminum sehari 4 kali 2 tablet, apakah melebihi dosis
maksimum?
38
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
7. Pasien lansia: nenek usia 85 tahun menderita komplikasi penyakit kronis gagal ginjal dan
hipertensi, oleh dokter diberi obat batuk dan pusing yang mengandung:
parasetamol 500 mg, fenilpropanolamin 15 mg, dan dektrometorfan 15 mg
Data obat : dosis lazim untuk dewasa parasetamol sekali 500 mg sehari 500-2.000 mg,
ppa 25-50 mg, dekstrometorfan 15-30 mg. Apakah PPA persyaratan terapi?
39
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR JAWABAN
40
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB V
MEMBUAT SEDIAAN SERBUK BAGI / PULVERES
1. Tujuan
Mampu menyiapkan sediaan serbuk bagi /pulveres berdasarkan resep dokter
Terampil membuat sediaan serbuk bagi /pulveres berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Serbuk bagi / Pulveres atau serbuk bagi adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang
kurang lebih sama dalam setiap bungkusnya dan dibungkus menggunakan kertas perkamen
atau bahan pengemas lain yang cocok. Pemberian serbuk bagi/ Pulveres umumnya untuk
pemakaian dalam /per oral. Bila tidak dinyatakan lain serbuk harus kering, halus dan
homogen.
Dalam membagi serbuk bagi apabila persentase DM (dosis maksimum) dibawah 80%
cara membaginya cukup dengan penglihatan mata sampai diperoleh jumlah yang sama rata
perbungkusnya, tetapi apabila persentase DM mencapai atau melebihi 80%, maka cara
membaginya harus ditimbang satu persatu, caranya dengan menimbang semua serbuk
kemudian berat yang diperoleh dibagi jumlah bungkus yang diminta
Apabila persentase DM dari bahan obat mencapai 100% atau lebih harus diusulkan
kepada instruktur untuk meminta tanda seru atau penurunan dosis.
Serbuk diracik dengan cara mencampur bahan obat satu per satu dan sedikit demi
sedikit; dimulai dari bahan obat yang jumlahnya sedikit.
Serbuk terbagi dikemas kedalam wadah kertas perkamen sesuai banyaknya permintaan dalam
resep. Adapun langkah-langkah melipat atau membungkus kertas pembungkus serbuk adalah
sebagai berikut :
1. Letakkan kertas rata diatas permukaan meja dan lipatkan sekitar 1–1,5 cm kearah kita pada
garis memanjang pada kertas untuk menjaga keseragaman, langkah ini harus dilakukan
bersamaan dengan lipatan pertama sebagai petunjuk. Penyusunan kertas hendaknya secara
proporsional, jangan terlalu memanjang kesamping, maksimal 5-6 kertas kesamping.
1. Letakkan serbuk baik yang ditimbang atau dibagi-bagi ke tengah kertas yang telah dilipat
satu kali lipatannya mengarah ke atas di sebelah seberang di hadapanmu.
2. Tariklah sisi panjang yang belum dilipat ke atas dan letakkanlah pada kira-kira garis
lipatan pertama, lakukan hati-hati supaya serbuk tidak berceceran.
41
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
3. Peganglah lipatan dan tekanlah sampai menyentuh dasar kertas dan lipatlah ke hadapanmu
setebal lipatan pertama.
4. Kertas pembungkus yang telah terlipat rapi masukkan satu persatu dalam dos atau plastik
klip. Pada lipatan kertas pembungkus tidak boleh ada serbuk dan tidak boleh ada ceceran
serbuk.
42
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA V
MEMBUAT SEDIAAN SERBUK BAGI / PULVERES
43
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB VI
MEMBUAT SEDIAAN SERBUK TIDAK TERBAGI / PULVIS
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan Serbuk /Pulvis berdasarkan resep
dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan Serbuk /Pulvis berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Serbuk tidak terbagi/ Pulvis adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan ditujukan untuk pemakaian topikal atau oral. Serbuk tidak terbagi dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain
a. Pulvis adspersorius (serbuk tabur/bedak), dimaksudkan untuk pemakaian luar.Serbuk
tabur harus melewati ayakan agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.
Pulvis adspersorius harus memenuhi persyaratan berikut:
Harus halus, tidak boleh ada butiran-butiran kasar
Talk, kaolin, dan bahan mineral lainnya harus bebas dari bakteri Clostridium
tetani, C.welchii, dan Bacillus anthracis serta disterilkan dengan cara D (cara
kering)
Tidak boleh digunakan untuk luka terbuka
b. Pulvis dentrificius (serbuk gigi) biasanya mengandung karmin sebagai pewarna yang
dilarutkan lebih dahulu dalam kloroform atau etanol 90%.
c. Pulvis sternutotarius (serbuk bersin) digunakan untuk dihisap melalui hidung.
d. Pulvis effervescent adalah serbuk tidak terbagi dimaksudkan untuk pemakaian dalam
/oraly. Sebelum diminum dilarutkan dahulu dalam air dingin atau air hangat. Jika serbuk
ini dilarutkan akan mengeluarkan gas CO2 yang kemudian membentuk larutan jernih.
Merupakan campuran dari senyawa asam (asam sitrat, asam tartrat,) dengan basa
(Na.bikarbonat).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan serbuk tabur :
44
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
45
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA VI
MEMBUAT SEDIAAN SERBUK TIDAK TERBAGI/ PULVIS
46
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB VII
MEMBUAT SEDIAAN KAPSUL
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan Kapsul berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan Kapsul berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Kapsul /Capsulae/Kapsul adalah bentuk sediaan obat ( serbuk, ½ padat, cair )
terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak. Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan
atau tanpa zat tambahan lain.
Berdasarkan bentuknya kapsul dapat dibedakan atas kapsul keras ( terdiri dari tubuh
dan tutup; tersedia dalam bentuk kosong; isi biasanya padat atau cair; sebagai obat dalam dan
bentuknya hanya satu macam ) dan kapsul lunak (satu kesatuan; selalu sudah terisi; isi
biasanya cair, padat; bisa untuk pemakaian oral, vaginal, rektal, topical; bentuknya
bermacam-macam )
Agar kapsul diisi dengan baik, maka bagian badan kapsul yang diisi campuran bahan
obat dan bagian tutupnya diselubungkan rapat – rapat. Bagian tutup bukan saja berfungsi
sebagai penutup tetapi juga menekan dan menahan, oleh karena itu ukuran kapsul harus
dipilih sesuai kebutuhan.
Ada tiga cara pengisian cangkang kapsul yaitu dengan:
1. Tangan; merupakan cara yang paling sederhana karena menggunakan tangan
langsung tanpa menggunakan bantuan alat lain. Untuk memasukkan obat kedalam
kapsul, dapat dilakukan dengan cara membagi serbuk sesuai jumlah kapsul yang
diminta. Selanjutnya, tiap bagian serbuk tadi dimasukkan kedalam badan kapsul lalu
ditutup.
2. Alat bukan mesin; alat yang dimaksud ini adalah alat dengan menggunakan tangan
manusia. Dengan pengerjaan ini, dapat diperoleh kapsul yang seragam dan lebih
cepat.
3. Alat mesin; digunakan untuk memproduksi kapsul secara besar-besaran dan menjaga
keseragaman kapsul, perlu digunakan alat otomatis mulai dari membuka, mengisi,
sampai menutup kapsul.
47
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
Penutupan kapsul yang berisi serbuk dapat dilakukan dengan cara yang biasa yakni
menutupkan bagian tutup kedalam badan kapsul tanpa penambahan bahan perekat. Penutupan
cangkang kapsul dapat juga dilakukan dengan pemanasan langsung, menggunakan energi
ultrasonik atau pelekatan menggunakan cairan campuran air-alkohol.
Untuk menutup kapsul yang berisi cairan perlu dilakukan cara khusus seperti diatas. Cara
paling sederhana ialah menambahkan bahan perekat agar isinya tidak keluar atau
bocor.Caranya oleskan sedikit campuran air – alkohol pada tepi luar bagian badan kapsul,
kemudian ditutup sambil diputar.
Untuk melihat adanya kebocoran kapsul tersebut kapsul diletakkan diatas kertas saring
kemudian gerakkan ke depan dan ke belakang hingga menggelinding beberapa kali. Apabila
kapsul tersebut bocor akan meninggalkan noda pada kertas.
Didalam pabrik yang besar penutupan kapsul dilakukan secara otomatis. Sebagai cairan
penutup pada umumnya larutan gelatin yang diberi tambahan zat warna, sehingga kapsul
yang telah ditutup akan kelihatan semacam pita yang berwarna. Warna ini dapat
dipergunakan sebagai tanda pengenal dari suatu pabrik.
Kapsul yang sudah diisi bahan obat harus dibersihkan untuk menghilangkan sisa bahan
obat yang menempel pada dinding kapsul. Terutama untuk kapsul yang dibuat dengan tangan
penyerahannya harus dalam keadaan bersih Caranya letakkan kapsul di atas sepotong kain
(linen, wol) kemudian digosok-gosokkan sampai bersih.
48
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
49
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB VIII
MEMBUAT SEDIAAN SALEP
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan Salep berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan Salep berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Yang dimaksud dengan Salep /unguentum adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian pada kulit atau selaput lender. Salep tidak boleh berbau tengik. Apabila
tidak dinyatakan lain sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin album.
Sebagai dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu
dasar salep senyawa hidrokarbon; dasar salep serap; dasar salep yang dapat dicuci dengan air
dan dasar salep larut dalam air.
Ketentuan umum cara pembuatan salep ada 4 peraturan yaitui :
a. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya jika perlu dengan
pemanasan
b. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air , jika tidak ada peraturan lain dilarutkan dahulu
dalam air asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah
air yang digunakan dikurangkan dari basis
c. Peraturan Salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus
diserbuk dahulu kemudian diayak dengan pengayak no. 100
d. Peraturan Salep keempat
Salep yang dibuat dengan peleburan maka campurannya harus diaduk sampai dingin
Dasar salep dibuat peleburan apabila dasar salep merupakan campuran dengan
konsistensi yang berbeda seperti Vaselin dengan cera/malam
50
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
51
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB IX
MEMBUAT SEDIAAN PASTA
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan Pasta berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan Pasta berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang
ditujukan untuk pemakaian luar/topikal. Pasta merupakan suatu unguentum yang
mengandung bahan padat lebih dari 50% sehingga mempunyai konsistesi yang kaku dan
tebal dibandingkan dengan unguentum.. Dikenal 3 macam pasta :
Pasta berlemak, merupakan salep yang padat karena kurang berminyak, kaku, tidak
meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang
diolesi.
Pasta kering merupakan pasta bebas lemak, mengandung zat padat ± 60 %. Agar tidak
cepat menjadi kering harus disimpan di tempat kedap dan ditambah stabilisator
Pasta pendingin merupakan campuran serbuk, minyak lemak dan cairan
Cara pembuatan pasta secara umum adalah bahan dasar berbentuk ½ padat dicairkan
terlebih dahulu baru dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih
mudah bercampur dan homogeny. Dengan catatan bahan padat tahan/tidak rusak oleh
panas.
52
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA IX
MEMBUAT SEDIAAN PASTA
53
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB X
MEMBUAT SEDIAAN KRIM
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan krim berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan krim berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Krim / Cremor adalah bentuk sediaan ½ padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai . Ada 2 (dua) tipe Krim
yaitu krim tipe minyak dalam air ( m/a ) dan krim tipe air air dakam minyak ( a/m ).
Kestabilan krim akan rusak jika system campurannya terganggu, terutama disebabkan
oleh perubahan suhu, perubahan komposisi yang disebabkan adanya perubahan salah
satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Sebagai pengawet pada krim sering digunakan nipagin dengan kadar 0,12 – 0,18 % atau
nipasol dengan kadar 0,02 – 0,05 %.
Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk dan
pada etiket harus tertera “ Obat Luar “
Cara umum pembuatan krim adalah meliputi proses peleburan dan emulsifikasi, dalam
hal ini :
Bahan yang tidak tercampur dengan air dilebur di atas penangas air pada suhu
70 - 75 ᵒ C
Bahan yang bercampur dengan air dipanaskan pada suhu 70 - 75ᵒ C
Campuran berair ditambahkan pada bahan yang tidak bercampur dengan air
perlahan-lahan sambil diaduk secara konstan dan temperature dipertahankan selama
5 – 10 menit
Campuran didinginkan sambil diaduk terus sampai kental.
54
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA X
MEMBUAT SEDIAAN KRIM
55
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB XI
MEMBUAT SEDIAAN OBAT GOSOK
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan obat gosok berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan obat gosok berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Obat gosok atau liniment adalah sediaan cair atau kental mengandung analgetika dan
zat yang mempunyai sifat rubifasien, melemaskan otot atau menghangatkan dan digunakan
sebagai obat luar. Pemakaian obat gosok dengan cara dioleskan menggunakan kain flannel
kemudian diurut.
Penyimpanan obat gosok dalam botol berwarna, bermulut kecil dan ditempat sejuk.
Pada etiket tertera “ Obat Luar “. Obat gosok tidak dapat digunakan pada kulit yang luka
atau lecet.
Ada 3 cara pembuatan obat gosok yaitu : mencampurkan seperti pada pembuatan
salep; terjadi reaksi penyabunan; dan terbentuk emulsi
56
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA XI
MEMBUAT SEDIAAN OBAT GOSOK
57
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB XII
MEMBUAT SEDIAAN SUPPOSITORIA
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan suppositoria berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan suppositoria berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vaginal dan uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melarut
pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat teurapetik yang bersifat lokal atau sistemik.
Berdasarkan tempat penggunaannya suppositoria terbagi menjadi :
a. Suppositoria rektal, digunakan melalui rektal / anus, berbentuk seperti peluru
berujung lancip / torpedo sering disebut suppositoria dan mempunyai bobot kurang
lebih 2 (dua) gram
b. Suppositoria vaginal, digunakan melalui vagina, berbentuk bulat telur / oval dan
sering disebut dengan ovula dan umumnya mempunyai bobot 5 (lima) gram
c. Suppositoria uretra, digunakan melalui uretra, berbentuk batang dengan panjang
sekitar 7 – 14 cm dan sering disebut basilla atau bougies dimana bobotnya akan
disesuaikan dengan jumlah zat berkhasiat
Beberapa suppositoria mempunyai dosis maksimal baik untuk satu kali
pemakaian maupun satu hari pemakaian maka sebelum dibuat harus dihitung dulu dosis
maksimalnya.
Suppositoria yang dibuat dengan tangan pembuatannya dilebihkan satu
suppositoria, yang dibuat dengan dicetak dilebihkan 50 % dan yang dibuat dengan
metoda kompresi dilebihkan 100 %.
Pada sediaan suppositoria selain zat aktif mengandung pula bahan dasar/
basis suppositoria yang terdiri atas 3 golongan yaitu :
1) Basis berlemak: oleum cacao
58
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
2) Basis bercampur atau larut dalam air: gliserin – gelatin, propilenglikol dll.
3) Basis lain: pembentuk emulsi a/m ditujukan untuk mempermudah bercampur
dengan cairan tubuh atau mengikat air
Suppositoria dikemas sedemikian rupa sehingga setiap suppositoria
terpisah satu dengan yang lainnya, agar tidak mudah hancur atau meleleh. Bisanya
dimasukkan ke dalam wadah dari aluminium foil atau strip plastic sebanyak 6 sampai 12
suppositoria untuk kemudian dikemas dalam dus.Suppositoria harus disimpan dalam
wadah tertutup baik ditempat sejuk.
59
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
60
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB XIII
MEMBUAT SEDIAAN GALENIKA
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menyiapkan sediaan Galenika berdasarkan resep dokter
Mahasiswa terampil membuat sediaan Galenika berdasarkan resep dokter
2. Pendahuluan
Sediaan galenika adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku dari hewan atau tumbuh
tumbuhan yang disari. Zat-zat yang tersari terdapat dalam sel-sel bagian tumbuh-tumbuhan
yang umumnya dalam keadaan kering. Cairan penyari masuk dalam sel-sel dari bahan-bahan
dan zat yang tersari larut dalam cairan penyari, setelah itu larutan yang mengandung zat
tersari dipisahkan simplisia yang disari. Penyarian akan lebih cepat terjadi bila bahan dasar
dalam keadaan halus.
Berdasarkan cara pembuatannya sediaan galenika terdiri dari :
a. Aqua aromatika, adalah larutan jenuh minyak atsiri dalam air contoh : Aqua
Foeniculli, Aqua Menthae Piperitae, Aqua Rossae
b. Ekstrakta, adalah sediaan dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi atau
penyeduhan dengan air mendidih.
c. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada
suhu 900 selama 15 menit.
Pembuatan, campur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai
900 sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air
panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.
Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan khasiat keras
dibuat dengan menggunakan 10% simplisia.
d. Sirupi (Sirop) ) adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar
sakarosa adalah tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,9% . kecuali dinyatakan
61
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
lain sirop dibuat sebagai berikut, dibuat cairan untuk sirop, dipanaskan dan ditambah
gula, jika perlu dididihkan hingga larut.Ditambahkan air mendidih secukupnya hingga
diperoleh bobot yang dikehendaki, bila terjadi busa, hilangkan busanya dan diserkai.,
Pada pembuatan sirop simplisia untuk persediaan ditambahkan Nipagin 0,25% b/v atau
pengawet yang cocok. Sirop disimpan dalam wadah tertutup rapat dan di tempat yang
sejuk.
e. Spiritus Aromatici dibuat dengan maserasi sejumlah simplisia dengan campuran
sejumlah etanol dan air selama 24 jam. Maserat lalu didestilasi sampai diperoleh 1000
bagian.Kadar etanol Spiritus Aromatici adalah 65% v/v. Spiritus aromatici harus jernih,
tidak berwarna, cairan berbau aroma dan berasa, yang mengandung hanya bagian yang
mudah menguap tidak mengandung tanin dan harsa.
Dalam Farmakope Belanda terdapat sediaan Spiritus Aromaticus ;Spiritus Cinnamomi;
Spiritus Citri; Spiritus Cochlearieae; Spiritus Lavandulae
f. Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia
nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut. Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% simplisia untuk zat khasiat, 10%
simplisia untuk zat khasiat keras.
Tingtur yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi III ialah Tingtura Belladonae
dan Tigtura Cinnamomi
g. Vinum (Anggur Obat ) adalah anggur dari Spanyol yang dalam perdagangan dikenal
dengan anggur Sherry (Xereswijn) mengandung etanol tidak kurang dari 18% v/v; boleh
pula diberikan jenis lain asal memenuhi syarat Farmakope..Cinchonae vinum, dibuat
dengan maserasi 2 bagian serbuk kina dan buat 80 bagian anggur, larutkan ke dalamnya
20 bagian sakarosa, biarkan 6 hari pada tempat sejuk lalu disaring.
62
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
63
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
BAB XIV
REVIEW
1. Tujuan
Mengetahui sejauh mana mahasiswa dapat menyiapkan sediaan obat
berdasarkan resep dokter sesuai materi yang telah diberikan
Mengetahui sejauh mana mahasiawa terampil dalam membuat sediaan obat
berdasarkan resep dokter sesuai materi yang telah diberikan
2. Pendahuluan
Rivieu dilaksanakan melalui test praktikum terhadap materi yang telah
diberikan yang merupakan pengayaan pengalaman mahasiswa dalam membuat sediaan
obat sebelum ujian akhir dilaksanan.
Sebelum pelaksanaan test, kepada mahasiswa dilakukan pengundian meja
tempat pratek dan pengundian soal .
Mahasiswa akan mengejakan pembuatan sediaan obat sesuai dengan resep yang
diperoleh pada saat undian dalam waktu yang telah ditentukan.
64
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
LEMBAR KERJA X IV
REVIEW
65
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
DAFTAR PUSTAKA
66
Pedoman Praktikum Farmasetika Dasar
67
Penerbit
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Bandung
Kementerian Kesehatan RI
Jalan Prof. Eyckman No. 24
Bandung 40161
Tlp. (022) 2032672, Fax. (022) 2042630