AEROSOL
Dosen Pengampuh : Yuli Nurullaili S.Farm.,M.Farm.,Apt
Disusun Oleh :
PENYUSUN :
2018
1
KATA PENGATAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga praktikan dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini membahas persoalan Aerosol. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat praktikan harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat
bagi kita sekalian.
Praktikan
2
DAFTAR ISI
A. Pengertian aerosol....................................................................................... 2
B. Jenis atau sistem aerosol............................................................................. 3
C. Formula Jurnal aerosol ............................................................................... 4
D. Cara Pembuatan aerosol.............................................................................. 4
E. Fungsi masing –masing bahan aerosol........................................................ 5
F. Mekanisme kerja bahan aktif ..................................................................... 5
G. Cara pemakaian .......................................................................................... 5
H. Cara uji evaluasi ......................................................................................... 5
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk Mengetahui Pengertian Dari Aerosol
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AEROSOL
Menurut FI III
Aerosol adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah
yang diberi tekanan, berisi propelan atau campuran propelan yang cukup untuk memancarkan
isinya hingga habis, dapat digunakan untuk obat luar atau obat dalam dengan menggunakan
propelan yang cukup.
Menurut FI IV
aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif
terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan
untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada hidung (aerosol nasal) ,
mulut (aerosol lingual) atau paru-paru (aerosol inhalasi, ukuran partikelnya harus lebih kecil
dari 10 mm , sering disebut " inhaler dosis terukur ").
Istilah " aerosol " digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari sistem bertekanan
tinggi. Sering disalah artikan pada semua jenis sediaan bertekanan, sebagian diantaranya
melepaskan busa atau cairan setengah padat.
Aerosol busa adalah emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif, surfaktan,
cairan mengandung air atau tidak mengandung air dan propelan. Jika propelan berada dalam
fase internal (misalnya m/a) akan menghasilkan busa stabil, dan jika propelan berada dalam
fase eksternal (misalnya a/m), akan menghasilkan busa yang kurang stabil.
Dalam literatur lain, aerosol adalah suatu sistem koloid lypofob (hydrofil), dimana
fase eksternalnya berupa gas atau campuran gas dan fase internalnya berupa partikel zat cair
yang terbagi sangat halus atau partikel-partikelnya tidak padat, ukuran partikel tersebut lebih
kecil dari 50 mm. Jika partikel internalnya terdiri dari partikel zat cair, sistem koloid itu
berupa asap atau debu.
Propelan adalah bagian bahan dari aerosol yang berfungsi mendorong sediaan keluar dari
wadah lewat saluran, katup sampai habis. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai solvent atau
cosolvent.
5
B. JENIS ATAU SISTEM AEROSOL
Terdiri atas larutan zat aktif dalam propelan cair dan propelan bentuk uap
Fase cair dapat terdiri dari kompenen komponen zat aktif atau campuran zat aktif dengan dan
propelan cair atau propelan yang didalamnya.
Terdiri atas suspensi atau emulsi zat aktif propelan cair, dan uap propelan.
Suspensi terdiri atas zat aktif yang dapat dispersikan dalam sistem propelan dengan zat
tambahan yang sesuai. Zat tambahan bisa berupa zat pembasah atau zat pembawa padat
seperti talk atau silika koloid. .
BJ propelan< BJ zat aktif maka propelan cair berada diantara lapisan uap dan zat aktifnya
6
C. FORMULASI JURNAL
D. CARA PEMBUATAN
Karbopol 940 di larutkan dalam air dengan menggonakan homogenizer dengan kecepatan
1200 rpm
NAOH dilarutkan dalam air, setelah larut campurkan pada campuran karbopol 940
Pada wadah terpisah ekstra daun sirih dilarutkan dalam isopropyl alcohol
Setelah homogeny campurkan larutan ekstra daun sirih tersebut pada campuran karbopol 940
Tambahkan tween 80 aduk hingga homogeny
7
E. FUNGSI MASING-MASING BAHAN
BAHAN FUNGSI
Ekstra Daun Sirih zat aktif antibakteri
Asam Askobat Vitamin
Gliserin Pengental
Isopropil Alkohol Pelarut
Menthol Penyegar
Propilenglikol Pewangi
Karbopol 940 Basis gel
NAOH Pelarut
Pewangi lemon Pewangi
Tween 80 Surfaktan
Aqua demineralisata Pelarut
G. CARA PEMAKAIAN
Cara pemakaian sedian aerosol spray ini adalah dengan menyemprokan pada kaki sampai
dirasa cukup .biarkan hingga menyerap.
8
Uji pH dilakukan menggunakan pH meter (Eutech Instrument, Singapura). Mula-mula
elektroda dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda
dicelupkan ke dalam sediaan. Nilai pH yang muncul di layar dicatat. Pengukuran
dilakukan pada suhu ruang.
Pengukuran viskositas dan sifat alir.
Digunakan viskometer stormer (RH Tech, Jerman). Viskometer ini memugkinkan
terbentuknya ruang antara mangkuk dan rotor, serta dibiarkan hingga mencapai
kesetimbangan temperatur. Beban dipasangkan di penggantung, kemudian waktu
yang diperlukan bagi rotor untuk mencapai 100 kali putaran dicatat. Data ini
kemudian diubah ke dalam bentuk rpm, kemudian prosedur dilakukan berulang.
Reogram akan terbentuk, yakni plot rpm versus beban yang ditambahkan. Dengan
konstanta yang sesuai, nilai rpm akan diubah menjadi laju geser yang sesungguhnya
dalam satuan satu per detik (Sinko, 2013). Pengukuran viskositas dilakukan pada
minggu ke-0 dan ke-8.
Uji stabilitas pada suhu rendah.
Sampel spray disimpan pada suhu rendah (4 ± 2o C) selama 8 minggu, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis),
pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali.
Uji stabilitas pada suhu ruang.
Sampel spray disimpan pada suhu kamar (28 ± 2 ºC) selama 8 minggu, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis),
pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali.
Uji stabilitas pada suhu tinggi.
Sampel spray disimpan pada suhu tinggi (40 ± 2 ºC) selama 8 minggu, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis),
pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali.
Uji penentuan diameter zona hambat bakteri Metode didasarkan pada difusi cakram,
terhadap bakteri uji Bacillus subtilis. Pertama-tama, disiapkan biakan mikroba yang
berumur 24 jam. Kemudian, diambil 1 ose bakteri kemudian dimasukkan ke dalam
pengencer (NaCl 0,9%) dan kemudian dihomogenkan. Agar jumlah bakteri yang
terhambat terukur, diukur %T dengan spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV–
1800, Jepang) pada panjang gelombang 580 nm, hingga 25%T (setara 108 CFU/ml
bakteri). Setelah itu, diambil 0,2 ml suspensi mikroba, masing-masing ditambahkan
9
ke dalam petri. Kemudian, ditambahkan 20-25 ml media TSA (Tripticase Soy Agar),
dihomogenkan, kemudian dibiarkan memadat. Setelah itu, dimasukkan sampel
sebanyak 20 µL ke dalam cakram, dan dibiarkan hingga jenuh. Cakram yang akan
dipakai diletakkan di atas permukaan media agar TSA. Keseluruhan sistem uji
kemudian didiamkan selama 1 jam, dan dibiarkan larutan uji menyerap. Sediaan
tersebut diinkubasi pada suhu 35 ºC selama 24 jam. Zona hambat bakteri yang
terbentuk kemudian diamati dan diukur (Sabrina et al., 2011).
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aerosol adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah
yang diberi tekanan, berisi propelan atau campuran propelan yang cukup untuk
memancarkan isinya hingga habis, dapat digunakan untuk obat luar atau obat dalam
dengan menggunakan propelan yang cukup.
B. Saran
Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan .untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk tercapainya suatu kesempurnaan .
11
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM RI. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
1995
Ditjen POM RI. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
1979
David Jones. Fast Track : Pharmaceutical Dosage Form and Design. Pharmaceutical Press.
London. 2008. Hal. 187, 188, 195.
12