(Harison, 1982)
2.3 Sistem Dispersi Commented [A.1]: kapital kata depan
Setiap dispersi secara sederhana diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat
yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang
terlarut. Contohnya jika tiga jenis bahan yaitu pasir, gula, dan susu masing-masing
dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air. Kemudian diaduk dalam wadah
terpisah. Maka kita akan memperoleh tiga system dispersi (Ridwan, 2002).
Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran
secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan system dispersi.
Tepung kanji bila dimasukkan ke dalam air panas maka akan membentuk system
dispersi dengan air sebagai medium pendisersi dan tepung kanji sebagai zat terdispersi
(Haryani, 2009).
2.3.1 Dispersi Molekular atau Larutan Sejati
Larutan sejatu adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai fase
terdispersi) dengan zat cair (sebagai medium pendispersi). Pada larutan sejati, fase
terdispersi larut sempurna dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan
campuran yang homogeny. Oleh karena itu, antara fase terdispersi dengan medium
pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi. Molekul-molek fase terdispersi tersebar
merata ke dalam komponen medium pendispersinya, sehingga larutan disebut
dispersi molecular (Sulami, 2009).
2.3.2 Dispersi Halus atau Koloid
Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan medium
pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk melekular melainkan
gabungan dari beberapa molekul. Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti
bentuk larutan tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra campuran ini bersifat
heterogen (Sulami, 2009).
2.3.3 Dispersi Kasar atau Suspensi
Suspense adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan medium
pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke
dalam medium pendispersinya. Pada umumnya, fase terdispersinya berupa
padatan sedangkan medium pendispersinya berupa cairan. Dalam suspense, antara
fase terdispersi dengan medium pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas
(Sulami, 2009)
2.4 Macam Diameter Statistik
Statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti yang kompleks statistik
diartikan sebagai data. Secara kebahasaan, statistic dapat diartikan catatan angka-angka;
perangkaan; data yang berupa angka yang dikumpulkan, ditabulasi, dikelompokkan
sehingga dapat memberi informasi yang berarti suatu masalah, gejala, atau peristiwa
(Sugiyono, 2010).
Statistik bersifat objektif bekerja dengan angka sehingga mempunyai sifat
objektif, artinya angka statistik dapat dipakai sehingga alat pelengkap kenyataan dan
berbicara apa adanya (Sutrisno Hadi, 1995). Statistik bersifat universal tidak hanya
dilakukan dalam satu tujuan disiplin ilmu saja, tetapi dapat digunakan secara universal
dalam berbagai disiplin ilmu (Sutrisno Hadi, 1995).
Harga diameter partikel :
∑ 𝑛𝑑
Length Number Mean (dln) = ∑𝑛
∑ 𝑛𝑑 2
Surface Number Mean (dsn) = √ ∑𝑛
3 ∑ 𝑛𝑑 3
Volume Number Mean (dvn) = √ ∑𝑛
∑ 𝑛𝑑 3
Volume Surface Mean (dvs) = ∑ 𝑛𝑑 2
∑ 𝑛𝑑 4
Volume Weight Mean = ∑ 𝑛𝑑3
(Martin , 1990)
Bila jumlah atau berat partikel yang terdpat dalam suatu kisaran ukuran diplot
terhadap kisaran ukuran atau ukuran partikel rerata, akan diperoleh kurva distribusi
frekuensi (Martin, 1993). Berikut contoh table dan grafik distribusi frekuensi :
Table 1. Tabel perhitungan diameter statistic data yang diperoleh dengan
metode mikroskopi.
Gambar 1. Plot data Tabel 1 untuk menghasilkan distribusi ukuran-frekuensi.
Data tersebut diplot sebagai garis batang atau histogram dan suatu garis halus
atau kurva frekuensi digambarkan melalui histogram tersebut.
(Martin, 1993)
Plot seperti ini memberikan contoh visual distribusi tersebut, yang tidak dapat
dicapai oleh diameter rerata. Hal ini penting karena merupakan sesuatu hal yang
mungkin bila dua buah sampel berdiameter rerata sama, tetapi distribusi berbeda. Dari
kurva distribusi frekuensi tersebut, juga segera terlihat ukuran partikel yang paling
sering terjadi dalam sampel atau dinamakan modus (Martin, 1993).
2.6 Distribusi Jumlah dan Berat
50% 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
σg=
16% 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
(Martin, 2008)
Mikroskopi optic adalah metode yang digunakan untuk mengukur partikel yang
ukurannya berkisar dari 0,2 𝜇𝑚 sampai kira-kira 100 𝜇𝑚. Partikel yang diukur
dengan metode ini yaitu suspense dan emulsi. Menurut metode mikroskopis, suatu
emulsi atau suspense diencerkan dan dinaikkan pada suatu slide. Di bawah
mikroskop tersebut, pada tempat dimana partikel terlihat, diletakkan micrometer
untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Hasil yang terlihat dalam mikroskop
dapat diproyeksikan ke sebuah layar dimana partikel-partikel tersebut lebih mudah
diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan
diproyeksikan ke layar untuk diukur (Martin, 1993).
Dalam metode mikroskopis, pengukuran diameter rata-rata dari system
diperoleh dengan pengukuran partikel secara acak sepanjang garis yang ditentukan.
Partikel yang tersusun secara acak diatur diameternya denga frekuensi yang sama
dalam berbagai arah, sehingga partikel tersebut dianggap sebagai partikel yang
berbentuk bola dengan diameter yang sama. Untuk memperoleh data yang statistic
minimal harus diukur 200 partikel pada serbuk pharsetik. Pengukuran biasanya
dengan menggunakan mikroskopik mempunyai data pisah yang bagus. Alat optic
mikroskopik harus mempunyai jarum petunjuk yang digerakkan dengan kalibrasi
micrometer sekrup (Robert, 2013).
Kerugian dari metode ini adalah garis tengah yang diperoleh hanya dari dua
dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan
yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan metode ini.
Akan tetapi, metode ini mampu mendeteksi adanya gumpalan dan partikel-partikel
yang lebih dari satu komponen (Martin, 1990).
2.7.2 Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi analisisnya memerlukan waktu
yang relative lama. Penentunya adalah pengukuran geometric partikel. Sampel
diayak melalui sebuah susunan menurut meninggi lebarnya jala ayakan penguji yang
disusun ke atas. Bahan yang diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala
paling besar. Partikel yang ukurannya lebih kecil daripada jala dijumpai berjatuhan
melewatinya. Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali
pada ayakan membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu
ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah ditimbang
ditahan kembali pada setiap ayakan (Martin, 1990).
2.7.3 Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi secara
mekanik menjadi dua bagian, yaitu slurry dan supernatant. Slurry
adalah bagian dengan konsentrasi partikel terbesar, dan supernatant
adalah bagian cairan yang bening. Proses ini memanfaatkan gaya
gravitasi, yaitu dengan mendiamkan suspensi hingga terbentuk endapan
yang terpisah dari beningan (Foust, 1980).
Sedimentasi (pengendapan) merupakan salah satu cara
pemisahan padatan yang tersuspensi dalam suatu cairan dimana akan
terjadi peristiwa turunya partikel – partikel padat yang semula tersebar
atau tersuspensi dalam cairan karena adanya gaya berat atau gaya
grafitasi, tetapi selama proses sedimentasi ini berlangsung, terdapat tiga
gaya yang berpengaruh yaitu gaya grafitasi, gaya apung dan gaya
dorong (Warren. L. Mc cabe, dkk, 1993).
2.8 Analisa Bahan
2.8.1 Amilum
Sifat Fisika Sifat Kimia
(Basri, 1996)
2.8.2 Aquadest
Sifat Fisika Sifat Kimia
3.1.2 Bahan
a. Amilum
b. Aquadest
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Mikroskopi Optik Commented [A.2]: dibiasakan ya setiap awal penulisan
kata dibikin kapital.
Kalibrasi Alat K
a
l
Ditempatkan mikrometer di bawah mikroskop
i
Dihimpitkan
b garis awal skala okuler dengan garis awal skala obyektif
r
Ditentukan garis kedua skala yang tepat berimpit
a
Ditentukan harga skala
s
okuler
Hasil i
A
l
Hasil
Monodispers dan Polydispers
Hasil
3.2.2 Pengayakan
Pengayakan
Hasil
3.3 Skema Alat
1 396 2,597
2 594 2,773
2,815 0,171 654,259 1,485
3 792 2,898
4 990 2,995
4.1.3 Penentuan Ukuran Partikel
Mid Jumlah
No Range (d) Partikel(n) n.d n. d2 n. d3 n. d4
4 990 0 0 0 0 0
Praktikum Kimia Farmasi Fisik yang berjudul “Penentuan Ukuran Partikel” yang
dilaksanakan pada hari Jum’at, 13 September 2019. Bertempat di laboratorium kering lantai 4
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengukur partikel zat dengan metode pengayakan ( shieving ) dan mikroskop optik. Dalam
praktikum ini digunakan dua metode untuk melakukan penentuan ukuran partikel, yaitu
metode mikroskop optik dan metode pengayakan dengan zat yang digunakan adalah amylum,
yaitu serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Jadi pada praktikum penentuan ukuran partikel dengan mikrokop optik didapatkan
hasil bahwa amylum termasuk polidispers karena memiliki harga antilog SD ≥ 1,2 yaitu 1,5.
5.2 Pengayakan
Menurut Vogel ( 1994) Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokkan butiran yang
akan dipisahkan menjadi satu atu beberapa kelompok. Dengan demikian dapat dipisahkan
antara partikel lolos ayakan (butir halus) dan yang akan tertinggal diayakan (butir kasar).
Ukuran partikel/butiran tertentu yang masih bisa melintasi ayakan dinyatakan sebagai butiran
batas.
Menurut Martin (2008) titik perbandingan yang digunakan adalah logaritma ukuran
partikel yang ekuivalen dengan 50% pada skala probabilitas yaitu ukuran 50%. Hal ini
dikenal sebagai diameter rerata geometris (dg). Kemiringan garis dinyatakan oleh σg yaitu
suatu hasil bagi rasio (84% dibawxah ukuran atau 16% diatas ukuran). Ukuran tersebut
semata-mata hanya kemiringan garis lurus tersebut.
6.1 Kesimpulan
Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini ada dua macam, metode pengayakan dan
metode mikroskopis. Hasil percobaan pada metode pengayakan adalah berat granul pada
mesh 60 = 60% ; mesh 80 = 6,7% ; mesh 100 = 20% ; mesh 120 = 6,7% ; dan penampung =
6,7%, dengan selisihnya pada mesh 60 = 0,9 gr ; mesh 80 = 0,1 gr ; mesh 100 = 0,3 gr ; mesh
120 = 0,1 gr ; dan pada penampung = 0,1 gr.
Sedangkan pada metode mikrospkopis ukuran partikel yang di dapat pada 396 μm =
95 partikel ; 594 μm = 4 partikel ; 792 μm = 1 partikel ; 990 μm = 0 partikel. Hasil
perhitungan diameter yang didapat dₗₙ = 407,88 μm; dₛₙ = 411,53 μm; dᵥₙ = 416,68 μm; dᵥₛ =
427,17 μm; dan dwm = 445,03 μm.
6.2 Saran
Sebaiknya kekurangan atau perubahan didalam buku panduan praktikum bisa segera
diperbaiki dan dalam metode pengayakan tidak menggunakan cara manual seperti yang
didalam buku panduan praktikum supaya mendapatkan hasil yang maksimal.
LAMPIRAN
Perhitungan
99
= 100 x 0,01 x 40
= 0,396 mm
= 396 μm
Ukuran partikel dikali dengan :
11,263
Rata-rata log ukuran partikel =
4
= 2,815 μm
Rumus Standar Deviasi (SD) :
1 (11,263−2,815)2
= √
4−1
= 0,171 μm
Keterangan :
s = Standar deviasi
xi = Jumlahnya
x¯ = Rata – rata
n = Ukuran sampel
Maka, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah polydispers di mana nilai dari antilog ≥ 1,2
n.d
1,0 95 x 396 = 37620
1,5 4 x 594 = 2376
2,0 1 x 792 = 792
2,5 0 x 990 = 0
∑n.d = 40788
n. d2
1,0 95 x (396)2 = 14897520
1,5 4 x (594)2 = 1411344
2,0 1 x (792)2 = 627264
2,5 0 x (990)2 = 0
∑n.d = 16936128
n. d3
1,0 95 x (396)3 = 5899417920
1,5 4 x (594)3 = 838338336
2,0 1 x (792)3 = 496793088
2,5 0 x (990)3 = 0
∑n.d = 7234549344
n. d4
1,0 95 x (396)4 = 23,36 x 1011
1,5 4 x (594)4 = 4,979 x 1011
2,0 1 x (792)4 = 3,934 x 1011
2,5 0 x (990)4 = 0
∑n.d = 32,273 x 𝟏𝟎𝟏𝟏
4.2 Metode Pengayakan
Alfred, Martin. 2008. Farmasi Fisika Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik
Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : UI Press
Foust, A.A. 1980. “Principles of Unit Operation”, 2nd edition. New York : John Wiley And
Sons Inc
McCabe, Warren. L, dkk. 1993. Unit Operatin Of Chemical Engineering. New York : McGraw
Hill
Ridwan. 2012. Pengertian dan Jenis Larutan dalam Sistem Dispersi serta Contohnya.
https://ridwanz.com/umum/alam/pengertian-dan-jenis-larutan-dalam-sistem-dispersi
-serta-contohnya/ . (Diakses pada tanggal 17 September 2019) Commented [A.6]: Ini jugaaa
Volgt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Yogyakarta : UGM Press