Anda di halaman 1dari 25

PERCOBAAN V

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL


I. TUJUAN
Menentukan ukuran partikel zat dengan metode mikroskopi optik dan pengayakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikromeritik
Mikromeritik yaitu suatu ilmu dan teknologi yang mempelajari tentang kecil
terutama mengenai ukuran partikel. Ukuran partikel adalah ukuran diameter rata-rata
yang biasa ditanyakan dengan berbagai cara, seperti ukuran diameter rata-rata, ukuran
luas permukaan rata-rata, volum rata-rata, dan sebagainya (Martin, 2008).
Dalam suatu kumpulan partikel lebih dari satu ukuran (yakni dalam suatu
sampel polidipers), dua sifat penting yaitu:
a. Bentuk dan luas permukaan partikel
b. Kisaran ukuran dan banyaknya atau berat partikel yang ada dan karenanya
luas permukaan
(Martin, 2008)
2.2 Ukuran Partikel
Ukuran partikel adalah tahap analisis pada percabaan mikromeritik.
Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi partikel kecil (Martin,1990). Pada jumlah dasar
yang amat besar harus ditarik beberapa contoh dimana tempat pengambilan contoh
sebaiknya dipilih menurut program acak (Voigh, 1994).
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel adalah
menggunakan pengayak standar. Pengayak terbuat dari kawat dengan ukuran lubang
tertentu. Istilah ini digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inchi linear
(Parrot,1970).

(Harison, 1982)
2.3 Sistem Dispersi Commented [A.1]: kapital kata depan

Setiap dispersi secara sederhana diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat
yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang
terlarut. Contohnya jika tiga jenis bahan yaitu pasir, gula, dan susu masing-masing
dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air. Kemudian diaduk dalam wadah
terpisah. Maka kita akan memperoleh tiga system dispersi (Ridwan, 2002).
Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran
secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan system dispersi.
Tepung kanji bila dimasukkan ke dalam air panas maka akan membentuk system
dispersi dengan air sebagai medium pendisersi dan tepung kanji sebagai zat terdispersi
(Haryani, 2009).
2.3.1 Dispersi Molekular atau Larutan Sejati
Larutan sejatu adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai fase
terdispersi) dengan zat cair (sebagai medium pendispersi). Pada larutan sejati, fase
terdispersi larut sempurna dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan
campuran yang homogeny. Oleh karena itu, antara fase terdispersi dengan medium
pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi. Molekul-molek fase terdispersi tersebar
merata ke dalam komponen medium pendispersinya, sehingga larutan disebut
dispersi molecular (Sulami, 2009).
2.3.2 Dispersi Halus atau Koloid
Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan medium
pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk melekular melainkan
gabungan dari beberapa molekul. Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti
bentuk larutan tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra campuran ini bersifat
heterogen (Sulami, 2009).
2.3.3 Dispersi Kasar atau Suspensi
Suspense adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan medium
pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke
dalam medium pendispersinya. Pada umumnya, fase terdispersinya berupa
padatan sedangkan medium pendispersinya berupa cairan. Dalam suspense, antara
fase terdispersi dengan medium pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas
(Sulami, 2009)
2.4 Macam Diameter Statistik

Statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti yang kompleks statistik
diartikan sebagai data. Secara kebahasaan, statistic dapat diartikan catatan angka-angka;
perangkaan; data yang berupa angka yang dikumpulkan, ditabulasi, dikelompokkan
sehingga dapat memberi informasi yang berarti suatu masalah, gejala, atau peristiwa
(Sugiyono, 2010).
Statistik bersifat objektif bekerja dengan angka sehingga mempunyai sifat
objektif, artinya angka statistik dapat dipakai sehingga alat pelengkap kenyataan dan
berbicara apa adanya (Sutrisno Hadi, 1995). Statistik bersifat universal tidak hanya
dilakukan dalam satu tujuan disiplin ilmu saja, tetapi dapat digunakan secara universal
dalam berbagai disiplin ilmu (Sutrisno Hadi, 1995).
Harga diameter partikel :
∑ 𝑛𝑑
 Length Number Mean (dln) = ∑𝑛

∑ 𝑛𝑑 2
 Surface Number Mean (dsn) = √ ∑𝑛

3 ∑ 𝑛𝑑 3
 Volume Number Mean (dvn) = √ ∑𝑛

∑ 𝑛𝑑 3
 Volume Surface Mean (dvs) = ∑ 𝑛𝑑 2
∑ 𝑛𝑑 4
 Volume Weight Mean = ∑ 𝑛𝑑3

(Martin , 1990)

2.5 Distribusi Ukuran Partakel

Bila jumlah atau berat partikel yang terdpat dalam suatu kisaran ukuran diplot
terhadap kisaran ukuran atau ukuran partikel rerata, akan diperoleh kurva distribusi
frekuensi (Martin, 1993). Berikut contoh table dan grafik distribusi frekuensi :
Table 1. Tabel perhitungan diameter statistic data yang diperoleh dengan
metode mikroskopi.
Gambar 1. Plot data Tabel 1 untuk menghasilkan distribusi ukuran-frekuensi.
Data tersebut diplot sebagai garis batang atau histogram dan suatu garis halus
atau kurva frekuensi digambarkan melalui histogram tersebut.
(Martin, 1993)
Plot seperti ini memberikan contoh visual distribusi tersebut, yang tidak dapat
dicapai oleh diameter rerata. Hal ini penting karena merupakan sesuatu hal yang
mungkin bila dua buah sampel berdiameter rerata sama, tetapi distribusi berbeda. Dari
kurva distribusi frekuensi tersebut, juga segera terlihat ukuran partikel yang paling
sering terjadi dalam sampel atau dinamakan modus (Martin, 1993).
2.6 Distribusi Jumlah dan Berat

Distribusi jumlah dan berat digunakan untuk pembuatan grafik distribusi


normal. Distribusi jumlah dan berat tujuannya digunakan untuk mencari rata-rata
gemotrik (dg) dan simpangan baku geometrik ( g).

dg= 50% ukuran

50% 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
σg=
16% 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛

(Martin, 2008)

2.7 Metode Pengukuran Partikel

2.7.1 Mikroskopi Optik

Mikroskopi optic adalah metode yang digunakan untuk mengukur partikel yang
ukurannya berkisar dari 0,2 𝜇𝑚 sampai kira-kira 100 𝜇𝑚. Partikel yang diukur
dengan metode ini yaitu suspense dan emulsi. Menurut metode mikroskopis, suatu
emulsi atau suspense diencerkan dan dinaikkan pada suatu slide. Di bawah
mikroskop tersebut, pada tempat dimana partikel terlihat, diletakkan micrometer
untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Hasil yang terlihat dalam mikroskop
dapat diproyeksikan ke sebuah layar dimana partikel-partikel tersebut lebih mudah
diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan
diproyeksikan ke layar untuk diukur (Martin, 1993).
Dalam metode mikroskopis, pengukuran diameter rata-rata dari system
diperoleh dengan pengukuran partikel secara acak sepanjang garis yang ditentukan.
Partikel yang tersusun secara acak diatur diameternya denga frekuensi yang sama
dalam berbagai arah, sehingga partikel tersebut dianggap sebagai partikel yang
berbentuk bola dengan diameter yang sama. Untuk memperoleh data yang statistic
minimal harus diukur 200 partikel pada serbuk pharsetik. Pengukuran biasanya
dengan menggunakan mikroskopik mempunyai data pisah yang bagus. Alat optic
mikroskopik harus mempunyai jarum petunjuk yang digerakkan dengan kalibrasi
micrometer sekrup (Robert, 2013).
Kerugian dari metode ini adalah garis tengah yang diperoleh hanya dari dua
dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan
yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan metode ini.
Akan tetapi, metode ini mampu mendeteksi adanya gumpalan dan partikel-partikel
yang lebih dari satu komponen (Martin, 1990).
2.7.2 Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi analisisnya memerlukan waktu
yang relative lama. Penentunya adalah pengukuran geometric partikel. Sampel
diayak melalui sebuah susunan menurut meninggi lebarnya jala ayakan penguji yang
disusun ke atas. Bahan yang diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala
paling besar. Partikel yang ukurannya lebih kecil daripada jala dijumpai berjatuhan
melewatinya. Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali
pada ayakan membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu
ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah ditimbang
ditahan kembali pada setiap ayakan (Martin, 1990).
2.7.3 Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi secara
mekanik menjadi dua bagian, yaitu slurry dan supernatant. Slurry
adalah bagian dengan konsentrasi partikel terbesar, dan supernatant
adalah bagian cairan yang bening. Proses ini memanfaatkan gaya
gravitasi, yaitu dengan mendiamkan suspensi hingga terbentuk endapan
yang terpisah dari beningan (Foust, 1980).
Sedimentasi (pengendapan) merupakan salah satu cara
pemisahan padatan yang tersuspensi dalam suatu cairan dimana akan
terjadi peristiwa turunya partikel – partikel padat yang semula tersebar
atau tersuspensi dalam cairan karena adanya gaya berat atau gaya
grafitasi, tetapi selama proses sedimentasi ini berlangsung, terdapat tiga
gaya yang berpengaruh yaitu gaya grafitasi, gaya apung dan gaya
dorong (Warren. L. Mc cabe, dkk, 1993).
2.8 Analisa Bahan
2.8.1 Amilum
Sifat Fisika Sifat Kimia

-Bubuk Putih -Rumus Molekul


-Tawar, tidak berbau (C6H10O5)
-Sukar larut dalam air -Hasil polimerisasi alam
-Densitas = 1,5 g/cm3 dari karbohidrat

(Basri, 1996)
2.8.2 Aquadest
Sifat Fisika Sifat Kimia

-Tidak berbau dan -Ionisasi dari H+ dan


berwarna OH-
-Titik didih 100oC -Merupakan pelarut
-Titik beku 0o C universal
-Densitas = 1 g/cm3
- Mr = 18 g/mol
(Basri, 1996)
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Mikroskop
b. Gelas beker
c. Pengaduk gelas
d. Sendok
e. Pipet tetes
f. Gelas arloji
g. Kuas
h. Timbangan analitik
i. Preparat
j. Kertas alas
k. Ayakan
1. Ayakan dengan nomor mesh 60
2. Ayakan dengan nomor mesh 80
3. Ayakan dengan nomor mesh 100
4. Ayakan dengan nomor mesh 120
5. Wadah penampung

3.1.2 Bahan
a. Amilum
b. Aquadest
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Mikroskopi Optik Commented [A.2]: dibiasakan ya setiap awal penulisan
kata dibikin kapital.

Kalibrasi Alat K
a
l
Ditempatkan mikrometer di bawah mikroskop
i
Dihimpitkan
b garis awal skala okuler dengan garis awal skala obyektif

r
Ditentukan garis kedua skala yang tepat berimpit
a
Ditentukan harga skala
s
okuler
Hasil i
A
l

Suspensi Encera Partikel


t
Ditentukan ukuran partikel sebanyak 20-25 partikel dari seluruh sediaan

Ditentukan harga logaritma masing-masing ukuran


partikel
Ditentukan harga logaritma ukuran partikel dan harga standard
deviasi (SD) purata yang bersangkutan

Ditentukan harga antilogaritma purata ukuran partikel (dgeometrik)


dan antilog SD

Ditentukan ukuran monodispersi atau polydispersi

Hasil
Monodispers dan Polydispers

Ditentukan ukuran partakel sebanyak 100


partikel
Dilakukan grouping

Dibuat kurva distribusi ukuran partikel

Hasil

3.2.2 Pengayakan

Pengayakan

Dibersihkan ayakan dengan menggunakan vaccum


cleaner
Ditimbang tiap-tiap ayakan
kosong
Disusun beberpa ayakan dengan nomor berurutan, dengan makin
besar nomor ayakan dari atas kebawah

Dimasukkan granul ke dalam ayakan paling atas pada bobot


tertentu yang ditimbang seksama (1,5 g)

Diayak granul selama 10 menit dengan cara


manual
Dikeluarkan ayakan secara hati-hati tanpa kehilangan berat
sampel
Ditimbang kembali tiap ayakan dan ditentukan bobot sampel pada
tiap ayakan

Dibuat kurva distribusi pesen bobot di atas dan di bawah ukuran


versus ukuran partikel

Di tentukan harga dg dan σg

Hasil
3.3 Skema Alat

3.3.1 Alat Pengayakan

3.3.2 Mikroskopis Optik


IV. DATA PENGAMATAN

4.1 Metode Mikroskopi Optik

4.1.1 Kalibrasi Alat

= 0,1 mm = 100 μm ; 1 skala objektif = 99 skala okuler

4.1.2 Penentuan Monodispers dan Polydispers


Logaritma Rata-rata
No. Ukuran Ukuran Ukuran SD Antilog Antilog
Partikel (μm) Partikel Partikel (x) x SD

1 396 2,597

2 594 2,773
2,815 0,171 654,259 1,485
3 792 2,898

4 990 2,995
4.1.3 Penentuan Ukuran Partikel
Mid Jumlah
No Range (d) Partikel(n) n.d n. d2 n. d3 n. d4

1 396 95 37620 14897520 5899417920 23,36 x 1011

2 594 4 2376 1411344 838338336 4,979 x 1011

3 792 1 792 627264 496793088 3,934 x 1011

4 990 0 0 0 0 0

Jumlah ( ∑ ) 100 40788 16936128 7234549344 32,273 x 𝟏𝟎𝟏𝟏


4.1.4. Harga Diameter
No. Diameter Nilai (µm)
1 Length-Number Mean 407,88
2 Surface-Number Mean 411,53
3 Volume-Number Mean 416,68
4 Volume-Surface Mean 427,17
5 Volume-Weight Mean 445,08
6 Surface-Length 415,22

4.1.5. % Jumlah Partikel dalam Mikroskop


No. Ukuran Partikel (µm) Jumlah Partikel % Jumlah Partikel
1 396 95 95%
2 594 4 4%
3 792 1 1%
4 990 0 0

4.2 Metode Pengayakan

4.2.1 Berat Amilum Sebelum dan Sesudah Pengayakan


No. No. Pengayakan Sebelum Pengayakan Sesudah Pengayakan Selisih
1. Mesh 60 168,9 g 169,8 g 0,9 g
2. Mesh 80 162,4 g 162,5 g 0,1 g
3. Mesh 100 160,8 g 161,1 g 0,3 g
4. Mesh 120 157,5 g 157,6 g 0,1 g
5. Penampung 183,5 g 183,6 g 0,1 g
4.2.2 Persen Bobot Diatas dan Dibawah Ukuran
Ukuran Size Range Mid Size Berat % Bobot % bobot
No. No. Ayakan Lubang (µm) (µm) Granul (g) diatas dibawah
(µm) ukuran ukuran
1. Mesh 60 250 µm <250 250 0,9 g 60% 100%
2. Mesh 80 180 µm 180-250 215 0,1 g 66,67% 40%
3. Mesh 100 150 µm 150-180 165 0,3 g 86,67% 26,67%
4. Mesh 120 125 µm 125-150 137,5 0,1 g 93,33% 13,33%
5. Penampung - <125 62,5 0,1 g 100% 6,67%

4.2.3 Berat Granul Dalam Persen


No. No. Ayakan Berat Granul Persen Berat Granul
1. Mesh 60 0,9 g 60%
2. Mesh 80 0,1 g 6,7%
3. Mesh 100 0,3 g 20%
4. Mesh 120 0,1 g 6,7%
5. Penampung 0,1 g 6,7%
V. PEMBAHASAN

Praktikum Kimia Farmasi Fisik yang berjudul “Penentuan Ukuran Partikel” yang
dilaksanakan pada hari Jum’at, 13 September 2019. Bertempat di laboratorium kering lantai 4
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengukur partikel zat dengan metode pengayakan ( shieving ) dan mikroskop optik. Dalam
praktikum ini digunakan dua metode untuk melakukan penentuan ukuran partikel, yaitu
metode mikroskop optik dan metode pengayakan dengan zat yang digunakan adalah amylum,
yaitu serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa.

5.1. Mikroskop Optik

Menurut anonim (2014), sebelum sebuah mikroskop digunakan perlu dilakukan


kalibrasi pada mikroskop dengan cara menempatkan mikrometer dibawah mikroskop,
dihimpitkan garis awal skala okuler dengan skala objektif. Kemudian menentukan garis
kedua skala yang tepat berhimpit. Setelah itu, akan diketahui harga skala okuler setelah
dilihat di bawah mikroskop. Tujuan dilakukannya kalibrasi alat sendiri untuk mencapai
ketelusuran pengukuran sehingga hasil pengukurannya dapat dikaitkan atau ditelusuri sampai
ke standar yang lebih tinggi. Kemudian dilakukan preparasi sampel, yaitu dengan membuat
suspensi encer dari campuran amylum dan aquadest dan dianalisa di atas obyek glass serta
dilihat di bawah mikroskop sehingga partikel-partikelnya akan terlihat. Setelah melakukan
perhitungan, pada percobaan yang dilakukan termasuk polidispers karena menurut Martin
(1990) disebut polidispers jika harga antilog SD ≥ 1,2 dan sistem monodispers jika antilog
SD < 1,2 dan pada percobaan ini didapatkan harga antilog SD ≥ 1,2 yaitu 1,5. Standar deviasi
sendiri adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana sebaran data
dalam sampel, dan seberapa dekat titik data individu ke mean – atau rata-rata – nilai sampel.
Menurut Parrot (1970), pembuatan suspensi encer dilakukan dengan tujuan agar
mempermudah dalam perhitungan partikel karena apabila suspensi tidak encer maka partikel
yang terjadi akan berhimpitan dan menyulitkan dalam melakukan perhitungan.

Setelah menyelesaikan pengamatan di bawah mikroskop, dilakukan pengelompokkan


sesuai ukuran partikel yang ada. Kami menggunakan ukuran partikel 396 μm; 594 μm; 792
μm; 990 μm berturut-turut mendapatkan hasil 95 partikel; 4 partikel; 1 partikel; 0 partikel.
Selanjutnya dilakukan dengan mencari lenght number mean (dₗₙ), surface number mean (dₛₙ),
volume number mean (dᵥₙ), volume surface mean (dᵥₛ), dan volume weight mean (dwm).
Hasil perhitungan diameter yang didapat dₗₙ = 407,88 μm ; dₛₙ = 411,53 μm ; dᵥₙ = 416,68
μm; dᵥₛ = 427,17 μm; dan dwm = 445,03 μm.

Jadi pada praktikum penentuan ukuran partikel dengan mikrokop optik didapatkan
hasil bahwa amylum termasuk polidispers karena memiliki harga antilog SD ≥ 1,2 yaitu 1,5.

5.2 Pengayakan

Menurut Vogel ( 1994) Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokkan butiran yang
akan dipisahkan menjadi satu atu beberapa kelompok. Dengan demikian dapat dipisahkan
antara partikel lolos ayakan (butir halus) dan yang akan tertinggal diayakan (butir kasar).
Ukuran partikel/butiran tertentu yang masih bisa melintasi ayakan dinyatakan sebagai butiran
batas.

Perlakuan pertama percobaan ini diawali dengan membersihkan ayakan menggunakan


kuas. Masing-masing ayakan ditimbang kemudian ditimbang amilum sebanyak 1500 mg.
Amilum dimasukkan di ayakan paling atas kemudian diayak selama 10 menit secara manual.
Lalu ditimbang ayakan beserta amilum didalamnya. Hitung selisih berat ayakan kosong
dengan ayakan yang didalamnya terdapat amilum. Dari percobaan ini diperoleh data selisih
berat ayakan kosong dengan ayakan dengan amilum didalamnya dari mesh 60 yaitu 0,9 g,
mesh 80 diperoleh selisih 0,1 g, mesh 100 dengan selisih 0,3 g, pada ukuran mesh 120
didapatkan selisih 0,1 g dan pada penampung terdapat selisih 0,1 g. Terjadi perbedaan selisih
dari tiap ayakan dikarenakan faktor efesiensi massa dimana semakin besar getaran maka
semakin banyak massa yang terayak. Jadi semakin besar ukuran mesh pada ayakan maka
semakin kecil diameter partikel yang lolos. Dimana pengayakan ini dipengaruhi oleh bentuk
lubang ayakan, celah ayakan dan ukuran partikel. Waktu yang diperlukan dalam proses
pengayakan adalah 10 menit karena dianggap waktu optimum untuk mendapatkan
keseragaman bobot pada setiap ayakan. Jika waktu pengayakan lebih dari 10 menit maka
akan dikhawatirkan partikel terlalu sering bertumbukan sehingga pecah dan lolos ke ayakan
berikutnya yang akan menyebabkan ketidakvalidan data. Jika kurang dari 10 menit
pengayakan tidak terjadi sempurna. Waktu optimum dalam pengayakan merupakan suatu
kesesuaian antara waktu tercapainya derajat pemisahan yang tinggi dan derajat perubahan
ukuran partikel asal.

Menurut Martin (2008) titik perbandingan yang digunakan adalah logaritma ukuran
partikel yang ekuivalen dengan 50% pada skala probabilitas yaitu ukuran 50%. Hal ini
dikenal sebagai diameter rerata geometris (dg). Kemiringan garis dinyatakan oleh σg yaitu
suatu hasil bagi rasio (84% dibawxah ukuran atau 16% diatas ukuran). Ukuran tersebut
semata-mata hanya kemiringan garis lurus tersebut.

Menurut Moechtar (1990) untuk pengayakan dibutuhkan sekurang-kurangnya 5 buah


ayakan unutk memperoleh data analisis yang lebih rinci dan lebih tepat. Hasil bobot
pengayakan juga harus sama dengan bobot awal sebelum diayak. Dari percobaan yang
dilakukan, hasil penimbangan bobot akhir stelah pengayakan sama dengan bobot awal
sebelum diayak yaitu 1500 mg. Jadi, hasil akhir percobaan kami sesuai dengan literatur.
VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini ada dua macam, metode pengayakan dan
metode mikroskopis. Hasil percobaan pada metode pengayakan adalah berat granul pada
mesh 60 = 60% ; mesh 80 = 6,7% ; mesh 100 = 20% ; mesh 120 = 6,7% ; dan penampung =
6,7%, dengan selisihnya pada mesh 60 = 0,9 gr ; mesh 80 = 0,1 gr ; mesh 100 = 0,3 gr ; mesh
120 = 0,1 gr ; dan pada penampung = 0,1 gr.

Sedangkan pada metode mikrospkopis ukuran partikel yang di dapat pada 396 μm =
95 partikel ; 594 μm = 4 partikel ; 792 μm = 1 partikel ; 990 μm = 0 partikel. Hasil
perhitungan diameter yang didapat dₗₙ = 407,88 μm; dₛₙ = 411,53 μm; dᵥₙ = 416,68 μm; dᵥₛ =
427,17 μm; dan dwm = 445,03 μm.

6.2 Saran

Sebaiknya kekurangan atau perubahan didalam buku panduan praktikum bisa segera
diperbaiki dan dalam metode pengayakan tidak menggunakan cara manual seperti yang
didalam buku panduan praktikum supaya mendapatkan hasil yang maksimal.
LAMPIRAN

Perhitungan

 Penentuan Monodispers atau Polydispers


𝑟 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 Commented [A.3]: R besar
𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙 = 𝑥 𝑑𝑒𝑣 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑟 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

99
= 100 x 0,01 x 40

= 0,396 mm
= 396 μm
Ukuran partikel dikali dengan :

 396 x 1,0 = 396 μm


 396 x 1,5 = 594 μm
 396 x 2,0 = 792 μm
 396 x 2,5 = 990 μm

Logaritma ukuran partikel :

 log 396 = 2,597 μm


 log 594 = 2,773 μm
 log 792 = 2,898 μm
 log 990 = 2,995 μm
+
11,263 μm

11,263
Rata-rata log ukuran partikel =
4

= 2,815 μm
Rumus Standar Deviasi (SD) :

1 (11,263−2,815)2
= √
4−1

= 0,171 μm

Keterangan :

 s = Standar deviasi
 xi = Jumlahnya
 x¯ = Rata – rata
 n = Ukuran sampel

Maka, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah polydispers di mana nilai dari antilog ≥ 1,2

 Penentuan Ukuran Partikel


Mid Range Jumlah Partikel
(d) (n)
396 95
594 4
792 1
990 0

 n.d
1,0 95 x 396 = 37620
1,5 4 x 594 = 2376
2,0 1 x 792 = 792
2,5 0 x 990 = 0
∑n.d = 40788
 n. d2
1,0 95 x (396)2 = 14897520
1,5 4 x (594)2 = 1411344
2,0 1 x (792)2 = 627264
2,5 0 x (990)2 = 0
∑n.d = 16936128

 n. d3
1,0 95 x (396)3 = 5899417920
1,5 4 x (594)3 = 838338336
2,0 1 x (792)3 = 496793088
2,5 0 x (990)3 = 0
∑n.d = 7234549344

 n. d4
1,0 95 x (396)4 = 23,36 x 1011
1,5 4 x (594)4 = 4,979 x 1011
2,0 1 x (792)4 = 3,934 x 1011
2,5 0 x (990)4 = 0
∑n.d = 32,273 x 𝟏𝟎𝟏𝟏
4.2 Metode Pengayakan

4.2.1 Berat Amilum Sebelum dan Sesudah Pengayakan

1. Mesh 60 : 168,9 g – 169,8 g = 0,9 gram

2. Mesh 80 : 162,4 g – 162,5 g = 0,1 gram

3. Mesh 100 : 160,8 g – 161,1 g = 0,3 gram

4. Mesh 120 : 157,5 g – 157,6 g = 0,1 gram

5. Penampung : 183,5 g – 183,6 g = 0,1 gram

4.2.2 Persen Bobot Diatas dan Dibawah Ukuran

A. Menghitung Persen Bobot Diatas Ukuran

1. Mesh 60 = 0,9 = 0,9 = 60%

2. Mesh 80 = 0,9 + 0,1 = 1 = 66,67%


100
3. Mesh 100 = 0,9 + 0,1 + 0,3 = 1,3 = 86,67%
1,5
4. Mesh 120 = 0,9 + 0,1 + 0,3 + 0,1 = 1,4 = 93,33%

5. Penampung = 0,9 + 0,1 + 0,3 + 0,1 + 0,1 = 1,5 = 100%

B. Menghitung Persen Bobot Dibawah Ukuran

1. Mesh 60 = 0,9 + 0,1 + 0,3 + 0,1 + 0,1 = 1,5 = 100%

2. Mesh 80 = 0,3 + 0,1 + 0,1 + 0,1 = 0,6 = 40%


100
3. Mesh 100 = 0,3 + 0,1 + 0,1 = 0,4 = 26,67%
1,5
4. Mesh 120 = 0,1 + 0,1 = 0,2 = 13,33%

5. Penampung = 0,1 = 0,1 = 6,67% Commented [A.4]: PERBAIKI


DAFTAR PUSTAKA

Alfred, Martin. 2008. Farmasi Fisika Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik
Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : UI Press

Anonim. 2014. Farmakope Indonesia V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Foust, A.A. 1980. “Principles of Unit Operation”, 2nd edition. New York : John Wiley And
Sons Inc

Hadi, Sutrisno. 1995. Statistik II. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Harrison, R.M. 2007. Principles of Environmental Chemistry. London : RSC Publishing

Henrayani, H. 2009. Sistem Dipersi. http://kimiaupiedu/utama/bahanjar/kuliah


web/2009/0700855/materi.htm. ( Diakses pada tanggal 17 September 2019) Commented [A.5]: Ini juga

Kurniawan, Dhadhany W, dkk. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. Purwokerto :


Laboratorium Farmasetika UNSOED

McCabe, Warren. L, dkk. 1993. Unit Operatin Of Chemical Engineering. New York : McGraw
Hill

Mochtar. 1990. Farmasi Fisika. Yogyakarta : UGM Press

Parrot, L.E . 1970. Pharmaceutical Technology. Burgess : Publishing Company

Ridwan. 2012. Pengertian dan Jenis Larutan dalam Sistem Dispersi serta Contohnya.
https://ridwanz.com/umum/alam/pengertian-dan-jenis-larutan-dalam-sistem-dispersi
-serta-contohnya/ . (Diakses pada tanggal 17 September 2019) Commented [A.6]: Ini jugaaa

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumardjo, Damin. 1998. Kimia Kedokteran UNDIP Edisi 3. Semarang : Universitas


Diponegoro

Volgt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Yogyakarta : UGM Press

Volgt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah : Soendani Noerono.


Yogyakarta : UGM Press
Zulfikar. 2010. Pengayakan. http://www.chem-is-try-org/materi-kimia/kimia
kesehatan/pemisahan-kimia-dan-analisis/pengayakan. (Diakses 16 September 2019) Commented [A.7]: Dari jurnal bolehhh ya, tapi web
gaboleh

Anda mungkin juga menyukai