Anda di halaman 1dari 5

PROSEDUR UJI DISOLUSI

Siapkan media disolusi yaitu aquadest

Medium aquadest sebanyak 900 ml masukan ke


dalam labu disolusi.

Pasang alat disolusi , biarkan media disolusi


hingga suhu 37oC±5°C dengan pemanasan pada
penangas air

Pengaduk dayung di atur pada kecepatan 50 rpm

Masukan tablet yang sudah di timbang ke dalam


labu disolusi, lalu jalankan

Pengambilan sampel 5 ml pada menit ke 10, 25,


dan 45 menit

Sampel diukur serapannya menggunakan alat


spektrofotometer UV-Vis
PEMBAHASAN
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat
aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak
dengan cairan tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet vitamin c.
Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan
suatu tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat
keefektifan obat yang diberikan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat yaitu temperatur,
viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisa, dan sifat permukaan zat.
Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet yaitu tablet
yang ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di dalam lambung akan dipecah,
mengalami disintegrasi menjadi granul-granul yang kecil yang terdiri dari zat-zat aktif
dan zat-zat tambahan yang lain. Granul selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan zat-zat
aktifnya akan larut dalam cairan lambung atau usus, tergantung di mana tablet tersebut
harus bekerja. Agar suatu obat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan menghasilkan
efek terapeutik, obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur yang baik dan laju
disolusi yang relatif cukup cepat. Dalam percobaan ini, dilakukan uji disolusi terhadap
tablet vitamin c yang kami buat.
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali
pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Uji disolusi dapat digunakan untuk
menentukan persentasi ketersediaan obat dalam sirkulasi sistemik pada waktu tertentu,
hal ini berhubungan dengan bio-availabilitas yang dapat menjadi parameter efikasi
(kemanjuran) dan mutu suatu produk obat. Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan
senyawa aktif dari bentuk  sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif
sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan
zat tersebut melarut  ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Ada tiga kegunaan uji disolusi yaitu menjamin keseragaman satu batch, menjamin
bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan uji disolusi diperlukan
dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi persyaratan
keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat
berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji
disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet.
Alat yang digunakan pada uji disolusi kali ini berbentuk dayung yang terletak
tepat di tengah-tengah media agar tidak terjadi turbulensi aliran. Tinggi dasar dayung ke
dasar media adalah 2,5 cm tujuannya untuk memperkecil kemungkinan tablet melayang-
layang antara dasar media dengan dasar dayung  bergesekan dengan alat uji (dayung).
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah membuat kurva
baku dari zat vitamin c. Seperti sudah diketahui bahwa panjang gelombang maksimum
untuk vitamin c adalah 261 nm sehingga dilakukan pengukuran absorbansi zat dengan
berbagai variasi konsentrasi pada λ maksimum tersebut. Dalam percobaan ini dibuat
variasi konsentrasi zat sebesar 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm.
Setelah semua variasi konsentrasi selesai dibuat maka dilakukan pengukuran
serapan/absorbansi dengan spektroskopi sinar UV-Vis. Saat pengukuran sampel dengan
spektrofotometer, kuvet yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Pertama, kuvet
diisi dengan aquadest, lalu disesuaikan nilai absorbansinya hingga menunjukkan angka
nol. Tujuan melakukan kalibrasi adalah untuk menghindari kesalahan perhitungan
konsentrasi. Kuvet dibilas dengan larutan yang akan dihitung konsentrasinya sebanyak
tiga kali, sehingga kuvet hanya berisi larutan uji tanpa pengotor. Adanya pengotor dapat
menyamarkan perhitungan konsentrasi karena pengotor dapat memberikan absorbansi.
Sebelum dimasukkan ke dalam spektrofotometer, kuvet dibersihkan menggunakan kertas
tissue bersih. Jika tidak dibersihkan, mungkin pengotor yang berasal dari praktikan,
seperti uap air  dapat menempel pada kuvet dan memberikan absorbansi, sehingga hasil
akhir absorbansi dapat keliru.
Pengukuran dilakukan pada λ maksimum supaya dihasilkan serapan yang
maksimum juga. Untuk melakukan pengukuran dengan metode spektrofotometri UV-Vis,
sampel dimasukkan ke dalam kuvet. Alat spektrofotometri yang digunakan memiliki dua
tempat kuvet (double beam). Kuvet pertama berfungsi untuk tempat blanko. Kuvet kedua
berfungsi untuk tempat sampel. Sampel kemudian diukur absorbansinya. Pengukuran
absorbansi hendaknya dimulai dari sampel yang konsentrasinya kecil agar tidak
mempengaruhi pengukuran konsentrasinya lainnya. Setiap akan mengganti sampel
dengan konsentrasi yang berbeda, kuvet hendaknya dibilas dengan larutan sampel agar
tidak ada sisa sampel yang sebelumnya yang dapat mempengaruhi nilai dari absorbansi.
Setelah dilakukan pengukuran absorbansi dengan berbagai variasi konsentrasi
senyawa baku, maka dari data yang ada dibuat persamaan regresi linearnya. Persamaan
regresi linear yang didapat dari hasil pengukuran adalah y = 0,0596x + 0,1596.
Persamaan regresi linear yang didapat ini nantinya digunakan untuk mencari konsentrasi
tablet vitamin c yang telah diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.
Kemudian tablet vitamin c diuji disolusi dengan alat disolusi menggunakan tipe
dayung. Sebanyak 1 tablet dimasukkan ke dalam alat yang diisi aquadest sebanyak 900
ml. Alat dayung kemudian dijalankan dan kecepatan di set pada angka 50 rpm pada suhu
37oC±5°C, kemudian pada menit ke 10, 25 dan 45 diambil cuplikan sampel dengan alat
penghisap sebanyak 5 ml. Cuplikan sampel dimasukkan ke dalam botol vial untuk
kemudian diukur  absorbansinya. Pada cuplikan sampel mulai menit ke 10 hingga ke 45
dilakukan pengenceran 50 kali karena cuplikan sampel yang diukur memberikan serapan
yang sangat besar hingga tidak terdeteksi pada alat spektrofotometer UV-Vis. 
Pada saat dilakukan pengukuran absorbansi cuplikan dengan spektrofotometer,
prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur ketika melakukan pengukuran terhadap
larutan baku. Langkah pertama yaitu meng-nol kan blanko yaitu pelarut, dan setelah itu
melakukan pengukuran absorbansi sampel. Ketika akan mengganti sampel, kuvet juga
terlebih dahulu harus dibilas dengan larutan yang akan diuji untuk meminimalisir
kontaminasi dari zat-zat lain sebanyak tiga kali.
Kuvet yang digunakan dalam percobaan ini memiliki 2 macam sisi, yaitu yang
halus dan yang kasar. Bagian yang halus nantinya akan disinari oleh sinar UV sehingga
pada bagian tersebut tidak boleh tersentuh tangan. Alasan tidak boleh tersentuh oleh
tangan karena dikhawatirkan akan ada kotoran yang berasal dari tangan (berupa keringat
ataupun lemak lainnya) yang menempel pada kuvet  yang nantinya dapat mempengaruhi
/mengganggu hasil dari pengukuran absorbansi karena kontaminan yang ada akan ikut
memberikan serapan.
Setelah semua cuplikan sampel diukur absorbansinya, maka hasil absorbansi yang
didapat diplotkan ke dalam persamaan regresi linier untuk dicari konsentrasi pada
masing-masing cuplikan.
Kemudian setelah diplotkan ke dalam persamaan regresi linier, didapatkan %
terdisolusi pada tablet vitamin c yang kami buat untuk menit ke-10 didapatkan 14,552%,
menit ke 25% didapatkan 24,902% dan pada menit ke-45% didapatkan 25,9488%.
Menurut literatur toleransi untuk uji disolusi vitamin c dalam waktu 45 menit harus tidak
kurang dari 75%, tetapi pada tablet vitamin c yang kami buat dalam waktu 45 menit
didapatkan hasil kurang dari 75% yaitu 25,9488%.
Adapun penyebab kesalahan hasil yang didapat terjadi disebabkan karena faktor
pengikat dan disintegran. Dimana bahan pengikat dan disintegran mempengaruhi kuat
tidaknya ikatan partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga mempengaruhi pula
kemudahan cairan untuk masuk berpenetrasi ke dalam lapisan difusi tablet menembus
ikatan-ikatan dalam tablet tersebut. Dalam hal ini pemilihan bahan pengikat, disintegran
dan bobot dari penggunaan bahan pengikat dan disintegran sangat berpengaruh terhadap
laju disolusi. Selain itu penyebab lain yang mungkin adalah formulasi dari sediaan tablet
yang kurang baik. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya
kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan. 
Faktor lain yang menyebabkan hasil percobaan tidak akurat adalah kecepatan
pengadukan saat uji. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal
lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut.
Semakin lama kecepatan pengadukan maka laju disolusi akan semakin tinggi. Pada
percobaan ini kecepatan pengadukannya rendah sehingga % disolusi yang dihasilkan pun
rendah.
Selain itu faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang
diperoleh antara lain :
 Suhu larutan disolusi yang tidak konstan
 Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml
 Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel
 Terdapat kontaminasi pada larutan sampel
 Pengenceran larutan sampel yang tidak akurat
 Kesalahan pembacaan pada penggunaan spektrofotometer.

Anda mungkin juga menyukai