Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian
oleh Apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PERMESNKES, 2014)
2.2 Definisi Jamu
Pengertian jamu menurut PERMENKES No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan serian
(generik), atau campuran daribahan tersebut secara turun temurun tekag digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat (Biofarmaka IPB, 2013).
2.3 Definisi Bahan Kimia Obat (BKO)
Bahan kimia obat (BKO) merupakan zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan
utama obat kimiawi yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat tradisional/jamu
untu memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut (BPOM 2013).
2.4 Peran BPOM Dalam Hal Pengawasan Jamu
Maraknya isu Obat Tradisional (OT) yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
cukup meresahkan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukannya upaya terhadap
perlindungan konsumen. Untuk melindungi konsumen dari produk-produk yang
berbahaya diperlukan suatu sistem pengawasan terhadap peredaran produk-produk di
masyarakat, yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk obat dan
makanan yang melibatkan Produsen, Pemerintah dan Masyarakat, Pemerintah Republik
Indonesia membentuk suatu lembaga bernama Badan Pengawasan Obat dan
Makanan/BPOM (PERPRES,2017). BPOM dalam melaksanakan tugasnya memerlukan
tenaga penunjang, maka dibentuk suatu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bersifat
mandiri yang melaksanakan tugas teknis operasional dan penunjang tertentu dari
organisasi induknya.
Menurut Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014 menetapkan organisasi
dan tata kerja UPT di lingkungan Badan POM yang terdiri dari Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan (BBPOM) dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM).
Kegiatan Balai meliputi pemeriksaan dan pengujian mutu produk terapeutik, narkotika,
obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen (Teranokoko); pangan dan bahan
berbahaya; pengujian mikrobiologi; pemeriksaan dan penyidikan; serta sertifikasi dan
layanan informasi konsumen.
2.5 Contoh Kasus

NUSADAILY.COM – JAKARTA- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu


Bareskim Polri menangkap seorang tersangka berinisial YS di Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah, dalam kasus industri rumahan peracikan jamu atau obat tradisional yang tidak
sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan tanpa izin edar. “Tersangka
YS merupakan analis farmasi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas
Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Kantor Bareskim Polri, Jakarta, Senin (16/11/2020).
YS mendirikan home industry tanpa izin lantara pernah sekolah asisten apoteker.
Home industry tersebut telah berjalan sejak 2018 dan menghasilkan omset Rp 100 juta
hingga Rp150 juta. Kasubdit l Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskim Polri
Kombres Pol Pipit Rismanto mengatakan itu, YS memiliki sebuah apotek. Di apotek itu,
YS meramu jamu dengan beberapa bahan kimia obat (BKO). “Dia mencampur beberapa
bahan kimia obat namun hanya berbentuk tepung maizena. Ada jamu-jamu yang
seharusnya diproduksi secara tradisional, ini malah diberi tambahan obat-obat kimia
seperti dexamethasone, sildenafil sitrat maupun paracetamol,” ungkap Kombes Pipit.
Pipit mengatakan modus operandi YS adalah memproduksi jamu dengan dua bahan,
yakni bahan kimia obat (BKO) dan bahan kimia non-obat atau non-BKO.
Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim menyita sejumlah barang bukti berupa BKO,
bahan-bahan kimia berbentuk tepung maizena, mesin penggiling, 12 ribu sachet jamu
tradisional pegal linu Cap Madu Manggis dan jamu kuat lelaki. “Total (barang bukti) ada
37 item sachet jamu, kemudian ada juga jamu berbentuk tablet,” kata Pipit. Jamu yang
diproduksi kemudian diedarkan oleh tersangka ke daerah Klaten dan Solo, Jawa Tengah,
serta ke beberapa daerah lain. Tersangka YS telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Atas
perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun. Kemudian Pasal
8 ayat 1 huruf a jo Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun. 

2.6 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
2.7 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Bab IV Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha pasal 8 ayat (1) :
1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang :
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yangdipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang- undangan
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Bab XIII Sanksi Pidana Pasal 62 ayat (1) :
1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)
DAFTAR PUSTAKA

Biofarmaka IPB. 2013. Quality of Herbal Medicine Plants and Traditional Medicine.
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-
plants-and-traditional-medicine-2013.
BPOM RI, 2013, Hasil Pengawasan Obat tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat, Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta
https://imperiumdaily.com/bareskrim-tangkap-analis-farmasi-racik-jamu-tak-berizin/.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;Jakarta.
PerKa BPOM No 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Anda mungkin juga menyukai