Anda di halaman 1dari 3

Kronologi Pengungkapan Kasus Vaksin

Palsu di Bekasi dan Tangerang


Putu Merta Surya Putra

24 Jun 2016, 15:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Jajaran Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan
Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, menahan 10 orang pemalsu vaksin untuk balita.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Agung
Setya, mengatakan, mereka terbagi tiga kelompok. Yakni produsen, distributor, dan kurir.

"Kita fokus di pembuatan vaksin (produsen) palsunya dan distributor," ucap Agung saat
dikonfimasi, Jumat (24/6/2016).

Sementara, Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, mengatakan jajarannya
juga akan menyelidiki rumah sakit mana yang telah menggunakan vaksin palsu itu.

"Ya akan diselidiki sampai ke sana, pemasarannya," jelas dia.

Boy menjelaskan, pengungkapan kasus vaksin palsu ini bermula adanya keluhan masyarakat
yang mengaku balita mereka tetap sakit meski sudah divaksin. Berbekal laporan itu, polisi
langsung menyelidiki.

Terbukti, vaksin tersebut didapat di apotek AM di Bekasi, Jawa Barat pada Kamis 16 Mei
2016. Polisi akhirnya menahan J, selaku distributor.

Tak hanya di Bekasi, polisi juga menemukan vaksin palsu di Apotek IS di kawasan
Kramatjati, Jakarta Timur. Penggerebekan ini dilakukan pada 21 Juni 2016 dan menangkap
MF.

Selanjutnya, polisi mengembangkan kasus pemalsuan ini ke pembuat vaksin palsu di


kawasan Puri Hijau Bintaro, Tangerang, dengan tersangka P dan istrinya, S.

Tak berhenti di situ, polisi terus melakukan pengembangan. Rumah di Jalan Serma Hasyim
dan Kemang Regency, Bekasi, Jawa Barat pun digerebek.

Ternyata, dua tempat tersebut digunakan untuk memproduksi vaksin palsu oleh tiga
tersangka, yakni HS, R, dan H.

Selain distributor dan produsen, penyidik juga menangkap kurir dan pihak percetakan. Kurir
yang membantu penjualan yakni T, yang ditangkap di Jalan Manunggal Sari dan S di Jalan
Dilampiri Jatibening, Bekasi.

Para tersangka pembuat vaksin palsu terancam Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Mereka juga akan dikenakan
Pasal 62 jo Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Para tersangka yang bertanggung jawab dalam pemalsuan vaksin ini, akan dikenakan
hukuman yang tertera pada penjelasan diatas, setelah mengalami bberapa
pertimbangan dalam sidang.

Pasal 62 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat
(2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Pasal 1 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Tindak pemalsuan vaksin ini, sangat merugikan konsumen, seperti yang tertera pada
penjelasan pasal 8 diatas.

Anda mungkin juga menyukai