Anda di halaman 1dari 3

Nama : Hadiana Salman Farisi

Kelas : D-Reguler

NIM : 3300180170

MAKANAN KADALUWARSA/EXPIERED

CONTOH KASUS :

Banyaknya produk-produk yang di jual di warung-warung masa layak pakainya sudah


habis.
Sebanyak 11.817 kemasan cokelat ilegal ditemukan Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM) dalam intensifikasi pengawasan selama Ramadan. Hingga
menjelang akhir tahun, cokelat menjadi temuan pangan ilegal terbanyak, disusul
makanan pendamping ASI sebanyak 6.807 kemasan, bumbu 6.043 kemasan, dan
permen 3.767 kemasan.

Berdasarkan temuan BPOM, 75 persen pangan dengan nilai ekonomi Rp 21,4


miliar diklasifikasikan sebagai ilegal karena tidak memiliki izin edar, 19 persen barang
senilai Rp 5,4 miliar kedaluwarsa, dan 5 persen produk senilai Rp 1,5 miliar rusaK.

"Produk yang tidak memiliki izin edar ini banyak ditemukan di daerah perbatasan dan
pelabuhan atau pintu masuk, seperti Jakarta, Bandung, dan Batam," kata Roy
Sparringa, Kepala BPOM, dalam siaran pers di kantornya, Senin, 13 Juli 2015.

Produk tanpa izin edar umumnya merupakan barang impor dari berbagai negara.
Sebanyak 39,9 persen pangan ilegal berasal dari Korea Selatan, 17,4 persen dari Cina,
16,5 persen dari Afrika Selatan, 16,4 persen dari Jepang, dan sisanya dari negara lain,
seperti Amerika Serikat, Thailand, Swiss, Malaysia, Singapura, Australia, dan Arab
Saudi.

Produk kedaluwarsa ditemukan banyak beredar di daerah yang jauh dari sentral
produksi dan distribusi serta sulit akses transportasi, seperti Makassar, Jayapura, dan
Gorontalo. Jenis produk yang paling banyak ditemukan kedaluwarsa antara lain biskuit,
makanan ringan, bumbu, permen, mi instan, dan tepung.

Sedangkan produk pangan yang rusak banyak beredar di pusat distribusi dengan
handling yang buruk. Gudang dan tempat retail yang buruk paling banyak ditemukan di
Makassar, menyusul Surabaya, Mataram, Manokwari, dan Jayapura. Produk rusak
umumnya berjenis bumbu, minuman sari buah, teh, dan kopi.

ANALISIS
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.

Dalam pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 1999, Hak konsumen antara lain:


1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa,
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
4) Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status
sosial lainnya.
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara
lain:

1) Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2) Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan
pemeliharaan.

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam
memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan
kepada konsumen.

4) Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat


penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.

7) Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dari kasus diatas beredarnya makanan illegal ini dikarenakan kurangnya pengawasan
dari pihak terkait serta lambatnya penanganan akan kasus tersebut. Barang impor
tanpa label izin edar dan hallal dari pemerintah ini sangat meresahkan masyarakat.
Bukan menjamin jika barang impor tersebut layak konsumsi, justru sebaliknya banyak
ditemukan makanan impor ini telah lewat tanggal kadaluarsa serta cacat fisik yang
subenarnya tidak layak konsumsi lagi tetapi masih tetap ditemukan dipasaran. Hal ini
terjadi akibat makanan lokal yang tidak terdistribusi secara merata ke kota-kota
diseluruh Indonesia yang mengakibatkan makanan impor ini tetap beredar di pasaran.

Dari kasus ini kita belajar sudah sepatutnya adanya kontrol dan pengawasan yang lebih
ketat lagi dari pihak terkait akan masuknya makanan impor ke Indonesia, serta lebih
memperhatikan daerah di Indonesia yang sulit terjangkau dari pendistribusian makanan
yang telah diberi izin edar oleh pemerintah.

 SARAN PENYELESAIAN MASALAH


Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat
(2) UU Perlindungan Konsumen, tidak menutup kemungkinan penyelesaian dengan
musyawarah oleh para pihak yang bersengketa, dalam hal ini warga yang dirugikan dan
penjual. Pada setiap tahapannya, diusahakan menggunakan penyelesaian musyawarah
oleh kedua pihak yang bersengketa.
Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang
dilakukan kedua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan atau badan
penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan UU Perlindungan
Konsumen seperti salah satunya dengan menghentikan penjualan barang yang telah
terbukti melewati batas tanggal kadaluwarsa.Apabila karena terlalu banyak konsumen
yang dirugikan, dan setelah terjadi proses musyawarah tidak berhasil, maka konsumen
dapat melaporkannya kepada pihak berwajib untuk dapat diproses melalui jalur
pengadilan.
Pemerintah membuat lembaga untuk Memeriksa apakah masa pakai produk
masih bagus atau tidak

Anda mungkin juga menyukai