Anda di halaman 1dari 35

PROBLEM

SOLVING SK 2
KELOMPOK J/5

Fasilitator :
drg. Fredy Mardiyantoro,Sp.BM
ANGGOTA
1. AYASOFIA SEKARKINTAN P ( 165160100111006)
2. FARA DIBHA EIDIER (165160101111003)
3. FARIDA AUDINARTI TABATYA (165160101111004)
4. DWI ERVINA FEBRIANTI (165160101111006)
5. AWANG SHINTA I (165160101111009)
6. OSWALDA RENA K.L (165160101111011)
7. MONICA AMELIA (165160101111017)
8. IRENE PATRICIA (165160101111038)
9. YEMIMA NOVITA D.Y (165160101111039)
10. EFOURTHARISTA NURAPRILA S. (165160101111043)
11. IVOJI GHINA K (165160101111046)
12. MUHAMMAD RAFLI (165160107111017)
13. AKHMAD ZULFARHAN ZAKI P (165160107111026)
14. NADEA RAKAPUTRI (165160107111028)
15. DYAH AYU W (165160107111029)
SKENARIO
• Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke rumah sakit mengeluh tidak bisa menelan.
Awalnya gigi kiri bawah belakang pasien tersebut sakit cekot-cekot. 3 hari sebelumnya terjadi
pembengkakan di rahang bawah semakin lama semakin membesar. Pasien memiliki riwayat
kencing manis namun tidak pernah berobat rutin. Saat ini pasien juga mulai merasa susah nafas.
Pada saat dilakukan pemeriksaan klinis, pemeriksaan ekstra oral terdapat pembengkakan di
daerah submandibula, dan submental, terdapat hiperemi dan terdapat fluktuasi. Pemeriksaan
intra oral didapatkan pembesaran pada bawah lidah hingga lidah terangkat, hiperemi (+),
fluktuasi (+) dan gigi 37 karies profunda perforasi. Pemeriksaan GDA 425.
GAMBAR
INSTRUKSI MAHASISWA
• Mengidentifikasi masalah dan menentukan diagnosis

• Menentukan tujuan dan rencana perawatan

• Menetapkan tata laksana perawatan Bedah Mulut


IDENTIFIKASI MASALAH PASIEN
• PEMERIKSAAN SUBJEKTIF (ANAMNESIS) :
• PX WANITA 50 TAHUN
• SAKIT TIDAK BISA MENELAN HINGGA SUSAH BERNAFAS
• GIGI BAWAH KIRI CEKOT-CEKOT
• PASIEN DM TIDAK TERKONTROL (GDA 425)
• PEMERIKSAAN OBJEKTIF:
• EKSTRA ORAL : PEMBENGKAKAN PADA SUB MANDIBULA DAN SUBMENTALE,
HIPEREMI (+) , FLUKTUASI (+)
• INTRA ORAL : GIGI 37 KARIES PROFUNDA PERFORASI, PEMBESARAN DIBAWAH LIDAH
PENEGAKAN DIAGNOSIS

• LUDWIG’s ANGINA / FLEGMON


DASAR MULUT
LUDWIG’S ANGINA
• Ludwig’s angina pertama kali di dideskripsikan oleh Wilhelm Frederick von Ludwig 1836,
merupakan suatu infeksi piogenik yang melibatkan spasia sub lingual,sub mentale dan sub
mandibular bilateral. Infeksi ini disebut juga dengan phlegmon dasar mulut. Ludwig’s Angina
merupakan lanjutan penyebaran abses secara perkontinuatum.
ETIOLOGI LUDWIG’S ANGINA
• Penyebab paling sering dari ludwig angina adalah karena perluasan infeksi
periapikal,perikoronitis yang berkaitan dengan impaksi gigi M3 rahang bawah,pasca ekstraksi gigi
yang mengalami infeksi atau osteomyelitis rahang. Gigi M2 dan M3 adalah gigi yang paling sering
menjadi penyebab ludwig’s angina karena letaknya dibawah m.mylohyoid
TUJUAN PERAWATAN
• MENGHILANGKAN INFEKSI
• MENGEMBALIKAN FISIOLOGIS NORMAL PASIEN
• menjaga patensi jalan napas.
• terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati
• membatasi penyebaran infeksi.
• dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental
RENCANA PERAWATAN
3. RUJUKAN :
SEJAWAT SPESIALIS
2. PEMERIKSAAN
1.PEMBERIAN JALAN PENYAKIT DALAM
PENUNJANG (USG,
NAFAS (TERAPI (Sp.PD)
PUNGSI,CEK GULA
OKSIGENASE)
DARAH,PEMERIKSAAN
DARAH LENGKAP,FOTO
RADIOGRAFI)
4. INSISI &
DRAINASE

8. MEDIKAMENTOSA &
TERAPI SUPPORTIF 5. PEMBERIAN
7.EVALUASI 6.PEMBERIAN
(ANALGESIK, ANTIBIOTIK
GIGI 37 NUTRISI
MULTIVITAMIN,ANTI (broad spectrum)
PEURETIK,ANTI EMETIK)
TATA LAKSANA
• 1. Terapi Oksigenase

• Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus mendapatkan suplai yang adekuat. Berkurangnya oksigen
dalam tubuh akan mengakibatkan kerusakan pada otak dan apabila kondisi ini berlangsung lama maka
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan mengancam kehidupan seseorang. Pemberian terapi
oksigen dengan menggunakan kanula nasal dengan tepat sesuai standar operasional prosedur (SOP)
diharapkan mampu memberikan dan mempertahankan kebutuhan oksigen dalam tubuh sehingga
saturasi oksigen pasien tetap dalam batas normal. Saturasi oksigen adalah ukuran banyaknya
persentase oksigen yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Kisaran normal saturasi oksigen adalah
>95-100%.

• Indikasi : ketika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi oksigen
(O2) kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan.
LANJUTAN..
Alat oksigenase disebut NASSAL CANNULA dan dapat
memberikan oksigen dengan aliran 1-6lt/menit dan
konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%. Terapi oksigenasi
diberikan dalam jangka waktu yang pendek sampai kondisi klinik
membaik dan terapi yang spesifik diberikan.
LANJUTAN....
• Keuntungan oksigenase :
• Toleransi / adaptasi pasien baik
• Pemasangannya mudah
• Pasien bebas untuk makan dan minum
• Harga lebih murah
• Kerugian oksigenase :
• Mudah terlepas
• Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%
• Suplai oksigen berkurang jika pasien bernafas lewat mulut
• Iritasi pada mukosa hidung
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• 1. USG (ULTRA SONOGRAPHY)
• untuk mengetahui lesi berbentuk massa atau cairan
• Mengetahui dimensi (panjang dan lebar) serta batas lesi
• Membantu mengarahkan jarum pada saat aspirasi

• 2. PUNGSI (BIOPSI)
• Memastikan jenis cairan lesi :
 Kuning keruh : nanah/ pus
 Kuning jernih : cairan kristalin (kista)
 Merah bata: cairan ameloblastoma
 Merah segar : darah
LANJUTAN...
• 3. Pemeriksaan gula darah acak  karena pasien menderita Diabetes Mellitus
• Pemeriksaan gula darah atau tes glukosa darah adalah tes yang bertujuan untuk mengukur jumlah glukosa
(gula) dalam darah. Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk memeriksa diabetes tipe 1, diabetes tipe 2,
dan diabetes gestasional, di mana kadar gula darah seseorang meningkat
• 4. Pemeriksaan darah lengkap
• Mengetahui jumlah leukosit dalam darah  meningkat saat infeksi  untuk fagositosis bakteri/kuman dan
menghasilkan antibodi
• Mengetahui faktor pembekuan darah pasien (untuk menghindari perdarahan yang sulit dihentikan)
• Pemeriksaan darah ini akan melihat tinggi-rendahnya hemoglobin, jumlah sel darah putih, hematokrit, dan
tinggi-rendahnya jumlah keping darah (trombosit).
• Pemeriksaan darah rutin dan darah lengkap. Tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut.
Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase.
• 5. RADIOGRAFI PANORAMIK
– Melihat keterlibatan tulang
– Melihat perluasan infeksi ke tulang, gigi geligi lain atau jaringan sekitar
– Menentukan etiologi (gambaran gigi yang terlibat dengan lesi)
3. REFERAL/RUJUKAN
4. INSISI DRAINASE
• Insisi adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase
merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi tekanan pada
jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan elemen pertahanan tubuh
serta meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi (Hambali, 2008).
• Drainase adalah tindakan eksplorasi pada facial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah
dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. Untuk mempertahankan drainase
dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain,
untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Lopez-Piriz et al., 2007).
• Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan abses atau infeksi
ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya,
memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vaskularisasi jaringan biasanya
jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan pemberian antibiotik
lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase spontan dari abses. Selain
itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jaringan pulpa
nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al, 1994).
INSISI & DRAINASE
• Insisi dilakukan pada 3 spasia yang terlibat; daerah sublingual, submandibula dan submental
• Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah
• mandibula). Os hyoid berbentuk mirip tapal kuda yang terletak di sekitar leher antara dagu dan
kartilage thyroid. Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibular melalui fascia
dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertical tambahan dapat dibuat di atas os
hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini,
maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai
infeksi reda
TEKNIK INSISI & DRAINASE
• Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003).
• (1) Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
• (2) Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan dengan anestesi
infiltrasi.
• (3) Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan insisi :
• • Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.
• • Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik terendah akumulasi
untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.
• • Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika
• memungkinkan dilakukan secara intraoral.
• • Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi positif.
• (4) Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses dengan ujung
tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan
eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.
• (5) Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan pada salah satu tepi
insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.
• (6) Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
5. ANTIBIOTIK (BROAD SPECTRUM)
• Untuk pasien dengan kecurigaan Angina Ludwig terdapat kontaminasi bakteri aerob dan
anaerob (staphylococcus aureus & streptococcus viridians)maka dari itu diperlukan antibiotik
spektrum luas / antibiotik kombinasi. Antibiotik yang tepat dan dapat diberikan adalah antibiotik
Clindamycin 600-900 mg/IV (intravena) setiap 8 jam atau kombinasi Penicilin dan Metronidazole.
6.PEMBERIAN NUTRISI
• Pasien tersebut menderita ludwig’s angina dimana pada penyakit ini terdapat pembengkakan
pada area submandibula space, sublingual space, dan submental space dan juga pada kasus
ludwig’s angina terjadi resiko obstruksi jalan napas sehingga pasien sulit untuk bernapas. dan
ketika pasien sulut untuk bernapas maka pasien juga merasakan sulit untuk menelan karena
terjadi pembengkapan pada submandibula, sublngual dan submental space. Maka dari itu untuk
pemenuhan nutrisi pasien akan dilakukan dengan menggunakan alat yaitu Nasogastric tube
(NGT)
NGT (NASOGASTRIC TUBE
• NGT adalah metode pemenuhan nutrisi yang dilakukan dengan menggunakan selang yang
dimasukkan melalui hidung melewati esofagus menuju ke lambung (National Collaborating
Centre, 2006).
NGT (NASOGASTRIC TUBE)
• Ukuran dari selang NGT diantaranya dibagi menjadi 3 kategori :
– Dewasa ukurannya 16 – 18 Fr
– Anak anak ukuranya 12 – 14 Fr
– Bayi ukurannya 6 Fr
• Indikasi pemasangan NTG :
– Pasien dengan kesulitan untuk menelan
– Pasien pra atau post operasi esophagus atau mulut
– Pasien yang keracunan
– Pasien yang muntah darah
– Pasien yang tidk sadar
• Kontraindikasi pemasangan NTG :
– Pada pasien yang memiliki tumor di rongga hisung atau esophagus
– Pasien yang mengalai cidera serebrospinal
CARA PEMASANGAN NGT
• Persiapan Alat dan Bahan:
• Selang yang dipilih sesuai dengan ukuran pasien dan viskositas cairan makanan yang akan
diberikan.
• Wadah untuk cairan. Untuk jumlah kecil dapat menggunakan spuit 10 -30 ml, untuk jumlah yang
lebih besar dapat digunakan spuit 50 cc
• Spuit, untuk mengaspirasi lambung dan atau untuk menginjeksikan udara setelah selang dipasang
• Air atau lubrikan larut dalam air untuk melumasi selang
• Plester, untuk menandai selang dan untuk melekatkan selang pada hidung pasien
• Stetoskop, untuk menentukan tempat pemasangan yang tapat di dalam lambung
• Larutan makanan.
• Prosedur pemberian makanan melalui selang nasogastrik
– Posisikan pasien terlentang dengan kepala sedikit hiperfleksi
– Ukur panjang selang yang akan diinsersikan dan tandai titik tersebut dengan plester kecil
– Insersikan selang yang telah dilubrikasi dengan air steril atau lubrikan larut air melalui
lubang hidung atau mulut
– Jika menggunakan hidung, masukkan selang dibagian dasar hidung dan arahkan langsung ke
oksiput. Jika menggunakan mulut, arahkan selang ke bagian belakang tenggorokan. Jika
pasien mampu menelan sesuai perintah sesuaikan masuknya selag dengan aktivitas menelan
• Evaluasi posisi selang
– Sambungkan spuit dengan selang makanan dan diberi tekanan negatif. Aspirasi isi lambung untuk
mengetahui letak selang yang tepat.
– Dengan spuit, injeksikan sedikit udara kedalam selang secara simultan mendengarkan bunyi aliran
melalui stetoskop yang diletkkan di atas area abdomen. Bunyi growling atau berdegub akan terdengan
jika selang tepat berada diatas lambung
– Stabilkan selang dengan menahan atau memberi plester pada pipi, bukan ke dahi karena dapat
merusak lubang hidung
– Hangatkan makanan yang akan diberikan sampai suhu ruang. Jangan menghangatkan dengan
microwave. Tuangkan formula makanan tersebut ke dalam baret spuit yang dihubungkan keselang
makanan. Untuk memulai aliran berkan sedikit dorongan pada plunger, tetapi kemudian lepaskan
plunger tersebut dan biarkan cairan tersebut mengalir dengan sendirinya ke lambung. Kecepatan
aliran ditentukan oleh diameter selang dan tinggi spuit. Pemberan makan ini biasanya membutuhkan
waktu 15 – 30 menit
– Bilas selang dengan air steril ( 1- 2 ml untuk selang kecil dan 5 – 15 ml untuk selang besar)
– Tutup atau klem selang menetap untuk mencegah makanan keluar kembali. Jika selang akan dilepas
selang dijepit terlebih dahulu agar cairan tidak keluar saat dicabut. Tarik selang dengan cepat.
– Posisikan pasien dengan elevasi kepala sekitar 30 derajat dan miringkan kekanan atau telungkup
sedikitnya 1 jam pada posisi yang sama setelah makan untuk meminimalkan regurgitasi dan aspirasi.
Jika kondisi pasien memungkinkan sendawakan pasien setelah pemberian makan
7. EVALUASI GIGI 37
1. Pemeriksaan subjektif : anamnesis
2. Pemeriksaan objektif / Clinical examination
– 1. inspeksi : inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatannya
untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh
pasien.
– 2. Palpasi : palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan
bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan.
– 3. Perkusi : Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/
gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa.
– 4. Auscultation : Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang
terbentuk di dalam organ tubuh.
– 5. Explorasi : menggunakan alat eksplorer sonde / probe
3. Tes vitalitas : untuk mengetahui vitalitas gigi
– EPT (electronic pulp test)
– Tes thermal (tes panas dingin)
– Tes kavitas
– Tes jarum (Miller Broach)
4. Foto Radiografi (panoramik/periapikal)
LANJUTAN.....
• Setelah dilakukan evaluasi gigi 37 operator dapat menentukan perawatan
selanjutnya pada gigi 37. terdapat 2 opsi perawatan untuk gigi karies profunda
perforasi : Ekstraksi gigi 37 / Root Canal Treatment gigi 37 . Tergantung pada
kondisi pasien.
8. MEDIKAMENTOSA & TERAPI
SUPORTIF
ANALGESIK & ANTIPIRETIK
• Analgesik adalah obat yang sekaligus mengandung antipiretik yang digunakan untuk meredakan
rasa nyeri dan menurunkan panas . Pasien dengan Ludwig Angina , pada saat post Op pasti
masih disertai dengan nyeri hebat oleh karena itu pemberian analgesik dapat digunakan untuk
meredakan nyeri pada pasien. Pada skenario pasien diduga mengalami Diabetes Mellitus, oleh
karena itu analgesik yang tepat adalah analgesik dari golongan NSAID (non inflamatory anti
inflamation drug) karena obat golongan NSAID tidak beresiko meningkatkan kadar gula darah.
Berbeda dengan Kortikosteroid merupakan kontra indikasi pada pasien dengan Diabetes
Mellitus karena Kortikosteroid dapat meningkatkan glukosa darah/gula darah. Obat analgesik
golongan NSAID yang tepat adalah ibuprofen, ibu profen dapat meringankan nyeri ringan-
sedang seperti pada nyeri penyakit gigi atau nyeri pasca ekstraksi gigi dan nyeri gigi setelah
operasi.
• KI ibuprofen : pasien dengan riwayat hipersensitifitas,penderita ulkus peptikum, pasien asma,
pasien gagal jantung
• Efek samping: Mual,muntah, gangguan pencernaan,diare, nyeri lambung & penyempitan bronkus
• Dosis : dewasa : 400mg 3x,anak 1-2 tahun : 50mg x 3 anak, 3-7thn x 100mg , 8-12 : 3x200mg
ANTIEMETIK
• Antimuntah atau antiemetik adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual. Obat ini
diberikan pada pasien di skenario sebagai barrier pertahanan pada daerah saluran pencernaan
yang dapat terganggu dari penggunaan antibiotik spektrum luas yang memberikan efek samping
pada GI Track berupa sensasi mual & muntah. Antiemetik yang tepat untuk pasien dengan
diabetes mellitus adalah metoclopramide HCl 10 mg.
• İndikasi : diabetes gastroparesis, diabetes mellitus ,diabetes insipidus, mual & muntah, esofagitis
refluks
• Kontraindikasi : pasien epilepsi,pasien gangguan ginjal, pasien hipersensitif terhadap
metoclopramide,bleeding
• efek samping : mengantuk, lemah, lelah gelisah konstipasi diare, xerostomia
• İnstruksi : pemberian pada ibu hamil & menyusui sesuai anjuran dokter, tidak boleh digunakan
bersamaan dengan obat analgetik narkotik, menambah efek sedasi jika ditambah alkohol.
• Dosis : dewasa 3x1 tab
TERAPI SUPPORTIF
• Pada pasien dengan angina ludwig perlu perbaikan dalam sistem imunitas, hal ini dapat dibantu
dengan terapi supportif berupa pemberian multivitamin dan istirahat yang cukup. Pada skenario
disebutkan pasien menderit diabetes mellitus, multivitamin yang cocok untuk pasien tersebut
adalah Vitamin B Kompleks untuk memenuhi kenutuhan vitamin B kompleks.
• Dosis : dewasa : 1x1 tab, anak : sesuai petunjuk dokter
DAFTAR PUSTAKA
• Knies R. C. (2007). Conforming safe placement of nasogastric tubes. Research Applied to Clinica
Practice. Diambil dari http:enw.org/Research-NGT.htm diakses tanggal 13 februari 2019.

• Mardiyantoro,F. 2017. Penyebaran Infeksi Odontogen & Tata Laksana. Malang: UB Press halaman 39-
48,51-58,75-78

• Peterson ,LJ.2003. Contemporary Oral & Maxillofacial Surgery. 4th edition. St. Louis: Mosby Ltd.

• Costain N.,Marrie, T.J. Ludwig’s Angina. AMJ Med,2011;124(2) : 115-117

• Kamala, K.A.,Sankethguddad,S., dan Sujith,S.G. Ludwig’s Angina : Emergency Treatment J Health Sci
Res.2017;8(1):46-86

• Topazian,RG. Goldberg,MH. Hupp, JR. 1994. Oral and Maxillofacial Infection: Ododntogenic
Infections and Deep Fascial Space Infections of Dental Origin. 3rd edition. Chapter 6. Philadelphia :
WB Sounders Co.
THANKYOU FOR
YOUR
AT T E N T I O N
😂😂😂😂😂😂
😂😂😂😂

Anda mungkin juga menyukai