Oleh:
Oktavia Juyanti
(I4B016009)
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Stroke non Hemoragik
Stroke didefinisi sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah
ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas / lumpuh
sesaat atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian (Iskandar,
2007). Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti
(Nurarif dan Kusuma, 2015). Stroke non hemoragik terbagi menjadi 3
(Nurarif dan Kusuma, 2015), yaitu:
a. Stroke embolitik.
Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Sumber emboli biasanya
berasal dari arteri karotis atau vertebralis, akan tetapi juga dapat berasal
dari jantung dan sistem vaskular sistemik. Emboli yang kecil dan dapat
menerobos kapiler, maka lesi yang telah dihasilkan oleh gangguan tersebut
ialah iskemik serebri regional yang reversible. Tetapi apabila emboli yang
menyumbat pembuluh darah besar secara total, maka iskemik pada daerah
tersebut akan menjadi infark.
b. Stroke trombolitik
Proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan. Merupakan
penyebab stroke yang paling sering. Trombosis ditemukan pada 40 % dari
semua kasus stroke. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan total
dinding pembuluh darh akibat aterosklerosis.
c. Hipoperfusion sistemik
Biasanya terjadi pada penyakit gagal jantung, dimana pada penyakit ini
jantung sudah tidak mampu memompakan darahnya secara maksimal
masuk ke dalam otak sehingga ada bagian yang hipoksia, yang lama-
kelamaan akan terjadi nekrosis dan terjadi infark.
Menurut Tarwoto (2007), stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan
berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a. TIA (Trans Ischemic Attack) yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa
menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Deficit) gangguan neurologist
setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan
maksimal 3 minggu.
c. Stroke in volution (progresif) perkembangan stroke terjadi perlahan-lahan
sampai akut, munculnya gejala makin memburuk, proses progresif
berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
d. Stroke Komplit yaitu neurologist yang timbul bersifat menetap atau
permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ginsberg (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien stroke
yaitu:
a. Darah lengkap dan LED, peningkatan LED mennjukkan kemungkinan
adanya vaskulitis yang merupakan jejas radang vaskuler yang sering
disertai nekrosis, hoperviskositas atau darah/sumbatan kapiler dapat juga
karena subacute bacterial endocarditis (SBE) sebagai penyebab stroke.
b. Pemeriksaan kimia darah meliputi ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid.
c. Analisis urine, untk mengetahui apabila hematuria karena terjadi pada
endokarditis bakterialis subakut (SBE) dengan stroke non hemoragik
karena emboli.
d. Foto rontgen dada, pelebaran ukuran jantung sebagai suatu sumber emboli
pada stroke atau akibat hipertensi lama, dapat menemukan suatu
keganasan yang tidak diduga sebelumnya.
e. Elektrokardiogram (EKG), dapat mennjukkan adanya aritmia jantung,
infark miokard baru, atau pelebaran atrium.
f. CT scan kepala, berguna untuk membedakan infark cerebri atau
perdarahan yang berguna untuk menentukan tata laksana awal.
Pemeriksaan ini juga menyingkirkan diagnosis banding yang pentng
seperti adanya tumor intrakranial atau hematoma subdural.
Sedangkan menurut Batticaca (2008), pemeriksaan penunjang pada
pasien stroke yaitu:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI), menggunakan gelombang magnetik
menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
c. Ultrasonografi Doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena,
misalnyaarteriosklerosis atau terdapat masalah di arteri karotis seperti
adanya di aliran darah atau timbulnya plak.
d. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
e. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral.
6. Pathway
Ketidakefektifan
Iskemik jaringan otak
perfusi jaringan serebral
Gangguan
Hambatan komunikasi menelan
verbal
7. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk ke rumah sakit, nomor
registrasi, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluahan yang dirasakan saat pengkajian. Bias berupa kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Perjalanan penyakit stroke dari mulainya serangan sampai pasien di bawa
ke rumah sakit. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral lama, penggunaan obat-obat
antikoagulan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami stroke, hipertensi
ataupun diabetes mellitus.
f. Pengkajian fokus
1) Aktivitas/istirahat
Susah tidur, hempiplagi, paralisis, hilangnya rasa, kesulitan aktivitas
akibat kelemahan.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia, hipertensi.
3) Integritas ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinensia urin,
anuria distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
5) Makanan/ cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, dysphagia.
6) Neuro sensori
Pusing, sinkop, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intra
kranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan,
kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori
pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang
pada sisi yang sama di wajah.
7) Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang otak atau
wajah.
8) Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas, suara nafas.
9) Keamanan
Sensori motoric menurun atau hilang mudah terjadi injury.
10) Interaksi sosial
Gangguan dalam berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
8. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
c. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus
atau hilangnya refluk muntah.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
fasial atau oral.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler atau
gejala sisa stroke.
f. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
g. Perubahan persepsi sensori
9. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (Cerebral Perfutio Promotion)
- Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral: GCS, memori,
bahasa, respon pupil.
- Monitor status neurologis.
- Berikan obat untuk menangani iskemik.
b. Hambatan mobilitas fisik (Terapi Latihan : mobilitas sendi)
- Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi.
- Tentukan level motivasi untuk meningkatkan atau memelihara
pergerakkan sendi.
- Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan melakukan
latihan sendi.
- Lakukan latihan ROM pasif atau ROM dengan bantuan sesuai indikasi.
- Intruksikan pasien/keluarga cara melakukan latihan ROM pasif atau
ROM dengan bantuan.
- Dukung pasien untuk melakukan latihan.
c. Gangguan menelan (Aspiration Precaution)
- Memantau tingkat kesadaran, reflex batuk, reflex muntah dan
kemampuan menelan.
- Hindari cairan atau menggunakan zat pengental.
- Gunakan makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus
sebelum menelan.
- Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil.
- Posisikan kepala atau tempat tidur tinggi sekitar 30-45 menit setelah
makan.
d. Hambatan komunikasi verbal (Communication enhancement: speech
deficit)
- Beri satu kalimat simple setiap bertemu.
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulang permintaan.
- Dengarkan dengan penuh perhatian.
- Berdiri di depan pasien ketika sedang berbicara.
- Berikan pujian positif jika diperlukan.
- Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus
komunikasi.
e. Defisit perawatan diri (Self care assistance)
Berpakaian (dressing/groom), toileting, feeding, bathing,
- Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
- Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan
diri.
- Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas.
- Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dipakai dan dilepaskan.
- Sediakan pakaian pasien pada tempat yang mudah dijangkau.
- Membantu pasien ke toilet.
- Menyediakan privasi selama eliminasi.
- Memfasilitasi kebersihan toilet setelah selelsai eliminasi.
- Memonitor kemampuan pasien dalam menelan.
- Identifikasio diet yang diresepkan.
- Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan
menelan.
- Menyediakan sedotan sesuai kebutuhan atau yang diinginkan.
- Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan.
- Membantu pasien mandi jika diperlukan.
- Memantau kebersihan kuku, rambut.
- Memantau integritas kulit.
f. Risiko kerusakan integritas kulit (Pressure management)
- Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar.
- Hindari kerutan pada tempat tidur.
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
- Oleskan lotion atau baby oil pada daerah yang tertekan.