A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan
mengeluarkanurin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas
koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic
bladder adalah penyakit yang menyerang kandung kemih yang
disebabkan oleh kerusakan ataupun penyakit pada sistem saraf pusat
atau pada sistem saraf perifer dan otonom. (Ginsberg, 2013)
Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan
selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan
mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan
dengan cara memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke
dalam kandung kemih yang berfungsi untuk mengalirkan urin pada
klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang
mengalami obstruksi (Potter & Perry, 2005). Kateter diindikasikan
untuk beberapa alasan yaitu untuk menentukan jumlah urin, sisa dalam
kandung kemih setelah pasien buang air kecil (Smelzter, 2008).
Pemasangannya pun dilakukan atas program dokter karena
penggunaan kateter tergantung dari kebutuhan dan indikasi. Selain itu
digunakan untuk memantau pengeluaran urin pada pasien yang
mengalami gangguan hemodinamik (Brunner & Suddarth, 2008).
Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang
menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau
pasien tidak mampu melakukan urinasi. Tindakan pemasangan kateter
juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain, yaitu: untuk
menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah 3 pasien
buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat
aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung
kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk
memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat
(Smelzter, 2001).
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan
cairan. Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal,
woven silk dan silikon. Kandung kemih adalah sebuah kantong yang
berfungsi untuk menampung air seni yang berubah-ubah jumlahnya
yang dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal. Kateterisasi
kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui uretra ke dalam
kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine.
2. Tujuan
a. Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
b. Untuk pengumpulan spesimen urine
c. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung
kemih
d. Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama
pembedahan
3. Indikasi
a. Diagnostik
1). Spesimen urin yang tidak terkontaminasi (wanita).
2). Monitoring urin output.
3). Pencitraan traktus urinarius (sistouretrografi).
b. Terapi
1). Obstruksi intra vesikal (prostat, koagulasi, striktur, inflamasi).
2). Drainase buli pada bedah traktus urinarius bawah.
3). Kateterisasi buli intermiten pada pasien dengan neuro bladder
dysfunction.
4). Sebagai stent post op anastomosis
5). Induksi persalinan (pematangan serviks).
4. Kontra Indikasi
6. Prosedur
Sarana dan persiapan.
1). Alat
a. Tromol steril berisi
b. Gass steril
c. Deppers steril
d. Handscoen
e. Cucing
f. Neirbecken
g. Pinset anatomis
h. Doek
i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
j. Tempat spesimen urine jika diperlukan
k. Urobag
l. Perlak dan pengalasnya
m. Disposable spuit
n. Selimut
2). Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %
3). Petugas
a. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas
mutlak dibutuhkan dalam rangka tindakan preventif memutus
rantai penyebaran infeksi nosokomial
b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan
tindakan dimaksud
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perasaan penderita,
melakukan tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-
hati.
d. Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup
tentang prosedur dan tujuan tindakan
4). Penderita
Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang
tindakan yang akan dilakukan penderita atau keluarga diharuskan
menandatangani informed consent
5). Prosedur tindakan
a. Menyiapkan penderita : untuk penderita laki-laki dengan posisi
terlentang sedang wanita dengan posisi dorsal recumbent atau
posisi Sim
b. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik
c. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya
d. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia
penderita
e. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan
bethadine
f. Melakukan desinfeksi sebagai berikut
Pada penderita laki-laki : Penis dipegang dan diarahkan ke
atas atau hampir tegak lurus dengan tubuh untuk meluruskan uretra
yang panjang dan berkelok agar kateter mudah dimasukkan
desinfeksi dimulai dari meatus termasuk glans penis dan memutar
sampai pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan alkohol.
Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang penis sedang tangan
kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap steril.
Pada penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia
minora, desinfeksi dimulai dari atas ( clitoris ), meatus lalu kearah
bawah menuju rektum. Hal ini diulang 3 kali . deppers terakhir
ditinggalkan diantara labia minora dekat clitoris untuk
mempertahankan penampakan meatus uretra.
Komisi Trauma IKABI 1997, Advanced Trauma Life Support Program Untuk
Dokter, Cedera Kepala, Committee on Trauma American College of
Surgeons.
Smeltzer, C, Suzanne, Bare, G, Brenda, Brunner and Sudadarth, 2008, Text Book of
Medical Surgical Nursing, Vol, 2, Jakarta, EGC.
DISUSUN OLEH:
RESTUTI
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pasien Ny. C, masuk IGD RSUD Dr. Margono Soekarjo pada tanggal 28-2-
2017 pukul 10.00 dengan penurunan kesadaran, kejadian mendadak sejak kemarin,
demam, riwayat hipertensi, riwayat stroke tahun 2012.
Dilakukan pengkajian hari Rabu, 15 Maret 2017 pukul 15.30 didapatkan data,
Keadadan umum; lemah, kesadaran somnolen, GCS: 9, NGT terpasang dan DC
terpasang sejak tanggal 28 Maret 2017, IFVD terpasang,
Rencana tindakan pemasangan NGT dan DC, Lanjutkan alih baring, lanjutkan progaram
terapi.
2. Tujuan
a. Mengetahui sejauh mana tindakan pemasangan DC yang penulis lakukan
dibandingkan dengan teori yang ada.
b. Sebagai acuan atau dasar untuk melakukan perbaikan pada tindakan pemasangan
DC.
B. ISI
Penulis melakukan tindakan pemasangan DC, pada hari Rabu, 15 Maret 2017
pukul 16.00 WIB. Peralatan yang digunakan DC no 16, urin bag, handscoon steril, aqua
bides, sketsel, jelly, spuit 10cc, hypavix untuk fiksasi, kasa steril, NaCl, bengkok. Pertama
mencuci tangan, menjelaskan pada pasien tujuan dan maksud pemasangan kateter,
memasang sketsel, membersihkan daerah perinium dengan tindakan vulva higiene,
mengatur posisi dorsal recumbent, meletakkan set kateter yang masih terbungkus di antara
kedua tungkai bawah pasien dengan jarak minimal 45 cm dari perinium pasien. Buka set
kateter, memakai sarung tangan steril, membuka daerah labia dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri, lalu menarik sedikit ke atas. Membersihkan daerah labia
luar terakhir bagian perinium, kasa sekali pakai. Ujung kateter diberi jelly sepanjang 10cm,
kemudian dimasukkan melalui meatus uretra secara perlahan-lahan sambil pasien
dianjurkan tarik nafas dalam, kataeter dimasukkan sepanjanh 3/4 kateter. Memfiksasi
kateter dengan memasukkan aquadest 20-30cc ke dalam balon kateter. Menarik kateter
sampai terasa ada tahanan, kemudian sambung kateter dengan slang urin bag. Memfiksasi
kateter pada daerah paha untuk perempuan. Gantung urin bag pada tempat yang lebih
rendah dari kandung kemih (di bagian tepi bawah tempat tidur pasien). Merapikan pasien
dan mengatur posisi tidur pasien yang nyaman. Kemudian mencuci tangan. Menulis warna,
jumlah, kekruhan urin. Mendokumentasikan tindakan pada rekam medis pasien.
Teori menyebutkan bahwa pemasangan kateter menggunakan pinset anatomis
tetapi penulis hanya menggunakan sarung tangan steril tetapi pada prisipnya adalah steril
sehingga menurut penulis tidak ada perbedaan yang signifikan karena prinsip adalah steril.
Teori menyebutkan penggunaan duk pada pemasangan kateter tetapi penulis tidak
menggunakan duk, ini sebagai masukkan utnuk perbaikan ke depan.
C. PENUTUP
Prinsip pada teori dan pelaksanaan tindakan yang dilakukan secara garis besar
tidak jauh berbeda, tetapi masih perlu ditingkatkan sehingga sesuai dengan teori yang
terbaru untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Widjoseno Gardjito, 2014, Urologi, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Bedah RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 2014
Komisi Trauma IKABI 1997, Advanced Trauma Life Support Program Untuk
Dokter, Cedera Kepala, Committee on Trauma American College of
Surgeons.
Smeltzer, C, Suzanne, Bare, G, Brenda, Brunner and Sudadarth, 2008, Text Book of
Medical Surgical Nursing, Vol, 2, Jakarta, EGC.