Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Dosen Pengampu :

Ns. Sofiana Nurchayati M.Kep

Oleh :

Titania Aurilia

1911166096

Fakultas Keperawatan

Universitas Riau

2019
A. Sistem Pernafasan
ASMA
1. Pengertian
Asma merupakan penyakit pada jalan napas yang tidak dapat pulih yang tejadi karena
spasme bronchus yang disebabkan oleh berbagai penyabab.(Hudak & Gallo, 1997).
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzzane
C, 2002).
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik spasme
otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus). Spasme
brokus ini menyempitkan jalan napas, sehingga membuat pernapasan menjadi sulit dan
menimbulkan bunyi mengi.terdapat 2 tipe utama asma, asma ektrinsik dan asma
intrinsik. (Niluh dan Christantie,2004).

2. Etiologi
Etiologi asma dibagi atas :
1. Asma ekstrinsik/alergen
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
2. Asma intrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor nonspesifik seperti; flu, latihan fisik atau emosi sering memicu serangan
asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita
infeksi sinus/cabang trakeobronchial.
3. Asma campuran
Asma yang terjasi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik/intrinsik.

3. Faktor Resiko
a. Alergen
Faktor alergi dianggap mmepunyai peranan pada sebagai penderita dengan asma.
b. Infeksi
Biasanya virus penyebabnya respiratory synchyhal virus (RSV) dan virus para
influenza.
c. Ritasi
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air
dingin dan udara dingin.
d. ISPA
e. Reflek gastroesopagus
f. Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
g. Psikologis

4. Patofisiologi
Adanya debu, asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita.
Benda-benda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem ditubuh
penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu yang
kemudian memicu dikeluarkannya antibodi yang berperanan sebagai respon reaksi
hipersensitif seperti neutropil, basofil, dan immunoglobulin E. Masuknya antigen pada
tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang
membentuk ikatan seperti key and lock (gembuk dan kunci).
Ikatan antigen dan antibodi akan merangsang peningkatan pengeluaran
mediator kimiawi speerti histamin, neutrophil chemotactic slow acting, epinefrin,
norepinefrin dan prostaglandin. Peningkatan mediator-mediator kimia tersebut akan
merangasnag peningkatan permeabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran
pernapasan (terutam bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian
bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontriksi) dan sesak napas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi
sehingga menurunkan oksigen yang darah. Kondisi ini akan berakibat pada penurunan
oksigen jaringan sehingga penderita terlihat pucat dan lemah.
Pembengkakan pada mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekresi mukus
dan meningkatkan pergerakan silia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan
produksi mukus yang cukup banyak.

5. Manifestasi Klinis
1) Wheezing
2) Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot otot asesori pernapasan, cuping
hidung, retraksi dada, dan stridor
3) Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan napas sempit
4) Tachypnea, tachycardia, orthopnea
5) GelisahBerbicara sulit atau pendek karena jalan napas sempit
6) Diaphorosis
7) Nyeri abdomen karena terlibatnya otot-otot abdomen dalam bernapas
8) Fatigue
9) Tidak toleran terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan bahkan berbicara
10) Kecemasan, labil, dan perubahan tingkat kesadaran
Gambaran klinis yang muncul pada penderita asma, antara lain : Sesak napas,
Batuk, Suara bernapas wheezing, Pucat, Lemah

6. Klasifikasi
Berdasarkan epidosik serangan asma, dapat dibedakan :
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-6 tahun, serangan umumnya dicetuskan oleh
infeksi virus pada saluran napas. Frekuensi serangan 3-4 x/hari. Lamanya
serangan beberapa hari dan langsung menjadi sembuh. Gejala menonjol pada
malam hari dapat berlangsung 3-4 hari, sedangkan batuk 10-14 hari, serangan
tidak ditemukan kelainan.
b. Asma episodik sedang
2/3 golongan ini serangan pertama timbul pada usia sebulan samapi 3 tahun,
serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada usia 5-6 tahun
dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
c. Asma kronik/resisten
Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan (25%), sebelum usia 3 tahun (75%),
pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan episodik pada usia 5-6 tahun akan
lebih jelas terjadi obstruksi jalan napas yang persisten dan hampir selalu terdapat
wheezing setiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk/wheezing dan
waktu serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit.

7. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi


a. Agonis betaBentuk aerosol
b. Metil Xantin 125-200 mg empatkali sehari
c. Kortikosteroid
d. Kromolin, Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak.
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
f. Iprutropioum bromide (Atroven)

8. Asuhan keperawatan

Data fokus

Data subjektif Data objektif


1. Klien mengatakan sesak nafas 1 Bb klien menurun
2. Klien mengatakan hilangnya nafsu
2 Klien tampak lelah secara berlebihan
makan 3 Terdapat suara nafas tambahan dan
3. Klien mengatakan nyeri di dada wheezing
4. Klien mengatakan kenapa dirinya4 Klien bernafas dengan menggunakan
bisa terkena penyakit ini bantuan otot pernafasan
5. Klien mengatakan batuk disertai
dahak Data tambahan
1. Tanda-tanda vital
TD: 130/80 mmHg
N: 90 x/mnt
Rr: 25 x/mnt
Sh: 38°C
2. Skala Nyeri
P : Pada saat batuk
Q : Seperti tertekan
R : Di dada
S : Skala 5
T : < 30 menit
3. Klien tampak pucat
4. Klien tampak gelisah
5. klien tampak meringis
6. klien tampak bingung

Analisa data

No Data fokus Masalah Etiologi


1. Data subjektif : Ketidakefektifa Penumpukan
1. Klien mengatakan batuk disertai dahak n bersihan mukus yang
2. Klien mengatakan sesak nafas jalan nafas berlebih
3. Klien mengatakan nyeri di dada
Data Objektif:
1. Terdapat suara nafas tambahan dan
wheezing
2. Klien bernafas dengan menggunakan
bantuan otot pernafasan
3. Klien tampak lelah secara berlebiha
4. Klien tampak lemas
5. Klien tampak meringis
6. Klien tampak gelisah
7. Tanda-tanda vital
N : 90 x/mnt
Rr: 25 x/mnt
8. Skala Nyeri
P : Pada saat batuk
Q : Seperti tertekan
R : Di dada
S : Skala 5
T : < 30 menit

2. Data subjektif Ketidakefektifa Bronkokonstri


1. Klien mengatakan sesak nafas n pola nafas ksi
2. Klien mengatakan nyeri di dada
3. Klien mengatakan batuk disertai dahak

Data objektif
4. Terdapat suara nafas tambahan dan
wheezing
5. Klien bernafas dengan menggunakan
bantuan otot pernafasan
6. Skala Nyeri
P : Pada saat batuk
Q : Seperti tertekan
R : Di dada
S : Skala 5
T : < 30 menit
7. Tanda-tanda vital
N : 90 x/mnt
Rr: 25 x/mnt
8. Klien tampak pucat
9. Klien tampak gelisah
10. klien tampak meringis
3. Data subjektif Ketidakseimba Penurunan
1. Klien mengatakan hilangnya nafsu ngan nutrisi masukan oral
makan kurang dari
2. Klien mengatakan batuk disertai dahak kebutuhan
Data objektif tubuh
3. Bb klien menurun
4. Klien tampak lelah secara berlebihan
5. Klien tampak pucat

4. Data subjektif Nyeri akut Agen cidera


1. Klien mengatakan nyeri di dada biologis
2. Klien mengatakan batuk disertai dahak
Data objektif
1. Skala Nyeri
P : Pada saat batuk
Q : Seperti tertekan
R : Di dada
S : Skala 5
T : < 30 menit
2. Klien tampak gelisah
3. klien tampak meringis
5. Data subjektif: Kurang Kurang
1. Klien mengatakan kenapa dirinya bisa pengetahuan informasi
terkena penyakit ini

Data Objektif:

1. Klien terlihat bingung


2. Klien tampak gelisah

Diagnosa keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Penumpukan mukus yang
berlebih
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
bersihan jalan tindakan keperawatan1. Kaji fungsi respirasi antara lain suara,
nafas keperawatan selama 2 x 24 jumlah, irama, dan kedalaman nafas,
berhubungan jam diharapkan serta catat pula mengenai penggunaan
dengan ketidakefektifan bersihan otot nafas tambahan.
Penumpukan jalan nafas kembali efektif.
2. Catat kemampuan mengeluarkan
mukus yang Dengan batasan sekret atau batuk secara efektif
berlebih karakteristik : 3. Monitor tanda-tanda vital
1. tidak terdapat suara napas 4. Auskultasi suara nafas
tambahan dan wheezing 5. Ajarkan teknik tarik nafas dalam
2. Klien tidak terlihat lelah 6. Atur posisi pasien semi fowler
3. Klien tidak tampak lemas7. Bantu klien dalam pemenuhan
4. Klien tidak tampak kebutuhan sehari-hari
meringis
5. Klientidak tampak Kolaborasi :
gelisah 1. Kolaborasi dengan dokter dalam
6. Klien tidak bernafas pemberian oksigen dengan sungkup
dengan menggunakan muka sederhana
bantuan otot pernafasan 2. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
7. Tanda-tanda vital penurunan rasa nyeri
N : 85 x/mnt
Rr: 20 x/mnt
8. Skala Nyeri 3

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Mandiri :


pola nafas keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor TTV klien
berhubungan jam pola nafas menjadi 2. Berikan manajemen nyeri : ajarkan
dengan efektif, dengan kriteria tarik nafas dalam
hasil : 3. Berikan suasana yang membuat klien
1. Klien tidak sesak nafas tenang
2. Klien 4. Lakukan fisioterapi dada
mengatakan tidak nyeri di Kolaborasi :
dada 1. Kolaborasikan dengan dokter untuk
3. Klien tidak tampak lelah pemberian terapi oksigen
4. tidak terdapat suara napas
2. Kolaborasikan dengan dokter untuk
tambahan dan wheezing pemberian analgesic
5. Skala nyeri 3
6. Tanda-tanda vital
N : 90 x/mnt
Rr: 20 x/mnt
7. Klien tidak tampak pucat
8. Klien tidak tampak
gelisah
9. Klien tidak tampak
meringis
3 Ketidak Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
seimbangan keperawatan selama 2 x 24 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang jam diharapkan
2. Anjurkan pasien untuk meningkatan
dari kebutuhan keseimbangan nutrisi dari protein dan vitamin c
tubuh kebutuhan tubuh teratasi. 3. Berikan makanan dalam porsi kecil
berhubungan Kriteria hasil : dengan frekuensi sering
dengan 1. Bb klien sudah tidak 4. Catat jumlah/porsi makanan yang
mengalami penurunan dihabiskan oleh pasien setiap hari
2. Klien tidak tampak lelah5. Monitor makanan kesukaan klien
3. Klien tidak pucat 6. Berikan makanan yang tepat
7. Monitor berat badan
8. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian makanan yang tepatdan
jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
2. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian vitamin, contoh: B-
kompleks, C sesuai indikasi

DAFTAR PUSTAKA

Sujono riyadi & Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Ns. Andra S.W, S.kep & Ns. Yessi M.P, S.kep. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
1. Yogyakarta. Nuha Medika.
Jeremy P.T. Ward, Jane Ward, dkk. 2008. At a Glance Sistem Pernapasan. Jakarta. Erlangga.
Suriadi,S.Kep, MSN & Rita Yuliani, S.Kep, M.Psi. 2006. Asuhan Keperawatan
Anak. Jakarta. PT. Percetakan Penebar Swadaya.

B. Sistem Persyarafan
STROKE
1. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Sudoyo Aru, dkk,
2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. (Nurarif &
Kusuma, 2013). Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Nurarif &
kusuma,2013)
2. Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra cranial dengan
gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg
pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu:
a. Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. (Batticaca, 2008)
3. Patofisiologi dan Pathway
a. Perdarahan intra serebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa atau hematoma yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra serebral sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme paling sering
didapat pada percabangann pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan ventrikel otak, ataupun di dalam
ventrikel otak dan ruang sub arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang
sub arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan inta kranial yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat mengakibatkan vaso
spasme pembuluh darah serebral. Vaso spasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang
setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso spasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan
oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kekurangan dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % maka akan terjadi gejala disfungsi serebral.
(Price & Wilson, 2006)
4. Manifestasi Klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan dan sering
selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang atau perlahan-lahan
menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
c. Kesulitan menelan.
d. Kesulitan menulis atau membaca.
e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan koordinasi.
g. Kehilangan keseimbangan.
h. Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan motorik.
i. Mual atau muntah.
j. Kejang.
k. Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
l. Kelemahan pada satu sisi tubuh (Batticaca, 2008).
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik
dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan
mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3) Pengobatan
a) Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada fase
akut.
b) Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik
atau embolik.
c) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan boleh
mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3) Tanda-tanda vital usahakan stabil.
4) Bedrest.
5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang berlebih
(Muttaqin, 2008).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia
darah, elektrolit.
b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.
f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme pada perdarahan sub arachhnoid
(Batticaca, 2008).
7. Komplikasi
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler (Batticaca,
2008).
8. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas , Keluhan Utama, Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,
Riwayat Penyakit Keluarga, Pemeriksaan Fisik (Keadaan Umum, Pengkajian Tingkat
Kesadaran, Pengkajian Fungsi Serebral, Pangkajian Saraf Kranial, Pengkajian Sistem
Motorik, Pengkajian Reflek, Pengkajian Sistem Sensori) (Adib, M. 2009).
9. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan,
immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat
(NANDA International, 2012-2014).
Diagnosa
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
o hasil
1. Ganggua Tujuan : setelah 1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-
n perfusi diberikan asuhan sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
jaringan keperawatan selama Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam
serebral 3x24 jam diharapkan proses penyembuhan.
b.d aliran perfusi jaringan otak 2) Berikan klien bed rest total.
darah dapat tercapai secara Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
sekunder optimal. 3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial
akibat Kriteria Hasil : tiap 2 jam.
peningkat
1) Klien tidak gelisah. Rasional : mengetahui setiap perubahan yang
an 2) Tidak ada keluhan terjadi pada klien secara dini untuk penetapan
tekanan nyeri kepala, mual, tindakan yang tepat.
intracrani kejang. 4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan
al. 3) GCS E : 4, M: 6, V: letak jantung (beri bantal tipis).
5. Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan
4) TTV normal (N: 60- meningkatkan drainase vena dan memperbaiki
100 x/menit, S: 36- sirkulasi serebral.
36.7 OC, RR: 16-20 5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan
x/menit). mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat
meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
obat neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
2 Ganggua Tujuan : setelah 1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak
n diberikan tindakan tampak memahami kata/mengalami kesulitan
komunik selama 3x24 jam berbicara atau membuat pengertian sendiri.
asi verbal diharapkan Rasional : membantu menentukan daerah dan
b.d kerusakan derajat kerusakan serebral yang terjadi.
kehilanga komunikasi verbal 2) Bedakan antara afasia dan disatria.
n kontrol klien dapat teratasi Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada
otot Kriteria Hasil : tipe kerusakannya.
facial 1) Memperlihatkan 3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
atau oral. suatu Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya
peningkatan kerusakan sensorik (afasia sensorik).
kemampuan 4) Minta pasien untuk mengucapkan suara
berkomunikasi sederhana.
2) Mampu Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai
berbicara yang komponen motorik dari bicara (seperti lidah,
koheren gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat
3) Mampu mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak
menyusun kata- disertai afasia motorik.
kata 5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan
tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang
kebutuhan berdasarakan keadaan defisit yang
mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada
ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
3 Ganggua Tujuan : setelah 1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
n diberikan tindakan kerusakan awal.
mobilitas keperawatan 3x24 Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan
fisik b.d jam diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kerusaka mobilisasi klien pemulihan.
n mengalami 2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
neuromus peningkatan atau Rasional : menurunkan ressiko terjadinya
cular. perbaikan. trauma/iskemia jaringan.
Kriteria Hasil : 3) Latih rentang gerak/ROM
1) Mempertahanka Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
n posisi optimal. sirkulasi, membantu mencegah kontroktur.
2) Mempertahanka 4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk
n kekuatan dan melakukan abduksi pada tangan.
fungsi bagian Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
tubuh yang 5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
mengalami Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
hemiparese.

DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke.
Yogyakarta: Dianloka Pustaka.
Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Jakarta: Interna
Publishing.
Sylvia, A. Price &Lorraine, M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC.
C. Sistem Hematologi
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk
darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah.
Hematologi secara umum dibagi atas 3 bagian kecil menurut jenis dan grup sel darah yang
dipelajari.
1. Sel darah merah (anemia, hemoglobinopati, bank darah (sel darah merah dan plasma)
2. Sel darah putih (leukemia, neutropenia, kelainan mieloproliferatif, sindrom
mielodisplasia, limfoma dan penyakit limfoproliferatif, multimieloma
3. Plasma darah dan pembekuan darah (pendarahan dan kelainan pembekuan darah,
trombosis, trombositopenia dan trombositosis)
Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6 – 8 % dari berat badan total.
Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan
bagian penting dari sistem transport karena darah mengalir ke seluruh tubuh kita dan
berhubungan langsung dengan sel-sel dalam tubuh kita.
a. Fungsi darah
1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus ke seluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung lekosit,
antibodi dan substansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ yang satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotik.
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh
b. Komponen darah
1. Bagian korpuskuli (elemen seluler)
a) ErItrosit (sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa adalah lima
juta/μl darah sedangkan pada wanita empat juta/μl darah. Berbentuk bikonkaf,
warna merah disebabkan oleh adanya Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati
dan sum-sum tulang pada tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua
dihancurkan di hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu).
Fungsi primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari
jaringan ke paru-paru. Morfologi Mikroskopis Eritrosit dengan Pembesaran
objektif 100 kali.
b). Lekosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa 6000 – 9000 sel/μl darah. Diproduksi di sum-sum
tulang, limpa dan kelenjar limfe. Terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1). Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki granula.
Terdiri dari :
(a). Eosinofil: Mengandung granula berwarna merah dan berperan pada reaksi
alergi (terutama infeksi cacing)
(b). Basofil : Mengandung granula berwarna biru dan berperan pada reaksi alergi
(c) Netrofil (Batang dan Segmen) : Disebut juga sel Poly Morpho Nuclear dan
berfungsi sebagai fagosit
2). Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula.Terdiri
dari :
(a). Limfosit : Berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh, yaitu
Limfosit T : Berperan sebagai imunitas seluler
Limfosit B : Berperan sebagai imunitas humoral
(b).Monosit : Lekosit dengan ukuran paling besar Fungsi lekosit ada dua, yaitu :
1. Fungsi defensip yaitu fungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-
benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Fungsi reparatif yaitu fungsi yang memperbaiki / mencegah terjadinya
kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah.
c). Trombosit (keping darah / sel darah pembeku)
Jumlah pada orang dewasa 200.000 – 500.000 sel/μl darah. Bentuknya tidak
teratur dan tidak mempunyai inti. Diproduksi pada sum-sum tulang dan berperan
dalam proses pembekuan darah.
2. Bagian cair (plasma / serum)
a). Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara
memutar sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan.
b). Serum adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara
memutar sejumlah darah yang dibiarkan membeku tanpa penambahan
antikoagulan.
Pengkajian
Hematologis
· Hemoragi dan pendarahan yang lama
· Memar superficial
· Splenomegali
Genitourinaria
· Hematuria Spontan
Muskuloskeletal
· Nyeri dengan gejala pendarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena, ROM
terbatas), peningkatan suhu serta edema pada tempat pendarahan.
· Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan pengngkatan suhu, serta edema
pada tempat pendarahan)
Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
Epistaksis, Gusi berdarah
Diagnosis Keperawatan
Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit
Hasil yang Diharapkan
Perdarahan pada anak berhenti yang ditandai oleh tidak terlihatnya perdarahan, lingkar area
perdarahan tidak bertambah, rasa nyeri tidak meningkat, tanda vital sesuai, kadar faktor VIII
meningkat dan penurunan waktu tromboplastin parsial.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Beri tekanan langsung pada tempat
Tekanan langsung pada tempat pendarahan dapat
pendarahan selama sekurang-kurangnya 15
meningkatkan pembentukan bekuan
menit
2. pertahankan agar area terjadinya pendarahan Imobilisasi mengurangi aliran darah ke area pendarahan
tidak bergerak (imobilisasi) dan mencegah bekuan keluar
3. Tinggikan area pendarahan di atas tinggi Meninggikan area pendarahan mengurangi aliran darah ke
jantung selama 12-24 jam tempat pendarahan dan meningkatkan pembentukan bekuan
4. Kompres area yang terkena dengan es Es mempercepat vasokontriksi
5. Beri kriopresipitat atau konsentrat faktor
VIII (faktor antihemofilik)sesuai yang
diprogramkan. Diizinkan orang tua atau anak
memberi obat tersebut jika menginginkannya, Pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII
dan juga mengetahui cara pemberiannya. melengkapi pembentukan bekuan. Meminta orang tua atau
Apabila mereka membutuhkan pendidikan, anak memberi obat tersebut, memungkinkan mereka
ajarlan mereka cara menginsersi slang mempraktikkan teknik tersebut untuk penggunaan di
intravena, persiapkan lokasi kulit, juga cara rumah.
memfiksasi perangkat intravena,
mempersiapkan campuran larutan dan mulai
pasang infuse.
6. Pantau tanda vital anak, perjatikan setiap Tanda ini mengindikasikan komplikasi yang potensial,
tanda bradikardia, takikardia, penurunan termasuk hipopolemia sekunder akibat pendarahan dan
tekanan darah, peningkatan prekuensi nafas, beban sirkulasi yang berlebihan atau reaksi tranfusi akibat
atau peningkatan suhu. Laporkan setiap tanda pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII
ini dengan segera kepada dokter
Setiap penambahan panjang keliling lingkaran
7. Ukur lingkaran area pendarahan, beri tanda
pengindikasikan pendarahan berlanjut sehingga tempat
pada kulit untuk memastikan pengukuran yang
pendarahan harus diimobilisasi dan kompres es batu perlu
konsisten. Ukur kembali area tersebut selama
dilakukan. Menandai kulit dan menggunakan alat pengukur
8 jam, mengguanakan alat ukur yang sama.
yang sama setiap kali pengukuran memastikan konsistensi.
8. Pantau faktor VIII anak dan kadar
Pantau nilai-nilai labolatorium ini membantu menentukan
PTT(waktu tromboplastin parsial) sekurang-
status pembekuan anak dan kebutuhan intervensi lebih
kurangnya satu kali sehari. Laporkan kelainan
lanjut
kepada dokter.
9. Beri asam aminokaproat (amicar) sesuai
program jika anak direncanakan untuk Obat ini mengahmbat dekstruksi pembekuan
pembedahan
10. Ikuti pedoman The centers for disease control Penderita hemophilia berisiko tinggi mengalami sindrom
and prevention untuk menangani darah dan imunodefisiensi didapat akibat penggunaan obat intravena
cairan tubuh dan produk darah
Kortikosteroid mengurangi peradangan ; asetat
11. Beri obat lain, misanya kortikosteroid dan
desmopresin menstimulasi aktivitas faktor VIII pada kasus
asetat desmopresin (DDAVP) sesuai program
hemufilia A ringan

Diagnosis Keperawatan
Nyeri yang berhubungan dengan pendarahan dan pembengkakan
Hasil yang Diharapkan
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh ekspresi wajah relaks,
ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur dan tidak ada kebutuhan obat analgesic

Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri Pengkajian memberi data yang samngat penting bertujuan untuk menentukan
anak dengan n keefektifan intervensi untuk pengendalian rasa nyeri, dan untuk memantau status
menggunakan alat pendarahan anak karena nyeri yang konsisten atau meningkat, dapat
pengkajian nyeri mengindikasikan pendarahan berlanjut.
2. Beri obat analgesic
Obat analgesic dapat meredakan rasa nyeri
sesuai program

Diagnosis Keperawatan
Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan penurunan ROM akibat pendarahan dan
pembengkakan.
Hasil yang Diharapkan
Anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang terkena ditandai oleh kemampuan
melakukan latihan yang diprogramkan.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometric, Latihan isometric dapat mempertahankan kekuatan
sesuai program otot dengan cara menegangkan otot-otot tanpa
menggerakkan sendi
Alat-alat penopang membantu mempertahankan
2. Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang posisi fungsional dari otot dan sendi, serta mencegah
kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya alat dan mengurangi tingkat depormitas fisik. Latihan
penopang tentang upaya mengembangkan program ROM aktif dan fasif akan meningkatkan tonis dan
latihan ROM pasif dan aktif kekuatan otot sekitar sendi, serta membantu
mencegah atrofi dan ketidak mampuan otot
3. Kaji kebutuhan anak untuk mengobati nyeri, Memberi obat analgesic sebelum latihan, dapat
sebelum memulai setiap sesi tindakan meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama

Diagnosis Keperawatan
Resiko cedera yang berhubungan dengan rawat inap atau prosedur dirumah sakit (atau
keduanya)
Hasil yang Diharapkan
Anak yang menderita cedera akibat rawat inap atau prosedur yang diterapkan dirumah sakit
yang ditandai oleh tidak ada hematoma, memar dan hemoragi serta kemampuan
mempertahankan ROM total
Intervensi
Intervensi Rasional
Memberi pengaman tempat tidur mengurangi risiko cedera,
1. Beri bantalan pada sisi pengaman tempat
misanya memar yang mungkin terjadi akibat terantuk tanpa
tidur jika diperlukan
sengaja
2. Pastikan anak menggunakan setiap peralatan
Menggunakan peralatan protektif membantumengurangi
protektif (misalnya pelindung kepala terbuat
resiko cedera akibat jatuh yang disebabkan oleh kecelakaan
dari plastic dan bantalan siku serta lutut yang
atau permainan yang rutin dilakukan. Sikat gigi berbulu
dibawa dari rumah. Juga pastikan ia
lunak memiliki kemungkinan lebih kecil mencederai pada
menggunakan sikat gigi berbulu lunak untuk
gusi
membersihkan giginya.
Mengambil darah dengan cara menusuk jari, bukan melalui
3. Ketika mengumpulkan specimen darah,
fungsi vena mengurangi resiko kehilangan darah yang
lakukan pengambilan darah dijari dari pada
berlebihan, karena diameter kapiler lebih kecil dari pada
melalui fungsi vena jika memungkinkan.
vena dan berisi lebih sedikit darah. Rute subkutan
Ketika memberikan injeksi, gunakan rute
membutuhkan jarum berukuran lebih kecil sehingga
subkutan (SC) bukan intramuscular (IM) jika
mengurangi resiko pengeluran darah dari tempat fungsi
memungkinkan. Setelah itu, beri tekanan pada
yang lebih besar. Juga jaringan subkutan mengandung lebih
area tersebut sekurang-kurangnya 5 menit
sedikit pembuluh darah daripada otot.
4. Setelah setiap pendarahan, imobilisasi artea Tindakan imobilisasi dan tinggikan tingkat pendarahan
pandarahan ; kemudian tinggikan area tersebut sampai diatas tinggi jantung dapat mengurangi aliran darah
di atas tingkat jantung, selama 12 – 24 jam ke area pendarahan dan mencegah keluarnya bekuan darah.
dan kompres area tersebut dengan es Es mempercepat vasokontriksi dan mengurangi rasa nyeri
5. Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada Mainan bertepi tajam dapat melaserasi atau menusuk kulit
tepi yang tajam anak

Daftar Pustaka

Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Jakarta : EGC

Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi etiologi dan aspek laboratorik pada anemi hematolik.
Digitized by USU digital library. Diakses 25 Maret 2007)

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC.

Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.

Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak.

Muttaqin, Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular


dan Hematologi.Jakarta : Salemba Merdeka.

Anda mungkin juga menyukai