Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KASUS TUTORIAL

TENTANG PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG

KELOMPOK 2

DISUSUN OLEH:

1. HERBAWATI
2. IMAMUNAS
3. INDRI ZUMALA MAULIDA
4. WARTATIK WARDANINGSIH
5. YULIANA
6. M. RIZWAR LAKSONO AKBAR
7. SILVIANA ANANDA DEWI
8. ABDUL FARUD
9. NIA AGUNINGSIH

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM


TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, maka
makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat saya harapkan.

Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf atas segala kesalahan
dan kekurangan dalam penyelesaian makalah ini.

Waalaikumussalam wr. Wb

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................1

BAB I......................................................................................................................................2

PENDAHULUAN..................................................................................................................2

A. Latar Belakang.............................................................................................................2

B. Rumusan masalah........................................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................3

PEMBAHASAAN.................................................................................................................3

A. Pemeriksaan laboratorium............................................................................................3

B. Pemeriksaan Darah......................................................................................................4

C. Rontgen......................................................................................................................12

BAB 3...................................................................................................................................19

PENUTUP............................................................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................................19

B. Saran...........................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Peran Perawat ialah tingkah laku yg diharapkan oleh orang lain pada seseorang
sesuai dengan kedudukan dalam system, di mana bisa dipengaruhi oleh kondisi sosial
baik dari profesi perawat ataupun dari luar profesi keperawatan yg bersifat konsta
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar
seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan dan
perawat Profesional adalah Perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang
memberikan pelayanan Keparawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan
tenaga Kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya.(Depkes RI,2002.
Seseorang bisa dikatakan sebagai perawat & memiliki tanggungjawab sebagai
perawat manakala yg bersangkutan bisa membuktikan bahwa beliau sudah
menyelesaikan pendidikan perawat baik di luar ataupun didalam negeri yg umumnya
dibuktikan dgn ijazah atau surat tanda tamat belajar.
Dengan kata lain orang dinamakan perawat bukan dari keahlian turun temurun,
melainkan dengan melalui jenjang pendidikan perawat. Tugas perawat dalam
menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan
tepat tahapan dalam proses keperawatan.
B. Rumusan masalah
1. Apa tujuan pemeriksaan laboratorium?
2. Apa tujuan pemeriksaan darah?
3. Apa tujuan pemeriksaan rontgen?

4
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pemeriksaan laboratorium
1. Pengertian Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan
khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat berupa urine (air
kencing), darah, sputum (dahak), dan sebagainya untuk menentukan diagnosis atau
membantu menentukan diagnosis penyakit bersama dengan tes penunjang lainya,
anamnesis, dan pemeriksaan lainya.
2. Jenis-Jenis Pemeriksaan Laboratorium
a. Mikrobiologi, untuk mengamati air seni, darah, dahak, peralatan medis,
begitupun jaringan yang mungkin terinfeksi. Spesimen tadi dikultur untuk
memeriksa mikroba patogen.
b. Parasitologi, untuk mengamati parasit.
c. Hematologi, menerima keseluruhan darah dan plasma. melakukan perhitungan
darah dan selaput darah.
d. Kimia klinik, biasanya menerima serum, mereka menguji serum untuk
komponen-komponen yang berbeda.
e. Toksikologi, menguji obat farmasi, obat yang disalahgunakan, dan toksin lain.
f. Imunologi, menguji antibodi.
g. Serologi, menerima sampel serum untuk mencari bukti penyakit seperti
Hepatitis atau HIV.
h. Urinalisis, menguji air seni untuk sejumlah analit.
i. Patologi, bedah menguji organ, ekstremitas, tumor, janin, dan jaringan lain yang
dibiopsi pada bedah seperti masektomi payudara.
j. Sitologi,menguji usapan sel (seperti dari mulut rahim) untuk membuktikan
kanker dan lain-lain.

5
3. Peran perawat dalam pemeriksaan Laboratorium
Perawat mempunyai kontribusi dalam pengkajian status kesehatan klien
dengan mengumpulkan spesimen cairan tubuh. Semua klien rawat inap menjalani
paling sedikit satu kali pengumpulan spesimen laboratorium selama dirawat di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang, untuk tujuan
tertentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan resiko, memantau
perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan, dan lalin-lain.
Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak di jumpai dan
potensial membahayakan.  Pemeriksaan yang juga merupakan proses General
medical check up (GMC),
Meliputi : Hematologi Rutin, Urine Rutin, Faeces Rutin, Bilirubin Total,
Bilirubin Direk, GOT, GPT, Fotafase Alkali, Gamma GT, Protein Elektroforesis,
Glukosa Puasa, Urea N, Kreatinin, Asam Urat, Cholesterol Total, Trigliserida,
Cholesterol HDL, Cholesterol LDL-Direk.
B. Pemeriksaan Darah
1. Pengertian Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah lengkap (selanjutnya ditulis DL) adalah suatu tes darah
yang diminta oleh dokter untuk mengetahui sel darah pasien. Terdapat beberapa
tujuan dari DL, di antaranya adalah sebagai pemeriksaaan penyaring untuk
menunjang diagnosa, untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu
penyakit dan untuk melihat kemajuan atau respon terapi
Pada lembar hasil DL, yang umum tercatat adalah kadar hemoglobin, jumlah
trombosit, jumlah leukosit, dan hematokrit (perbandingan  antara sel darah merah
dan jumlah plasma darah.). Kadang juga dicantumkan LED (Laju Endap Darah) dan
hitung jenis leukosit.
2. Jenis-Jenis Pemeriksaan Darah
a. Diabetes
Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang kronik
ditandai oleh hiperglikemia. Tes untuk menentukan diabetes melitus adalah:

6
1) Glukosa puasa.
Kadar glukosa darah pada waktu puasa atau di singkat glukosa darah
puasa di tujukan untuk :
 Tes saring diabetes melitus, karena tidak adanya atau defisiensi
insulin,maka kadar glukosa meninggi.
 Memonitor terapi diabetes melitus.
Nilai rujukan   : 70 – 100 mg/dl
Abnormal    : >140 mg/dl atau >126 mg/dl (Usulan ADA 1997)
Menunjukan peninggian nilai ambang yang perlu dikonfirmasi   dengan
tes glukosa 2 jam post pradial atau tes toleransi glukosa oral. Bila nilai
>200 mg/dl, maka diagnosis adalah diabetes melitus.  Meninggi juga
pada pankreatitis,post infrak miocard, sindrom cushing, akromegali.
Menurun pada hiperinsuliniisme, myxoederma, insufisiensi adrenal, dan
hipopituitarisme.
2) Glukosa  2 jam PP
Tes ini merupakan tes saring untuk menentukan diabetes melitus.  Tes
dilakukan bila ada kecurigaan DM (misalnya polydipsi dan polyuri). Atau
bila glukosa darah puasa ≥ 140 mg/dl.
Nilai rujukan :  <140 mg/dl
Abnormal     :  ≥ 200 mg/dl menujukan DM, namun dapat juga
b. Faal Hati
1) GOT (glutamic oxal-acetic transaminase)
GOT mengkatalisis konversi bagian nitrogen asam amino menjadi energi. 
GOT ditemukan dalam sitoplasma dann mitokondria sel hati, jantung, otot
skelet, ginjal, pankreas, dan eritrosit.  Pada kerusakan sel-sel tersebut di atas,
GOT dalam serum meninggi.
Tujuan : Test in vitro kinetik untuk penentuan secara Kuantitatif GOT
(AST =aspartat aminotransferase) dalam serum dan plasma.
Nilai rujukan : 6-30 µ/l

7
2) GPT  (Glutamic-Pyruvic Transminase) atau Alanine Amino Transferase
(ALT)
ALT mengkatalisis kelompok asam amino dalam siklus Krebs untuk
menghasilkan energi dijaringan.  ALT terdapat di sitoplasma sel hati, jantung,
dan otot skelet.  Pada kerusakan sel hati ALT meninggi di dalam serum
hingga merupakan indikator kerusakan sel hati.
Tujuan  : Test in vitro kinetik untuk penentuan secara kuantitatif  GPT
(ALT= alanine aminotransferase) dalam serum dan plasma.
Nilai rujukan : 7-32 µ/l
3) Bilirubin.
Bilirubin merupakan produk utama katabolisme hemoglobin dalam hal ini
terjadi uncojugated dalm bilirubin seterusnya dalam hati akan di rubah
menjadi conjugated (direct post hepatict).
Tujuan test : Mengevaluasi fungsi hepatobilier dan eritropoetik
(gangguan hemolitik transfuse darah).
Nilai rujukan : Bilirubin indirect ≤ 0,75 mg/dl
Bilirubin direck 0,05-0,3 mg/dl
Total 0,2-1,0 mg/dl
4) Alkali Fostafase
Alkali fostafase didapatkan di hati, tulang, ginjal, usus, dan plasenta. Pada
orang dewasa kadar tinggi terutama dihati, tulang, usus, dan plasenta. Pada
waktu trimester kehamilan.
Tujuan test       : Menentukan lesilokal dihati karena obstruksi bilier
karena tumor,batu atau abses. Identifikasi penyakit tulang dengan aktifitas
osteoblastik atau respon tyerhadap pengobatan dengan vitamin D pada
riketsia.
Nilai normal     : < 240 µ/l
5) Protein  
Tujuan  : untuk menentukan kadar dan defisiensi  protein total.
Nilai normal      : 6,6 -8,7 mg/dl

8
6) Albumin.
Albumin adalah protein yang ada dalah darah yang diperlukan oleh tubuh
untuk memelihara dan memperbaiki jaringan.
Tujuan :  penentuan secara kuantitatif albumin dalam serum dan plasma
manusia.
Nilai normal     :   3,4 – 4,8 mg/dl
c. Lemak.
1) Kolesterol
Tujuan : Penentuan secara kuantitatif kolesterol dalam serum dan plasma.
Nilai normal     : < 200 mg/dl.
2) HDL Klolesterol (High Density Lipoprotein)
Tujuan : Penentuan secara kuantitatif  HDL kolesterol dalam serum dan
plasma.
Nilai normal     : Laki-laki 35 – 55 mg/dl, perempuan 45 – 55   mg/dl.
3) LDL Kolesterol  (Low Density Lipoprotein)
Tujuan : Penentuan secara kuantitatif  LDL kolesterol dalam serum dan
plasma.
Nilai normal     : <130 mg/dl 
4) Trigliserida
Tujuan : Untuk penentuan secara kuantitatif trigliserida dalam serum dan
plasma.
Nilai normal     : < 200 mg/dl
d. Faal Ginjal
1) Ureum
Ureum adalah hasil metabolesme protein,ureum di bentuk dari amonia
dalam hati dan di ekskresi oleh ginjal.
Tujuan :   Penentuan kuantitatif urea dalam serum plasma dan urin.
Nilai normal        :  10,0 – 50,0 mg/dl

9
2) Creatinin
Creatinin merupakan hasil akhir metabolisme creatin yang di filtrasi
glomeruli ginjal.
Tujuan :  Penentuan invitro secara kuantitatif creatinin dalam serum dan
plasma  manusia.
Nilau normal :  laki-laki 0,70 -1,20 mg/dl,
perempuan 0,50 – 0.90 mg/dl.
3) Bun (Blood Urea Nitrogen)
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati,
sampai pada ginjal tidak mengalami perubahan molekul. Pada orang normal
ureum diekskresikan melalui urine. Konsentrasi nitrogen / urea dalam darah
bukan untuk mengukur fungsi glomerulus yang ideal, karena peningkatannya
dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal.
Ureum merupakan senyawa ammonia berasal dari metabolisme asam
amino yang diubah oleh hati menjadi ureum. Ureum bermolekul kecil mudah
berdifusi ke cairan ekstra sel, dipekatkan dan diekskresikan melalui urine
lebih kurang 25 gr/hari.
Nilai Normal BUN : Pria : BUN : 15 – 40 (mg/dl)
Wanita : BUN : 15 – 40 (mg/dl)
e. Pemeriksaan darah lengkap
1) Hemoglobin.
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di
dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh tubuh.
Tujuan : untuk memeriksa kemungkinan anemia.
Nilai normal : Laki laki 14 – 16 , perempuan 12 – 14 gr %
2) Hematocrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel
darah merah dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%).

10
Nilai normal hematokrit untuk pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk
wanita berkisar 36,1% - 44,3%
3) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh.
Tujuan : untuk menetahui kualitas darah dalam tubuh.
Nilai normal   : laki-laki 4,5 – 5,5
perempuan 4-5 juta/UL
4) Leukosit (sel darah putih)
Leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai
bagian dari sistem kekebalan tubuh.dan merupakan pertahanan badan
terhadap benda asing
Tujuan : Untuk mengetahui kemampuan tubuh melawan infeksi.
Nilai normal : 5-10.000/UL
5) Trombosit (keping darah)
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah.
Tujuan : Untuk melihat kemampuan tubuh mengontrol pendarahan.
Nilai normal : 150 -400.000/UL
6) Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC) 
Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia
(Suatu kondisi di mana ada terlalu sedikit sel darah merah). Indeks/nilai yang
biasanya dipakai antara lain : 
 MCV (Mean Corpuscular Volume) atau Volume Eritrosit Rata-rata
(VER), yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan
dengan femtoliter (fl)
MCV =  Hematokrit x 10
Eritrosit
Nilai normal = 82-92 fl

11
 MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau Hemoglobin Eritrosit
Rata-Rata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut
dengan pikogram (pg)
MCH = Hemoglobin x 10
Eritrosit
Normal = 27-31 pg
 MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau
Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar
hemoglobin yang didapt per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%)
(satuan yang lebih tepat adalah “gr/dl”)
MCHC = Hemoglobin x 100
Hematokrit
Nilai normal = 32-37 % 
7) Laju Endap Darah
Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah
kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan
satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai
meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan
jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi
stress fisiologis (misalnya kehamilan).
International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH)
merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen dalam
pemeriksaan LED, hal ini dikarenakan panjang pipet Westergreen bisa dua
kali panjang pipet Wintrobe sehingga hasil LED yang sangat tinggi masih
terdeteksi.
Nilai normal LED pada metode Westergreen :
Laki-laki : 0 – 15 mm/jam
Perempuan : 0 – 20 mm/jam

12
8) Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis
leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki
fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil,
limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit
memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses
penyakit.  Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari
masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-
masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total dan
hasilnya dinyatakan dalam sel/μl.
Nilai normal :
Eosinofil 1-3%,
Netrofil 55-70%,
Limfosit 20-40%,
Monosit 2-8%
9) Platelet Disribution Width (PDW)
PDW merupakan koefisien variasi ukuran trombosit. Kadar PDW tinggi
dapat ditemukan pada sickle cell disease dan trombositosis, sedangkan kadar
PDW yang rendah dapat menunjukan trombosit yang mempunyai ukuran
yang kecil.
10) Red Cell Distribution Width (RDW)
RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit. RDW yang tinggi
dapat mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, dan biasanya
ditemukan pada anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat dan defisiensi
vitamin B12, sedangkan jika didapat hasil RDW yang rendah dapat
menunjukan eritrosit yang mempunyai ukuran variasi yang kecil.
3. Peran Perawat Dalam Pemeriksaan Darah
Peran perawat dalam pemeriksaan darah yaitu hanya membantu untuk menunjang
pengambilan darah pada pasien. Seperti persiapan alat, persiapaan pasien, langkah

13
kerja dan documentasi. Setelah itu sampel darah akan diberi kepada bagian medis
yang ahli seperti analis.

C. Rontgen
1. Pemeriksaan Rontgen
Rontgen atau dikenal dengan sinar X merupakan pemeriksaan yang
memanfaatkan peran sinar X dalam mendeteksi kelainan pada berbagai organ
diantaranya dada, jantung, abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tengkorak,
rangka.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan radiasi radiasi sinar X yang
sedikit karena tingginya kualitas film sinar X dan digunakan untuk melakukan
skrinning dari berbagai kelainan yang ada pada organ.
Sinar X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya sinar ultraviolet, tetapi mempunyai panjang
gelombang yang sangat pendek sehingga dapat menembus benda-benda. Sinar X
ditemukan oleh sarjana fisika berkebangsaan Jerman yaitu W. C. Rontgen tahun
1895
2. Jenis-Jenis Pemeriksaan Rontgen
a. Konvensional
Pemeriksaan radiologi tanpa bahan kontras.
Jenis pemeriksaan:
1) Thorax : Pemeriksaan secara radiologi organ thorax
2) Kepala : Pemeriksaan secara radiologi organ kepala
3) Extermitas : Pemeriksaan secara radiologi organ ektermitas
4) Vetebrae : Pemeriksaan secara radiologi organ vertebrae : vetebrae
cervical,vetebrae thoraxal, vetebrae lumbal, vetebrae sacral, coccigius.
5) Mamoghraphy : Pemeriksaan secara radiologi organ payudara dengan
menggunakan pesawat khusus mammography dengan kapasitas kilo volt
rendah dan waktu expose  Panjang
b. Pemeriksaan Khusus.

14
Pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras.

Jenis pemeriksaan :
1) Oesophagus
Pemeriksaan secara radiologi organ traktus digestivus pada daerah
oesophagus dengan menggunakan bahan kontras melalui oral  (barium sulfat
yang dilarutkan dalam air 1:1)
2) Maag Doedonum
Pemeriksaan secara radiologi pada organ lambung dengan
menggunakan bahan kontras melalui oral (barium sulfat yang dilarutkan
dalam air.
3) Follow Through
Pemeriksaan secara radiologi pada organ usus halus dengan
menggunakan bahan kontras melalui oral (barium sulfat yang dilarutkan
dalam air.
4) Intra Vena Pyeleography (IPV)
Pemeriksaan secara radiologi pada organ traktus urinarius (ginjal
,urether, buli & buli) dengan menggunakan bahan kontras melalui
penyuuntikan intravena.
5) Appendikogram
Pemeriksaan secara radiologi pada daerah appendik dengan
menggunakan bahan kontras barium sulfat yang di larutkan dalam air yang
kemudian di minum.
6) Retrograde Pyelography (RPG)
Pemeriksaan secara radiologi pada organ traktus urinarius (ginjal,
urether, buli &  buli)  dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukan
melalui kateter kedalam ginjal dan saluranya. Pemasangan kateter tersebut
dilakukan di kamar operasi).
7) Bipoler Uretrogram

15
Pemeriksaan secara radiologi pada organ traktus urinarius (ginjal,
uretra, buli-buli) dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukan
melalui kateter sistomi kedalam buli-buli dan secara retrograde melalui
urether.
8) Hystero Salvingography
Pemeriksaan secara radiologi pada organ genitalia wanita dengan
menggunakan  bahan kontras yang dimasukan melalui uterus dan tuba
uterine.
9) Myelography
Pemeriksaan secara radiologi pada organ. canalis medulla spinalis
dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukan melalui lumbal fungsi.
10) Fiestelography
Pemeriksaan secara radiologi untuk fistel )kedalaman, hubungan
dengan organ lain) dengan menggunakan bahan kontras dimasukan melalui
fistel tersebut.
c. Pemeriksaan CT Scan
Alat CT scan adalah generator pembangkit sinar-x yang bila dioperasikan
oleh operator akan mengeluarkan sinar-x dalam jumlah dan waktu tertentu. CT
Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
dalam dari berbagai sudut kecil dari organ tulang tengkorak dan otak serta dapat
juga untuk seluruh tubuh.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat
antara suatu kelainan, yaitu :
 Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
 Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan
infark.
 Brain contusion.
 Brain atrofi.
 Hydrocephalus
 Inflamasi

16
1) Pemeriksaan CT Scan tanpa kontas maupun dengan kontras
a) CT-SCAN OTAK
Potongan axial dari OM Line/Reids base line sampai vertex, tebal
potongan : 4–5 mm infratentorial, 8-10mm supratentorial atau semua
rata 7mm. Lesi dimidline sebaiknya dibuat potongan coronal sebagai
tambahan. Kondisi tulang pada kasus trauma/ suspect fraktur tulang
kepala. Indikasi kontras: tumor, infeksi, kelainan vaskuler mencari
AVM, aneurysma.
b) CT-SCAN HYPOFISE
Potongan coronal 1-5mm tanpa dan dengan bolus kontras,
dilanjutkan dengan axial scan 2-5mm dari OM Line sampai supraseller
distren (2mm bila lesi kecil /mikroadenoma atau kelenjar hipofise
normal ; 5mm bila tumor besar/ makroadenoma) F.O.V kecil (160-200)
mulai dari procesus clinoideus anterior sampai dorsum sellae.
c) CT-SCAN TELINGA / os.PETROSUM
Teknik : High Resolusi CT / kondisi tulang
 kasus non-tumor/trauma basis cranii: potongan axial dan coronal
2mm sejajar dengan axis os.petrosum. mencakup seluruh tulang
os.petrosum, tanpa kontras, kondisi tulang (WW dan WL yang
tinggi)
 kasus tumor / infeksi (abses ) potongan axial 2-5mm mencakup
seluruh os.petrosum tanpa dan dengan kontras, kondisi tulang dan
soft tissue. Potongan coronal 2-5mm sebagai tambahan, dalam
kondisi tulang dan soft tissue. Mencakup seluruh os.petrosum dan
proses abnormalnya.
d) CT-SCAN ORBITA

17
Tumor/ infeksi: Potongan axial 3-5mm dari dinding inferior sampai
dinding superior cavum orbita, sudut sejajar dengan N.opticus atau
menggunakan garis infraorbito meatal line, tanpa dan dengan kontras.
Setelah itu dibuat potongan coronal 3-5mm mencakup seluruh cavum
orbita. Fractur orbita : potongan coronal dan axial 2-4mm tanpa kontras,
dicetak dalam kondisi soft tissue dan tulang pada daerah fraktur. F.O.V.
kecil (160-200).
e) CT-SCAN NASOPHARYNX, LIDAH
Nasopharynx: potongan axial 3-5mm, FOV 250mm, kondisi dengan
filter agak tinggi (lebih tinggi dari otak) dan pallatum sampai sinus
frontalis, sudut sejajar pallatum. Tanpa dan dengan kontras bolus,
kemudian dilanjutkan dengan potongan axial 5mm sejajar corpus
vertebrae cervicalis dari C2 s/d C6 F.O.V 200mm untuk mencari
pembesaran kelenjar. Setelah itu dibuat potongan coronal 3-5mm,
tergantung besar –kecilnya kelainan dari choana sampai cervical
vertebrae sejajar dengan dinding posterior nasoprynx  F.O.V. 250mm,
potongan coronal kadang perlu dibuat dalam kondisi tulang apabila ada
destruksi basis cranii.
Oropharynx: sama dengan nasopharynx hanya mulainya agak
rendah, garis axial dimulai dari mandibula keatas.
Lidah: pasti harus diganjal gigi/rongga mulutnya dengan sepotong
gabus, agar pada potongan coronal lidah tidak menyatu dengan pallatum.
Teknik hamper sama dengan nasopharynx, hanya axial dan coronalnya
harus mencakup seluruh daerah lidah.
Bila tumor diduga berada di 2/3 depan lidah lebih baik dibuat
coronal dahulu tanpa dan dengan bolus kontras, baru kemudian dibuat
axialnya. Sedangkan untuk tumor dipangkal lidah,  sebaiknya dibuat
axial dahulu baru cornal. Kontras diberikan pada potongan yang
diperkirakan akan memberi informasi baik.
f) CT-SCAN LARYNX / PITA SUARA

18
Potongan pre kontras : axial 5mm dari epiglottis sampai cincin
trachea 1-2, sejajar dengan pita suara.
Potongan dengan kontras : axial 2-3mm didaerah pita suara, mulai
dari batas atas sampai batas bawah lesi. Bila ada kelenjar membesar,
dibuat potngan leher 5mm post bolus kontras (delayed scan) F.O.V. 160-
200mm, tanpa dan dengan bolus kontras.
g) CT-SCAN THYROID
Potongan axial 3-5mm dari bagian atas kelenjar thyroid samapi
bagian bawah biasanya mulai setinggi C5-6 sampai thoracic inlet, tanpa
dan dengan bolus kontras, kemudian di ulang / delayed scan untuk
mendapatkan batas lesi dan tambahan informasi yang lebih baik setelah
seluruh kelenjar mengalami penyengatan merata, F.O.V. 160-200mm.
h) CT-SCAN SINUS PARANASALIS
Teknik High Resolusi
 Sinusitis: Potongan coronal 2mm di1/2 bagian depan dan 4mm 1/2
bagian posterior, mulai dari os.nasale sampai dengan nasopharynx,
potongan axial dari dasar sinus maxillaries sampai sinus frontalis 3-
5mm, tanpa bahan kontras, kondisi soft tissue (WW diatas 2000, WL
diatas 200) F.O.V 200-250mm
 Tumor  sinus : Potongan coronal 3-5mm dari dinding depan sinus
sampai nasopharynx / tumor habis tanpa dan dengan kontras,
kemudian axial 3-5mm dari dasar sinus sampai sinus frontalis /
mencakup seluruh tumor, kondisi soft tissue / tulang dan kondisi
massa tumor dengan WW yang rendah.
i) CT-SCAN THORAX
Potongan axial prekontras/ polos dari puncak paru sampai diafragma,
tebal potongan 10, index 10-15. Bolus kontras diberikan  mulai dari
arkus aortae samapi hilus inferior, tebal potongan 5-8mm. Bila proses
dibawah hilus potongan post kontras diteruskan kebawah sampai
mengenai seluruh proses terpotong. Kondisi dicetak dalam 2 macam:

19
kondisi parenkim paru dan kondisi mediastinum. Permintaan khusus
untuk parenkim paru dapat dibuat sbb: biasanya pada indikasi
parenchymal lung disease / emphysema. Axial scan tanpa kontras filter
high resolusi, tebal potongan 2mm dengan index potongan 8-10mm dari
puncak paru sampai diafragma.
Tumor esophagus : pemeriksaan thorax scan sambil minum oral
kontras sampai didapatkan lumen tumor yang sempit / batas antara
esophagus yang lebar dan yang sempit sebagai batas atas tumor.Bolus
kontras diberikan pada daerah tumor mulai batas atas sampai batas
bawah, dicetak dalam kondisi mediastinum. Potongan coronal dan
sagital dapat diperoleh melalui MPR (untuk itu perlu dibuat potongan
tipis 2-3mm sewaktu dibolus).
j) CT-SCAN ABDOMEN ATAS
Potongan Axial dari diafragma sampai ginjal. Prekontras: tebal
potongan 10, index 10-15mm. Bolus kontras diberikan pada daerah yang
menjadi tujuan pemeriksaan. Organ / kelainannya yang diperiksa besar
(hepar, lien): tebal potongan 10mm, index 8-12mm. Organ / kelainannya
sedang (ginjal, lambung, usus) dipakai tebal potongan 5-8mm. Organ /
kelainannya kecil (pancreas, kandung empedu) tebal potongan 2-5mm.
Pada kasus tertentu seperti tumor yang hipervaskuler/hemangioma
khusus untuk hepar dan ginjal, perlu dibuat delayed scan apbila dicurigai
ada kelainan pada bolus kontras.Pada alat spiral / helical CI, untuk hepar
dan ginjal sebaiknya dipakai program volume/spiral scan untuk
mendapatkan dual phase(fase arterial dan portal pada hepar atau fase
cortex dan medulla pada ginjal), kemudian dibuat lagi delayed scan
untuk mendapatkan fase equilibrium(untuk hepar) dan fase excresi
(untuk ginjal) dimana system pelviocalycesnya terisi penuh. Untuk kasus
CA pancreas pakai kontras negatife (minum air saja).
k) CT-SCAN ABDOMEN BAWAH / PELVIC

20
Potongan axial dari lumbal 5 sampai buli-buli / kelenjar prostate.
Prekontras : tebal potongan 10mm. Bolus kontras didaerah yang ada
kelainan, tebal potongan tergantung besar kecilnya kelainan. Biasanya
dipakai tebal potongan 5mm. Persiapan pasien sering tidak sampai
mengisi baik rectum-sigmoid, untuk itu perlu dimasukkan kontras
rectum. Khusus untuk Ca cervix yang masih stadium II-III, dibuat
potongan 3mm pada waktu bolus kontras. Delayed scan kadang
diperlukan bila: batas tumor tidak jelas. Potongan koronal dan sagital
dapat diperoleh melalui teknik MPR.
l) CT-SCAN SPINE
Potongan axial F.O.V. 160mm, tanpa kontras atau dengan kontras
intrathecal, disebut CT-Myelografi. Untuk kasus HNP: potongan hanya
didaerah ruang discus, sejajar dengan discus, tebal potongan 2-4mm.
Kondisi soft tissue dan tulang bila perlu. Untuk penilaian canal stenosis,
dapat dibuat satu potongan tepat ditengah korpus vertebrae, tegal lurus
dengan axis corpus. Untuk kasus tumor/spondylylitis/metastasis tulang:
potongan sejajar dengan corpus vertebrae didaerah yang ada
kelainannya. Kondisi soft tissue dan tulang . Bila perlu (umumnya harus)
diberikan bolus kontras terutama pada kasus abses paravertebral atau
untuk melihat infiltrasi tumor kedalam canalis vertebralis.

3. Peran Perawat Dalam Pemeriksaan Rontgen


Perawat radiologis biasanya mengembangkan dan mengelola rencana perawatan
untuk membantu pasien memahami prosedur dan kemudian, memulihkan diri dari
prosedur. Hal ini mungkin juga termasuk bekerja dengan keluarga pasien. Perawat
dapat melakukan pemeriksaan atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif
dalam pedoman yang ditetapkan dan instruksi dari ahli radiologi. Selain itu, perawat
dapat merekam temuan dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik ahli radiologi
atau profesional kesehatan lainnya. Seringkali, seorang perawat radiologis akan
membantu selama pemeriksaan atau terapi.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan diagnostik pada sistem kardiovaskuler ini dibagi menjadi beberapa
pemeriksaan yaitu pemeriksaan test laboratorium, pemeriksaan radiografi,
pemeriksaan EKG, pemeriksaan echocardiografi.
Pemeriksaan test laboratorium sendiri dibagi menjadi 2 yaitu pemeriksaan
laboratorium rutin dan pemeriksaan spesifik.
Pemeriksaan radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat didalam rongga
dada.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat mengetahui dan memahami peran dan fungsi perawat secara benar sesuai
dengan pemeriksaan penunjang.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Ratna dkk. (2014). Praktik Laboratorium Keperawatan. Jakarta : Erlangga.

Dr. Hadisaputro, Soeharyo, dr Sp.PD. (2012). Buku Saku Pengenal Penyakit Melalui Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books.

Nursalam.2008.Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.Jakarta :


Salemba Medika

23

Anda mungkin juga menyukai