DISUSUN OLEH:
Andika
711440117002
2. Etiologi
Umumnya seseorang mengalami transisi dari keadaan sehat ke keadaan kronik atau
menetap (permanen) setelah melalui masa beberapa tahun. Kerusakan pada penyakit
gagal ginjal penyebab nya didasarkan atas dua kategori yaitu penyakit morfologi sistem
ginjal itu sendiri dan penyebab (etiologi) penyakit.
Morfologi :
a. Penyakit glomerulus (glumerulonefritis, penyakit membran, glomerulus kleorosis
interkapiler).
b. Penyakit tubuler (hiperkalsemia kronik, penekanan potassium kronik, keracunan
logam berat).
c. Penyakit vaskular ginjal (penyakit iskemik ginjal, stenosis arteri venalis bilateral,
nefrosklerosis, hiperparatiroidisme).
d. Penyakit tractus urinarius (obstruksi nerfropati).
e. Kelainan kongenital (hipoplastik ginjal, penyakit sistemik meduler, penyakit
polikistik ginjal).
Etiologi :
a. Diabetes mellitus
b. Glumerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan Vaskular
h. Lesi Herediter
i. Agen toksik (timah, cadmium, dan merkuri) (Kartikasari, 2013).
3. Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem yaitu
Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik merupakan
stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal Disease (ESRD).
Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease: Improving
Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2 clinical practice
guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)
GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms
G1 >90 Normal or high
G2 60–89 Mildly decreased*
G3a 45–59 Mildly to moderately decreased
G3b 30–44 Moderately to severely decreased
G4 15–29 Severely decreased
G5 <15 Kidney failure
* Relatif pada level dewasa
4. Patofisiologi
Fungsi renal menurun karena produksi akhir akibat metabolisme protein
tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi
seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin
berat.
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance
kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensi dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan
hipovolemi. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status
uremik memburuk.
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mengsekresi asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mengsekresi
ammonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi
fosfat dan asam organik lain terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritroprotein yang
diproduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah,
dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fostat merupakan gangguan metabolisme. Kadar
serum kalsium dan fostat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, maka meningkat kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum
kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespons normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium di tulang menurun, menyebabkan
terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang menurun. Demikian juga, vitamin D
(1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal
ginjal.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
a. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi
yang banyak (organ multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal
akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah
tanda dan gejala yang di tunjukan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2013;Judith 2006).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik, antara lain:
a. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a) Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus,
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b) Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropati perifer,
proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c) Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis metabolik.
d) Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.
c. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c) Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi.
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
d. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif
tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal
yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.
7. Penatalaksanaan
a. Manajemen terapi
Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang berkontribusi terhadap gagal ginjal
kronis dan semua faktor yang reversibel (misal obstruksi) diindentifikasi dan diobati.
Manajemen dicapai terutama dengan obat obatan dan terapi diet, meskipun dialisis
mungkin juga diperlukan untuk menurunkan tingkat produk limbah uremik dalam
darah (Brunner and Suddarth, 2014).
a) Terapi farmakologis
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep
antihipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium (Brunner
and Suddarth, 2014).
b) Antasida
Hyperphosphatemia dan hipokalsemia memerlukan antasid yang
merupakan zat senyawa alumunium yang mampu mengikat fosfor pada makanan
di dalam saluran pencernaan. Kekhawatiran jangka panjang tentang potensi
toksisitas alumunium dan asosiasi alumunium tingkat tinggi dengan gejala
neurologis dan osteomalasia telah menyebabkan beberapa dokter untuk
meresepkan kalsium karbonat di tempat dosis tinggi antasid berbasis alumunium.
Obat ini mengikat fosfor dalam saluran usus dan memungkinkan penggunaan
dosis antasida yang lebih kecil. Kalsium karbonat dan fosfor binding, keduanya
harus di berikan dengan makanan yang efektif. Antasid berbasis magnesium
harus dihindari untuk mencegah keracunan magnesium (Brunner and Suddarth,
2014).
c) Antihipertensi dan kardiovaskuler agen
Hipertensi dapat dikelola dengan mengontrol volume cairan intravaskular
dan berbagai obat antihipertensi.Gagal jantung dan edema paru mungkin juga
memerlukan pengobatan dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, agen
diuretik, agen inotropik seperti digitalis atau dobutamin, dan dialisis.Asidosis
metabolik yang disebabkan dari gagal ginjal kronis biasanya tidak menghasilkan
gejala dan tidak memerlukan pengobatan, namun suplemen natrium bikarbonat
atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika hal itu
menyebabkan gejala (Brunner and Suddarth, 2014).
d) Agen antisezure
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati jika
terdapat kedutan untuk fase awalnya, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang.
Jika kejang terjadi, onset kejang dicatat bersama dengan jenis, durasi, dan efek
umum pada pasien, dan segera beritahu dosen segera. Diazepam intravena
(valium) atau phenytoin (dilantin) biasanya diberikan untuk mengendalikan
kejang. Tempat tidur pasien harus diberikan pengaman agar saat pasien kejang
tidak terjatuh dan mengalami cedera (Brunner and Suddarth, 2014).
e) Eritropoetin
Anemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis diobati dengan
eritropoetin manusia rekombinan (epogen).Pasien pucat (hematokrit kurang dari
30%) terdapat gejala nonspesifik seperti malaise, fatigability umum, dan
intoleransi aktivitas. Terapi epogen dimulai sejak hematokrit 33% menjadi 38%,
umumnya meredakan gejala anemia. Epogen diberikan baik intravena atau
subkutan tiga kali seminggu. Diperlukan 2-6 minggu untuk meningkatkan
hematokrit, oleh karena itu epogen tidak diindikasikan untuk pasien yang perlu
koreksi anemia akut. Efek samping terlihat dengan terapi epogen termasuk
hipertensi (khususnya selama awal tahap pengobatan), peningkatan pembekuan
situs akses vaskular, kejang, dan kelebihan Fe (Brunner and Suddarth, 2014).
f) Terapi gizi
Intervensi diet pada pasien gagal ginjal kronis cukup kompleks, asupan
cairan dikurangi untuk mengurangi cairan yang tertimbun dalam tubuh. Asupan
natrium juga perlu diperhatikan untuk menyeimbangkan retensi natrium dalam
darah, natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/ hari (1-2 gr natrium), dan
pembatasan kalium. Pada saat yang sama, asupan kalori dan asupan vitamin
harus adekuat. Protein dibatasi karena urea, asam urat, dan asam organik hasil
pemecahan makanan dan protein menumpuk dalam darah ketika ada gangguan
pembersihan di ginjal.
Pembatasan protein adalah dengan diet yang mengandung 0,25 gr protein
yang tidak dibatasi kualitasnya per kilogram berat badan per hari. Tambahan
karbohidrat dapat diberikan juga untuk mencegah pecahan protein tubuh. Jumlah
kebutuhan protein biasanya dilonggarkan hingga 60-80 gr/ hari (1,0 kg per hari)
apabila pendrita mendapatkan pengobatan hemodialisis teratur (Price dan wilson,
2006). Asupan cairan sekitar 500 sampai 600 ml lebih banyak dari output urin
selama 24 jam. Asupan kalori harus adekuat untuk pencegahan pengeluaran
energi berlebih.Vitamin dan suplemen diperlukan kerena diet protein yang
dibatasi.Pasien dialisis juga kemungkinan kehilangan vitamin yang larut dalam
darah saat melakukan hemodialisa (Brunner and Suddarth, 2014).
g) Terapi dialisis
Hemodialisa adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut (Raharjo, et al. 2009).
Proses dialisa menyebabkan pengeluaran cairan dan sisa metabolisme
dalam tubuh serta menjaga keseimbangan elektrolit dan produk kimiawi dalam
tubuh (Ignatavicius & Workman 2006).
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari
tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut
sementara cairan dialisat bersikulasi di sekitarnya. Pertukaran limbah dari darah
ke dalam cairan dialisat akan terjadi membran semipermeabel tubulus (Rosdiana
2011).
Proses hemodialis dilakukan 1-3 kali dalam seminggu di rumah sakit
dengan memerlukan waktu sekitar 2-45 jam setiap kali hemodialisis
(Syamsir&Hadibroto 2007).Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan
parameter laboratorium bila LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l .73 m2.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses
difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Rosidana 2011).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, yaitu
air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke
daerah dengan tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis (Rosdiana 2011).
Indikasi inisiasi terapi dialisis:
1. Indikasi absolut
a. Periecarditis
b. Ensefalopati / neuropati azotemik
c. Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik
d. Hipertensi refrakter
e. Muntah persisten
f. BUN > 120 mg % dan kreatinin > 10 mg %
2. Indikasi elektip
a. LFG (formula Cockcroft dan Gault) antara 5 dan 8 ml/m/1,73 m2
b. Mual, anoreksia,muntah, dan astenia berat
Persiapan untuk program dialisis regular, antara lain:
Setiap pasien yang akan menjalani program dialisis regular harus
mendapat
informasi yang harus dipahami sendiri dan keluarganya. Beberapa persiapan
(preparasi) dialisis regular:
1. Sesi dialisis 3-4 kali per minggu (12-15 jam) per minggu
2. Psikoligis yang stabil
3. Finalsial cukup untuk program terapi dialisis regular selama waktu tidak
terbatas sebelum transplantasi ginjal
4. Pemeriksaan laboratorium dan perasat lainnya sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Pemeriksaan ini sangat penting untuk menjamin kualitas
hidup optimal
5. Disiplin pribadi untuk menjalankan program terapi ajuvan :
a. Diet, perbatasan asupan cairan dan buah-buahan
b. Obat-obatan yang diperlukan yang tidak terjangkau dialisis
6. Operasi A-V fistula dianjurkan pada saat kreatinin serum 7 mg/% terutama
pasien wanita, pasien usia lanjut dan diabetes mellitus.
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Kesehatan
a) KeluhanUtama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum),
dan gatal pada kulit.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau anomia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia dan
prostaktektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluraan kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit DM, dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi presdiposisi penyebab..
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit keturunan dikeluarganya supaya dapat mengetahui
ada anggota dikeluarganya yang mengalami penyakit yang sama. Untuk
mempermudah tindakan perawatan selanjutnya.
c. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga
mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien
terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seperti ini
meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
c) Pola eliminasi
Terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan
BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau
tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
d) Aktifitas dan latihan
Pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat menolong
diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e) Pola istirahat dan tidur
Pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata. Tandanya adalah
pasien terliat sering menguap.
f) Pola persepsi dan kognitif
Penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan kesadaran seperti
ngomong ngelantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
g) Pola Peran dan Hubungan
Perubahan pola peran hubungan dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas
fisik untuk melakukan peran.
h) Pola persepsi diri
Konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri jauh
dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
i) Pola mekanisme koping
Emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat,
mudah terpancing emosi.
j) Pola Nilai dan kepercayaan
Pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya.
k) Pola seksual/reproduksi
Kemampuan pasien untuk melaksanakan peran sesuai dengan jenis kelamin.
Kebanyakan pasien tidak melakukan hubungan seksual karena kelemahan tubuh
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara keseluruhan dengan
menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Keadaan Umum
Lemah, aktivitas dibantu, terjadi penurunan sensitivitas nyeri, kesadaran klien
dari compos mentis sampai coma
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine dan retensi
cairan dan natrium.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen menurun
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
3. Intervensi Keperawatan
d. Anjurkan Untuk
keluarga klien mengetahui
mencatat keseimbangan
penggunaan intake dan
cairan output
terutama
pemasukan
dan
pengeluaran
d. Kolaborasi Kolaborasi
dengan ahli dengan ahli gizi
gizi pemberian untuk pemberian
diit rendah diit yang
protein 40 diberikan klien
gram diit
rendah garam
40gram
Agar kadar
e. Kolaborasi protein
dengan dokter seimbang
pemberian
obat ketosteril
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan a. Latih klien Meningkatkan
berhubungan tindakan mobilisasi proses
dengan suplai keperawatan di tempat tidur penyembuhan
oksigen menurun selama 3x 24 jam, dan kemampuan
diharapkan aktivitas
aktivitas klien
dapat dilakukan b. Bantu klien Untuk
secara mandiri mengidentifika mengetahui
dengan kriteria si kemampuan kemampuan
hasil : apa yang klien dalam
- Vital sign dalam masih bisa beraktivitas
batas normal. dilakukan
TD 120/ 90 secara
mmHg mandiri.
Nadi 60-100 x/
menit. c. Latih Untuk melatih
RR 16-24 pergerakan kelenturan dan
x/menit. sendi klien. kekuatan oto
Suhu 37,5o C. dan sendi
- Mampu
melakukan
aktivitas secara d. Buat jadwal Untuk
mandiri. latihan untuk meningkatkan
waktu luang. kemampuan
beraktivitas
Ilustrasi kasus
Seorang wanita umur 56 tahun MRS dengan keluhan utama udema seluruh badan disertai
kelemahan, sering mual, muntah-muntah, anoreksia, sukar tidur, gatal dan kesemutan terutama
didaerah kaki. Riwayat DM sejak umur 40 tahun. TD 140/90 mmHg, N 86x/menit, R 24x/menit,
SB 37,5C. Lab: BUN 30 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, GFR/LGF 59.
A. Pengkajian
Identitas klien
Nama : Ny. J. K
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan suku : Minahasa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Desa Tendeki, Kec. Matuari
Diagnosa medic : CKD
Tanggal masuk : 1 Februari 2020 jam : 00.21
Penanggung jawab
Nama : Tn. A.N
Umur : 35 tahun
Pendidikan : Tamatan SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Kristen Prostestan
Alamat : Desa Tendeki, Kec. Matuari
Hubungan dengan klien : Suami
a. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan udema di seluruh badan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke Rumah sakit diantar oleh keluarga dengan keluhan utama udema
seluruh badan disertai kelemahan, sering mual, muntah-muntah, anoreksia, sukar
tidur, gatal dan kesemutan terutama didaerah kaki.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit DM sejak umur 40 tahun.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Tidak
ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit Jantung, Asma, Ginjal.
b. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap Kesehatan
Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas seperti biasanya,
Klien mengatakan sehat itu penting
Saat sakit : Klien mengatakan memeriksakan ke fasilitas kesehatan, dan
berharap penyakitnya cepat sembuh dengan pertolongan medis
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum Sakit : Klien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk. 1 porsi
dihabiskan, tidak ada pantangan makan, makanan yang disukai
tahu dan tempe. porsi minum ±1600 cc sehari air putih. BB 58kg
Saat sakit : Klien makan 3x sehari dengan menu bubur, sayur, lauk, 1/2 porsi
habis, diit khusus rendah garam, rendah protein. Porsi minum ±900
cc sehari air putih. BB 55kg
c. Pola eliminasi
Sebelum Sakit : Klien BAB 1x sehari, konsistensi padat berwarna kuning
kecoklatan. Pasien BAK 4-5x sehari sebanyak 1000-1500,
konsistensi urine berwarna kekuningan, perasaan setelah BAK
tidak lega
Saat sakit : Klien belum BAB, konsistensi lembek berwarna coklat. Pasien
BAK sebanyak 600-700cc sehari, konsistensi urine berwarna
kuning pekat, menggunakan kateter
Analisa Keseimbangan Cairan
Intake :
a) Minum = 900cc
Output
a) Urine = 650cc
b) Muntah = 10cc
c) Iwl = BBx15/24jam = 55 x 15 = 34,3
Analisa
c. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
TD : 140/90 mmHg
N : 86x/menit
R : 24x/menit
SB : 37,5C
b. Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : rambut hitam dan ada sedikit berwarna putih, panjang , tidak
mudah rontok, kulit kepala kotor
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
b) Leher
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran tiroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c) Mata
Inspeksi : konjungtiva tampak anemis , kelopak mata tampak sayu, sklera
tidak ikterik, simetris mata kanan dan kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d) Telinga :
Inspeksi : simetris telinga kanan dan kiri , terdapat serumen , tidak terdapat
cairan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e) Hidung
Inspeksi : lubang hidung kanan dan kiri simetris, tidak ada polip, tidak
menggunakan alat bantu pernapasan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
penciuman : baik
f) Mulut
Inspeksi : mukosa kering , tidak memakai gigi palsu, tidak ada tonsilitis,
terdapat karies
g) Kulit
Inspeksi : kulit kering , terasa gatal dan kesemutan, edema
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h) Dada ( Jantung , paru – paru )
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar BJ I dan BJ II , tidak terdengar BJ 3
Paru-paru
Inspeksi : simetris dada kanan dan kiri, warna kulit rata, taktil fremitus
teraba sama, pengembangan dada sama antara kanan dan kiri.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, getaran antara kanan dan kiri teraba sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
i) Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi tampak datar
Auskultasi : terdengar bising usus 18 x/menit
Perkusi : Tympani
j) Genetalia : Terpasang DC , DC bersih setiap pagi dibersihkan .
k) Ekstremitas
Atas : terpasang infus di tangan sebelah kiri, rentang gerak aktif , akral
hangat, edema
Bawah : rentang gerak aktif, akral hangat, edema dan gatal
c. Pemeriksaan Penunjang
BUN 30 mg/dl
kreatinin 1,5 mg/dl
GFR/LGF 59
A. ANALISA DATA
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen menurun
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sindrom uremia
C. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan
Diagnosa Intervensi Rasional
. Kriteria Hasil
1 Kelebihan volume Setelah dilakukan a. Monitor Mengetahui
cairan berhubungan tindakan Tanda-tanda keadaan umum
dengan penurunan keperawatan vital klien
haluran urine dan selama 3 x 24 jam
retensi cairan dan diharapkan b. Kaji status Untuk
natrium. kelebihan volume cairan ; mengetahui
cairan dapat timbang berat masukan
berkurang dengan badan, dan
kriteria hasil : keseimbangan pengeluaran
- Klien bebas dari masukan dan cairan
edema haluaran,
- Klien dapat turgor kulit
mempertahankan dan adanya
bunyi paru bersih edema.
- BB stabil
- Turgor kuli c. Batasi Untuk
normal masukan mengetahui
- Tidak ada cairan. adanya
oliguria kekurangan /
- Seimbang antara kelebihan cairan
intake dan output
d. Monitor tanda Pembatasan
kelebihan/kek cairan,
urangan cairan pengeluaran
urin, dan
respon terhadap
terapi
e. Anjurkan Untuk
keluarga klien mengetahui
mencatat keseimbangan
penggunaan intake dan
cairan output
terutama
pemasukan
dan
pengeluaran
d. Kolaborasi Kolaborasi
dengan ahli dengan ahli gizi
gizi pemberian untuk pemberian
diit rendah diit yang
protein 40 diberikan klien
gram diit
rendah garam
40gram
Agar kadar
e. Kolaborasi protein
dengan dokter seimbang
pemberian
obat ketosteril
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan a. Monitor Mengetahui
berhubungan tindakan Tanda-tanda keadaan umum
dengan keletihan, keperawatan vital klien
anemia, retensi selama 3x 24 jam,
produk sampah dan diharapkan b. Latih klien Meningkatkan
prosedur dialisis aktivitas klien mobilisasi di proses
dapat dilakukan tempat tidur penyembuhan
secara mandiri dan kemampuan
dengan kriteria aktivitas
hasil :
- Vital sign dalam c. Bantu klien Untuk
batas normal. mengidentifika mengetahui
TD 120/ 90 si kemampuan kemampuan
mmHg apa yang klien dalam
Nadi 60-100 x/ masih bisa beraktivitas
menit. dilakukan
RR 16-24 secara
x/menit. mandiri.
Suhu 37,5o C.
- Mampu d. Latih Untuk melatih
melakukan pergerakan kelenturan dan
aktivitas secara sendi klien. kekuatan oto
mandiri. dan sendi
Berkolaborasi persiapan HD
08.30 Hasil:
Jadwal HD hari Senin dan Kamis
A:
Memonitor tanda kelebihan/kekurangan cairan
Masalah kelebihan volume cairan belum
Hasil:
teratasi
07.20 Klien mengatakan masih bengkak di seluruh
badan
Balance cairan +170,7cc P:
Intervensi dilanjutkan
P:
Intervensi dilanjutkan
07.25 Mengkaji status cairan
Memonitor keseimbangan
intake-output
Batasi masukan cairan