Anda di halaman 1dari 17

MAKALA RDS (Respiratory Distress Syndrome)

DISUSUN OLEH :
NAMA : NURUL FARHANA
NIM : 191440101008

KEPALA RUANGAN PERINATAL :

NOVI CATARINA,AM KEP

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES ‘AISYIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Adapun makalah tentang telaah jurnal “ respiratory distress syndrome ”
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan pembimbing kepada
penulis.

Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari
Allah SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah ini
jauh dari kata sempurna. Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata
semoga ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara efektif.
Terima kasih.

Karawang, maret 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan masalah ................................................................................
C. Tujuan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi ...............................................................................................
B. Etiologi ................................................................................................
C. Patofisilogi ...........................................................................................
D. Pathway ................................................................................................
E. Manifestasi klinis .................................................................................
F. Penatalaksanaan medis ........................................................................
G. Pemeriksaan diagnostic ........................................................................
H. Komplikasi ...........................................................................................
I. Prognosis ..............................................................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ...........................................................................................
B. Diagnosis keperawatan ........................................................................
C. Intervensi .............................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpuan ...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

A. Latar belakang BAB I


PENDAHULUAN
Kegawatan pernafasan ( Respiratory Distress syndrome ) pada anak merupakan penyebab
utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian neonatus
disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur,
insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80%
terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu.
Tingginya angka kejadian tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi para tenaga
kesehatan, mahasiswa S1 keperawatan yang merupakan calon tenaga kesehatan
profesional, yang nantinya akan selalu berhubungan dengan penderita atau anak dengan
resiko menderita RDS, harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam mencegah
dan membantu mengatasi tersebut dan dapat dipertanggungjawabkan pada pasien dan tim
kesehatan lain
Sindrom gawat napas dewasa (ARDS), juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik,
adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen
arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan
ventilasi mekanis yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran
yang luas dari faktor yang berkaitan dengan terjadinya ARDS, termasuk cedera langsung
pada paru-paru seperti inhalasi asap, atau gangguan tidak langsung pada tubuh, seperti
syok.
Patofisiologi, ARDS terjadi sebagai akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang
mengakibatan kebocoran cairan kedalam ruang intertitial alveolar dan perubahan dalam
jaring-jaring kapiler. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan subkutan,
yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun paru-paru
kaku. Akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat, dan hipokapnia.
ARDS telah menunjukan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50% sampai
70%. Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat ditentukan,
serta diobati secara dini dan agresif, terutama penggunaan tekanan ekspirasi akhir positif
(PPEP).
B. Rumusan masalah

C. Tujuan
1. Tujuan umum
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang immatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
hyaline membran disease ( HMD ), (Suriadi, 2001).
ARDS, disebut juga sindrom gawat napas dewasa, yang merupakan ancaman utama untuk
anak yang berada pada masa pemulihan dari penyakit berat. Sindrom ini dicirikan dengan
gawat napas dan hipoksemia yang terjadi dalam 72 jam cedera berat atau pembedahan pada
orang-orang yang sebelumnya mmiliki paru-paru normal.
Ciri utama ARDS adalah peningkatan permebilitas membran kapiler alveolus yang
menyebabkan edema pulmonal. Paru-paru menjadi kaku, difusi gas, mengalami gangguan ,
dan akhirnya terdapat pembengkakan mukosa bronkiolar dan ateletaksis kongesif. Sekresi
surfaktan berkuran, dan ateletaksis serta alveoli berisi cairan menjadi media yang sangat baik
untu pertumbuhan bakteri. Kriteria untuk diagnosis ARDS pada anak-anak adalah penyakit
atau cedera anteden akut, gawat atau gagal napas akut tida ada bukti penyakit
kardiopulmonal sebelumnya, dan infiltrat bilateral difus yang dapat dilihat dengan radiografi
dada.

B. Etiologi
Dihubungkan dengan usia kehamilan, semakin muda seorang bayi, semakin tinggi resiko
ARDS sehingga menjadikan perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
Pasien menderita gagal napas akut. Paru – paru terganggu sebagai akibat terbentuknya cairan
di dalam paru-paru. Cairan terbentuk didalam jaringan paru-paru (interstitium) dan alveolus.
Cairan dan pengerasan ini merusak kemampuan paru-paru untuk membawa udara masuk dan
keluar (ventilasi). Ini merupakan respon inflamasi di dalam jaringan paru-paru. Kerusakan
pada surfactant di dalam alveolus menyebabkan kolaps alveolar, lebih lanjut merusak
pertukaran gas. Suatu usaha untuk memperbaiki kerusakan alveolar dapat mengarah pada
fibrosis di dalam paru-paru. Bahkan ketika tingkat pernapasan naik, oksigen dalam jumlah
cukup tidak bisa masuk dalam sirkulasi (hipoksemia). Saturasi oksigen berkurang. Terjadi
asidosis pernapasan, dan pasien tampak sulit bernapas.
Ini paling umum terjadi karena syok, sepsis, atau sebagai akibat dari trauma atau cedera
inhalasi. Pasien mungkin tidak punya sejarah gangguan paru-paru, juga dikenal sebagai Adult
Respiratory Distress Syndrome

C. Patofisiologi
Pada bayi dengan RDS, dimana tidak adanya kemampuan paru untuk mengembang dan
alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur menyebabkan gagal pernafasan karena
immaturnya dinding dada, parenchim paru, dan immaturnya endotellium kapiler yang
menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.
Pada kasus yang terjadi akibat tidak adanya atau kurangnya, atau berubahnya komponen
surfaktan pulmoner. Surfaktan suatu kompleks lipoprotein, adalah bagian dari permukaan
mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegahnya kolapsnya alveolus tersebut. surfaktan
dihasilkan oleh sel-sel pernafasan tipe II di alveoli. Bila surfakatan tersebut tidak adekuat,
akan terjadi kolaps alveolus dan mengakibatkan hipoksia dan retensi CO2 mengakibatkan
asidosis Kemudian terjadi konstriksi vaskuler pulmoner dan penurunan perfusi pilmoner,
yang berakhir sebagai gagal nafas progresif, terjadi hipoksemia progresif yang dapat
menyebabkan kematian. ( Nelson,2000)

D. Fathway

kehamilan

Perkembangan pada sistem


pernafasan

Usia kehamilan muda

Tidak adekuatnya jumlah


surfaktan dalam paru

Cairan terbentuk di dalam


paru - paru
Perkembangan immature pada
sistem pernafasan

Inlfamasi

Gagal nafas akut

Timbul serangan

Trauma endothelium Trauma type II


paru dan epithelium pneumocytes
alveolar

Peningkatan Kerusakan jaringan Penurunan


permeabilita paru surfactan
s
Edema pulmonal Atelectasis

Alveoli terendam Penurunan Abnormalitas ventilasi


pengembangan paru perfusi

Hipervolemia Hipoksemia Gangguan pertukaran


gas

Pola nafas tidak Hipotensi


efektif

Ansietas Perfusi jaringan


Gelisah, tegang, dan
perifer tidak efektif
khawatir

Bersihan jalan nafas Peningkatan produksi


tidak efektif sekret
E. Manifestasi klinis

1. Hipoksemia : tingkat oksigen di dalam darah tidak cukup, meskipun diberi tambahan
oksigen 100%.
2. Sesak napas (dyspnea) : naiknya kebutuhan oksigen untuk memenuhi permintaan tubuh.
Kebutuhan oksigen akan meningkat ketika cairan terbentuk di dalam paru-paru dan
bertambah buruk.
3. Edema paru-paru : terbentuk cairan di dalam paru-paru
4. Frekuensi pernapasan lebih dari 20 per menit (tachypnea) : bernapas menjadi lebih cepat
dalam upaya mendapatkan oksigen ke dalam tubuh.
5. Suara napas turun : lebih sulit di dengar melalui cairan dalam alveolus, tidak ada
pergerakan udara di dalam alveolus yang kolaps.
6. Kecemasan : akibat tidak mendapatkan cukup oksigen.
7. Serentetan suara keras (pecahan) terdengar di dalam paru-paru : udara bergerak melalui
cairan dalam alveolus dan jaringan udara kecil pada inspirasi dan ekspirasi (awalnya
tidak terdengar)
8. Bunyi rhonchi : akibat inflamasi atau terdapat lender. Ini mempersempit jalan udara,
menciptakan suara ketika udara berjalan sepanjang jalan udara yang telah sempit.
9. Kurang istirahat : karena tingkat oksigen kurang.
10. Sianosis : karena tidak ada oksigenasi.
11. Penggunaan otot – otot pernapasan tambahan : retraksi antara tulang rusuk (antara tulang
iga) dan di bawah tulang dada (substernal). .
F. Penatalaksanaan medis

Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk menghentikan proses inflamasi, penanganan
ARDS difokuskan pada 3 hal penting yaitu :

1. Mencegah lesi paru secara iatrogenic


2. Mengurangi cairan didalam paru
3. Mempertahankan oksigenasi jaringan

Terapi umum :
1. Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara antara lain drainase pus, antibiotika,
fiksasi bila ada fraktur tulang panjang.
2. Sedasi dengan kombinasi opiate benzodiasepin, oleh karena penderita akan memerlukan
bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis minimal.
3. Memperbaiki hemodinamik untuk mneingkatkan oksigenasi dengan memberikan cairan,
obat – obat vasodilator/konstriktor, inotropic, atau diuretikum.

Terapi ventilasi :

1. Ventilasi mekanik dengan intubasi endotracheal merupakan terapi yang mendasar pada
penderita ARDS bila ditemukan laju nafas > 30x/menit atau terjadi peningkatan
kebutuhan FiO2 > 60% (dengan menggunakan masker wajah) untuk mempertahankan
PO2 sekitar 70 mmHg atau lebih dalam beberapa jam.
2. Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I:E terbalik disertai dengan
PEEP untuk membantu mengembalikan cairan yang membanjiri alveolus dan
memperbaiki atelectasis sehingga memperbaiki ventilasi dan perfusi (V/Q).
3. Tergantung tingkat keparahannya, maka penderita dapat diberi non invasive ventilation
seperti CPAP, BIPAP atau Positive Pressure Ventilation. Walaupun demikian metode ini
tidak direkomendasikan bagi penderita dengan penurunan kesadaran atau dijumpai
adanya peningkatan kerja otot pernafasan disertai peningkatan laju nafas dan PCO2 darah
arteri.
4. Pemberian volume tidal 10-15 ml/kg dapat mengakibatkan kerusakan bagian paru yang
masih normal sehingga terjadi robekan alveolus, deplesi surfaktan dan lesi alveolar –
capillary interface. Untuk menghindari dipergunakan volume tidal 6-7 ml/kg dengan
tekanan puncak inspirasi < 35cm H2O, plateu inspiratory pressure yaitu < 30cm H2O dan
oemberian positive end expiratory pressure (PEEP) antara 8 sampai 14 cm H2O untuk
mencegah atelektase dan kolaps dari alveolus.
5. Penggunaan PEEP dan FiO2 tidak ada ketentuan mengenai batas maksimal.

Terapi lain :

1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap
dalam batas normal ( 36,50-370C ) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator.
Kelembapan ruangan juga harus adekuat ( 70-80%)
2. Pemberian oksigen .
Pemberian oksigen harus hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur.
Untuk mencegah timbulnya komplikasi tersebut pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan
pemeriksaan analisa gas darah.
Rumatan PaO2 antara 50-80mmHg dan PaCO2 antara 40 dan 50 mmHg, dengan rumatan
O2 2L.
3. Pemberian cairan dan elektrolit.
Pada permulaan diberikan glukose 5-10% 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis yang selalu
dijumpai
Harus segera dikoreksi dengan NaHCO3 secara intravena, dengan rumus pemberian :
NaHCO3( mEq ) =Defisit basa X 0.3 X BB bayi.
4. Pemberian antibiotik, untuk mnecegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penissilin
dengan dosis 50000-100000 U/kgBB/hari dengan atau tanpa gentamicin3-5/kgBB/hari.

G. Pemeriksaan diagnostic
1. Foto thoraks
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling tumpah tindih.
b. Tanda paru sentral batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi dari ibu
diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif )
d. Bayangan timus yang besar.
e. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit berat jika
terdapat pada beberapa jam pertama.
2. Gas Darah Arteri menunjukan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya penurunan
pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan HCO3.
3. Hitung darah lengkap,
4. Perubahan Elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium, natrium, kalium dan
glukosa serum
H. Komplikasi
1. Pneumothorak
2. Pneumomediastinum
3. Hipotensi
4. Menurunya pengeluaran urine
5. Asidosis
6. Hiponatremi
7. Hipernatremi
8. Hipokalemi
9. Disseminated intravaskuler coagulation ( DIC )
10. Kejang
11. Intraventricular hemorhagi
12. Infeksi sekunder.
13. Murmur

I. Prognosis
Pengenalan dan perawatan awalnya krisis. Bahkan dengan perawatan intensif, ARDS
mempunyai tingkat kematian 50 sampai 60 persen. Beberapa pasien akan menderita jenis
ARDS yang lebih kronis yang secara permanen mengubah paru – paru. Pasien mungkin
memerlukan ventilasi tiruan jangka panjang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala:
a. Kekurangan energy/kelelahan
b. Insomnia
2. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat adanya trauma pada paru dan syok, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Tanda :
a. TD: dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi hipoksia): hipotensi
terjadi pada tahap lanjut (syok) atau dapat factor pencetus seperti pada eklampsia.
b. Frekuensi jantung : takikardia biasanya ada.
c. Bunyi jantung : normal pada tahap dini: S2 (komponen paru) dapat terjadi.
d. Disritmia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal.
e. Kulit dan membrane mukosa: pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi (tahap lanjut).
3. Integritas EGO
Gejala :
a. Ketakutan
b. Ancaman perasaan takut.

Tanda :

a. Gelisah
b. Agitasi
c. Gemetar
d. Mudah terangsang
e. Perubahan mental.
4. Makanan/cairan
Gejala :
a. kehilangan selera makan
b. mual/muntah

Tanda :

a. Edema
b. Perubahan berat badan.
c. Berkurangnya bunyi usus.
5. Neurosensori
Gejala/tanda
:
a. Adanya trauma kepala.
b. Mental lamban, disfungsi motor.
6. Pernapasan
Gejala :
a. Adanya aspirasi, inhalasi asap/gas, infeksi disfus paru.
b. Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara.

Tanda :

a. Pernapasan: cepat, mendengkur, dangkal.


b. Peningkatan kerja napas; penggunaan otot aksesori pernapasan, contoh retraksi
interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
c. Bunyi napas : pada awal normal. Krekels, ronki, dan dapat terjadi bunyi napas
bronchial.
d. Perkusi dada: bunyi pekak di atas area konsolidasi.
e. Ekspansi dada menurun atau tak sama.
f. Peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan palpatasi).
g. Sputum sedikit, berbusa.
h. Pucat atau sianosis.
i. Penurunan mental, bingung.
B. Diagnosis keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Gangguan pertukaran gas
3. Hiperpolemia
4. Pola nafas tidak efektif
5. Ansietas

C. Intervensi
Diagnosis Intervensi
Gangguan pertukaran gas  Pemantauan respirasi

Observasi
- Memonitor frekuwensi, irama, kedalaman dan upaya nafas,
monitor pola nafas ( bradipneu, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chynr – stroks, biot, ataksis)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x –ray

Teurapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasilpemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

 Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi
dan Yuliani, 2001).
 Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksio sesaria
 Adapun Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga kesulitan berkembang.
 Adapun cara pencegahan RDS yang efektif yaitu : Mencegah kelahiran < bulan (premature), Mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, Management yang tepat, Pengendalian
kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM, Optimalisasi kesehatan ibu hamil dan cek
kematangan paru melalui cairan amnion.
 Gejala klinikal yang timbul dari penyakit RDS yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
 Adapun beberapa klasifikasi dari penyekit RDS ada 3 yaitu : gangguan pernafasan ringan, gangguan
pernafasan sedang dan gangguan pernafasan berat.
 Beberapa tindakan untuk mengatasi kegawat daruratan pernafasan yaitu : Mempertahankan ventilasi dan
oksigenasi adekuat, Mempertahankan keseimbangan asam basa, Mempertahankan suhu lingkungan
netral, Mempertahankan perfusi jaringan adekuat, Mencegah hipotermia, Mempertahankan cairan dan
elektrolit adekuat.

3.2  Saran

 Kepada ibu hamil dianjurkan agar selalu menjaga kehamilannya dan memeriksakan kehamilannya secara
rutin kepada tenaga kesehatan agar dapat mengurangi penyakit kelainan bawaan pada neonates dan
apabila terdapat kelainan dapat di deteksi secara dini.
 Hindari terjadinya kelahiran bayi premature karena bayi premature memungkinkan terjadinya penyakit
RDS terhadap bayi
 Dan apabila pada ibu hamil dengan riwayat penyakit diabetes militus maka sebaiknya ibu menjaga pola
makannya terutama diet terhadap glukosa agar resiko terjadinya RDS pada bayinya menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik.  2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier : St. Louis Missouri

Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

http://www.scribd.com/doc/50783794/AKB-INDONESIA

Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai