Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDIDIKAN KESEHATAN
DAN ILMU PERILAKU
(Dalam Kesehatan Masyarakat)
A. Kesehatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan baik seluruh badan
serta bagian bagiannya (bebas dari rasa sakit); waras. Sedangkan menurut World
Health Organization, kesehatan merupakan suatu keadaan yang sempurna baik
fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Undangundang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan bahwa kesehatan
merupakan keadaan sejahtera baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkingkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Batasan ini berangkat dari batasan kesehatan menurut World Health Organization
(WHO), yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna
baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Berdasarkan batasan kesehatan menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun
2009, kesehatan tidak hanya mencakup aspek fisik, mental,
spritual dan sosial tetapi juga melihat dari aspek ekonomi. Hal ini berarti bahwa
kesehatan sesorang juga dinilai dari produktifitasnya baik secara ekonomi
(pekerjaan yang menghasilkan nilai ekonomis) maupun secara sosial (kegiatan yang
memberikan manfaat sosial bagi diri dan orang lain).
Keempat dimensi kesehatan tersebut (fisik, mental, spritual dan sosial) saling
mempengaruh dalam mewujudkan tingka kesehatanindividu, kelompok, atau
masyarakat. Sehingga kesehatan itu tidak hanya dinilai dari satu atau dua aspek,
tapi melihat secara menyeluh dari semua aspek (holistik). Wujud dari masingmasing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut :
1. Kesehatan fisik (badan) terwujud apabila seseorang tidak merasakan sakit,
dimana fungsi fisiologis tubuh berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup dua komponen utama yakni pikiran dan
emosional. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir seseorang secara logis (masuk
akal). Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya semisal takut, gembira, sedih, khawatir, dll.
3. Kesehatan spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur dan ibadahnya terhadap sang pencipta alam beserta isinya. Atau dengan
kata lain, sehat secara spiritual dapat dilihat dari praktek keagamaan atau
kepercayaannya.

4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan/berinteraksi


secara baik dengan dengan lingkungan sosialnya. Interaksi tersebut berdasarkan
nilai yang tidak membeda-bedakan suku, ras, agama, status sosial, status ekonomi
dan sebagainya, yang didasari rasa saling menghargai dan toleransi.
Muhammmad Najib Bustan memberikan batasan sehat setidak-tidaknya terbebas
dari 6 D :
1. Death (Kematian)
2. Disease (Penyakit)
3. Disability (Kecacatan /Ketidakmampuan)
4. Discomfort (Kekurang-nyamanan)
5. Dissatisfaction (Kekurang-puasan)
6. Destitution (Kemelaratan).
B. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan adalah segala upaya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Upaya untuk
mewujudkan kesehatan tersebut dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat,
pemerintah maupun sektor swasta. Upaya tersebut dapat dilihat dari 2 (dua) aspek,
yakni peningkatan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Peningkatan kesehatan
mencakup 2 (dua) aspek, yakni promotif (peningkatan kesehatan) dan preventif
(pencegahan penyakit), sedangkan pemeliharaan kesehatan juga mencakup 2 (dua)
aspek, yakni kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
Upaya kesehatan terkonsentrasi dan diwujudkan dalam satu wadah pelayanan
kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan tersebut pada
umumnya dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yakni :
1. Sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary care)
Sarana pelayanan kesehatan ini adalah sarana yang paling dekat pada masyarakat
untuk kasus-kasus ringan, atau merupakan sarana pelayanan kesehatanyang
bersentuhan langsung dengan masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya
puskesmas non perawatan, poliklinik, dokter praktek, dll
2. Sarana pelayanan kesehatan tingkat dua (secondary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan dari kasus-kasus lanjutan yang tidak mampu
ditangani di sarana pelayanan kesehatan primer karena keterbatasan sarana dan
sumber daya yang tersedia. Misalnya puskesmas perawatan, rumah bersalin,
maupun rumah sakit tipe C atau D.

3. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)


Sarana pelayanan kesehatan rujukan dari kasus-kasus yang tidak mampu ditangani
di sarana pelayanan kesehatan primer maupun sekunder. Misalnya rumah sakit tipe
A atau B.
C. Kesehatan Masyarakat
Secara umum ilmu tentang kesehatan dikelompokkan menjadi dua disiplin ilmu,
yakni kesehatan individu (medicine/kedokteran) dan kesehatan masyarakat (public
health). Beberapa perbedaan antara kedua disiplin ilmu tersebut antara lain sebagai
berikut :
Medicine

Public Health

Individu

Sasaran

Masyarakat

Kuratif & Rehabilitatif

Pelayanan
Kesehatan

Promotif & Preventif

Tidak ada keluhan


sakit,

Angka Kematian
Indikator

Angka Kesakitan

Tidak cacat
Sembuh dari penyakit,
Kesehatan pulih
kembali

Output/Keberhasila
n

Kesejahteraan
masyarakat meningkat

Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat, membuat definisi tentang


kesehatan masyarakat yakni : kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui
usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk :
1) perbaikan sanitasi lingkungan
2) pemberantasan penyakit-penyakit menular
3) pendidikan untuk kebersihan perorangan (personal hygiene)
4) pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosa
dini dan pengobatan
5) pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi
kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai 2
(dua) aspek yakni ilmu (teoritis) dan seni (praktis). Artinya bahwa dalam

penyelenggaraan kasehatan masyarakat harus didasari teori yang mendukung,


begitupun juga bahwa kesehatan masyarakat (terapan) harus mempunyai manfaat
program pengembangan kesehatan itu sendiri. Dilihat dari rang lingkup atau bidang
kajiannya, kesehatan mencakup sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit,
epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen kesehatan, dan sebagainya.
D. Peran Pendidikan Kesehatan Dalam Kesehatan Masyarakat
Kesehatan merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor, baik faktor internal
maupun eksternal. Menurut Blum (1974), kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4
(empat) faktor utama, yakni : faktor lingkungan (environment), perilaku (behavior),
pelayanan kesehatan (health care service), dan faktor keturunan (heredity).
Derajat Kesehatan Masyarakat

Perilaku
Keturunan
Lingkungan
Pelayanan Kesehatan

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat


Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan hendaknya dilakukan dengan
mengintervensi keempat faktor yang mempengaruhi kesehatan tersebut.
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi terhadap faktor
perilaku. namun demikian, ketiga faktor lainnya (lingkungan, pelayanan kesehatan
dan keturunan) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan, karena apabila
kita mencermati lebih jauh lagi, masing-masing faktor punya keterkaitan dengan
perilaku manusia, misalnya : perilaku masyarakat dalam mengelola dan
memanfaatkan sarana sanitasi lingkungan, perilaku masyarakat dalam
mengupayakan peningkatan dan pemeliharaan kesehatannya, keadaran dan
praktek hidup sehat dalam mewariskan nilai dan status kesehatan bagi anak atau
keturunannya. Itulah sebabnya pendidikan kesehatan selalu terkait dengan upaya
untuk memodifikasi perilaku individu, kelompok dan masyarakat dalam rangka
mencapai derajat kesehatan masyarakat.
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN
(Promosi Kesehatan)

A. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan


Dalam rangka upaya meningkatkan dn memelihara kesehatan, intervensi yang
dilakukan terhadap faktor perilaku merupakan langkah yang strategis. Intervensi
tersebut secara umum dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni melalui tekanan
(enforcement) dan pendidikan (education).
1. Tekanan (enforcement)
Upaya ini dilakukan agar individu, keluarga dan masyarakat mengadopsi perilaku
kesehatan dengan cara-cara tekanan, paksaan, penerapan undang-undang atau
peraturan-peraturan (law enforcement), instruksi-instruksi, sanksi, dan sebagainya.
Metode ini dan menimbulkan perubahan perilaku yang diinginkan dengan cepat,
akan tetapi pada umumnya perubahan tersebut tidak bertahan. Hal ini disebabkan
karena perilaku tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan
perilaku tersebut dilaksanakan.
2. Pendidikan (education)
Upaya ini dilakukan agar individu, keluarga dan masyarakat mengadopsi perilaku
kesehatan dengan cara-cara persuasif, himbauan bujukan, arahan, saran,
pemberian informasi, an sebagainya melalui kegiatan yang disebut pendidikan dan
atau penyuluhan kesehatan. Dampak kegiatan ini terhadap perilaku yang diinginkan
membutuhkan waktu yang lama, akan tetapi ketika perilaku kesehatan tersebut
telah berhasil diadopsi dengan baik maka perilaku tersebut akan bersifat menetap.
Hal ini disebabkan karena perilaku didasari oleh pemahaman dan kesadaran
terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan. Agar upaya tersebut efektif, maka
sebelum dilakukan pendidikan perlu dilakukan terlebih dahulu analisis terhadap
masalah yang mendasari pada perilaku awal, dengan mengarahkan intervensi pada
faktor yang mempengaruhi (determinan) perilaku itu sendiri. Menurut Green (1980),
perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yakni :
a) Predisposing factor (faktor mendasar) ; pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan yang dianut masyarakat, sistem nilai
sosial, tingkat pendidikan dan ekonomi, dan sebagainya.
b) Enabling factor (faktor pemungkin) ; ketersediaan fasilitas kesehatan,
ketersediaan dan ketahanan pangan tingkat rumah tangga, dan sebagainya.
c) Reinforcing factor (faktor penguat) ; sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan
tokoh agama serta petugas kesehatan, undang-undang dan atau aturan-aturan
yang terkait dengan kesehatan, dan sebagainya.
Yankes

Status Kesh
Keturunan
Lingkungan
Perilaku
Proses Perubahan
Predisposisi ; Pengetahuan, sikap, nilai, kebiasaan)
Enabling ; sarana & sumber daya
Reinforcing ; Sikap & perilaku petugas
Penyuluhan
Pemberdayaan
Masyarakat
Pelatihan
Pendidikan/Promosi Kesehatan

Gambar 2. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan/Promosi Kesehatan


B. Batasan pendidikan / promosi kesehatan
Pendidikan secara umum merupakan segala upaya yang dilakukan untuk
mempengaruhi orang lain agar melakukan hal-hal yang diharapkan pendidik. WHO
(1984), memberi batasan bahwa pendidikan kesehatan merupakan proses
membuat individu/masyarakat mampu mengontrol dan memperbaiki kesehatannya.
Sedangkan menurut Wood (1926), menekankan bahwa pendidikan kesehatan
adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan
kebiasaan / perilaku yang berhubungan dgn kesehatan perorangan dan masyarakat.
Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan proses
perkembangan yang dinamis (menerima/menolak informasi), sikap maupun perilaku
baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat.
Output yang diharapkan dari pendidikan khususnya pendidikan kesehatan adalah
terbentuknya perilaku baru yang sesuai dengan harapan pendidikan yang
bermanfaat dan memberikan nilai bagi upaya peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan. Beberapa dimensi perilaku tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Perilaku ; Perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kesehatan diubah menjadi perilaku yag mengandung nilainilai kesehatan, atau dari perilaku negatif ke perilaku positisif. Misalnya kebiasaan

merokok, minum minuman keras, ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya
pada petugas kesehatan, termasuk bermalasan-malasan juga merupakan salah satu
perilaku yang harus diubah, dan sebagainya.
2. Pembinaan Perilaku ; Pembinaan ini ditujukan kepada perilaku individu, keluarga
dan masyarakat yang sudah sehat agar dipertahankan. Misalnya olahraga teratur,
makan dengan menu seimbang, membuang sampah pada tempatnya, dan
sebagainya.
3. Pengembangan Perilaku ; pengembangan perilaku sehat ditujukan membiasakan
hidup sehat pada usia dini. Misalnya membiasakan anak untuk mencuci angan
sebelum makan dan setelah melakukan aktifitas fisik, mengosok gigi dan mandi
secara teratur, dan sebagainya.
Dari uraian diatas, secara konsep pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk
mempengaruhi individu, keluarga dan masyarakat agar melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat. Sedangkan secara operasional pendidikan kesehatan
adalah upaya untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (psikomotorik) kepada individu,
keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan dan memelihata kesehatannya
secara mandiri.
Dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan selama bertahun-tahun, mengalami
beberapa kendala dalam mengintervensi faktor perilaku. Hambatan yang paling
dirasakan adalah upaya intervensi pada faktor pendukung dari perilaku itu
sendiri (enabling factor) antara lain penyediaan sarana dan prasarana sebagai
konsekuensi dari upaya perubahan perilaku. Maka dari itu dilakukanlah upaya
promosi kesehatan yang merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan masa
lampau, dimana dalam promosi kesehatan bukan hanya proses pemberian dan/atau
peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan kesehatan saja, tetapi
juga disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku tersebut dalam bentuk
penyediaan sarana dan prasarana.
WHO merumuskan bahwa Health promotion is the process of enabling people to
control over and improve their health. To reach a state of complete physical,
mental, and social well-being, and individual or group must be able to identify and
realize aspiration, to satisfy needs, and to charge or cope with the environment
(Ottawa Charter, 1986). Atau Promosi kesehatan merupakan proses untuk
meningkatkan kemampuan orang (individu dan masyarakat) untuk
mengontrol/memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk
mencapai keadaan yang sejahtera (fisik, mental, dan sosial), maka
individu/masyarakat harus mampu mengidentifikasi dan mewujudkan aspirasi untuk
memenuhi kebutuhan dan mengatasi lingkungannya (Piagam Ottawa, 1986).
Hal ini berarti bahwa promosi kesehatan tidak hanya berkonsentrasi pada
peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan saja tetapi lebih dari itu promosi

kesehatan merupakan upaya kesehatan yang dirancang untuk membawa perbaikan


, dalam diri indivdu, keluarga dan masyarakat dengan mempertimbangkan aspek
penyehatan lingkungan (fisik, biologi, sosial budaya, politik dan sebagainya) dalam
rangka meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka.
C. Visi, misi, dan strategi
Visi dalam konteks ini adalah apa yang diinginkan dalam pendidikan / promosi
kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Visi tersebut tidak
terlepas dari konsep WHO maupun yang tertuang dalam Undang-undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2009, yakni meningkatkan kemampuan individu, keluarga dan
masyarakat untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka baik fisik,
mental, sosial maupun spiritual sehinga produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk
mencapai visi tersebut, perlu langkah-langkah tertentu yang disebut misi. Misi
pendidikan/ promosi kesehatan dapat dirumuskan menjadi 3 (tiga) butir yakni :
1. Advocate (mempengaruhi) ; kegiaatan ini ditujukan kepada para pembuat
keputusan, di berbagai sektor yang terkait dengan program kesehatan. Hal ini
dilakukan agar mereka mempercayai dan meyakini bahwa program yang
ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan politik.
2. Mediate (menjembatani) ; melihat keterkaitan kesehatan dengan berbagai sektor,
maka perlu menjalin kemitraan baik antar progran dalam sektor kesehatan maupun
dengan berbagai sektor yang terkait diluar kesehatan.
3. Enable (memampukan) ; memberikan keterampilan kepada individu, keluarga
dan masyarakat terkait nilai-nilai kesehatan agar mereka mampu secara mandiri
untuk mengusahakan kesehatannya.
Berdasarkan rumusan visi dan misi tersebut, maka untuk ketercapaian secara
efektif dan efisien diperlukan pendekatan strategis. Strategi global promosi
kesehatan menurut WHO adalah melalui advocate (mempengaruhi), social support
(dukungan sosial) dan empowerment (pemberdayaan masyarakat). Sedangkan
strategi promosi kesehatan berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter)
dikelompokkan menjadi 5 (lima) butir :
1. Kebijakan berwawasan kesehatan (health public policy)
2. Lingkungan yang mendukung (environment supportive)
3. Reorientasi pelayanan kesehatan (reoriented health service)
4. Keterampilan individu (personal skill)
5. Gerakan masyarakat (community action)
D. Sasaran dan tujuan

Sasaran utama pendidikan / promosi kesehatan adalah masyarakat khususnya


perilaku masyarakat. Berdasarkan tahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran
digolongkan dalan 3 (tiga) kelompok yaitu :
1. Sasaran Primer ; ditujukan kepada masyarakat langsung sebagai objek program,
misalnya ibu hamil dan menyusui (untuk progran KIA/KB) ataupun anak sekolah
(untuk program kesehatan remaja). Upaya ini sejalan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat(empowerment).
2. Sasaran Sekunder ; ditujukan kepada para tokoh masyarakat dan tokoh agama
dengan harapan agar menjadi jembatan dalam penyebarluasan informasi
kesehatan. Upaya ini sejalan dengan strategi dukungan sosial (social support).
3. Sasaran Tersier ; ditujukan kepada para pembuat kebijakan terkait kesehatan
dengan harapan agar kebijakan atau kepuusan yang dihasilkan berdampak positif
terhadap kesehatan. Upaya ini sejalan dengan strategi mempengaruhi (advocate).
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup atau cakupan pendidikan / promosi kesehatan dapat dilihat dari 3
(tiga) dimensi, yakni :
1. Dimensi Aspek Pelayanan Kesehatan
a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif
Sasaran pendidikan kesehatan pada aspek promotif adalah orang sehat. Kelompok
orang sehata dalam suatu komunitas mencapai 80 85% dari total populasi.
Pendidikan kesehatan ada kelompok ini perlu dilakukan agar orang sehat tetap
dibina kesehatannya, bahkan ditingkatkan.
b. Pendidikan kesehatan pada aspek preventif
1) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
2) Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
3) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
2. Dimensi Tatanan Pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai dari individu dalam
keluarga sebagai unit masyarakat kecil. Sasaran utama pendidikan kesehatan
adalah orang tua terutama ibu, karena ia merupakan peletak dasar perilaku
terutama bagi anak-anaknya.
b. Pendidikan kesehatan pada tantanan sekolah

Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan dalam keluarga.


Oleh sebab itu lingkungan sekolah yang sehat akan sangat berpengaruh terhadap
periaku sehat murid. Kunci utama pendidikan kesehatan di sekolah adalah guru
yang pada umumnya lebih dipatuhi oleh murid-muridnya. Untuk itu perilaku guru
harus mencerminkan nilai-nilai kesehatan.
c. Pendidikan kesehatan pada tatanan tempat kerja
Lingkungan kerja yang sehat akan mendukung kesehatan pekerja yang pada
akhirnya akan menghasilkan produktifitas yang optimal. Sasaran pendidikan
kkesehatan di tempat kerja adalah para manager institusi tempat kerja sehingga
mereka peduli dan mau berbuat untuk meningkatkan kesehatan pekerjanya dan
mengembangkan unit pendidikan kesehatan di tempat kerja, misalnya
pembentukan unit K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
d. Pendidikan kesehatan pada tatanan tempat-tempat umum
Sasaran pendidikan kesehatan pada tatanan ini adalah para pengelola tempattempat umum seperti pasar, terminal, pusat perbelanjaan, taman kota, tempattempat olah raga, dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut harus dilengkapi
fasilitas kesehatan dan sanitasi terutama WC umum dan air bersih. Selain itu
sebaiknya diimbangi dengan himbauan-himbauan kesehatan dan kebersihan
melalui leaflet, poster, spanduk, dll.
e. Pendidikan kesehatan pada tatanan fasilitas pelayanan kesehatan
Kadang sangat ironis ketika lingkungan dan perilaku pengelola fasilitas pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik, dll yang kurang mencerminkan
nilai-nilai kesehatan. Misalnya ada beberapa fasilitas kesehatan yang WCnya kotor,
tidak tersedia air bersih, petugas yang merokok, lantai berdebu, dan sebagainya.
Sasaran utama pendidikan kesehatan disini adalah pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatansebgai penanggung jawab atas terlaksananya pendidikan/promosi
kesehatan di tempat tersebut. Para pemimpin fasilitas kesehatan diberikan
advokasi, sedangkan karyawannya diberikan pelatihan-pelatihan, bahkan di
beberapa rumah sakit mengembangkan unit pendidikan/promosi kesehatan sendiri
yang disebut PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit).
3. Dimensi Tingkat Pelayanan
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkatan
pencegahan (Five Level of Prevention).
a. Promosi Kesehatan (health promoton)
b. Perlindungan Khusus (specifik protection)
c. Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (early diagnosis and prompt treatment)

d. Pembatasan Cacat (disability limitation)


e. Rehabilitasi (rehabilitation)
BAB III
PROSES BELAJAR DALAM
PENDIDIKAN/PROMOSI KESEHATAN
A. Arti dan Lingkup Belajar
1. Arti Belajar
Pendidikan tidak terlepas dari rangkaian proses belajar, karena proses belajar itu
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa batasan tentang proses
belajar yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Hudgins Cs (1982) yang
mengemukakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku yang
diakibatkan adanya pengalaman. M. Sobri Sutikno (2007), berpendapat bahwa
belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan
lingkungan, sedangkan Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa belajar adalah
usaha untuk menguasai sesuatu yang berguna untuk kehidupan, atau dengan kata
lain bahwa belajar merupakan Proses perubahan serta peningkatan
kuantitas dan kualitas tingkah laku sebagai akibat interaksi dengan
lingkungan.
2. Ciri-ciri Belajar
Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Pada
dasarnya, kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri :
a. Menghasilkan perubahan pada diri individu ataupun kelompok yang sedang
belajar, baik aktual maupun potensial
b. Perubahan tersebut diperoleh karena kemampuan baru yang diperoleh individu
ataupun kelompok yang sedang belajar, yang berlaku untuk waktu yang relatif lama
c. Perubahan-perubahan tersebut terjadi kare adanya usaha, bukan karena proses
kematangan.
3. Prinsip Belajar
B. Prinsip-prinsip belajar
C. Beberapa teori proses belajar
D. Pendidikan orang dewasa

E. Belajar social (social learning

Anda mungkin juga menyukai