PENDAHULUAN
Jantung dan pembuluh darah memberikan oksigen dan nutrien bagi setiap sel
hidup untuk bertahan hidup. Tanpa fungsi jantung kehidupan pun akan berakhir.
Seiring dengan meningkatnya usia seseorang, jantung dan pembuluh darah mengalami
perubahan baik struktural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang
disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari.
Perubahan fungsi kardiovaskuler pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor di
mana faktor ini dapat menyebabkan penurunan fungsi kardiovaskuler dan berisiko
tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler yang sering
dialami oleh lansia salah satunya adalah Hipertensi dan Congestive heart failure (CHF).
1
3) Mahasiswa memahami kejadian hipertensi pada lansia
4) Mahasiswa memahami kejadian CHF pada lansia
5) Mahasiswa memahami cara penkajian kondisi sistem kardiovaskular pada lansia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dan pembuluh darah terhadap (baroreseptor dan kemoreseptor)
stimulus β-adrenergik yang berhubungan dengan
keseimbangan dalam control
neuroendokrin
Penurunan sensitivitas Hipotensi postural, peningkatan
baroreseptor risiko jatuh
2. Pembuluh darah Peningkatan resistensi Darah sulit untuk kembali ke
pembuluh darah kapiler jantung dan paru-paru
Katup vena tidak berfungsi Varises dan pengumpulan darah di
secara efisien perifer membentuk edema
Penurunan elastisitas hipertensi, oksigen jaringan
(arteriosclerosis), menurun, penurunan respon
pembentukan plak baroreseptor (respon terhadap panas
(atherosclerosis), dan dinding dan dingin), hipertrofi ventrikel kiri,
arteri perifer dan aorta penurunan tekanan diastolic,
menebal, karena terjadi peningkatan tekanan sistolik,
peningkatan kolagen dan tekanan nadi meningkat
lemak serta penurunan
elastin serta disfungsi
endotelial
Dinding kapiler menebal Pertukaran nutrisi dan produk
limbah antara darah dan jaringan
lambat
3. Darah Darah mengalir lebih lambat Penyembuhan luka lebih lama dan
berpengaruh pada metabolisme dan
distribusi obat lama
Penurunan jumlah darah oksigen jaringan menurun,
yang dipompa di sepanjang penurunan kapasitas untuk latihan
sistem kardiovaskuler
(Anderson, 2007; Carlon & Pfadt, 2009; Loue & Sajatovic, 2008; Cheitlin, 2003; Foreman,
Milisen, & Fulmer, 2010; Gupta, Verma, Pun, & Steingart, 2014; Mauk, 2006; Miller, 2012;
Tabloski, 2014; Wallace, 2008)
4
Secara normal perubahan sitem kardiovaskular yang terjadi pada lansia sebagai
berikut :
No Nama Organ Perubahan yang terjadi Efeknya
1. Ventrikel kiri Mengalami penebalan Menyebabkan penurunan
kekuatan kontraktil jantung
2. Katup-katup Mengalami penebalan dan Menyebabkan adanya aliran
jantung membentuk penonjolan darah yang melalui katup
jantung
3. Sel Pacemaker Jumlahnya mengalami Menyebabkan terjadinya
penurunan disritmia
4. Arteri Tidak elastis, menjadi kaku, Menyebabkan penurunan respon
dan tidak menjadi lurus baroreseptor
pada saat dilatasi pada Menyebabkan penurunan respon
pembuluh darah terhadap panas dan dingin
5. Vena Mengalami dilatasi, Menyebabkan edema pada
penurunan pada penutupan ekstremitas bawah dan
di katup-katup periver pengumpulan darah di
ekstremitas bawah
Sumber : Strait, James B., and Lakatta, Edward G. (2013). Aging-associated cardiovascular
changes and their relationship to heart failure. NIH Public Access Author
Manuscrip. p.32.
Faktor risiko dari penyakit kardiovaskuler adalah aktivitas fisik yang kurang,
merokok, diet makanan, obesitas, hipertensi, psikologi, keturunan, dan stastus ekonomi yang
akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang kurang dapat menjadi faktor risiko penyakit
kardiovaskuler dan menurunkan tingkat fungsi kardiovaskuler lebih cepat pada lansia.
Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30 menit aktivitas lansia diisi dengan olahraga
ringan (Miller, 2012). Olahraga ringan yang dapat dilakukan lansia adalah berjalan
5
karena dapat menjaga kesehatan jantung (Wallace, 2008).Jika sejak usia muda tidak
pernah berolahraga, maka penurunan fungsi kardiovaskuler ketika lansia akan
menjadi lebih cepat daripada seharusnya. Hal tersebut terjadi karena tonus otot akan
diubah menjadi lemak yang dapat menjadi risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler.
b. Merokok
Menurut penelitian Surinach pada tahun 2009, orang yang merokok akan
meninggal 13 tahun lebih cepat dari orang yang tidak merokok. Sehingga, orang yang
merokok akan berisiko 25% - 30% mengidap penyakit jantung (Miller, 2012). Hal
tersebut terjadi akibat adanya kandungan nikotin dan zat adikitif pada rokok yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis, hipertensi, kolestrol jahat (LDL)
tinggi, dan kolestrol baik (HDL) rendah. Kandungan zat adiktif pada rokok dapat
mengikat hemoglobin dalam tubuh sehingga menyebabkan kadar oksigen di dalam
tubuh sebagai sumber energi menjadi berkurang dan juga merusak dinding arteri
(Syah, 2015).Hal tersebut tentu dapat menyebabkan fungsi jantung pada lansia
menjadi lebih cepat menurun dan berisiko besar mengalami penyakit kardiovaskuler.
c. Diet makanan
Menurut Miller (2012), terdapat beberapa diet makanan untuk lansia terkait
dengan penyakit kardiovaskuler yang dipaparkan sebagai berikut:
a. Mengkonsumsi 2% kalori dari lemak trans (lemak jahat) dapat meningkatkan
risiko mengidap jantung koroner sebesar 23%.
b. Buah-buahan dan sayuran jika dikonsumsi dapat menurunkan risiko mengidap
jantung koroner sebanyak 4% dan mengidap stroke sebesar 5%.
c. Apabila mengkonsumsi 2,5 porsi harian biji-bijian dapat menurunkan 21% risiko
mengidap penyakit kardiovaskuler.
d. Mengkonsumsi low-sodium dapat menurunkan risiko mengidap penyakit jantung
sebesar 25%.
d. Obesitas
Indeks massa tubuh (BMI) normal adalah berkisar 17,5-24,9 dan dikatakan
obesitas jika BMI >30 akibat kerusakan fungsi hormon leptin (Limanan & Prijanti,
2013). Menurut penelitian Nurses Health Study menyatakan bahwa jika seseorang
mengalami obesitas akan berisiko besar mengalami kematian akibat penyakit
6
kardiovaskuler akibat kadar lemak yang berlebihan di dalam tubuh (Miller,
2012).Selain itu, obesitas biasanya berkaitan erat dengan diabetes melitus tipe II.
Diabetes dapat menyebabkan HDL kurang dari 40mg/dl, trigleserida lebih dari
150mg/dl, dan tentunya kadar gula darah yang tinggi. Pada lansia yang obesitas dan
diabetes, olahraga ringan yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan dan
menjaga rentang kadar gula dapat dilakukan dengan cara berjalan. Berjalan
merupakan olahraga yang mudah dan tidak membutuhkan banyak peralatan sehingga
dapat dilakukan oleh lansia.
e. Hipertensi
Nilai normal tekanan darah adalah 120/80 mmHg, dan dikatakan hipetensi jika
sudah mencapai lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan
ventrikel kiri, hipertrofi jantung dan gagal jantung yang tentu sangat berbahaya bagi
lansia (Arenson, 2009). Hal tersebut terjadi akibat tekanan darah yang tinggi dapat
membebani kerja jantung dan arteri koroner sehingga dapat mempercepat
penyumbatan di arteri (Syah, 2015). Cara untuk mengindari hipertensi dapat
dilakukan dengan membatasi konsumsi natrium atau garam pada lansia.
f. Psikologi
Rasa stres dan depresi sangat rentan dialami lansia akibat beberapa hal seperti
ditinggal oleh pasangan, menurunnya pendapatan, dan meningkatnya kebutuhan. Stres
yang terus menerus dialami oleh lansia dapat menimbulkan tekanan darah tinggi
(Miller, 2012). Jika tidak ditangani dengan baik maka hipertensi dapat meningkatkan
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
g. Keturunan
Menurut penelitian dari Lloyd Jones pada tahun 2009 menyatakan bahwa
terdapat faktor genetik pada penyakit kardiovaskuler (Miller, 2012). Faktor genetik
dari orangtua memang tidak dapat diubah. Namun, hal tersebut dapat dijadikan
semangat dalam memodifikasi faktor resiko dalam kegiatan hidup sehari-hari agar
tidak mengalami penyakit kardiovaskuler.
h. Status ekonomi
7
Status ekonomi yang rendah dapat meningkatkan faktor resiko penyakit
kardiovaskuler (Miller, 2012). Hal tersebut terjadi akibat biaya kebutuhan hidup yang
tinggi namun tidak diimbangi dengan pendapatan maka dapat menimbulkan stres.
Apalagi, pengeluaran pada lansia akan meningkat untuk kebutuhan pengobatan dan
lainnya.
8
darah yang megalami lesi dan menyebabkan ateroskeloris. Hal ini berdampak pada
kemampuan resistensi pembuluh darah yang menurun dan darah akan sulit mengalir. Oleh
karena itu, salah satu dampak dari kondisi tersebut adalah hipertropi ventrikel kiri, akibat
ventrikel berusaha keras untuk memompa darah keluar ke jantung. Selanjutnya, hipertropi
ventrikel kiri akan meningkatkan resiko penyakit jantung.
Hipertensi jangka panjang juga berdampak pada regulasi sistem filtrasi pada
glomerulus ginjal. Hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan filtrasi sehingga protein
tidak tersaring oleh glomerulus dan mengakibatkan proteinuria. Perubahan vascular akibat
hipertensi juga terlihat pada pemerikasaan opthalmoscopic di retina dengan adanya
perdarahan, eksudat, dan perubahan ketebalan dinding pembuluh darah. Kondisi ini memicu
hipertensi retina dengan terlihatnya arterial-venous nicking (dinding arteri menebal
melintasi pembuluh darah dan melekuk). (Tabloski, 2014). Hipertensi jangka panjang juga
menyebabkan penyempitan lumen internal pada otak sehingga memicu terjadinya stroke.
Lansia yang mengalami hipertensi akan berpeluang mengalami stroke iskemi maupun
hemoragi serebral. Hipertensi diderita oleh 77% pasien stroke. Framingham Heart Study
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan faktor resiko paling kuat terkait dengan
kejadian stroke dan meningkatkan rasio stroke 2,2 kali pada pria lansia dan 2,4 kali pada
wanita lansia. (Aronow, W. S., 2013)
Bertambahnya usia dan peningkatan resiko hipertensi berhubungan dengan perubahan
struktur arteri dan fungsi yang menyertai penuaan. Pembuluh darah tidak elastic dan
kemampuan vasodilatasi berkurang, sehingga meningkatkan tekanan darah. Kondisi tersebut
menyebabkan penumpukan tekanan darah sistolik (systolic blood pressure/SBP) dan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Obat yang berlebihan akan berpegaruh pada
penurunan tekanan darah diastolic (diastolic blood pressure/DBP) yang dapat menyebabkan
hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik selanjutnya akan menjadi faktor resiko jatuh, sinkop,
hipertopi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, dan penyakit serebrovaskular (stroke).
9
Pasien lansia
dengan hipertensi dan
diabetes mellitus
disebabkan karena
terjadinya resistensi
insulin akibat tekanan
darah sistolik dan faktor
pemakaian diuretic
thiazide atau beta blocker.
Menurunnya fungsi
glomerolus ginjal
berdampak pada
terganggunya mekanisme homeostatsis pada kadar natrium, pertukaran kalsium, dll.
Kerusakan ini akan memicu gagal ginjal kronik (cronic kidney disease/CKD).
Berkurangnya masa tubulus ginjal membuat semakin menyempitnya jalur untuk ekskresi
kalium, sehingga lansia rentan mengalami hiperkalemia.
Berdasarkan uraian singkat di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa hipertensi
merupakan kondisi patologis yang dapat berkembang kompleks dan mempengaruhi kinerja
fungsi organ tubuh lansia. Seiring dengan proses penuaan, lansia menjadi semakin rentan
terhadap kondisi hipertensi. Selanjutnya hipertensi akan menjadi faktor resiko utama dari
berbagaimacam kondisi patologik lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, diabetes
mellitus, stroke, dsb. Oleh karena itu, pemantauan tekanan darah lansia sangat penting untuk
dilakukan.
10
4. Lemahnya produksi energi mitokondrial dalam merespon terhadap stres
5. Penurunan fungsi sinus node
6. Fungsi endotel terganggu, terutama terjadi vasodilatasi endotelium-termediasi
CHF ini merupakan keadaan yang tidak mungkin muncul sendirian, pasti diikuti dengan
satu atau lebih penyebab, dan CHF ini dapat disebut sebagai end-stage heart disease.
Dibawah ini merupakan tanda-tanda umum CHF pada lansia (Ahmed, 2007)
1. Dyspnea on exertion
Merupakan sesak ketika melakukan aktivitas ringan seperti berjalan ke tempat tidur, ke
kamar mandi, atau hanya sekedar berganti pakaian. Dan ini biasanya merupakan
keluhan pertama pada klien dengan keluhan gagal jantung kiri
2. Dyspnea on rest
Ini biasanya disebabkan karena ada edema paru, emboli paru dan pneumotoraks.
Penting untuk tenaga kesehatan menghitung seberapa sering dyspnea yang terjadi pada
lansia saat istirahat.
3. Orthopnea
Orthopnea merupakan gejala sesak napas ketika seseorang sambil berbaring. Disini
lansia dapat menggunakan beberapa bantal, atau dengan tempat tidur yang ditinggikan
pada bagian kepala untuk menghindari orthopnea ini
4. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Merupakan napas pendek dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari sehingga
membangunkan lansia ketika tidur.
5. Batuk
Merupakan tanda awal HF pada beberapa lansia
6. Swelling
Terdapat edema pada kaki ini biasanya umum terjadi tetapi tidak semua lansia
mengalaminya. Lansia yang mengalami edema parah kronis dapat membuat kulit
menjadi lecet dan terjadi lymphedema sekunder.
7. Fatigue
Kelelahan dapat dikaitkan dengan penuaan atau mungkin juga dapat terjadi karena
depresi yang dialami, penggunaan beta-blocker dan overdiuresis.
8. Weight gain
11
Depresi, tahap akhir demensia atau beberapa obat yang digunakan juga dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan sehingga berpengaruh terhadap ke penurunan
berat badan
9. Syncope
Terjadinya penurunan kesadaran pada lansia yang terjadi secara tiba-tiba dan bersifat
sementara yang dapat disebabkan terjadinya hipotensi ortostatik karena berkurangnya
respon barorefleks
10. Angina
Pada lansia biasanya terjadi silent angina dan dapat tidak diikuti adanya chest pain
11. Nocturia
Ini dapat terjadi karena gangguan prostat, diabetes, infeksi saluran kemih, dan sindrom
bladder yang terlalu aktif
12. Perubahan pada status mental
Kejadian ini umum terjadi pada lansia dengan disertai dyspnea dan kelelahan. Lebih
umum lagi terjadi pada lansia yang mengalami demensia vaskular dengan
aterosklerosis serebrovaskular yang luas atau penyakit alzeimer laten.
Pengkajian CHF pada lansia ini dapat dilakukan dengan mengikuti 5 langkah sederhana,
DEFEAT HF (Diagnosis, Etologi, Fluid status, Ejection frAction, Therapy) (Ahmed, 2007)
12
Dalam evaluasi awal CHF perlu mencangkup elektrokardiogram 12-lead, rontgen dada,
pemeriksaan laboratorium, termasuk elektrolit serum, fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi tiroid,
profil lipid, jumlah sel lengkap, glukosa darah puasa, dan hemoglobin A1C. Semua klien
yang baru terdiagnosis CHF perlu dilakukan skrining depresi menggunakan 15-item skala
geriatric depression.
Dalam pengobatan untuk lansia dengan CHF perlu disesuaikan dengan LVEF (left
ventricular ejection fraction). Klien dengan low LVEF perlu diberikan ACE inhibitor. Untuk
klien yang tidak dapat cocok menggunakan ACE inhibitor, perlu diberikan angiotensin
receptor blocker sebagai alternatif. Apalagi klien yang juga terkena penyakit ginjal, perlu
dihindari penggunaan ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker. untuk klien dengan
normal LVEF dapat menggunakan digoxin dan candesartan. Untuk klien dengan normal atau
low LVEF perlu diberikan diuretik untuk memanajemen kelebihan cairan (Ahmed, 2007).
13
melakukan perkusi.
Auskultasi terdengar di
bunyi jantung keempat
(S4).
2. Pengkajian tekanan Pengukuran tekanan darah dapat Optimal:
darah digunakan untuk mendeteksi Sistolik:
hipertensi atau hipotensi yang 130-150 mmHg
sering dialami lansia. Hasil
pengkajian TD dapat menjadi Diastolik:
dasar untuk pemeriksaan fisik 80-90 mmHg
lebih lanjut dan dapat menjadi
pertimbangan apakah diperlukan
pemberian pendidikan
kesehatan.
3. Pengkajian tanda dan Diperlukan untuk deteksi dini. HR: 60-70x/menit
gejala penyakit Biasanya beberapa penyakit
kardiovaskular kardiovaskular tidak RR: 14-16x/menit
menunjukkan tanda dan gejala,
seperti pada CHF, tidak Suhu Tubuh
menunjukkan tanda dan gejala Normal: 36,5-37,5oC
yang mencolok. Sehingga Hipotermi: < 36oC
seringkali penyakit Hipertermi: > 40oC
kardiovaskular pada lansia
terdeteksi ketika sudah stadium
lanjut.
4. Pengkajian Pengetahuan lansia tentang Hal yang dapat
pengetahuan tentang manifestasi klinis penyakitnya ditanyakan untuk
penyakit kardiovaskuler karena hal ini sangat penting mengidentifikasi
untuk mempermudah perawat pengetahuan lansia:
dalam melakukan tindakan Perasaan berdebar-debar
sesuai dengan intervensi di dada.
keperawatan. Pembekakan pada
kaki&tungkai.
14
Kesulitan bernapas saat
melakukan aktivitas
normal.
Rasa pusing atau
pandangan gelap setelah
bergerak cepat.
5. Identifikasi faktor risiko Identifikasi faktor risiko sangat Hasil dari identifikasi
penyakit kardiovaskuler penting dilakukan untuk dapat menjadi dasar
mendeteksi risiko penyakit intervensi untuk
kardiovaskuler, identifikasi ini mengubah perilaku
dapat dilakukan dengan lansia menjadi lebih
wawancara kepada lansia dan sehat dan terhindar dari
menanyakan beberapa hal penyakit kardiovaskular.
mengenai diet sehari-hari,
aktivitas fisik, dan kebiasaan
lain yang dimiliki, seperti
merokok.
(Miller, 2012; Tabloski, 2014)
15
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada proses penuaan akan terjadi penurunan fungsional tubuh secara perlahan.
Salah satu fungsi tubuh yang akan berkurang adalah fungsi kardiovaskuler. Kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti dan mempertahankan fungsi kardiovaskuler
akan terus menurun seiring dengan bertambahnya usia. Beberapa organ pada
kardiovaskuler yang mengalami perubahan atau penurunan fungsi yaitu ventikrel kiri
yang menebal, katup mitral dan aortal yang menebal, kemampuan pace maker yang
menurun, dan terdengarnya bunyi jantung S4. Selain itu, pembuluh darah juga mengalami
penebalan dan kekakuan sehingga elastisitas menjadi berkurang.
Adapun beberapa penyakit kardiovaskuler yang sering terjadi pada lansia yaitu
hipertensi dan CHF. Faktor resiko hipertensi meningkat saat lansia akibat perubahan dan
penurunan fungsi tubuh. Begitupula dengan CHF yang merupakan efek terakhir dari
penyakit kardiovaskuler akibat ketidakmampuan dalam mensuplai darah ke seluruh
tubuh. Penyakit hipertensi dan CHF dapat pula didukung oleh beberapa faktor resiko
yaitu merokok, aktivitas fisik yang kurang, stress, status ekonomi, dan obesitas.
Sebagai perawat, kita harus dapat melakukan asuhan keperawatan yang optimal.
Hal tersebut dapat dimulai dari pengkajian secara detail yaitu melakukan pemeriksaan
fisik dari tanda-tanda vital. Oleh karena itu, kita harus terlebih dulu tau retang normal
tekanan darah pada lansia 140/90, RR pada lansia 16-24, tekanan nadi pada lansia 60-70,
dan suhu pada lansia 36,5-37,5. Setelah itu melakukan pengkajian terhadap tanda dan
gejala yang dialami lansia dan dapat dilakukan dengan cara wawancara baik pada lansia
maupun pada keluarganya.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok berikan terkait dengan perubahan atau
penurunan fungsi kardiovaskuler pada lansia yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan sesuai kepada
lansia agar angka harapan hidup lansia meningkat. Hal tersebut dapat dimulai ketika
sedang melakukan pengkajian pada lansia.
2. Perawat sebaiknya meningkatkan pendekatan kepada klien dan keluarga melalui
komunikasi terapeutik khususnya ketika pengkajian sebagai awal mula asuhan
17
keperawatan, sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman dan kerja sama yang
baik dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Sebagai mahasiswa keperawatan, setidaknya kita mulai meminimalisasi faktor resiko
penyakit kardiovaskuler pada keluarga. Kita dapat mengajak keluarga untuk olahraga
rutin atau mengingatkan kepada orangtua untuk tidak terlalu banyak mengkonsumsi
makanan yang terlalu asin atau berkolestrol.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Ali. (2007). DEFEAT Heart Failure: Clinical Manifestations, diagnostic assessment,
and etiology of geriatric heart failure. [electronic journal] Heart failure clinics, vol 3,
389-402
Anderson, M. A. (2007). Caring for older adults holistically. 4th Ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company
Anggara, F. H. D., and Prayitno, N. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan
darah di puskesmas telaga murni, cikarang barat tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 20-21
Arenson, C., et al. (2009). Reichel’s care of the Elderly. (6th Ed). United States: Cambridge
University Press
Aronow, W. S. (2013). Hypertension-related stroke prevention. Curent Hypertension
Reports, 15:582–589
Carlson, D. S & Pfadt, E. (2009). Clinical coach for effective nursing care for older adults.
Philadelphia: F.A David Company
Cheitlin, M. D. (2003). Cardiovascular physiology changes with aging. The American journal
of geriatric cardiology. 12 (1), 9-13
Foreman, M. D., Milisen, K., & Fulmer, T. T . (2010). Critical care nursing of older adults.
3th Ed. New York: Springer publishing company
Gupta, D., Verma, S., Pun, S. C & Steingart, R. M. (2014). Physiology of aging; the changes
in cardiac physiology with aging and the implications for the treating oncologist.
Journal of geriatric oncology. 6, 178-184
Karavidas, A., Lazaros, G., Tsiachris, D., and Pyrgakis, V. (2010). Aging and the
Cardiovascular System. Hellenic Journal of Cardiology ; Vol.51 ; p.421-427
Limanan, D., and Prijanti, A. N. (2013). Signal delivery leptin and obesity: relation to
cardiovascular disease. eJKI, 150-151
Loue, S & Sajatovic, M. (2008). Encyclopedia of aging and public health. USA: Springer
Mauk, K. L. (2006). Gerontological nursing; competencies for care. USA: Jones and Bartlett
Publishers
19
Maruyama, Yoshiaki. (2012). Aging and arterial-cardiac interactions in the erderly.
International Journal of Cardiology. Elsevier ; Vol.155 ; p.14-19
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in older adults: Theory and practice. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins
20