Anda di halaman 1dari 12

Perubahan Fisiologis Pendengaran pada Lansia

FG 3

Telinga Bagian Luar, Tengah, Dalam, serta Sistem Saraf


Telinga Luar (Outer)

Struktur Fungsi Fisiologis Perubahan yang Masalah yang Mungkin


Anatomis Terjadi Terjadi

Auricle atau pinna Wadah penerima - Berubah - Actinic keratosis,


(daun telinga) : gelombang suara dalam skin cancer
Struktur yang ukuran : (Gehris, Proctor,
terdiri dari tulang (Tortora & Derrickson, Mengerut dan & Collins, 2009)
kartilago 2009). semakin
elastisyang melengkung
berbentuk seperti (lengkungan
corong atau lebih banyak)
terumpet yang (Tabloski,
kemudian dilapisi 2014)
oleh kulit

(Tortora &
Derrickson, 2009)

External auditory Mengalirkan gelombang - Adanya - Impaksi serumen


canal : saluran suara menuju eardrum keratinisasi - Inflamasi
sepanjang kurang pada folikel patogen
lebih 2.5 cm antara (Tortora & Derrickson, rambut telinga - Herpes zoster
tulang temporal dan 2009). kanal oticus (jarang
menuju eadrum - Penipisan terjadi)
kulit dan (Gehris, Proctor,
(Tortora & keringnya & Collins, 2009)
Derrickson, 2009). rambut halus - Keringnya kanal :
kanal pruritus
- Pengecilan (Tabloski, 2014)
kelenjar
keringat
(Miller, 2012)

Eardrum ( gendang Penerima gelombang - Peningkatan - Penurunan


telinga) : sebuah suara dan melakukan jaringan ketahananan
struktur tipis respon bergetar sesuai kolagen : eardrum dan
semitransparan dengan frekuensi suara lebih tipis dan kemampuan
yang dilapisi ketika menerima kaku menerima vibrasi
epidermis gelombang untuk (Miller, 2012) pada gelombang
kemudian disalurkan ke suara yang
(Tortora & telinga tengah rendah (Miller,
Derrickson, 2009).
(Tortora & Derrickson, 2012)
2009). - Occult
cholesteastoma
(Gehris, Proctor,
& Collins, 2009)

Ceruminous glands Mensekresikan earwax - Kelenjar - Penumpukan :


: Struktur bulu atau serumen telinga, serumen atrofi impaksi serumen
halus di kanal untuk mencegah (akibat (Miller, 2012)
telinga, masuknya kotoran, debu, menurunnya - Mengakibatkan
mengandung air dan pathogen ke vaskularisasik kesulitan
kelenjar keringat telinga dalam serta e telinga) menerima high-
dan serumen mencegah kerusakan - Serumen lebih pitched voice
telinga jaringan kulit dalam kering, - Conductive
kanal telinga (Tortora & lengket, dan hearing loss
(Tortora & Derrickson, 2009). keras (Tabloski, 2014)
Derrickson, 2009). (Miller, 2012)

Telinga Tengah (Middle)

Struktur Fungsi Fisiologis Perubahan yang Masalah yang Mungkin


Anatomis Terjadi Terjadi

Auditory Ossicles - Struktur ini - Adanya - Otosclerosis :


dihubungkan kalsifikasi : Berakibat pada
- Maleus : oleh persendian Otot telinga conductive
Berlekatan ligament dan otot tengah dan hearing loss
dengan telinga tengah ligamen (Tabloski, 2014)
membrane - Menghantarkan melemah dan
tympani/ea gelombang suara lebih kaku
rdrum dengan vibrasi (Miller, 2012)
- Incus: menuju oval - Penurunan
Berartikula window intensitas
si dengan sebanyak 12
Stapes dan dB (Sogebi,
Malleus 2014)
- Stapes :
Berlekatan
dengan
oval
window
Bagian telinga dalam terdiri dari koklea, saraf pendengaran vestibular, dan sistem
vestibular (kanalis semisirkularis) dan 3 komponen tersebut memiliki beberapa bagian
lainnya seperti tampilan di bawah ini.
Seiring dengan proses penuaan, lansia mengalami beberapa perubahan pada
komponen telinga. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terjadi atropi pada
komponen tersebut. Pada proses pendengaran, cochlea akan mendapatkan transmisi getaran
yang timbul dari membran basilar yang kemudian di konversikan menjadi impuls oleh sel-sel
rambut cochlea. Namun pada lansia, sel-sel rambut pada cochlea ini mengalami penurunan
jumlah. Kondisi tersebut menyebabkan luas gesekan antara rambut dengan membran tektorial
berkuran dan menyababkan penurunan konversi getaran menjadi impuls.
Selain itu terjadi penurunan jumlah encdolymph, yaitu cairan yang terdapat pada
chochlea. Penurunnan jumlah ini berdampak pada transmisi getaran dalam lumen chochlea.
Dampaknya getaran yang ditransmisikan ke membran basilar tidak maksimal, sehingga
tranmisi getaran yang didaptkan sel rambut pun tidak maksimal. Kondisi tersebut diakibatkan
karena terjadinya degeneratif struktur yang bertanggung jawab terhadap produksi endolymph
yaitu striae vascularis.
Terdapat keterkaitan antar komponen telinga bagian dalam sehingga terjadi penurunan
impuls. Membran basilar normalnya memiliki bentuk yang elastis, namun pada lansia
elastisitasnya menurun. Mebran basilar menjadi lebih kaku sehingga transmisi getaran dari
endolymph yang dihasilkan setelah distimulasi menjadi tidak maksimal atau getarannya
rendah. Sel rambut mendapatkan stimulasi getaran yang rendah dari membran basilar.

Pada lansia, penurunan suplai darah ke jaringan menjadi banyak penyebab di banyak
perubahan fisiologis lansia. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya penurunan pada sistem
kardiovaskular. Penurunan suplai darah menjadi salsa satuu penyebab penurunan fungsi pada
komponen telinga dalam, seperti terjadinya mutasi mitokondria sel pada komponen tersebut.
Mutasi mitrokondria menyababkan terjadinya krisis energi dan kematian sel. Kematian sel
berujung pada menurunnya daya kerja setiap komponen.
Perubahan lainnya yang terjadi terkait sistem pendengaran adalah perubahan pada
sistem saraf pendengaran. Secara keseluruhan sistem saraf pendengaran mengalami atrophy.
Terjadi penurunan pada saraf afferent, ganglion spiral, dan saraf cochlea yang menerima
impuls dari sel-sel rambut menyababkan menurunnya transmisi impuls ke pusat pengolah.
Selain itu perubahan sistem saraf pendengaran dipengaruhi oleh perubahan sistem saraf pusat,
yang dimana terjadi penurunan jumlah sel saraf sehingga pengolahan informasi dari impuls
yang ditransmisikan menjadi lebih lambat. Kondisi ini mengakibatkan respon dan sensitivitas
lansia terhadap suara menjadi rendah.
Efek dari perubahan fisiologis pendengaran
Pada lansia yang mengalami penurunan pendengaran pasti akan mempengaruhi
kegiatan sehari-harinya dan juga akan berdampak pada kualitas kehidupannya, kenyamanan,
dan fungsionalnya. Karena kondisi tersebut melibatkan banyak sekali hal-hal yang berkaitan
dengan penurunan-penurunan, oleh sebab itu lansia akan megalami tahapan-tahapan
penerimaan :
 Penolakan / Denial : “Aku bisa mendengar baik, tapi orag lain tidak berbicara dengan
jelas”
 Marah / Anger : “Kenapa orang tidak berbicara dan melihat saya ketika mereka
bericara?”
 Tawar-menawar / Bergaining : “Saya ingin mendapatkan dengan tanpa alat bantu
hanya sedikit lebih lama”
 Depresi / Depression : “Saya tidak pernah bisa kembali ke kehidupan yang normal
lagi”
 Penerimaan / Acceptance : “Saya akan mengatur dan melakukan apa yang Saya bisa
untuk mendapatkan kembali kondisi normal”
Penurunan pendengaran dapat mengganggu kinerja pada status mental yang
disebabkan karena penurunan dalam rangsangan sensorik. Selain itu, lansia yang tidak bisa
membedakan kata mungkin enggan untuk menanggapi pertanyaan dan dapat menahan diri
untuk menjawab. Keadaan-keadaan psikologis akibat dari dampak penurunan pendengaran
seperti ketakutan, apatis, ansietas, depresi, isolasi sosial, dan rendah diri (Miller, 2012).
Ketika gangguan pendengaran mengganggu kemampuan seseorang untuk memandang
realitas secara akurat dapat menyebabkan kecurigaan. Namun, konsekuenasi psikologis lansia
tergantung dari gaya hidup masing-masing lansia. Contohnya, pada lansia yang melakukan
pekerjaan atau kepentingan yang berkaitan dengan hubungan sosial maka hal ini akan
menjadi gangguan yang sangat merugikan dalam kehidupannya. Sedangkan, lansia yang
mempunyai gaya hidup sebagai atlet atau olahraga maka gangguan pendengaran kurang
cenderung memiliki efek yang merugikan dalam dirinya.

Faktor risiko yang mempengaruhi pendengaran pada lansia


 Lingkungan dan Gaya Hidup
Lingkungan berupa yang memiliki tingkat polusi suara yang tinggi mempercepat
terjadinya gangguan pendengaran. Miller (2012) apabila seseorang terpapar dalam
waktu yang lama dan intermiten akan mengakibatkan Noise Induced Hearing Loss
(NIHL). Ketika orang terpapar oleh kebisingan maka akan terjadi adaptasi oleh
telinga, akan tetapi apabila terpapar kebisingan dalam waktu yang lama maka akan
terjadi kenaikan ambang pendengaran. Dengan kenaikan ambang batas pendengaran
ini, seseorang yang biasa terpapar kebisingan harus mendengar suara yang lebih keras
seperti biasanya untuk mendengar pembicaraan. Selain itu, bising dengan intensitas
tinggi dalam waktu yang lama akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ
Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Jika lansia pada masa hidupnya sering
terpapar kebisingan maka akan meningkatkan resiko gangguan pendengaran.
Gaya hidup berupa seringnya mengonsumsi rokok juga meningkatkan gangguan
pendengaran. Rokok mengandung zar nikotin dan karbonmonoksida. Apabila nikotin
masuk kedalam tubuh dan beredar di pembuluh darah maka akan menyebabkan
gangguan pada neurotransmitter sehingga impuls yang dihantarkan oleh neuron ke
telinga dapat mengalami gangguan. Sedangkan karbonmonoksida yang terdapat pada
rokok ketika masuk kedalam aliran darah akan berikatan dengan Hemoglobin. Hal ini
mengakibatkan organ korti tidak mendapatkan suplai oksigen secara optimal (Sumit,
dkk (2015).
 Impaksi Serumen
Miller (2012) mengatakan pada lansia serumen menjadi lebih kering, keras, dan kasar
menambah resiko dari impaksi. Impaksi serumen selain menyebabkan gangguan
pendengaran juga dapat mengakibatkan nyeri, infeksi, tinnitus, pusing, batuk yang
kronis karena stimulasi dari cabang saraf pusat yang samar.
 Konsumsi Obat-obatan
Konsumsi obat-obatan dalam dosis yang tinggi dan dalam waktu lama akan
mengakibatkan gangguan pada pendengaran. Walling dan Dickson (2012)
mengatakan konsumsi obat-obatan seperti NSIADs, salicylates, acetaminophen,
diuretik, Aminoglycosides, dan Cisplatin akan memperbesar kejadian gangguan
pendengaran.
 Proses Penyakit
Salah satu penyakit yang menyebabkan gangguan pendengaran adalah diabetes
melitus. Lansia banyak mengalami diabetes melitus dikarenakan terjadi penurunan
dalam metabolisme karbohidrat yang pada akhirnya akan diubah menjadi energi.
Diabetes melitus dapat menyebabkan rusaknya sel-sel saraf dan pembuluh darah yang
pada akhirnya akan terganggunya impuls saraf dan suplai nutrisi salah satunya
oksigen ke organ pendengaran. Austin, dkk (2009) mengatakan hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi koklea berupa penebalan pembuluh darah stria
vaskular, atrofi stria vaskular, dan berkurangnya sel rambut luar, tetapi tidak
terjadinya perubahan pada ganglion spiral dibandingkan dengan control sehingga
mengakibatkan penurunan pendengaran. Penurunan pendengaran pada penderita DM
biasanya bilateral, berlangsung bertahap, bersifat sensorineural terutama pada
frekuensi tinggi (Lisowska, Namysłowski, Morawski, dan Strojek, (2001).

Gangguan patologis pada sistem pendengaran


Salah satu gangguan pada pendengaran lansia adalah tinnitus. Tinnitus merupakan
sensasi pendengaran seperti deringan, gemuruh, hembusan, berdengung, atau jenis suara
lainnya yang tidak berasal dari lingkungan eksternal. Tinnitus berhubungan erat dengan
gangguan pendengaran lainnya seperti kehilangan pendengaran, pengobatan ototoxic, dan
penyakit Meniere pada lansia. Gangguan patologis ini terjadi akibat terjadinya perlengketan
pada membran timpani telinga. Konsumsi kafein, alkohol, serta nikotin dapat memperparah
kondisi tersebut sehingga perawat berperan penting dalam memberikan edukasi kepada lansia
dan keluarga mengenai tindakan perawatan diri lansia yang diperlukan untuk meningkatkan
kualitas pendengaran lansia. Faktor resiko gangguan tinnitus diantaranya kondisi hipertensi,
penyakit serebrovaskular, serta peradangan pada hidung maupun struktur yang berdekatan
dengan telinga. Selain itu, faktor usia dan paparan suara dengan tingkat kebisingan yang
terlalu tinggi juga merupakan faktor yang dapat memicu kondisi tersebut. Beberapa obat-
obatan yang dapat menjadi faktor penyebab munculnya tinnitus diantaranya antibiotik
aminoglikosida (gentamisin dan eritromisin), baclofen, serta propanolol (inderal).
Sekitar 14,2% lansia mengalami tinnitus dengan frekuensi cukup sering. Selain itu,
tinnitus lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan umum terjadi di
telinga sebelah kiri. Perparahan tinnitus dapat mempengaruhi pola tidur terutama pada lansia.
Menurut Tabloski (2014), tinnitus diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu objektif dan
subjektif. Pasien dengan tinnitus objektif akan mendengar suara pulsatif atau berdengung
rendah akibat aliran darah turbulen dalam telinga. Kondisi ini merupakan indikasi dari
kejangnya otot dalam telinga ataupun geratan spontan dari sel rambut telinga. Sedangkan
tinnitus subjektif adalah persepsi suara saat tidak adanya stimulus suara yang sebenarnya.
McCombe et al. (2001) memberikan petunjuk dalam mengidentifikasi kesulitan yang dialami
pasien dengan tinnitus guna menentukan pengobatan yang efektif dengan menggunakan
pertanyaan kuesioner Tinnitus Handicap Inventory (THI) berikut ini.
Source: McCombe, A., Baguely, D., Coles, R., McKenna, L., McKinney, C. & Windle-Taylor, P.
(2001).

Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan tinnitus adalah mengurangi dan
mencegah paparan suara dengan tingkat kebisingan yang tinggi serta menghindari obat-
obatan ototoxic. Beberapa terapi farmakologi yang sudah terbukti efektif dalam mengurangi
durasi tinnitus diantaranya antidepresan trisiklik, yaitu nortriptyline.
Gangguan pendengaran lainnya yang paling banyak dialami lansia adalah presbycusis.
Sekitar 40-50% diantara jumlah lansia yang berusia 70 tahun keatas mengalami presbikusis.
Presbikusis merupakan tuli sensorineural pada lansia yang terjadi secara progresif yang
ditandai dengan menurunnya fungsi pendengaran pada kedua telinga akibat degenerasi sel
ganglion pada nukleus kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari kompleks superior.
Faktor resiko presbikusis pada lansia diantaranya (Muyassaroh, 2013):
a. Usia. Usia diatas 60-65 tahun mengalami penurunan pendengaran, terutama pada laki-
laki karena memiliki pendengaran yang kurang baik dibanding wanita pada frekuensi
diatas 1kHz.
b. Jenis kelamin. Perempuan memiliki bentuk daun dan lubang telinga yang lebih kecil
dibanding laki-laki sehingga memungkinkan efek penutupan yang lebih efektif saat
terpapar suara bising.
c. Hipertensi. Hipertensi dapat meningkatkan resistensi vaskuler yang memicu disfungsi
sel endoltel pembuluh darah. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya suplai oksigen
pada sel-sel auditori yang menyebabkan gangguan pendengaran.
d. Diabetes melitus. DM akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dan
lama kelamaan akan mengalami penyempitan. Hal ini akan memicu atrofi koklea serta
diiringi dengan penurunan sel rambut di telinga.
e. Hiperkolesterol. Penyakit ini dapat menyebabkan penimbunan plak atherosklerosis di
tunika intima telinga.
f. Merokok. Nikotin dan karbonmonoksida memiliki efek ototoksik yang mengganggu
sel saraf organ koklea. Kedua zat pada rokok ini akan mempengaruhi jumlah oksigen
yang dapat ditransportasikan ke sel auditori.
g. Kebisingan. Faktor yang mempengaruhi pendengaran terkait kebisingan adalah
intensitas, frekuensi, durasi paparan, energi yang dihasilkan dari kebisingan yang
dapat merusak fungsi sel rambut pada koklea
American Speech-Language-Hearing Association (2012) merekomendasikan untuk
melakukan screening setiap sepuluh tahun hingga usia 50 tahun, terutama pada pasien yang
beresiko seperti terpapar suara bising cukup sering ataupun faktor resiko lainnya.
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan menilai riwayat pasien serta pemeriksaan
fisik dengan menggunakan otoscope.

Pengkajian fungsi pendengaran pada lansia


Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
 Faktor yang mempengaruhi kemampuan pendengaran
 Kondisi penurunan pendengaran saat ini
 Dampak dari penurunan pendengaran terhadap keamanan dan kualitas hidup
 Peluang meningkatkan kemampuan pendengaran
 Penghalang implementasi intervensi
Pengkajian dilakukan dengan mengamati melalui wawancara, observasi isyarat
tingkah laku, dan dengan tes pendengaran.
1) Wawancara Mengenai Perubahan Pendengaran
 Perawat juga mengidentifikasi riwayat penggunaan obat-obatan. Perawat dapat
mendiskusikan hal-hal yang mempengaruhi penurunan pendengaran bersama
klien. Jika pasien tidak menyadari bahwa ia mengalami penurunan pendengaran,
padahal didapati ketajaman pendengarannya menurun, perawat menginstruksikan
pasien untuk menengok kanan atau kiri dan menanyakan apakah mampu
mendengar lebih baik di telinga bersangkutan. Untuk menggali dampak
psikososial, perawat dapat menanyakan kegiatan sosial yang dijalani klien. Jika
tidak didapati tanda-tanda penurunan pendengaran, pertanyaan mengenai gaya
hidup diberikan pula untuk mengakaji masalah pendengaran. Jika pasien tidak
menyadari adanya penurunan pendengaran, perawat dapat menanyakan
perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial dan pekerjaan.
 Perawat perlu mengkaji respon klien terhadap penurunan atau kehilangan
pendengaran, bantuan pendengaran, dan alat bantu pendengaran. Hal ini
diperlukan untuk mengkaji penerimaan klien terhadap intervensi yang diberikan.
Perawat juga perlu mengkaji perilaku atau pandangan klien yang dapat
menghalangi intervensi. Dengan ini, perawat dapat merencanakan intervensi
edukasi kesehatan untuk menangani mitos atau kesalahpahaman yang
berkembang di masyarakat. Contohnya, klien mungkin menganggap alat bantu
pendengaran mahal dan minim penggunaan serta manfaatnya atau klien merasa
malu menggunakannya. Selain itu, klien juga mungkin tidak tahu bagaimana cara
merawat alat bantu pendengaran. Penolakan penggunaan alat bantu pendengaran
biasanya karena permasalahan biaya, transportasi, atau motivasi untuk
berkomunikasi.
 Salah satu metode pengkajian adalah dengan metode HHIE-S (Hearing Handicap
Inventory for the Elderly). Metode ini menurut Tomloko et al (2013) dalam
jurnalnya memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan validitas untuk mengkaji
kondisi pendengaran lansia. Didalamnya terdapat sepuluh pertanyaan yang
diajukan dalam waktu sekitar lima menit. Pertanyaan tersebut membantu
mengkaji kondisi penurunan pendengaran dan akibat yang ditimbulkannya.
Berikut merupakan daftar pertanyaan yang diambil dari Miller (2012)

2) Pengamatan tingkah laku


 Pengamatan tingkah laku dilakukan untuk memahami seberapa besar lansia
mengalami penurunan pendengaran dan menerima kondisi saat ini dengan
suportif. Banyak di antara lansia yang mengalami penurunan pendengaran kurang
mengerti kondisinya dan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi
dampaknya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, alat bantu pendengaran
sangat membantu. Namun, penggunaannya masih sangat minim. Banyak faktor
yang memengaruhi hal ini, seperti perasaan malu atau anggapan bahwa
pendengaran yang menurun sudah sewajarnya terjadi dan tidak bisa diringankan
dampaknya. Berikut adalah arahan pengkajian tingkah laku menurut Miller
(2012):
 Tidak merespon pertanyaan, terlebih jika tidak ada gerakan bibr yang jelas
 Tidak mampu mengikuti arahan secara verbal dan tanpa isyarat
 Waktu konsentrasi singkat dan mudah terdistraksi
 Sering meminta pengulangan atau penjelasan lebih ketika berkomunikasi
verbal
 Mengamati orang yang berbicara lamat-lamat
 Mengamati gerak bibir orang yang berbicara
 Mendekatkan salah satu telinga ke arah orang yang sedang bicara
 Jarak yang sangat dekat dengan orang yang bicara
 Respon minim terhadap suara-suara dari lingkungan sekitar
 Perkataan keras dan artikulasi tidak jelas
 Karakter suara yang tidak normal, seperti monoton
 Mispersepsi, terkadang mengira bahwa orang lain sedang berbicara tentang
dia
 Perilaku karena dampak psikososial:
 Upaya menghindar dari kelompok
 Kurangnya ketertarikan terhadap aktivitas
 Tingkah laku mengenai penggunaan alat bantu dengar:
 Tidak menggunakan alat yang telah dibeli
 Tidak mengusahakan penggantian baterai jika sudah mati
 Ekspresi malu ketika menggunakan alat tersebut
3) Penggunaan Alat Bantu Dengar
Alat yang digunakan untuk memeriksa penurunan pendengaraan menurut Miller
(2012) setidaknya ada dua macam, yaitu otoskop untuk memeriksa teliga dan tuning
fork untuk mengetes pendengaran. Otoskop berfungsi untuk melihat apakah ada
kelainan di struktur telinga dan hambatan-hambatan seperti kotoran yang
kemungkinan mengganggu pendengaran. Sedang tuning fork membantu mendeteksi
penurunan pendengaran serta membedakan antara faktor konduksi atau penurunan
fungsi neuronsensori.

Anda mungkin juga menyukai