FG 3
(Tortora &
Derrickson, 2009)
Pada lansia, penurunan suplai darah ke jaringan menjadi banyak penyebab di banyak
perubahan fisiologis lansia. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya penurunan pada sistem
kardiovaskular. Penurunan suplai darah menjadi salsa satuu penyebab penurunan fungsi pada
komponen telinga dalam, seperti terjadinya mutasi mitokondria sel pada komponen tersebut.
Mutasi mitrokondria menyababkan terjadinya krisis energi dan kematian sel. Kematian sel
berujung pada menurunnya daya kerja setiap komponen.
Perubahan lainnya yang terjadi terkait sistem pendengaran adalah perubahan pada
sistem saraf pendengaran. Secara keseluruhan sistem saraf pendengaran mengalami atrophy.
Terjadi penurunan pada saraf afferent, ganglion spiral, dan saraf cochlea yang menerima
impuls dari sel-sel rambut menyababkan menurunnya transmisi impuls ke pusat pengolah.
Selain itu perubahan sistem saraf pendengaran dipengaruhi oleh perubahan sistem saraf pusat,
yang dimana terjadi penurunan jumlah sel saraf sehingga pengolahan informasi dari impuls
yang ditransmisikan menjadi lebih lambat. Kondisi ini mengakibatkan respon dan sensitivitas
lansia terhadap suara menjadi rendah.
Efek dari perubahan fisiologis pendengaran
Pada lansia yang mengalami penurunan pendengaran pasti akan mempengaruhi
kegiatan sehari-harinya dan juga akan berdampak pada kualitas kehidupannya, kenyamanan,
dan fungsionalnya. Karena kondisi tersebut melibatkan banyak sekali hal-hal yang berkaitan
dengan penurunan-penurunan, oleh sebab itu lansia akan megalami tahapan-tahapan
penerimaan :
Penolakan / Denial : “Aku bisa mendengar baik, tapi orag lain tidak berbicara dengan
jelas”
Marah / Anger : “Kenapa orang tidak berbicara dan melihat saya ketika mereka
bericara?”
Tawar-menawar / Bergaining : “Saya ingin mendapatkan dengan tanpa alat bantu
hanya sedikit lebih lama”
Depresi / Depression : “Saya tidak pernah bisa kembali ke kehidupan yang normal
lagi”
Penerimaan / Acceptance : “Saya akan mengatur dan melakukan apa yang Saya bisa
untuk mendapatkan kembali kondisi normal”
Penurunan pendengaran dapat mengganggu kinerja pada status mental yang
disebabkan karena penurunan dalam rangsangan sensorik. Selain itu, lansia yang tidak bisa
membedakan kata mungkin enggan untuk menanggapi pertanyaan dan dapat menahan diri
untuk menjawab. Keadaan-keadaan psikologis akibat dari dampak penurunan pendengaran
seperti ketakutan, apatis, ansietas, depresi, isolasi sosial, dan rendah diri (Miller, 2012).
Ketika gangguan pendengaran mengganggu kemampuan seseorang untuk memandang
realitas secara akurat dapat menyebabkan kecurigaan. Namun, konsekuenasi psikologis lansia
tergantung dari gaya hidup masing-masing lansia. Contohnya, pada lansia yang melakukan
pekerjaan atau kepentingan yang berkaitan dengan hubungan sosial maka hal ini akan
menjadi gangguan yang sangat merugikan dalam kehidupannya. Sedangkan, lansia yang
mempunyai gaya hidup sebagai atlet atau olahraga maka gangguan pendengaran kurang
cenderung memiliki efek yang merugikan dalam dirinya.
Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan tinnitus adalah mengurangi dan
mencegah paparan suara dengan tingkat kebisingan yang tinggi serta menghindari obat-
obatan ototoxic. Beberapa terapi farmakologi yang sudah terbukti efektif dalam mengurangi
durasi tinnitus diantaranya antidepresan trisiklik, yaitu nortriptyline.
Gangguan pendengaran lainnya yang paling banyak dialami lansia adalah presbycusis.
Sekitar 40-50% diantara jumlah lansia yang berusia 70 tahun keatas mengalami presbikusis.
Presbikusis merupakan tuli sensorineural pada lansia yang terjadi secara progresif yang
ditandai dengan menurunnya fungsi pendengaran pada kedua telinga akibat degenerasi sel
ganglion pada nukleus kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari kompleks superior.
Faktor resiko presbikusis pada lansia diantaranya (Muyassaroh, 2013):
a. Usia. Usia diatas 60-65 tahun mengalami penurunan pendengaran, terutama pada laki-
laki karena memiliki pendengaran yang kurang baik dibanding wanita pada frekuensi
diatas 1kHz.
b. Jenis kelamin. Perempuan memiliki bentuk daun dan lubang telinga yang lebih kecil
dibanding laki-laki sehingga memungkinkan efek penutupan yang lebih efektif saat
terpapar suara bising.
c. Hipertensi. Hipertensi dapat meningkatkan resistensi vaskuler yang memicu disfungsi
sel endoltel pembuluh darah. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya suplai oksigen
pada sel-sel auditori yang menyebabkan gangguan pendengaran.
d. Diabetes melitus. DM akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dan
lama kelamaan akan mengalami penyempitan. Hal ini akan memicu atrofi koklea serta
diiringi dengan penurunan sel rambut di telinga.
e. Hiperkolesterol. Penyakit ini dapat menyebabkan penimbunan plak atherosklerosis di
tunika intima telinga.
f. Merokok. Nikotin dan karbonmonoksida memiliki efek ototoksik yang mengganggu
sel saraf organ koklea. Kedua zat pada rokok ini akan mempengaruhi jumlah oksigen
yang dapat ditransportasikan ke sel auditori.
g. Kebisingan. Faktor yang mempengaruhi pendengaran terkait kebisingan adalah
intensitas, frekuensi, durasi paparan, energi yang dihasilkan dari kebisingan yang
dapat merusak fungsi sel rambut pada koklea
American Speech-Language-Hearing Association (2012) merekomendasikan untuk
melakukan screening setiap sepuluh tahun hingga usia 50 tahun, terutama pada pasien yang
beresiko seperti terpapar suara bising cukup sering ataupun faktor resiko lainnya.
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan menilai riwayat pasien serta pemeriksaan
fisik dengan menggunakan otoscope.