Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga


2.1.1. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan
dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi
untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut
akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius
eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal
mandibular (Kumar dan Clark, 2005).
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter.
Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit
melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.
Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat
antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit (Audiolab, 2004).

2.1.2. Anatomi Telinga Tengah

Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian


bawah pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar
ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Menurut Sherwood, pars
tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Hall dan Colman,
1987).

2.1.3. Anatomi Telinga Dalam

Menurut Rambe, koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh
suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian
luarnya adalah lamina spiralis membranasea.Ruang yang mengandung
perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini
bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema.
Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir
pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan
membranasea kearah perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang
disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala
media (duktus koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan
dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan
mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ Corti. Duktus
koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens.
Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung
organel-organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran.
Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000
sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-
jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat
strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang
dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan
disokong oleh limbus (Liston dan Duvall, 1997).

2.2 Gangguan Pendengaran


2.2.1 Definisi
Gangguan pendengaran menurut WHO (2015) adalah suatu kelainan
dimana seseorang yang tidak dapat mendengar seperti orang pada umumnya,
dengan batas pendengaran yang melewati 25 dB. Gangguan pendengaran
menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga.
Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran yang dikenal berdasarkan uji
pendengaran yakni gangguan konduktif, gangguan sensorineural dan
campuran.1

2.2.2 KLASIFIKASI
1. Tuli Konduktif
Merupakan gangguan pendengaran dimana terjadi gangguan hantaran
gelombang suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar
atau di telinga tengah. Otitis media dan kolesteatoma merupakan penyebab
tersering terjadinya tuli konduktif.1,2

2. Tuli Sensorineural
Merupakan gangguan pendengaran dimana terjadi karena adanya
gangguan pada telinga melibatkan kerusakan koklea atau saraf
vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat
ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Disebut
juga tuli koklear dan retrokoklear.1
Tuli koklear dan retrokoklesr dapat dibedakan dengan pemeriksaan
audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus, objektif, pemeriksaan
tuli anorganik, dan pemeriksaan audiometri anak.1
Penggunaan obat ototoksik akan dapat menimbulkan terjadinya gangguan
fungsional pada telinga dalam yang disebabkan telah terjadi perubahan
struktur anatomi pada organ telinga dalam. kerusakan-kerusakannya antara
lain adalah:2
- Degenerasi stria vaskularis
Dimana kelainan ini biasanya terjadi pada penggunaan semua obat
ototoksik
- Degenerasi sel epitel sensori
Kelainan patologi ini terjadi pada organ corti dan labirin vestibular
akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida, sel rambut luar lebih
terpengaruh daripada sel rambut dalam.
- Degenerasi sel ganglion
Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi dari sel epitel
sensori.

3. Tuli Campuran
Merupakan gangguan pendengaran yang meliputi kombinasi gangguan
pada kedua mekanisme tuli konduktif dan tuli sensorineural.
4. Tuli Akibat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising/GPAB (Noise-Induced Hearing
Loss/NIHL) adalah bentuk permanen dari ketulian yang muncul akibat
paparan suara yang keras. Setelah paparan tunggal, terjadi perubahan
temporer pada pendengaran yang reversible, tetapi jika suara cukup kuat atau
diulang, bisa timbul tuli permanen irreversible, yang mengarah pada
pergeseran ambang pendengaran permanen.1
Paparan kebisingan dapat menyebabkan pergeseran ambang batas
pendengaran yang bersifat sementara (temporary threshold shift/TTS) atau
permanen (permanent threshold shift/PTS), tergantung pada intensitas dan
durasi suara. Rentang waktu dari kerusakan sementara dapat beberapa hari
atau bahkan minggu setelah paparan kebisingan. Selama 16-48 jam setelah
paparan kebisingan, umumnya akan terjadi pemulihan jika kondisi dan
kerusakan tidak terlalu parah. Jika tidak dapat pulih dalam jangka waktu
beberapa minggu, kerusakan akan bersifat permanen dan sel-sel akan mati,
menghasilkan pergeseran ambang batas permanen.
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin, dapat dipergunakan alat
pelindung telinga terhadap bising. Tuli akibat bising adalah tuli sensorineural
koklea yang bersifat menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengalami
gangguan komunikasi, dapat dicoba alat bantu dengar serta dilakukan
psikoterapi untuk menerima keadaannya.
Bising dengan intensitas lebih dari 85dB dalam waktu tertentu dapat
mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising di lingkungan kerja harus
diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Hal ini dapat diusahakan dengan
meredam sumber bunyi. Selain itu, pemberian alat pelindung diri juga
penting. Tutup telinga memberikan proteksi lebih baik daripada sumbat
telinga. Selain itu, harus turut rutin dilakukan pemeriksaan tes audiometri
secara berkala, dan menerapkan program APD.

2.2.3 DERAJAT
Derajat ketulian ditentukan dari ambang dengar berdasarkan audiogram.
Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International Standard
Organization (ISO) dan American National Standards (ANS) yaitu:
Tabel 1 Derajat ketulian menurut ISO dan ANS
ISO ANS
Normal 0-25 dB 16-25 dB
Tuli ringan >25-40 dB >25-40 dB
Tuli sedang >40-55 dB >40-55 dB
Tuli sedang >55-70 dB >55-70 dB
berat
Tuli berat >70-90 dB >70-90 dB
Tuli sangat berat >90 dB >90dB

2.3 Kebisingan
Definisi Bunyi atau Suara Bunyi adalah tekanan bolak balik dan
merupakan molekul dalam medium elastik yang dapat terdeteksi oleh
penerima dan ditangkap sebagai perubahan tekanan. Bunyi memiliki
hubungan antara frekuensi vibrasi suara, panjang gelombang, dan kecepatan
(Sari, 2012) Suara didefinisikan sebagai sensasi atau rasa yang dihasilkan
oleh organ pendengaran manusia ketika gelombang-gelombang suara
dibentuk di udara sekeliling manusia melalui getaran yang diterimanya.
Gelombang suara merupakan gelombang longitudinal yang terdengar
sebagai bunyi bila masuk ke telinga berada pada frekuensi 20.000 Hz atau
disebut jangkauan suara yang dapat didengar (Djalante, 2010).
Pengertian Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
RI.No. Kep.13/Men/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja menyatakan bahwa kebisingan adalah semua bunyi yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan bahaya. Polusi udara
atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan
mengganggu manusia. Sehingga meski kecil atau lembut suara yang
terdengar, jika hal tersebut tidak diinginkan maka akan disebut kebisingan
( Djalante, 2010 ). Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.
13/Men/X/2011, Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dBA
untuk waktu pajanan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Salah satu faktor
fisik yang berpengaruh terhadap tenaga kerja adalah kebisingan, yang
mampu menyebabkan berkurangnya pendengaran (Depnaker,2011).

Anda mungkin juga menyukai