Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Tinnitus
2.1.1.1. Definisi tinnitus
Tinnitus adalah persepsi suara yang terdengar tanpa adanya suara
dari lingkungan, melainkan suara seperti berdengung dan berdesis yang
diakibatkan oleh banyak faktor.(10)

2.1.1.2 Faktor resiko tinnitus


Faktor resiko tinnitus terdiri dari usia, jenis kelamin, tinggi intensitas
pajanan bising, dan lama pajanan bising. Usia berpengaruh terhadap fungsi
pendengaran karena adanya faktor degenerasi organ pendengaran yaitu
presbiakusis. Jenis kelamin umumnya berpengaruh karena biasanya pria
memiliki pekerjaan yang beresiko terpajan bising berjam-jam setiap hari.
Trauma suara akibat pajanan bising dapat menginisiasi lesi pada koklea
yang dapat menyebabkan kelainan jalur aktivitas saraf di pusat pendengaran
sehingga terjadi tinnitus.(11)

2.1.1.3. Gejala tinnitus


Penderita tinnitus biasanya memiliki gejala seperti frustasi,
iritabilitas, cemas, depresi, kesulitan mendengar, hiperakusis, insomnia, dan
juga sulit untuk berkonsentrasi.(11)

2.1.1.4. Klasifikasi tinnitus


Tinnitus akibat bising dapat terjadi secara akut dan kronik,
tergantung dari onset pajanan bising. Tinnitus akut terjadi pada gangguan
akibat pajanan bising yang singkat yaitu dari beberapa menit sampai
minggu, sedangkan tinnitus kronik terjadi dengan intensitas pajanan bising

4
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
yang stabil selama bertahun-tahun dan dianggap permanen dan
ireversibel.(12)
Tinnitus diklasifikasikan menjadi dua yaitu, subjektif dan objektif.
Tinnitus objektif merupakan gangguan yang jarang terjadi. Dengungan yang
timbul pada tinnitus objektif berasal dari adanya aliran turbulensi arteri
carotis dan vena jugularis atau dikarenakan adanya tumor di telinga tengah.
Sedangkan, tinnitus subjektif merupakan tinnitus yang paling umum terjadi.
Dengungan yang timbul pada tinnitus subjektif berasal dari gangguan
sensorineural yang disebabkan oleh trauma akustik, infeksi, obstruksi tuba,
dan obat-obatan tertentu.(13)

2.1.2 Etiologi Tinnitus


Secara garis besar, penyebab tinnitus dapat berupa kelainan vascular
seperti tubulensi arteri carotis, kelainan neurologi seperti trauma kepala,
kelaninan otologis yang diakibatkan oleh gangguan pendengaran akibat
bising, presbiakusis, otitis (peradangan pada telinga), impaksi
serumen(penyumbatan kotoran telinga) dan obat-obatan.(14)
Kelainan vaskular berupa turbulensi arteri carotis yang dapat
terdengar karena arteri yang dekat dengan tulang temporal.(11)
Trauma kepala biasanya menyebabkan kelainan pada sendi
temporomandibular. Kelainan ini berefek pada saraf trigeminal dan serat
saraf C2 sehingga menganggu jalur pendengaran di nukleus koklear pada
otak.(11)
Obat-obatan yang menyebabkan tinnitus adalah obat yang bersifat
ototoksik. Obat ototoksik merupakan obat-obatan yang dapat menimbulkan
terjadinya gangguan pendengaran. Golongan obat yang bersifat ototoksik
antara lain, golongan anti inflamasi non steroid, loop diuretik, serta
Antibiotik golongan aminoglikosida. Setelah pemakaian obat ototoksik
seperti streptomisin dapat mengakibatkan degenerasi stria vaskularis
sehingga saraf pendengaran rusak, dan bermanifestasi terjadi tuli sararf. (15)

5
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
2.1.3 Karakteristik Diagnosis
Untuk penegakan diagnosis tinnitus cukup dengan menggunakan
kuisioner Tinnitus Handicap Inventory dengan dasar tinnitus merupakan
suatu gejala bukan penyakit. Dengan menggunakan kuisioner THI dapat
menilai kualitas hidup pasien. Dari kuesioner THI dapat diklasifikasikan
hasil berdasarkan derajatnya, 0-16 : Sedikit atau tidak ada cacat (Grade 1),
18-36: Cacat ringan (Grade 2), 38-56: Cacat sedang (Grade 3), 58-76: Cacat
parah (Grade 4), 78-100: Kecacatan Bencana (Grade 5).(16)

2.1.4 Anatomi Telinga


Telinga terdiri dari tiga bagian: Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam
:

Sumber: edoctoronline.com Medical Atlas


Gambar 1. Anatomi Telinga

Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), meatus auditorius


eksternus(saluran telinga) dan membrane timpani(gendang telinga). Pada
telinga tengah terdapat tiga tulang kecil atau osikulus yang terdiri dari maleus,

6
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
inkus, dan stapes. Tulang pertama maleus, melekat ke membran timpani dan
tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval (pintu masuk ke dalam koklea
yang berisi cairan).
Pada telinga dalam terdapat koklea yang berukuran sebesar kacang
polong dan mirip siput bagian dari pendengaran telinga dalam. Koklea dibagi
menjadi tiga kompartemen longitudinal berisi cairan. Duktus koklearis yang
buntu yang disebut skala media, membentuk terowongan di sepanjang bagian
kompartemen tengah koklea yang berisi cairan endolimfe. Kompartemen atas
skala vestibuli dan kompartemen bawah skala timpani. Skala vestibuli dan
timpani mengandung cairan yang disebut perilimfe. Bagian luar dari ujung
duktus koklearis tempat cairan kompartemen atas dan bawah berhubungan
disebut helikoterma. Skala vestibuli dipisahkan dari telinga tengah oleh
jendela oval yaitu tempat lekatnya stapes. Skala timpani dipisahkan dari
telinga tengah oleh membran jendela bundar. Membran vestibularis yang tipis
membentuk atap dari duktus koklearis sehingga terpisah dari skala vestibule.
Membran basilaris membentuk lantai duktus koklearis memisahkannya dari
skala timpani. Membran basilaris ini sangat penting karna mengandung organ
corti.(17)

2.1.5 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang dan disalurkan ke saluran telinga
tengah melewati membran timpani. Adanya gelombang bunyi menggetarkan
tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang stapes yang
melekat dengan jendela oval sehingga getaran masuk ke dalam koklea dan
menggetarkan cairan perilimfe maju ke atas kemudian mengelilingi
helikoterma dan menuju ke kompartemen bawah sehingga menyebabkan
jendela bundar menonjol keluar telinga tengah untuk mengompensasi
tekanan. Karena ada gerakan cairan organ corti juga ikut bergerak. Di organ
corti terdapat sel rambut luar dan sel rambut dalam dengan di permukaan tiap
sel terdapat stereosilia, pada saat ada gerakan cairan maka sel rambut ini

7
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
sebagai mekanoreseptor yang mengubah suara menjadi impuls listrik dan
dikirim ke korteks auditorius lobus temporalis kemudian diterjemahkan
menjadi suara yang kita kenali.(17)

2.1.6 Patofisiologi Tinnitus


Tinnitus dapat disebabkan oleh adanya kerusakan yang melibatkan
telinga luar, tengah maupun dalam. Kejadian tinnitus kebanyakan disebabkan
oleh intensitas pajanan bising tinggi, sehingga merusak sel rambut yang ada
di koklea ataupun merusak saraf vestibulokoklearis. Sel rambut yang ada di
koklea memiliki peran dalam mengubah suara menjadi impuls listrik yang
kemudian akan diteruskan ke nukleus koklearis ventral dan dorsal lalu
diteruskan ke pusat pendengaran di korteks auditori untuk diinterpretasikan.
Dengan adanya kerusakan sel rambut ini, maka impuls saraf ke nukleus
koklearis ventral dan dorsal menjadi terhambat, sehingga terjadi mekanisme
kompensasi oleh otak yaitu dengan memicu hiperaktifitas dari nukleus
koklearis bagian dorsal di batang otak dan ditransmisikan ke korteks auditori
di otak sehingga terjadi ketidakseimbangan antara inhibisi dan eksitatori
impuls yang memicu terjadinya tinnitus.(13,18)

2.1.7 Bising
Polusi suara atau bising adalah suara tidak menyenangkan yang
diciptakan oleh orang atau mesin yang dapat mengganggu, dan atau
menyakitkan secara fisik.(19)
Sumber bising dapat berasal dari tempat kerja maupun diluar tempat
kerja. Sumber bising di tempat kerja diantaranya adalah suara mesin, benturan
antara alat kerja contohnya memalu, industri yang memproses gas. Sumber
bunyi di luar tempat kerja antara lain mendengar musik dengan earphone,
menghadiri acara konser, dll.(3,20)
2.1.7.1. Jenis-jenis kebisingan
1. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (wide
band noise),misalnya mesin, kipas angin, dan lain-lain

8
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
2. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (narrow
band noise), misalnya gergaji, katup gas, dll.
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas dan
suara pesawat terbang di bandara.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan
tukul , tembakan meriam dan ledakan.
5. Kesibisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di
perusahaan.(4)

2.1.7.2. Dampak bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi


1. Tuli sementara (Temporary Treshold Shift)
Tuli ini terjadi sementara pada saat seseorang mengalami
penurunan pendengaran dan pada saat istirahat pendengarannya
akan kembali normal.
2. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift)
Tuli ini bersifat menetap disebabkan lama pajanan, spektrum
suara, intensitas bising yang tinggi, dan beberapa obat-obatan .
3. Trauma akustik
Pada trauma akustik ini terjadi kerusakan organik telinga
yaitu pecahnya gendang telinga diakibatkan intensitas bising yang
sangat tinggi seperti suara ledakan.
4. Presbiakusis
Keadaan ini terjadi pada semua orang akibat bertambahnya
usia sehingga mengalami penurunan pendengaran pada nada
tinggi.

5. Tinitus
Merupakan pertanda awal gangguan pendengaran dengan
gejala mendengar suara dengungan pada saat hening atau
istirahat.(14)

9
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
2.1.8. Nilai Ambang Batas
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
PER 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisik dan faktor kimia
di tempat kerja tentang Nilai Ambang Batas yang dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu dangan Nilai
Ambang Batas (NAB) kebisingan yang ditetapkan sebesar 85 DB. Berdasarkan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang
Batas Di Tempat Kerja yaitu sebagai berikut:(21)

10
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
Tabel 1.Nilai Ambang Batas Bising

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 13 Tahun 2011

Satuan Waktu Lama Pajanan per hari Intensitas kebisingan


8 85
4 88
Jam
2 91
1 94
30 97
15 100
Menit
7,5 103
3,75 106
1,88 109
Menit
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
Detik 1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

2.1.9 Hubungan antara Bising dan Tinnitus


Tinnitus umumnya banyak terjadi pada pria karena dari faktor pekerjaan
yang beresiko terpajan bising berjam-jam setiap hari dan kerja dalam jangka
waktu satu tahun atau lebih. National Survey of Hearing menyatakan tinitus
dua kali lebih sering terjadi pada mereka yang pernah terpajan bising selama
lebih dari enam bulan. Pada penelitian menyatakan pajanan bising selama 4
jam dengan 94dB memicu perubahan sel rambut luar dan bersifat permanen(19).

11
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
Menurut Annick G et al, tinnitus sering juga terjadi pada usia produktif,
dalam hal ini karena seringnya anak pada usia produktif berkunjung ke diskotik
dan terpajan bising dengan intensitas >105dB. Pajanan bising yang terus-
terusan dari usia muda dapat berefek rentannya kerusakan telinga dalam yang
dapat berlanjut menjadi gangguan pendengaran sehingga berdampak pada
kualitas hidup(5).
Pada penelitian (Engdahl B,et al) menyatakan tinnitus berhubungan dengan
risiko pekerjaan dengan bukti dari Nord-Trondelag Hearing Loss Study
(NTHLS) banyaknya kejadian tinnitus dilaporkan sendiri disebabkan oleh
bising akibat kerja dengan pajanan bising >15 jam per minggu(7). Terdapat hasil
penelitian dari tiga puluh juta pekerja yang terpajan bising rata-rata 8-9 jam
dengan intensitas >85dB diperkirakan sembilan juta pekerja menderita
gangguan pendengaran(22).
Menurut penelitian Ralli M et al, kebisingan di tempat kerja
merupakan faktor resiko terpenting dari gangguan pendengaran, terdapat data
16% anak usia muda di seluruh dunia menderita gangguan pendengaran akibat
bising di tempat kerja. Pajanan bising dengan intensitas tinggi dan
berkelanjutan dapat memicu rusaknya sel rambut dalam dan luar pada organ
korti. Sudah banyak penelitian mendapatkan pasien tinnitus disebabkan oleh
pajanan bising di tempat kerja dengan jangka waktu yang lama(23).
WHO sendiri juga memberi patokan sepuluh tahun dimana bila seorang
pekerja terpajan bising lebih dari sepuluh tahun maka diduga pekerja itu
memiliki resiko yang besar untuk mengalami GPAB(24)

12
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
2.2 Ringkasan Tinjauan Pustaka
Tabel 2. Ringkasan Pustaka
Nama Penelitii Lokasi Desain Subjek Variabel Waktu Hasil
yang diteliti Penelitian
Boger ME, Brazil Cross- Pekerja Lama Hasil penelitian ini menunjukkan
et al sectional usia 18- pajanan gangguan pendengaran berhubungan
65 tahun bising dan dengan durasi lamanya pajanan
gangguan bising, dari tiga puluh juta pekerja
pendengaran yang terpajan bising rata-rata 8-9 jam
dengan intensitas >85dB diperkirakan
sembilan juta pekerja menderita
gangguan pendengaran.(22)
Palmer KT, Southampton Orang Pajanan National Survey of Hearing
et al General Dewasa bising dan menyatakan tinitus dua kali lebih
Hospital, usia kerja tinitus sering terjadi pada mereka yang
Southampton pernah terpajan bising selama lebih
SO16 6YD, dari enam bulan dengan 94 dBA
UK; selama 4 jam per harinya(23).

13
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
Nama Penelitii Lokasi Desain Subjek Variabel Waktu Hasil
yang diteliti Penelitian
Engdahl B, Kabupaten Prospecti Populasi Bising kerja January Penelitian dari Nord-Trondelag
et al Nord- ve cohort usia muda dan Tinitus 1996- Hearing Loss Study (NTHLS)
Trondelag di di februari kejadian tinitus dilaporkan sendiri
Norwegia kabupaten 1998 disebabkan oleh bising akibat kerja
Nord- dengan pajanan bising >15jam per
Trondelag minggu(7).
di
Norwegia

14
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia
2.3 Kerangka teori
Faktor
Resiko

Usia Jenis Intensitas Durasi Riwayat konsumsi


kelamin Pajanan pajanan obat ototoksik
(laki-laki) bising bising
Proses
Lebih sering
degenerasi organ
terpajan kebisingan
pendengaran
di tempat kerja

Melebihi NAB

Rusaknya sel rambut


di koklea

Impuls listrik ke nukleus koklearis terhambat

Terjadi mekanisme kompensasi yaitu hiperaktifitas nekleus koklearis dorsalis

Diteruskan ke korteks auditori dan diinterpretasikan

Tinnitus
Gambar 2. Kerangka Teori
: Diteliti
: Tidak diteliti

15
Hubungan lama pajanan dan intensitas bising dengan kejadian tinnitus pada pekerja konveksi
Lina Tjhia

Anda mungkin juga menyukai