Anda di halaman 1dari 10

Asuhan Keperawatan Klien dengan Osteomyelitis

Defenisi Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut : Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995). Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990). Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997) Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain. Etiologi Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi. Klasifikasi Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu : Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.1. Osteomyelitis Primer 2. Osteomyelitis Sekunder Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel). Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas : a. Steomyelitis akut Nyeri daerah lesi Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka Pembengkakan lokal

Kemerahan Suhu raba hangat Gangguan fungsi Lab = anemia, leukositosis b. Osteomyelitis kronis Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri Gejala-gejala umum tidak ada Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur Lab = LED meningkat Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering : Staphylococcus (orang dewasa) Streplococcus (anak-anak) Pneumococcus dan Gonococcus Insiden Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1. Patofisiologi Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. Manifestasi Klinis Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien

menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah. Evaluasi Diagnostik Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai. Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar x. pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotik yang tepat. Pencegahan Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi. Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis. Penatalaksanaan Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. PROSES KEPERAWATAN Pengkajian o Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang. o kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya. o Pasien selalu menghindar dari tekanan didaerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan. o Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. o Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. o Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh. o Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore dan malam hari. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan osteomielitis dapat meliputi yang berikut : 1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan 2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban berat badan 3. Risiko terhadap penyebaran infeksi, pembentukan abses tulang 4. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan Perencanaan dan Implementasi Sasaran, sasaran pasien meliputi : 1. peredaan nyeri, 2. perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas terapeutik,

3. kontrol dan eradikasi infeksi dan 4. pemahaman mengenai program pengobatan. Intervensi Keperawatan Peredaan nyeri o imobilisasikan bagian yang terkena dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. o Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa sangat nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan. o Tinggikan bagian yang terkena untuk mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya. o Pantau Status neurovaskuler ekstremitas yang terkena. o Lakukan Teknik manajemen nyeri seperti massage, distraksi, relaksasi, hipnotik untuk mengurangi persepsi nyeri dan kolaborasi dengan medis untuk pemberian analgetik. Perbaikan Mibilitas Fisik. o Program pengobatan dengan membatasi aktivitas. o Liindungi tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan stres pada tulang karena Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi. o Berikan pemahaman tentang rasional pembatasan aktivitas. o Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum. Mengontrol Proses Infeksi. o Pantau respons pasien terhadap terapi antibiotika. o Observasi tempat pemasangan infus tentang adanya i flebitis atau infiltrasi. o Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan adanya peredaran darah Yang mewadai (pengisapan luka untak mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliran balik vena, menghindari tekanan pada daerah Yang di graft) untuk mempertahankan imobilitas Yang dibutuhkan, dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan. o Pantau kesehatann urnum dan nutrisi pasien. o Berikan diet protein seirnbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untak meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah o Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi, dan keluarga harus mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program terapeutik. o Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. o Ajarkan cara teknik balutan secara steril dan teknik kompres hangat. Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari rurnah sakit dan supervisi serta dukungan Yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah. o Pantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu Yang mendadak. Pasien diminta. untuk melakukan observasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluarnya pus, bau, dan bertambahnya inflamasi. Evaluasi Hasil yang Olharapkan 1. Mengalami peredaan nyeri a. Melaporkan berkurangnya nyeri

b. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi c. Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak 2. Peningkatan mobilitas isik a. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan~diri b. Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat c. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman 3. Tiadanya infeksi a. Memakai antibiotika sesuai resep b. Suhu badan normal c. Tiadanya pembengkakan d. Tiadanya pus e. Angka leukosit dan laju endap darah kembali non nal f. Biakan darah negatif 4. Mematuhi rencana terapeutik a. Memakai antibiotika sesuai resep b. Melindungi tulang yang lemah c. Memperlihatkan perawatan luka yang benar d. Melaporkan bila ada masalah segera e. Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D f. Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut g. Melaporkan peningkatan kekuatan h. Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di tempat terrsebut. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Riwayat keperawatan Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitisHal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi. b) Pemeriksaan fisik Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema. c) Riwayat psikososial Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahanperubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah. d) Pemeriksaan diagnostik Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI 2. Duiagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak 7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang 3. Perencanaan Keperawatan DP.1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan Kriteria Evaluasi : Tidak terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal Intervensi dan Rasionalisasi : Mandiri : 1. Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10) 2. Mempertahankan im- mobilisasi (back slab) 3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka 4. Amati perubahan suhu setiap 4 jam 5. Kompres air hangat Kolaborasi : 1. Pemberian obat-obatan analgesik Rasionalnya: 1. Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya 2. Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka. 3. Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri Untuk mengetahui penyimpangan penyimpangan yang terjadi 4. Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman 5. Mengurangi rasa nyeri DP. 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan. Tujuan / Hasil Pasien : Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin Mempertahankan posisi fungsional Meningkatkan / fungsi yang sakit Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas Intervensi dan Rasionalisasi : Mandiri : 1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan 2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit 3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak 4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas 5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan

6. Ubah posisi secara periodik Kolabortasi : 1. Fisioterapi / aoakulasi terapi Rasional 1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang 2. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien 3. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien 4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan 5. Mengurangi terjadinya penyimpangan penyimpangan yang dapat terjadi 6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik 7. Mengurangi gangguan mobilitas fisik DP. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal Intervensi dan Rasionalisasi Mandiri : 1. Pantau : - Suhu tubuh setiap 2 jam - Warna kulit - TD, nadi dan pernapasan - Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit 2. Lepaskan pakaian yang berlebihan 3. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh. 4. Motivasi asupan cairan Kolaborasi : 1. Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran Rasional 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati 2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien 3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan kenyaman pasien. 4. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien. 5. Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh DP, 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan. Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang Intervensi dan Rasionalisasi :

Mandiri : 1. Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien 2. Kaji patologi masalah individu. 3. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut. 4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat. Kolaborasi : 1. Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran RAsionalnya 1. Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol 2. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik 3. Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi. 4. Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.rapeutik. 5. Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya DP. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Kriteria Evaluasi : Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri. Intervensi dan Rasionalisasi : Mandiri : 1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen 2. Anjurkan program hemat energi 3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap 4. Kaji respon abdomen setelah beraktivitas 5. Berikan kompres air hangat 6. Beri waktu istirahat yang cukup Rasional 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung 2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn 3. Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan 4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat 5. Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri 6. Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan

Daftar Pustaka Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990. Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta. Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai