Anda di halaman 1dari 6

Nama : Fina Putri Widyani

NIM : PO6224222141

Prodi : DIII Kebidanan Reguler XXIVB

Mata Kuliah : KB & Kespro

Dosen Pengampu : Seri Wahyuni, SST., M.kes

“PERILAKU BULLYING DIKALANGAN REMAJA”

Bullying adalah perilaku agresif yang berulang kali dilakukan oleh individu
atau kelompok terhadap orang-orang atau kelompok lain, menimbulkan kerugian
fisik atau psikologis. Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bully
yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa
Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu
orang lemah. Sedangkan secara terminology menurut Ken Rigby, bullying adalah
keinginan untuk menyakiti. Keinginan ini diungkapkan melalui tindakan dan
menyebabkan seseorang menderita. Tindakan ini dilakukan secara langsung oleh
seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, yang tidak bertanggung jawab,
sering diulang dan dilakukan secara langsung oleh individu atau kelompok orang
yang ingin melakukannya. Bullying adalah suatu bentuk perilaku kekerasan yang
melibatkan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying
yang sering di sebut sebagai pelaku bully bisa seseorang, atau sekelompok orang,
dan dia sadar bahwa dia memiliki kekuatan untuk melakukan apa saja terhadap
korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai orang yang lemah, tidak
berdaya dan selalu merasa terancam oleh bully (Adiyono et al., 2022).

Perilaku bullying dikalangan remaja berdampak pada relasi sosial yang


buruk, mereka para korban akan merasa cemas, depresi, marah, prestasi menurun,
dendam sampai bunuh diri, perilaku bullying juga berpengaruh buruk bagi pelaku,
ia akan membentuk watak yang keras dan merasa selalu berkuasa. Perilaku ini
hendaknya mendaptakan perhatian yang lebih dan membutuhkan solusi, konseling
realita hadir untuk mereduksi perilaku bullying, dalam pendekatannya beradaptasi
dengan kearifan lokal jawa. Kearifan local jawa memiliki nilai-nilai baik seperti
”sepi ing pamrih, rame ing gawe, memayu hayuning bawana” (menjadi bebas dari
kepentingan sendiri, melakukan kewajiban-kewajibannya, memperindah dunia)
yang bisa berdaptasi dengan konsep konseling realita yang memandang bahwa
perilaku manusia yang baik berdasarkan kebutuhan yang berarah pada aspek
tanggung jawab, norma dan realita. Sehingga dalam pelaksanaannya konseling
realita memilki andil besar dalam mereduksi perilaku bullying (Asro, 2018).

Fenomena perilaku bullying merupakan bagian dari kenakalan remaja yang


sering di ketahui terjadi pada masa - masa remaja, dikarenakan masa ini remaja
memiliki egosentrisme yang tinggi. Masa remaja merupakan suatu fase
perkembangan antara masa kanak - kanak dan masa dewasa, usia peserta didik /
remaja sekitar 12-18 tahun usia rentan menjadi korban bullying(Budiman et al.,
2021).

Definisi bullying menurut Rigby, bullying adalah sebuah hasrat untuk


menyakiti. Hasrat ini dilakukan ke dalam aksi, yang bisa menyebabkan seseorang
menderita atas hal yang dilakukan. Pada hal ini dilakukan secara langsung oleh
seseorang tau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya
berulang, dan diperlakukan dengan rasa senang. Perilaku setiap individu pastinya
berbeda-beda pada kesehariannya terlebih pada lingkungan sekolah, masyarakat
dan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang paling utama dalam
pembentukan karakteristik seorang anak, apabila faktor struktur fungsional di
dalam keluarga tidak berjalan dengan baik maka dengan itu kepribadian individu
itupun akan mengikuti kehidupan yang sudah terbentuk serta tercipta didalam
keluarga apapun yang mereka lakukan akan dilihat dari struktur fungsional pada
keluarga masing-masing agar tidak terjadi bullying dengan artian tidak adanya
pelaku bullying apabila keluarga itu berjalan dengan baik-baik saja. Namun,
sekolah juga tempat keseharian anak-anak dalam berinteraksi serta bermain, setiap
anak memiliki kehidupan yang berbeda-beda entah dari kalangan apapun dia
berasal. Salah satu penyebab bullying juga bisa terjadi karena faktor senioritas yang
terjadi dalam lingkup sekolah biasanya kebanyakan kakak kelas terlihat lebih
berkuasa dibandingkan dengan adik kelasnya, seringkali senioritas dibuat menjadi
bahan adu domba, hiburan, penyaluran dendam kepada adik kelas dengan dendam
sebelumnya yang telah mereka alami yang dibuat oleh senior mereka sebelumnya,
iri hati akan adik kelas yang memiliki presetasi atau penampilan yang menarik
daripada kakak kelasnya atau bahkan hanya mencari popularitas dengan
menggunakan kekuasaan yang terdapat pada sekolah sehingga mereka akan di
labelling poppuler oleh kebanyakan siswa. Namun, karena adanya bullying seorang
anak bahkan berumur remaja pun tidak bisa mengembangkan kelebihan yang dia
miliki karena diejek dari kekurangannya dan membuat seseorang merasa depresi
dimana posisi sudah merasa sangat down akibat penekanan dengan sebuah lontaran
ejekan yang terus menerus mengejek tentang dirinya dengan mengakibatkan bahwa
dirinya tidak bisa melawan meskipun individu itu tau bahwa perlakuan
menjatuhkan ini sangatlah membuat sakit hati dan berakibat fatal karena terus
memikirkan ejekan-ejekan tersebut(Choirunnisa & Kudus, 2022).

Ada beberapa teori mengenai masa remaja menurut para ahli seperti
Hurlock, Santrock serta World Health Organization (WHO) yang seringkali dikutip
dalam berbagai penelitian. Masa remaja didefinisikan sebagai masa transisi dari
masa kanak – kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan adanya perkembangan
biologis, kognitif, serta social emosional. Masa remaja berada dalam rentang usia
12 – 22 tahun. Dalam periode ini, mereka mencoba mencari jati diri atau identitas,
mempelajari ilmu serta ketrampilan baru, belajar untuk mengontrol emosi dan relasi
sosial mereka. Pada masa ini remaja membutuhkan pengakuan Kesehatan
perkembangan secara kognitif, emosional, seksual dan psikologis selama masa
remaja sangat ditunjang oleh adanya lingkungan yang aman, memberikan
dukungan serta proteksi bagi para remaja (Amin, 2020).

Fenomena bullying ibarat fenomena gunung es yang nampak “kecil” di


permukaan, namun menyimpan berjuta permasalahan yang sebagian besar di
antaranya tidak mudah ditangkap oleh mata orang tua ataupun guru. Sebagaimana
dikemukakan dalam paparan sebelumnya, masyarakat (khususnya para orang tua
dan guru) seringkali terlena oleh kesan “remeh” fenomena bullying, sehingga
mengesampingkan dampak dan bahayanya yang luar biasa yang muncul di
kemudian hari baik terhadap korban bullying, pelaku bullying, maupun dampak
yang lebih luas lagi terhadap masyarakat kita (Handayani et al., 2021).
Namun, penindas (the bully) seringkali tidak menyadari telah melakukan
bullying kepada korbannya. Hal tersebut dikarenakan tidak jarang perilaku bullying
dipersepsikan sebagai perilaku yang wajar dan seringkali dianggap sebagai
gurauan. Selain itu, bullying dipersepsikan bukan sebagai penyiksaan dan
merupakan proses tumbuh dewasa anak serta agresi yang tidak menimbulkan
korban . Penindas (the bully) yang tidak menyadari bahwa telah melakukan
bullying akan terus melakukan bullying hingga tujuannya tercapai yaitu
popularitas, memperoleh kekuasaan atas orang lain, membalas dendam, dan
sebagainya. (Shidiqi, 2012)

Pada masa remaja, bahaya bullying seringkali tidak disadari karena


kurangnya pengetahuan baik apa itu bullying, bentuk dan dampak bullying.
Pengetahuan adalah sebuah hasil dari penginderaan atau hasil dari mencari tahu
yang dilakukan melalui inderanya yakni dengan penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, raba oleh manusia terhadap suatu objek tertentu sehingga
menghasilkan pengetahuan (Noviana et al., 2020).

Fenomena bullying menjadi hal yang serius di bidang pendidikan. Bullying


dapat berakibatnegatif baik terhadap korban maupun pelakunya, keduanya dapat
mengalami masalah jiwa dan sosial,bahkan sampai bunuh diri. Bagi korban, efek
negatif bullying dapat berupa efek jangka pendek seperti luka fisik, maupun efek
jangka panjang seperti mengalami kecemasan, depresi,penggunaan zat berbahaya,
peluang melakukan bullying pada orang lain serta memungkinkan
munculnyaberbagai gangguan perilaku lain. Bullying dapat menimbulkan
masalahpada aktivitas sosial, merasa takut untuk sekolah sehingga sering absen,
tidak dapat belajar dengan baikdan tidak dapat berkonsentrasi yang kesemuanya
dapat menimbulkan penurunan prestasi belajar. Perilaku bullying juga dapat
memunculkan depresi, perilaku psikopatologi, masalahkesehatan serta perilaku
menyakiti diri sendiri (Noviana et al., 2020).

Lebih lanjut Desire menambahkan bahwa bullying pada siswa merupakan


tanda rendahnya pengendalian diri. Santri yang mempunyai kontrol diri yang
rendah lebih dominan impulsif, senang berisiko, dan picik (Emilda, 2022).
Berbicara mengenai bullying yang terjadi di lingkungan pendidikan, tidak
ada peraturan perundang-undangan yang membahas secara jelas tentang bullying
secara menyeluruh. Satu-satunya aturan yang dapat menjadi acuan yakni Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak. Dalam pasal 54 jo pasal 9 ayat (1a) dituliskan bahwa : “Anak di dalam dan
di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak
kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan
oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.”
Pasal 9 ayat (1a) : “setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan
Pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lainnya”. (Coker et al.,
2018).

Perlindungan terhadap anak perlu mendapat perhatian dikarenakan anak


adalah pemegang estafet kepemimpinan bangsa di masa depan. Di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi”.(Coker et al., 2018)
Referensi jurnal
Adiyono, A., Adiyono, A., Irvan, I., & Rusanti, R. (2022). Peran Guru Dalam
Mengatasi Perilaku Bullying. Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah, 6(3), 649. https://doi.org/10.35931/am.v6i3.1050
Amin, G. (2020). Psikoedukasi Mengenai Dampak Bullying Dan Cara
Meningkatkan Self-Esteem Pada Remaja. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia,
3(1), 300–307. https://doi.org/10.24912/jbmi.v3i1.8058
Asro, M. (2018). Pendekatan Konseling Realita berbasis kearifan lokal Jawa untuk
mereduksi perilaku bullying dikalangan remaja. In Prosiding Seminar
Nasional Bimbingan Dan Konseling, 2(1), 386–391.
Budiman, A., Ns, K. E. P., Asriyadi, F., Cv, K. E. P. P., & Persada, P. (2021).
Perilaku bullying pada remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Jurnal Paradigma Ekonomika, 12(1), 20.
Choirunnisa, C., & Kudus, W. A. (2022). Dampak Bullying terhadap Psikologis
Remaja di Kecamatan Rangkasbitung. Arzusin, 2(3), 205–218.
https://doi.org/10.58578/arzusin.v2i3.400
Coker, C., Greene, E., Shao, J., Enclave, D., Tula, R., Marg, R., Jones, L., Hameiri,
S., Cansu, E. E., Initiative, R., Maritime, C., Road, S., Çelik, A., Yaman, H.,
Turan, S., Kara, A., Kara, F., Zhu, B., Qu, X., … Tang, S. (2018). No 主観的
健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分
散構造分析Title. Transcommunication, 53(1), 1–8.
http://www.tfd.org.tw/opencms/english/about/background.html%0Ahttp://dx.
doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.20
16.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.
org/10.1016/j.matlet.2019.04.024%0A
Emilda, E. (2022). Bullying di Pesantren: Jenis, Bentuk, Faktor, dan Upaya
Pencegahannya. Sustainable Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, 5(2), 198–207.
https://doi.org/10.32923/kjmp.v5i2.2751
Handayani, A., Utomo, H. B., Khan, R. I., Wandansari, Y., Rahmawati, A., Daulay,
N., Simanjuntak, E., Anggara, O. F., Wahyuni, H., Setyaningsih, Rohmah, N.,
Herawati, N., Adhani, D. N., Mustika, I., Atika, M., Qorrin, R., & Bawono, Y.
(2021). Psikologi Parenting. CV. Bintang Semesta Media, 3–14.
Noviana, E., Pranata, L., & Fari, A. I. (2020). Gambaran Tingkat Pengetahuan
Remaja Sma Tentang Bahaya Bullying. Publikasi Penelitian Terapan Dan
Kebijakan, 3(2), 75–82. https://doi.org/10.46774/pptk.v3i2.331
Shidiqi, M. F. (2012). Artikel Pendukung Penulisan Ilmiah. 1–15.

Anda mungkin juga menyukai