Anda di halaman 1dari 9

PERUNDUNGAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH

(Bullying sebagai Dehumanisasi)

Oleh:
Lorencius Riwa Rerungallo 191114103
Andreas Setyawan Adi 171114057

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dewasa ini, permasalahan yang menyangkut perundungan atau bullying yang
terjadi di lingkungan sekolah menjadi kasus yang marak terjadi. Begitu banyak kejadian
perundungan yang kerap ditemui. Hal tersebut seringkali terjadi pada usia anak-anak baik
SD, SMP, maupun SMA. Di kutip dari kpai.go.id, KPAI mencatat, dalam kurun waktu 9
tahun ini, dari tahun 2011 -2019 ada sekitar 37.381 kasus pengaduan kekerasan terhadap
anak. Untuk kasus bullying dalam dunia pendidikan, angkanya mencapai 2.473 laporan
dan masih terus meningkat. Kasus perundungan atau bullying di sekolah sendiri menjadi
catatan hitam bagi dunia pendidikan yang agaknya sulit untuk dihapuskan. Berita
mengenai perundungan setiap tahunnya selalu muncul di pemberitaan nasional.

Adapun bentuk perundungan atau Bullying sendiri dapat berupa perundungan


fisik dengan cara melibatkan fisik seperti melukai tubuh atau penindasan, perundungan
verbal yang berbentuk intimidasi yang melibatkan kata kata secara tertulis atau terucap
dengan mengejek, menghina dengan sebutan yang tidak pantas, perundungan sosial yang
dapat merusak reputasi atau hubungan seseorang dengan menyebarkan gosip atau rumor
negatif, mempermalukan seseorang, dan bahkan mengucilkan seseorang, terdapat juga
perundungan di dunia maya dan bahkan perundungan secara seksual. Efek-efek yang
terjadi pada perundungan tersebut sangat luar biasa terutama pada psikis korban
perundungan.

Permasalahan mengenai perundungan terutama di sekolah masih masih kurang


mendapat perhatian baik dari pemerintah sendiri maupun masyarakat umum. Masyarakat
umum masih menganggap remeh dan belum menanggapi secara serius padahal
dampaknya bisa sangat fatal. Tanpa di sadari bentuk-bentuk perundumgam atau bullying
yang dilakukan oleh anak-anak di sekolah sudah masuk dalam perbuatan dehumanisasi
karena tindakan bullying sudah merenggut harkat dan merendahkan seseorang sebagai
manusia. Anak-anak yang masih dalam masa tumbuh kembang, baik pelaku perundungan
atau korban dari perundungan tanpa sadar telah melakukan tindakan-tindakan yang
mengarah pada sikap dehumanisasi.

Jika anak-anak sekolah yang masih dalam tumbuh kembang tanpa pengawasan
orang tua. Guru, maupun konselor telah sejak dini menganal perundungan baik korban
atau pelaku, maka secara perlahan sikap-sikap dehunamanisasi telah tertanam sejak dini.
Besar kemungkinan jika mereka sudah beranjak dewasa, anak-anak tersebut berpotensi
melakukan perbuatan-perbuatan dehumanisasi yang akan merugikan diri sendiri dan juga
orang lain. Maka dari itu, kasus perundungan atau bullying sebaiknya tidak dianggap
remeh, dan semestinya dikupas tuntas sampai keakar-akarnya.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana tindakan Perundungan / Bullying yang terjadi di sekolah dianggap
termasuk dalam tindakan dehumanisasi?
BAB II

Pembahasan

1. Pengertian Perundungan (Bullying)


Perundungan, atau istilah lebih kerennya disebut Bullying merupakan suatu
perilaku yang agresif yang tentu saja tidak diinginkan oleh seseorang (Khusunya anak
usia sekolah) yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.
Tindakan perundungan dapat dikategorikan sebagai perundungan jika pelaku sangat
agresif, yang mencakup ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku, baik berupa fisik,
mempermalukan korban, atau memiliki popularitas yang menjadikan pelaku mampu
mengendalikan dan mebahayakan korban, perlakuan intimidasi tersebut terjadi secara
berulang dan berpotensi terjadi lebih dari satu kali. Ada juga beberapa tindakan lain yang
termsuk dalam sikap perundungan atau bullying yaitu, perbuatan yang dapat
mebahayakan orang lain, menyebarkan rumor atau gosip yang merugikan, menyerang
secara fisik maupun verbal, dan juga mengucilkan seseorang ari sebuah kelompok yang
dilakukan secara sengaja.

Menurut Olweus, bullying adalah perilaku negatif yang berulang yang bermaksud
menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan olehpelaku, baik satu atau beberapa
orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya. Menurut
American Psychiatric Association (APA) bullying adalah perilaku agresif yang
dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu

(a) Perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan

(b) Perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu

(c) Adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang


terlibat.

Sedangkan menurut Coloroso, bullying merupakan tindakan intimidasi yang


dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih
lemah, yang dilakukan secara sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara
fisik maupun emosional. Rigby menyatakan, bullying merupakan perilaku agresi yang
dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, terdapat kekuatan yang tidak
seimbang antara pelaku dan korbannya, Menurut Olweus, bullying merupakan suatu
perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau
menyakitkan oleh orang lain, baik satu atau beberapa orang secara langsung terhadap
seseorang yang tidak mampu melawannya.
2. Apa itu Dehumanisasi?

Dehumanisasi merupakan suatu perilaku atau sebuah proses yang merendahkan


seseorang dan hal lainnya. Definisi terapan tersebut merujuknya sebagai pandangan atau
perlakuan orang lain seperti orang yang kekurangan kemampuan mental yang mereka
miliki sebagai manusia. Setiap tindakan atau pikiran yang memperlakukan seseorang
dengan kurang atau tidak manusiawi dapat disebut sebagai tindakan dehumanisasi.
Menurut Nick Haslam, dehumanisasi adalah penyangkalan terhadap esensi kemanusiaan.
Dari definisi ini, Haslam mengklasifikasikan dua bentuk dehumanisasi. Pertama,
penyangkalan terhadap atribut-atribut yang khas manusiawi, yang menyebabkan satu
pihak memandang dan memperlakukan manusia lain seolah-olah binatang. Kedua,
penyangkalan terhadap kodrat manusiawi yang membuat satu pihak memandang dan
memperlakukan manusia lain seperti objek atau mesin. Menurut Haslam nilai-nilai
kebaikan dan kemanusiaan adalah ciri-ciri dehumanisasi.

Setiap manusia tentu saja memiliki keunikan serta kelebihan masing-masing.


Meski demikian, hakikatnya manusia juga memiliki derajat yang sama satu dengan yang
lainnya. Manusia hidup tidak sendiri, kita hidup di negara yang besar, dan di dunia yang
luas. Saat bertemu dengan orang atau golongan yang berbeda dari kita sendiri merupakan
hal yang tentu saja wajar. Sayangnya, saat ini banyak peristiwa yang justru
menggambarkan ketidakadilan yang didasarkan pada perbedaan yang dalam konteks ini
tidak perlu dipersoalkan. Banyaknya peristiwa yang membuat seseorang atau golongan
menjadi tertindas atas perlakuan orang lain adalah sebuah bukti dehumanisasi. Menurut
KBBI, dehumanisasi berarti penghilangan harkat manusia. Dehuminisasi adalah
kemampuan untuk tidak memanusiakan manusia. Saat seseorang sudah "lupa" dengan
moral, nilai-nilai kebaikan, dan tak lagi memiliki toleransi, akan berujung pada tindakan
yang merendahkan manusia lain tanpa ada rasa peduli, simpati, atau empati sedikitpun.

Dehumanisasi adalah kemerosotan tata-nilai. Mereka yang menjadi korban


dehumanisasi kehilangan kepekaan kepada nilai-nilai luhur, seperti kebenaran, kebaikan,
keindahan(estetik) dan kesucian. Mereka hanya peka dan menghargai nilai-nilai dasar,
seperti materi (pemilikan kekayaan), hedonisme (kenikmatan jasmani) dan gengsi
(prestise). Pada dasarnya, manusia memiliki insting untuk lebih awas jika ada sesuatu
atau seseorang yang berbeda dari pola hidup yang ia jalani. Ini adalah pemicu awal yang
jika setiap menghadapi perbedaan tidak ditelaah dan dicerna dengan baik, bisa
menimbulkan perilaku tidak manusiawi tersebut. Dehumanisasi juga terlihat pada orang
narsistik dan antisosial. Orang-orang yang memiliki sifat atau gangguan kepribadian ini
akan menganggap dirinya lebih baik dari pada orang lain sehingga sering kali tidak bisa
menghormati dan menghargai orang lain di sekitarnya.
Proses dehumanisasi didukung juga dengan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, yang mana menjadikan manusia modern tidak lagi setara. Karena manusia
yang satu menganggap manusia lain sebagai sesuatu yang derajatnya di bawahnya. Pada
saat manusia menganggap manusia lain sebagai sesuatu yang derajatnya di bawah
manusia, rasa empati tidak muncul ketika dia mengalami kesusahan, kesedihan maupun
kesakitan.
Hal lain yang dapat menyebabkan dehumanisasi yaitu pengalaman ketika
didiskriminasi maupun kekerasan yang dialami di masa lalu. Orang yang menerima
perlakuan tidak manusiawi pada masa kecil akan cenderung melakukan hal tidak
manusiawi yang sama, atau bisa lebih parah, pada orang lain saat ia sudah dewasa. Selain
itu, mereka juga akan cenderung menjadi orang yang tertutup dan sulit bergaul dengan
orang disekitar karena trauma yang dirasakan di masa lalu.

3. Perundungan (Bullying) Sebagai Dehumanisasi

Setiap tindakan atau pikiran yang memperlakukan seseorang dengan kurang


manusiawi dapat disebut sebagai tindakan dehumanisasi begitu pula dengan tindakan
bullying. Bullying merupakan bagian dari tindakan dehumanisasi karena bullying
merupakan tindakan individu yang merengut dan merendahkan seseorang dalam
kodratnya sebagai manusia yang disertai dengan kekejaman, serangan fisik maupun
mental yang dapat menyebabkan korban dari bully menderita, rentan terhadap penyakit
baik secara fisik dan mental. Pelaku perundungan dan juga korban dari tindakan
perundungan bisa jadi berpotensi berperilaku atau bersikap dehumanisasi.

Pelaku perundungan dikatakan rentan menjadi dehumanisasi karena setiap


tindakan-tindakan yang dilakukan saat melakukan perundungan sudah menjadi sikap
dehumnasisasi. Contohnya pelaku perundungan merasa memiliki kuasa terhadap korban,
sehingga pelaku dengan seenak hati dengan memerintahkan korban melakukan apa saja
yang diingnkan oleh pelaku baik memerintahkan hal yang ringan sampai hal-hal yang
sulit, yang sang korban tidak dapat lakukan, dan bahkan bisa mempermalukan korban.
Contoh perundungan tersebut adalah juga sikap dehumanisasi yang menjadikan
seseorang sebagai robot atau mesin karena pelaku merasa memiliki kuasa. Contoh kasus
perundungan yang lain, ketika pelaku perundungan atau bullying melakukan tindakan
kekerasan fisik terhadap korban, karena korban tidak memiliki kuasa atau kemampuan
untuk melawan. Pelaku dengan sadar melakukan kekerasan fisik dengan menendang atau
memukul korban tanpa rasa bersalah, bahkan dalam beberapa kasus perundungan, sang
pelaku dengan tega melempar kotoran hewan kepada korban atau bahkan melemparkan
pelaku ke dalam selokan dan dilakukan dengan sadar dan bahkan dicadikan hiburan oleh
pelaku. Hal tersebut juga menjadi sikap dehumnasisasi karena pelaku memperlakukan
korban secara tidak manusiawi,dan pelaku kehilangan nilai-nilai kebaikan.
Demikian pula dengan korban perundungan. Korban juga rentan melakukan
tindak-tindakan yang mengarah kepada dehumanisasi. Efek bullying merupakan sebuah
rantai yang tidak akan dapat berkesudahan. Karena jika seseorang menjadi korban bully
maka tidak menutup kemungkinan korban bully ini di masa depan akan menjadi
seseorang pelaku bully. Sepemahan kelompok dan juga berdasarkan pengamatan masing-
masing anggota kelompok, tidak sedikit dari korban yang mengalami bullying atau
perundungan dimasa kecilnya, rentan mengalami ganguan mental yang mengakibatkan
sang korban berperilaku buruk. Korban yang ketika masa pertumbuhannya mengalami
perundungan yang cukup parah, dan tidak mendapatkan dukungan atau tidak dirangkul
dari orang-orang sekitar lingkungannya, cenderung akan melakukan tindakan yang sama
atau bisa lebih parah dari perlakuan yang dialaminya sebelumnya ketika dewasa nanti.
Ada baiknya jika seseorang menjadi korban bullying, butuh kehadiran seseorang
untuk menjadi tempat mereka untuk bercerita. Sebagai contoh jika seorang anak menjadi
korban bullying di sekolahnya, ada peran besar dari orang tua dan guru untuk
mendampingi sang anak untuk bercerita dan memberikan semangat, bahwa anak tersebut
jauh lebih baik dari orang-orang yang melakukan penindasan sehingga di masa depan
anak tersebut tidak akan dendam dan membalas melakukan penindasan ke orang lain.
BAB III

Kesimpulan

Masa anak-anak terutama masa remaja adalah fase dimana perkembangan antara anak-
anak dan mas dewasa. Dimana pada masa tersebut, remaja-remaja tersebut memiliki kematangan
emosi sosial, fisik dan juga psikis. Masa remaja merupakan masa dimana mereka mencari jati
diri. Dan pada masa tersebut, akan mengalami banyak kesulitan yang membuat kondisi psikis
mereka menjadi labil, sehingga rentan terjadi perundungan antar sesama anak-anak di
lingkungan sekolah. Praktik perundungan atau bullying di sekolah dianggap sudah menjadi
tradisi di sekolah dan bahkan anak yang meruoaan pelaku perundungan mengetahui dengan
sangat jelas bahwa perundungan merupakan hal yang tidak baik. Kasus-kasus perundungan yang
terjadi seringkali diannggap hal yang biasa, dianggap menjadi hal lumrah antara anak-anak
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, tidak sedikit yang menganggap bahwa
peerundungan menjadi salah satu proses sosialisasi yang wajar di lingkungan anak-anak.
Perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah cukup memprihatinkan mengingat peran
sekolah adalah memberikan pendidikan baik ilmu pengetahuan maupun membangun karakter
atau nilai-niai budi luhur sebagai bekal anak untuk penerus bangsa. Anak-anak yang dalam masa
pertumbuhan membutuhkan bimbingan yang postif dan sangat diperlukan sosialisasi mengenai
perundungan.

Dengan melakukan perundungan, pelaku akan beranggapan bahwa dia memeiliki


kekuasaan terhadap orang lain dan juga keadaan. Jika perundungan sibiarkan terus menerus
terjadi tanpa intervensi, perilaku bullying atau perundungan ini dapat menyebabkan
terbentuknya perilaku lain yang mengarah pada sikap dehumanisasi dan akan menjadikan
terbentujnya perilaku kriminal. Dampak perundungan juga berlaku bagi anak-anak yang
menyaksikan perundungan. Para siswa atau anak-anak yang menyaksikan, dapat berasumsi
bahwa perundungan adalah perilaku yang dapat diterima secara sosial, sehingga anak yang
awalnya hanya menjadadi penonton berpotensi ikut menjadi pelaku perundungan.

Melihat kasus bullying di sekolah yang semakin banyak, sangat diperlukan pemahaman
moral bagi siswa-siswa atau anak-anak di sekolah. Guru atau pendidik perlu menekankan
bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk dan apa
yang akan menjadi akibatnya. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program
pengajaran keterampilan sosial atau pendidikan karakter yang sangat penting. Dan diperlukan
kerja sama anatara guru dan orang tua untuk tercapainnya tujaun belajar secara maksimal tanpa
adanya tindakan perundungan di sekolah.

Daftar Pustaka

https://journal.sociolla.com/lifestyle/guide-lifestyle/mengenal-dehumanisasi/

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-dehumanisasi-atau-dehumanization/
4932/2

https://www.sehatq.com/artikel/pengertian-bullying-dan-jenis-jenisnya-yang-harus-
diwaspadai

https://www.kpai.go.id/publikasi/sejumlah-kasus-bullying-sudah-warnai-catatan-
masalah-anak-di-awal-2020-begini-kata-komisioner-kpai

Anda mungkin juga menyukai