Anda di halaman 1dari 2

PERUNDUNGAN/BULLYING

Bullying, merupakan istilah asing yang sudah sangat akrab ditelinga kita. Dalam Bahasa Indonesia, istilah
ini sepadan dengan kata “rundung” atau “perundungan” dan dimaknai sebagai tindakan yang menyakiti
orang lain, baik secara fisik maupun psikis.

Tindakan perundungan terjadi berulang kali dari waktu ke waktu, seperti, memanggil nama seseorang
dengan julukan yang tak disukainya, menyebarkan rumor, mengancam, merongrong, membentak,
memaki, bergosip, menghina, meledek, mencela, mempermalukan, dan sebagainya, sehingga orang
yang dirundung (korban perundungan) merasa kurang nyaman dan hidup dalam tekanan.

Tindakan perundungan bisa berbentuk kekerasan fisik dan sosial. Dalam bentuk fisik, perundungan itu
diwujudkan dalam tindakan seperti : menampar, mendorong, mencubit, menjambak, menendang,
meninju, dan lain sebagainya yang dapat melukai fisik. Dalam bentuk sosial, tindakan perundungan
berupa, mengucilkan, membeda-bedakan, dan mendiamkan seseorang oleh kelompok.

Perundungan itu dapat terjadi kapan dan di mana saja, termasuk di dunia maya yang dikenal dengan
istilah cyber bullying, dilakukan dalam tindakan memperolok-olok di media sosial, seperti mengirimkan
pesan yang menyakitkan, menghina, mencaci, bahkan mengancam. Bentuk lain dari perundungan
adalah teror, menyebarkan berita bohong, flaming atau perang kata-kata dari dunia maya, merubah foto
tidak semestinya, membuat akun palsu untuk merusak reputasi, memperdaya seseorang untuk
melakukan sesuatu yang memalukan, mengucilkan seseorang dari grup daring/online, dan sebagainya.

Biasanya perundungan dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok, seperti yang sering terjadi di
kalangan siswa dalam kelas atau anak remaja dalam lingkungan tempat tinggalnya. Pelaku biasanya
berasal dari keluarga yang bermasalah, seperti pola asuh orang tua yang keras, kurang mendapat
perhatian dan pendidikan agama. Selain itu, sekolah atau lingkungan sosial yang kurang tanggap, bisa
menjadi pemicu. Sekolah atau lingkungan seakan memberi ruang untuk si pelaku melakukan
perundungan.

Umumnya, mereka yang menjadi pelaku perundungan atau yang berpotensi menjadi perundung, punya
pengalaman menjadi korban perundungan, seperti yang sering terjadi pada perpoloncoan di sekolah
atau lembaga. Mereka termotivasi melakukan perundungan untuk balas dendam. Pelaku perundungan,
memiliki rasa percaya diri yang rendah yang mereka lampiaskan pada orang lain dalam bentuk
menghina, mengejek, memaki bahkan anak-anak lain dianggapnya lemah. Mereka akan merasa puas
apabila korbannya menderita, ketakutan, menangis, dan atau terkucilkan.

Hal ini bukan merupakan sesuatu yang baru lagi. Banyak faktor dan ciri-ciri tindakan kekerasan yang kita
temui di lingkungan. Bila tidak diwaspadai, bisa menjadi tunas baru munculnya perundungan.
Perundungan dapat diibaratkan sebagai benih dari banyak kekerasan lain, misalnya seperti, tawuran,
intimidasi, pengeroyokan, pembunuhan, dan sebagainya. Sementara itu akibat yang ditimbulkan dari
perundungan terhadap korban adalah korban perundungann akan mengalami penderitaan, depresi yang
berkepanjangan dan parahnya bisa bunuh diri.
Begitu mirisnya kalau tindakan perundungan itu telah terjadi pada anak-anak, atau peserta didik.
Tentulah ia akan hidup delam tekanan. Bagaimana ia akan memikirkan masa depan, sementara dalam
keseharian ia merasa tidak aman. Untuk itu, perlulah kita mengkampanyekan agar perundungan tidak
terjadi dan kita bisa menyelamatkan anak bangsa dari bahaya yang mengancam masa depannya.

Dalam mengatasi dan mencegah terjadinya perundungan, diperlukan kerja keras yang baik diantara
semua pihak. Baik itu keluarga, lingkungan, sekolah dan pemerintah. Keluarga, terutama orang tua,
harus lebih cermat melihat, apakah ada ciri-ciri perundungan terjadi pada anggota keluarganya, baik
sebagai pelaku ataupun korban. Ketika orang tua mengetahui telah terjadi praktik perundungan, ia
harus menjalin komunikasi dengan sekolah. Masyarakat lingkungan pun harus membuka diri dan
membantu pemulihan korban dan tidak main hakim sendiri terhadap pelaku perundungan.

Pemerintah dan sekolahpun harus proaktif mengkampanyekan anti perundungan, baik dengan cara
sosialisasi bahaya perundungan dan meningkatkan disiplin sekolah dengan membuat aturan tertulis
tentang perundungan. Disamping memberikan bantuan moril terhadap korban, pihak sekolahpun
memberikan sanksi tegas terhadap pelakunya.

Perundungan merupakan suatu perilaku tidak menyenangkan yang membuat seseorang merasa tidak
nyaman, sakit hati, dan tertekan. Semoga kita semua, bisa mencegah dan mengatasinya, minimal
dilingkungan kerja dan tepat tinggal kita. Mari selamatkan anak bangsa dengan mengkampanyekant
“stop perundungan dan kenali bahaya yang ditimbulkan.”

Anda mungkin juga menyukai