Anda di halaman 1dari 5

Yuk Jaga anak-anak kita dari bahaya

bullying!
Suatu ajakan untuk orang tua untuk mencegah anak menjadi pelaku maupun korban bullying

Ditulis oleh Nura Khabita, S. Si. ( Walimurid MI Ma’arif NU 1 Pageraji, Anggota Fatayat NU Ranting
Panembangan, Anggota Poklahsar Berlian Pajhero Panembangan)

Pendahuluan

Di umur saya yang memasuki angka 33 tahun ini, saya merasakan banyak hal, dimana saya mengalami
banyak sekali memori-memori masa kecil yang terasa menyedihkan ataupun mengecewakan karena sikap
orang lain. Beberapa kali juga saya pernah merasa kehilangan kontrol ketika merasa terganggu dengan
sikap orang lain. Saya merasa aneh dengan diri saya. Namun, sekarang saya sudah lebih banyak
menyadari mengapa semua itu bisa terjadi pada diri saya.

Dan beberapa kejadian sepele mendorong saya untuk bersikap seolah saya harus mengeluarkan perasaan
yang pernah saya abaikan. Entah kenapa ini seperti menjadi penarik benang merah pemahaman atas
kejadian bullying yang menimpa anakku di sekolah. Anak-anak saya pernah menerima perlakuan bullying
seperti diejek dalam bentuk verbal, dimintai uang dengan diiringi kalimat ancaman, di dorong, dipukul,
bahkan ditendang.

Terjadinya fenomena Bullying yang kian tahun kian meningkat, memancing rasa penasaran dan juga
memancing perasaan dari dalam hati. Mengapa bisa terjadi krisis empati diantara anak-anak polos itu,
ya? Dan seolah belum ketemu solusi yang berhasil untuk mengatasi masalah bullying itu. Terkadangpun
saya ingin mencari dan memarahi anak yang melakukan bullying di sekolah kepada anak-anak saya. Saya
pun selalu bertanya dan memastikan bahwa anak-anak saya tidak menyakiti temannya terlebih dahulu.
Namun, ketika saya melihat wajah mereka (si pelaku bullying) yang polos, saya jadi kasihan, tidak jadi
marah.

Saya bertanya-tanya, sebetulnya anak nakal dan perilaku bullying itu sebabnya apa, ya? Anak-anak
kebanyakan masih belum memiliki kesadaran penuh atas apa yang dilakukan. Mereka masih melakukan
sesuatu berdasarkan dorongan alam bawah sadar, yang dapat muncul sesuai dengan perilaku yang
mereka terima dari orang lain. Entah itu orang tua, saudara, lingkungan anak bermain, teman sebaya di
sekolah, tontonan, game yang sering dimainkan, dan sebagainya. Anak-anak sebenarnya hanyalah kertas
putih yang diwarnai oleh lingkungan.

Saya tertarik untuk menulis tulisan ini dengan tujuan membantu mengedukasi para orang tua agar
mendukung penurunan kejadian bullying. Kenapa? Karena bullying jika tidak diantisipasi dengan serius
akan menimbulkan masalah lain seperti penurunan semangat belajar anak, depresi, dendam, bahkan
secara fisik bias menimbulkan luka baik ringan maupun fatal.
Sudah miris begitu jadi korban bullying, ternyata masih banyak orang tua yang bingung bagaimana
menyikapi anak-anak mereka yang menjadi korban bullying. Misalnya, korban bullying anaknya penakut
atau pendiam atau anak tersebut berasal dari kalangan keluarga ekonomi menengah kebawah dan
pelaku memiliki orang tua yang ekonomi menengah ke atas ataupun memiliki jabatan tertentu dalam
masyarakat misalnya. Dilemanya lagi, sudah menjadi korban bullying mau membela diri masih kesandung
status sosial.

Tentang Bullying dan Pengalaman dibully

Bullying yaitu perilaku agresif maupun suatu ancaman pada usia anak atau remaja disebabkan adanya
perbedaaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perilaku agresif dan ancaman itu dapat berupa verbal,
psikis, maupun fisik yang dilakukan lebih dari satu kali dan berpotensi secara terus menerus. Bullying
bahkan menjadi masalah yang universal yang tidak terjadi pada anak-anak saja namun bisa terjadi pada
orang dewasa dan menyentuh berbagai lingkungan baik keluarga, sekolah, pesantren, bisnis, dan
masyarakat.

Bullying dapat terjadi secara verbal seperti mengejek dengan nama yang jelek, menghina atau menggoda
dengan keadaan seseorang entah itu keadaan keluarga maupun kondisi fisik, mencela tanpa alasan yang
jelas, mengatai dengan nama binatang seperti anjing, babi, dsb, mencemooh secara seksual,
menyebarkan rumor, dan sebagainya. Secara psikis bullying terjadi seperti membuat orang lain merasa
asing, menjauhi, menyindir, menuduh tidak sesuai kenyataan dan sebagainya. Bullying juga dapat terjadi
secara fisik seperti didorong, dipukul, ditendang, diinjak, ditarik, dicekik, dicubit, atau dilukai dengan cara
lain secara sengaja, baik dilakukan oleh seorang maupun sekelompok pelaku.

Masdin seorang dosen STAIN Kediri menulis dalam Jurnal Al- Ta’dib Vol. 6 No. 2 Edisi Juli- Desember 2013
yang berjudul Fenomena Bullying dalam Pendidikan, menjelaskan bahwa bullying merupakan perilaku
yang tidak diinginkan, agresif di kalangan anak-anak usia sekolah yang melibatkan ketidakseimbangan
kekuasaan nyata ataupun dirasakan. Perilaku diulang, memiliki potensi diulang dari waktu ke waktu.
Kedua pihak yang diganggu maupun mengganggu akan memiliki masalah berkepanjangan. Istilah
bullying biasanya digunakan untuk merujuk pada perilaku yang terjadi antara anak-anak usia sekolah,
namun bagi orang dewasa bullying bisa berulang dan agresif mengunakan kekuasaan satu sama lain.
Bullying bisa terjadi selama atau setelah jam sekolah, namun sebagian besar bullying terjadi di sekolah,
kemudian di tempat-tempat seperti di taman bermain atau bus, di peralanan menuju sekolah atau dari
sekolah, di lingkungan anak muda ataupun di internet.

Sesuai dengan pendapat masdin tersebut apa yang saya alami benar-benar nyata, sebelumnya saya
bercerita tentang munculnya memori-memori masa silam ketika saya pernah dibully dengan panggilan
yang saya tidak suka, itu dianggap sebagai lelucon, tak bisa membela diri dan tidak ada yang meluruskan
dan membela. Apalagi jika itu masih terjadi di usia sekarang yang sudah kepala tiga. Apabila tidak
diselesaikan dapat menjadi masalah yang berkepanjangan karena ada rasa malu, sedih, dan kecewa
menjadi luka yang terpendam. Tentu sebagai orang yang telah dewasa saya memilih memaafkan secara
sadar bukan karena saya tak mampu melawan. Dilawan pun akan percuma jika tidak diterima dan
dipahami dengan baik. Namun, dampak munculnya rasa sedih yang terpendam dan tidak disadari lama
kelamaan akan mendorong untuk diselesaikan.

Selaras dengan itu, Al-Qur’an dalam surat Al-Hujurot ayat 11 juga mengingatkan tentang larangan
perilaku mengolok-olok ( membully). Allah berfirman yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan yang lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan angan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Selain saya memahami dari apa yang saya rasakan sendiri, anak pertama saya juga mengalaminya di
sekolah, dia pernah ditendang oleh teman laki-laki sekelasnya, bukan tidak ada akibat, anak saya
merasakan ketidaknyamanan ketika masuk sekolah dan juga semangat belajar yang rendah. Terbukti
setelah permasalahan bullying itu diselesaikan dan anak saya mendapatkan kelas yang diinginkan, juga
ada perhatian yang lebih dari guru kepada pelaku bullying, anak saya tampak lebih semangat dalam
belajar di sekolah, selain kami sebagai orang tua mendorong mentalnya untuk lebih berani menyikapi
teman yang melakukan bullying.

Kemudian, anak kedua saya pernah mengalami tindakan-tindakan bullying seperti dipukul secara tiba-
tiba tanpa sebab di waktu pulang sekolah oleh sesama siswa yang dia tidak kenal, didorong oleh kakak
kelas, dimintai uang oleh teman sekelas dengan mengancam. Pada awal tahun pelajaran, setiap dia baru
mengalami bullying dia akan merengek untuk ditunggui ibunya di depan kelas karena masih kelas 1.
Namun, kami sebagai orang tua mendorong untuk menjadi lebih berani melawan dan tidak perlu takut
atau cemas. Sehingga dia tidak mengalami rasa tertekan yang berlanjut , anak kami tetap ceria dan mau
berangkat sekolah . Tetapi, sering dia bicara, kelak sudah dewasa dan berbadan kuat dia akan membalas
temannya tersebut. Nah, ini merupakan efek jangka panjang yang akan terjadi karena dibully. Karena dia
merasa belum mampu membalas, maka dia akan membalasnya ketika dia merasa dirinya sudah kuat atau
mampu membalas. Jika tidak diatasi maka akan menjadi bom waktu.

Masih dalam tulisan Masdin (2013) mengungkapkan sebagian besar peneliti setuju bahwa bullying
melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan fisik atau psikologis. Pelaku bullying (Bully) dianggap lebih kuat
dari korban, disengaja dan dapat menimbulka luka fisik dan atau tekanan psikologis pada satu atau lebih
korban. Bullying dapat terjadi secara langsung, tatap muka fisik atau adu mulut, melibatkan relasional,
intimidasi seperti menyebarkan rumor atau pengucilan social. “Bullying” merupakan sebuah hasrat untuk
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi,menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan
secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,
biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Penyebab pelaku bullying

Lalu, apa yang menyebabkan seseorang/anak melakukan bully? Mengutip tulisan Samsudi dan Muhid
dalam Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme Vol 2. No. 2, Spetember 2020 yang berjudul Efek
Bullying Terhadap Proses Belajar Siswa tentang penyebab pelaku Bullying antara lain:

(a) permasalahan keluarga yang membawa pengaruh terhadap anak. Anak meniru perilaku bullying
orang tua, saudara kandung, kerabat orang tua bahkan anak tersebut juga merupakan korban
bullying di tempat tinggalnya sehingga anak berpotensi mengembangkan perilaku bullying.

(b) kebiasaan atau budaya di sekolah. Hal tersebut dimungkinkan terjadi apabila guru dan jajarannya
membiarkan dan tidak menindak periaku bullying di sekolah.
(c) teman seusia baik ikut membantu ataupun tidak, ketika ada dari salah satu mendukung perilaku
bullying tersebut sehingga beranggapan bahwa perilaku bullying tersebut baik dan berpotensi
pada anak untuk bergabung pada kelompok tersebut
(d) pengaruh teknologi seperti game, video game, film, serta program televisi yang menampilkan
perilaku bullying meskipun sekedar humor dan dapat diterima sehingga mempengaruhi cara
pandang anak tersebut terhadap bullying.

Antisipasi Bullying

Bagaimana cara mengantisipasi atau mencegah perilaku Bullying? Tentu kita dapat melihat dari faktor
penyebab terjadinya bullying. Pencegahan yan dapat dilakukan antara lain:

(a) dari sisi keluarga atau orang tua penting untuk menanamkan nilai-nilai positif, toleransi,
memahami perasaan orang lain, saling menghormati, saling menghargai, menumbuhkan sifat
empati, memiliki rasa kasih sayang terhadap orang lain. Orang tua menghindari perilaku kasar
atau keras terhadap anak-anak, baik secara fisik dengan memukul, menyubit, ataupun keras
secara verbal atau ucapan. Juga memperlakukan anggota keluarga dengan baik sehingga
anakpun dapat mencontoh, karena seringkali perilaku orangtua ditiru oleh anak. Peran orang tua
menjadi sangat serius dalam antisipasi bullying. Misalnya anak-anak yang sering dipukul di
sekolah dapat melakukan hal yang sama kepada temannya, karena dia terbiasa mendapat
perakuan demikian.
(b) Di lingkungan sekolah dianjurkan untuk lebih mengawasi terjadinya tindakan bullying.
Sebagaimana lembaga pendidikan dapat mengatasi lingkungan bebas rokok maka menerapkan
lingkungan bebas bullying pun dapat dilakukan dengan sosialisasisecara intensif dan massif.
Menyisipkan pesan untuk orang tua pada kegiatan parenting yang rutin.
(c) Mengawasi lingkungan pergaulan anak di luar sekolah, memperhatikan tingkah laku anak atau
teman sebayanya ketika bermain
(d) Mengawasi penggunaan teknologi, mencegah anak untuk menonton film atau video game dan
game yang mengandung adegan perundungan/ bully maupun kekerasan.

Dampak bagi Korban Bullying

Perlakuan bullying yang menimpa korban akan memberikan dampak atau efek baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Efek jangka pendeknya korban dapat merasa tidak nyaman, terisolasi dari
lingkungan, merasa harga diri rendah, serta menarik diri dari lingkungan. Dan efek negatif jangka
panjangnya korban dapat mengalami luka batin yang menyebabkan ketidakstabilan emosi, pemurung,
pemarah, stress, depresi , bahkan ngangguan psikis yang dapat mengakibatkan bunuh diri.

Bullying dapat menganggu proses aktualisasi diri dan berdampak juga pada prestasi belajar. Sesuai dalam
penelitian yang dilakukan oleh Dwipayanti (2014) yang dikutip dalam jurnal yang sebelumnya telah
disebutkan, bahwa anak yang menjadi korban bullying memiliki prestasi belajar yang rendah
dibandingkan anak yang tidak mengalami korban bullying.

Dampak lain yang dapat terjadi adalah permasalahan jangka panjang karena terdapat perasaan dendam
ketika menjadi korban bully. Anak-anak korban bully bisa mengalami perasaan insecure, minder, dan juga
tidak berharga. Perasaan-perasaan tersebut dapat menghalangi seseorang untuk mewujudkan cita-cita.
Selain itu, korban juga memiliki potensi menjadi pelaku bullying di kemudian hari karena ingin
melampiaskan rasa yang terpendam ketika menjadi korban, ini menjadi lingkaran setan yang perlu
dihentikan. Seperti pola senior junior dalam sekolah atau lembaga pendidikan tertentu yang mana junior
harus menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari senior namun tak bisa melawan. Suatu hari
junior yang menjadi senior akan melakukan hal yang sama lagi, dan seterusnya.

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang sudah saya tuangkan dalam tulisan di atas, peran orang tua sangat penting dalam
memutus rantai atau menurunkan kejadian bullying. Karena orang tua yang menyadari adanya fenomena
bullying tentu akan merasakan prihatin dan juga miris. Para orang tua yang telah teredukasi melalui
tulisan ini hendaknya membimbing anak-anak dengan bijak di rumah dengan menanamkan nilai-nilai
yang memperhatikan perasaan orang lain(empati)dan juga kasih sayang , menghindari kekerasan kepada
anakmaupun anggota keluarga yang lain. Sehingga anak pun mencontoh hal yang sama. Jika dilihat anak-
anak pelaku bullying memiliki sifat egois, cuek, mau menang sendiri, dan tidak memandang perasaan
orang lain, apakah temannya tersinggung ketika diejek ataupun sakit ketika dipukul atau ditendang.
Mungkin saja di rumah anak pelaku bullying diabaikan perasaannya oleh orang tua. Pergaulan anak-anak
diawasi dengan baik agar terhindar dari pengaruh buruk teman yang lain dan memperhatikan pemakaian
teknologi seperti TV maupun gadget terlebih yang tersambung dengan internet.

Bagi korban bullying harus berani melawan agar tidak menjadi korban terus menerus. Karena jika para
korban bullying hanya berdiam diri maka akan menjadikan pelaku ketagihan melakukan bully. Dan pelaku
akan melakukannya lagi di lain waktu atau lain kesempatan. Korban harus berani mengambil sikap. Orang
tua dapat mendorong anak-anaknya agar memiliki mental yang kuat ketika menghadapi bully, tidak
membiarkan atau menganggapnya hal yang biasa. Tetap mengontrol seberapa parah bully itu terjadi jika
anak Anda menjadi korban. Karena perilaku bully dapat merusak mental percaya diri maupun masa depan
anak.

Note : Silakan untuk dishare dalam rangka ikhtiar mencegah ataupun mengurangi kejadian Bullying.

Anda mungkin juga menyukai