Anda di halaman 1dari 7

Kegiatan Layanan Informasi Bimbingan dan Konseling

SMK AL KAUTSAR KERTOSONO


“BULLYING”

A. Pengertian Bulyying
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) RI
menjelaskan bullying atau penindasan/perundungan merupakan segala bentuk penindasan
atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih
kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara
terus menerus.
Kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia memang kian
memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun
2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying, meski hanya
penindasan verbal dan psikologis/mental.
Bullying tidak hanya terjadi pada orang-orang yang saling kenal atau sering bertemu
secara langsung. Di zaman yang sudah maju ini, bullying bisa dilakukan lewat telepon,
mengirim pesan melalui SMS atau email, dan meninggalkan komentar buruk di media
social.
Para pelaku bully biasa mendapatkan kepuasan dari menindas orang. Ia

merasa lebih kuat dan lebih berkuasa, karena ada orang yang takut pada

dirinya. Bisa juga karena ia akan mendapat popularitas disekolah karena

ditakuti oleh siswa lainnya.

Padahal sebenarnya para pembully ini akan tidak disukai oleh orang-orang

yang tidak setuju dengan tindakannya. Dan alasan lain mereka menindas

adalah karena mereka iri pada kelebihan target bullying mereka atau merasa

terancam karena kehadiran seseorang. Namun, ada juga orang yang

melakukan bully karena mereka masalah yang menyebabkan mereka

menindas untuk menyalurkan amarah mereka kepada orang lain.

Biasanya pada pembully tidak menyadari akibat perbuatannya, sehingga

tidak merasa bersalah. Banyak ahli percaya bahwa pelaku bullying bisa jadi

melakukan hal itu karena mereka juga pernah mengalami hal yang sama di

lingkungan lain.

B. Jenis – Jenis Bullying


Ada beberapa jenis perundungan yang sering dialami anak dan remaja. Jenis bullying itu
meliputi fisik, verbal, relasional, cyber dan prejudicial bullying. Sebagai orangtua, maka sudah
menjadi keharusan untuk memahami definisi dari jenis-jenis bullying yang rentan dialami anak
demi kesehatan mentalnya. Hal tersebut bertujuan agar orangtua lebih memahami kondisi anak
jika menjadi korban bully dan bisa menanganinya dengan segera. Melansir Healthline, berikut
beberapa jenis perundungan yang kerap menerpa anak dan usia remaja.
1. Bullying secara fisik Bullying fisik adalah jenis perundungan yang paling mudah dikenali
karena pelakunya menggunakan tindakan fisik ketika merundung seseorang. Seperti
tindakan mendorong, menyandung kaki dengan sengaja, meludahi hingga memukul.
Beberapa reaksinya tidak cuma tanda yang muncul akibat kekerasan fisik. Namun, juga
berdampak pada kondisi mentalnya. Ada sejumlah tanda-tanda anak atau remaja yang
mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman sebaya, salah satunya mereka
jadi malas pergi ke sekolah. Kemudian jika terdapat luka memar atau luka lainnya yang
sulit dijelaskan kemungkinan menjadi pertanda lain anak menjadi korban bullying.
2. Bullying verbal Perundungan verbal cenderung sulit dikenali karena biasanya hal itu terjadi
ketika orang dewasa tidak ada di tempat kejadian. Pelaku bully biasanya akan melakukan
penindasan seperti mengolok-olok, menggoda, memanggil nama dengan sebutan yang
tidak pantas, menghina serta mengintimidasi korbannya.
3. Bullying relasional Bullying relasional adalah bentuk tidak langsung dari penindasan. Hal
ini sering terjadi di belakang orang yang menjadi korban bully. Tujuannya adalah tak lain
untuk merendahkan si korban di hadapan anak-anak lainnya. Ibaratnya seperti menyebar
gossip, atau membicarakan kekurangannya hingga merusak reputasi seseorang. Baca
juga: Jadi Korban Bully, Hailey Bieber Pernah sampai Minta Bantuan Terapis.

4. Cyber bullying ini adalah bentuk bullying baru yang berkembang seiring kemajuan
teknologi digital. Cyber bullying memiliki sifat yang berbeda dari bullying tradisional. Ini
juga termasuk bentuk intimidasi yang cukup parah. Pasalnya, pelaku bisa saja
bersembunyi di balik akun anonim yang sulit ditemukan. Akibat hal itu, biasanya
perundungan juga berlangsung lama dan membuat korban bullying merasa tidak aman.
5. Prejudicial Bullying Biasanya perundungan jenis ini terjadi berdasarkan ras, agama, etnis
atau orientasi seksual tertentu. Selain dampaknya bisa merugikan secara langsung, jenis
bullying satu ini juga cukup berbahaya karena bisa mengundang kejahatan rasial.

C. Penyebab Terjadinya Bullying


1. Pernah Jadi Korban Kekerasan di Rumah, Terjadinya bullying bisa disebabkan
karena pelaku pernah menjadi korban kekerasan di rumah. Jika seorang anak
menyaksikan perkelahian orang tuanya, dan mendapatkan perilaku kekerasan oleh orang
tuanya, maka anak akan berisiko melakukan bullying kepada temannya di sekolah.\

2. Tidak Percaya Diri, Seorang anak bisa melakukan bullying jika ia tidak percaya


dengan dirinya sendiri. Hal ini dilakukan untuk menutupi kekurangan yang ada di dalam
dirinya, sehingga bullying akan terjadi untuk menindas teman di sekolah yang memiliki
kelebihan, namun kelebihan tersebut tidak dimiliki pelaku bullying.

3. Terlalu Dibebaskan Orang Tua, Ada sebagian orang yang terlalu bebas mendidik
anaknya, dan selalu mengizinkan anaknya melakukan segala hal yang membuatnya
senang. Perilaku orang tua ini disebut dengan pola asuh permisif. Anak akan merasa
bebas melakukan apapun tanpa merasa bersalah.

4. Ingin Menjadi Populer

Sering kali di sekolah terjadi kesenjangan sosial, yang menyebabkan seorang anak ingin
terlihat lebih populer daripada siswa lainnya. Dengan melakukan bullying, anak tersebut
akan dikenal semua siswa di sekolah tersebut, sehingga keinginannya untuk menjadi
populer dan berkuasa akan terpenuhi.

5. Tidak Memiliki Rasa Empati


Sejak usia dini, seorang anak harus dibekali rasa empati terhadap sesamanya,
untuk menghindari perilaku bullying dan membuat anak belajar menghargai perasaan
orang lain. Tidak memiliki rasa empati bisa menyebabkan terjadinya bullying. Karena
dengan melakukan bullying, pelaku akan merasa perbuatannya ini hanya bercandaan,
padahal korbannya merasa kesakitan.

6. Kurang Perhatian di Rumah


Memiliki orang tua yang sangat sibuk, membuat seorang anak merasa kesepian
dan kurang perhatian. Untuk mendapatkan perhatian lebih, anak tersebut akan
melakukan perilaku bullying. Semakin dimarahin oleh guru, pelaku akan merasa senang
karena merasa mendapatkan perhatian.

7. Senang Mengejek Orang Lain


Penyebab terjadinya bullying yang terakhir, yaitu karena senang mengejek
orang lain. Perilaku yang awalnya dianggap bercanda, ternyata mengejek orang lain
bisa menyakiti hati korban bullying dan menyebabkan trauma. Ejekan tersebut biasanya
menyangkut ekonomi, ras, fisik, kemampuan dan gaya hidup teman di sekolahnya yang
berbeda dengan pelaku bullying.

D. Cara Mengatasi Bullying


1. Deteksi Tindakan Bullying Sejak Dini
Sebagai seorang guru, kita harus peka dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh
siswa. Jangan sampai hal-hal yang menyebabkan siswa tidak nyaman atau bahkan
membahayakan siswa terjadi secara terus menerus. Segera hapuskan bibit-bibit bullying
sedini mungkin, seperti memanggil nama siswa dengan nama ayahnya, menghina bentuk
fisik, merampas benda-benda, atau menyakiti fisik. Apapun dalihnya, bercanda
sekalipun, hal seperti tidak dapat dibenarkan.

2. Memberikan Sosialisasi Terkait Bullying


Pembullyan yang terjadi di sekolah sering menjadi bahan pemberitaan baik di media
sosial maupun media-media lainnya.Sering sekali kejadian bullying ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan dan juga pemahaman tentang bullying. Hal penting yang harus
dilakukan oleh pihak sekolah adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh warga
sekolah seperti guru, siswa, pegawai tata usaha, sekuriti, bahkan tenaga kebersihan juga
perlu diedukasi tentang hal ini. Jika semua orang memahami bentuk-bentuk
perundungan, dampak yang ditimbulkan bagi korbannya, dan juga bagaimana
menghindari bullying, maka akan lebih mudah untuk meminimalisir potensi bullying di
sekolah. Bentuk-bentuk sosialisasi dapat dilakukan dengan cara menempelkan poster-
poster anti bullying, menyelipkan pesan anti bullying dalam pembelajaran, atau ketika
kepala sekolah atau guru memberikan amanat pada saat upacara bendera.

3. Memberikan Dukungan Pada Korban


Solusi bullying yang harus dilakukan adalah memberikan dukungan kepada
korban bullying. Korban bullying biasanya merasakan ketakutan dan kecemasan berada
di lingkungan di mana ia mengalami bullying. Oleh karena tunjukkan bahwa guru dan
teman-temannya peduli akan dapat membantu korban bullying merasa aman kembali.
Jangan lupa untuk bekerjasama dengan orang tua siswa sehingga korban bullying dapat
hidup normal kembali.

4. Membuat Peraturan yang Tegas tentang Bullying


Mengatasi orang yang melakukan bullying juga harus dilakukan sebagai langkah
menghentikan tindakan atau sikap bullying. Selain korban, pelaku juga harus diberikan
treatment supaya tidak terus terulang. Perlu bagi guru dan juga sekolah membuat
peraturan yang ketat tentang bullying. Peraturan-peraturan ini bisa dimulai dari level
peraturan kelas hingga peraturan sekolah. Dengan demikian, semua orang akan tahu
konsekuensi yang didapat ketika terjadi pembullyan. Nah, dengan begini para pembully
akan menjadi jera dan tidak melakukan pembullyan lagi.

5. Memberikan Teladan atau Contoh yang Baik


Bullying pada anak sering terjadi karena mencontoh orang-orang di sekitarnya. Sebagai
guru, maka Guru Pintar harus sangat berhati-hati dalam bertindak maupun bertutur kata.
Jangan sampai suka memberikan hukuman verbal yang tanpa disadari sudah masuk
dalam kategori pembullyan. Hal ini tentu akan dicontoh oleh siswa-siswanya.

6. Mengajarkan Siswa untuk melawan bullying


Bentuk perlawanan terhadap tindakan perundungan atau bullying tidak harus dengan
cara kekerasan atau melakukan hal yang sama dengan pembullyinya. Salah satu cara
melawan bullying adalah dengan berani melaporkan tindakan bullying terhadap
gurunya. Dengan begitu, guru dan pihak sekolah akan dapat segera mengambil tindakan
untuk menghentikan pembullyian.

7. Membantu Pelaku Menghentikan perilaku buruknya.


Bullying merupakan contoh perilaku buruk. Guru Pintar wajib membantu pelaku
bullying untuk menghentikan perilaku buruknya, apalagi mengucilkan mereka. Selain
korban, pelaku juga membutuhkan penanganan supaya tidak melakukan pembullyan
lagi. Ajarkan pada mereka bersimpati dan berempati pada orang lain. Selain itu berikan
juga pengetahuan bahaya pembullyan terhadap korban-korbannya. 

E. Pasal yang Berkaitan dengan Perundungan (Bullying)


Bullying termasuk dalam tindakan kekerasan yang merugikan orang lain. Disebut
kekerasan karena tindakan yang dilakukan untuk menyakiti orang lain, atau bisa juga
dengan tujuan tertentu, misalnya mencari perhatian, ingin berkuasa di sekolah, bahkan ingin
dibilang jagoan. Bila dilakukan terus menerus bullying akan menimbulkan trauma,
ketakutan, kecemasan, depresi, bahkan kematian. Korban bullying biasanya memang telah
diposisikan sebagai target.
Perilaku bullying tentu memiliki efek yang sangat berbahaya, perilaku tersebut dapat
menimbulkan dampak traumatik, sehingga pengaturan terhadap bullying harus diterapkan.
Di Indonesia sendiri kata “bullying” tidak diatur di Undang-Undang yang berlaku, oleh
karena itu, para penegak hukum dalam menyelesaikan kasus bullying harus melihat bentuk
bullying terlebih dahulu sebelum menjerat para pelaku bullying.
Bullying yang dilakukan terhadap anak, maka pemerintah mengatur perilaku bullying
ini dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sehingga para pelaku bullying sebena
rnya dapat dijatuhkan sanksi atau dijerat dengan Undang-Undang tersebut. Berdasarkan
Pasal 1 poin 15a Undang-Undang Perlindungan Anak, kekerasan didefinisikan sebagai
setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikis, seksual, dan / atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Melihat dari bagaimana bullying itu dilakukan, maka Pasal 76C Undang-Undang
Perlindungan Anak telah mengatur bahwa setiap orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan
terhadap anak. Ancaman pidana atas pelanggaran ketentuan Pasal 76C tersebut diataur
dalam Pasal 80 UndangUndang Perlindungan Anak, sebagai berikut:
1. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
2. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
4. Pidana ditambah 1/3 (sepertiga) dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Di samping Pasal 76C di atas beserta Pasal 80, aturan mengenai larangan melakukan
bullying terhadap anak juga terdapat dalam Pasal 76A yang melarang setiap orang untuk
memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian,
baik materiil maupun moril 70 sehingga menghambat fungsi sosialnya dan memperlakukan
anak penyandang disabilitas secara diskriminatif.
Pasal 76B juga melarang setiap orang untuk menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Berdasarkan
Pasal 77 dan 77B, orang yang melanggar aturan Pasal 76A dan 76B dapat dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Ketentuan pidana tersebut berlaku terhadap semua pelaku perundungan (bullying)
termasuk yang masih di bawah umur. Dalam hal usia pelaku di bawah 18 tahun maka sistem
dan proses peradilan yang digunakan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ( selanjutnya disebut UU
SPPA).
Berdasarkan penjelasan umum di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012,
substansi mendasar dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 adalah pengaturan secara
tegas mengenai “keadilan restoratif” dan “diversi” yang dimaksudkan untuk menghindari
dan menjauhkan anak dari proses peradilan guna mencegah stigmatisasi terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum, dengan harapan bahwa anak pelaku tindak pidana dapat kembali
ke dalam lingkunagn sosial secara wajar.
Di sisi lain, Undang-Undang Perlindungan Anak juga memiliki aspek perdata yaitu
diberikannya hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut ganti rugi
materil/imateril terhadap pelaku kekerasan. Hal ini diatur dalam Pasal 71D ayat (1) Jo Pasal
59 ayat (2) huruf I UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
1. Pasal 71D ayat 1
“Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)
huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan
berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan”
2. Pasal 59 ayat (2) huruf I
Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
Perilaku perundungan (bullying) tidak hanya terjadi kepada anakanak, orang
dewasapun bisa menjadi korban perundungan (bullying), maka selain peraturan diatas
pelaku perundungan (bullying) juga dapat dikenakan dengan Pasal-Pasal yang terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Pidana (selanjutnya disebut KUHP), yaitu pada Pasal 170 ayat
(1) dan (2), Pasal 351 sampai 355.

Anda mungkin juga menyukai