Anda di halaman 1dari 15

OUTLINE PENGAJUAN PROPOSAL

PSIK STIKES SARI MULIA BANJARMASIN


T.A 2014/2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Banyak orangtua yang memandang pendidikan seks itu sebagai hal yang tabu
untuk diberikan kepada anak-anak, apalagi masih berusia di bawah 5 (lima)
tahun. Orangtua memadang pendidikan seks itu seharusnya diberikan pada saat
anaknya tumbuh remaja. Padahal pendidikan seks itu sangat penting diberikan
sejak dini. Pengetahuan tentang seks pada anak-anak dapat mencegah
terjadinya penyimpangan seksual pada anak, hal ini dikarenakan mereka
diajarkan tentang peran jenis kelamin, bagaimana bersikap sebagai anak lakilaki atau pun perempuan dan bagaimana bergaul dengan lawan jenisnya.
Pendidikan seks pada anak juga dapat mencegah agar anak tidak menjadi
korban pelecehan seksual, dengan dibekali pengetahuan tentang seks, mereka
menjadi mengerti perilaku mana yang tergolong pelecehan seksual.
Selanjutnya, pengetahuan tentang seks juga dapat mencegah anak-anak
mencoba-coba hal-hal yang seharusnya belum boleh mereka lakukan karena
ketidaktauannya. Banyak kasus anak-anak yang menjadi korban pelecehan
seksual yang dilakukan oleh orang dewasa bahkan terkadang kerabat dekatnya
dan orangtua baru menyadari ketika kejadian tersebut sudah berlangsung
berkali-kali, hal itu biasanya dikarenakan ketidaktahuan anak bahwa dia telah
dilecehkan sehingga tidak segera menceritakan hal tersebut pada orangtuanya.
Ada juga anak laki-laki yang bersikap feminism layaknya perempuan, atau
anak-anak laki-laki yang melecehkan anak perempuan tanpa mereka sadari.
Sekali lagi hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang seks itu sendiri.
Pendidikan seks untuk anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks untuk
remaja. Pendidikan seks untuk remaja lebih pada seputar gambaran biologi
mengenai seks dan organ reproduksi, masalah hubungan, seksualitas, kesehatan
reproduksi serta penyakit menular seksual, sedangkan pada anak usia dini lebih

pada pengenalan peran jenis kelamin dan pengenalan anatomi tubuh secara
sederhana. Orangtua sebaiknya memberikan penjelasan sesuai dg usianya.
Apabila anak berusia kurang dari 6 tahun, berikan penjelasan dengan bahasa
yang sederhana. Bekali anak dengan pengetahuan seksual yang benar, jangan
biarkan anak melihat ketelanjangan orangtuanya. Jauhkan anak dari kekerasan
pada daerah sensitif di tubuhnya yang kemungkinan nantinya akan
menimbulkan kenikmatan seksual dan yang terakhir, sebaiknya anak-anak
sejak dini perlu diajarkan menghargai tubuhnya sebagai barang berharga
sehingga dapat menjauhkannya dari pelecehan seksual.
B.

Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana pengetahuan orang terhadap pendidikan seks pada anak usia dini?

C.

Tujuan
Diharapkan dengan pengetahuan yang tinggi, orang tua mampu memberikan
pendidikan seks pada anak usia dini.

D.

Manfaat
Mencegah perilaku seksual yang negatif, menyelamatkan anak dari resiko
pelecehan seksual dan mengurangi tingkat penularan HIV AIDS dan penyakit
menular seksual lainnya.

E.

Metode

Studi

Pustaka
Metode yang dipakai adalah metode deskriptif yang mengambarkan cara
bagaimana orang tua memberikan pendidikan seks anak usia dini.

BAB II
TELAAH PUSTAKA
A.

Kaji
an Teoritis
1.

Konsep Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007:139 ), pengetahuan adalah hasil dari tahu
dan hal tersebut terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, penciaman. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari
mata dan telinga.
Pengetahuan yang tecakup didalam domain kognitif ada enam
tingkatan, Notoatmodjo, (2007 :140 ) yaitu :
a.

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Kata kerja untuk mengukurnya bahwa orang mengetahui
tentang apa yang dipelajarinya antara lain : menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, mengatakaq dan sebagainya.

b.

Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh : menyimpulkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c.

Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Selain itu

dapat pula diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,


rumus, metode, prinsif dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang
lain.

d.

Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis

ini dapat dilihat

menggambarkan

dari penggunanan

(membuat

bagan),

kata kerja seperti

membedakan,

memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.


e.

Sintesis (syntesis)
Sintesis

menunjuk

kepada

suatu

kemampuan

meletakkan

atau

menggabungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.


dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan menyusun formulasi
baru.

Misalnya

dapat

menyusun,

merencanakan,

meringkas,

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan


yang telah ada.
f.

Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakritetia yang telah ada.

2.

Konsep Orang Tua


Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat
penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan
untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang
yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena
adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis

anak). Menurut Thamrin Nasution, orang tua merupakan setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.Jika menurut Hurlock,
orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama
dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan
anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan
yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan
bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang
tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda
corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
3.

Konsep Pendidikan Seks Anak Usia Dini


Pendidikan seks pada anak usia dini membicarakan tentang totalitas
sebagai laki laki dan perempuan, baik itu yang dipercaya, yang dipikirkan
dan dirasa tentang diri mereka, bagaimana reaksinya terhadap lingkungan, yang
mencerminkan sosok identitas diri mereka Hilman Al Madani (2004 : 20).
Pendapat di atas senada dengan pendapat Arief Rachman yang mendefinisikan
pendidikan seks anak usia dini sebagai pendidikan jati diri kekelaminan (Arif
Rahman, 2002 : 65). Dua pendapat tersebut melihat arti pendidikan seks
berdasarkan usia anak anak yang masih di bawah masa akil baligh, tepatnya
masih berada pada masa tamyiz, yaitu masa penting dalam penanaman pondasi
etika dan norma. Sehingga di dalam pendidikan seks tidak hanya
membicarakan tentang aktivitas dan segala sesuatu yang berkenaan dengan
organ seks. Akan tetapi, mencakup tentang etika, norma dan nilai nilai yang
berlaku dimasyarakat.
Dua pendapat di atas diperkuat juga oleh Sigmund Freud yang
mengatakan bahwa anak pada rentang usia 3 5 tahun berada dalam tahap
phallic, yaitu perhatian anak pada saat ini berhubungan dengan peran seksnya.
Dalam rentang usia ini, anak bereksplorasi tentang peran dirinya dalam
kehidupan sekitar. Di masa ini mereka akan mengalami proses memahami
peran jenis kelamin mereka, termasuk motif, nilai dan perilaku yang sesuai
dengan jenis kelamin, hal ini dikenal dengan penggolongan gender. Seperti

yang dikemukakan Aliah B. Purwakania Hasan dalam Psikologi Perkembangan


Islami (2006 : 237) tentang penggolongan gender yaitu proses di mana anak
mendapatkan identitas gender sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
Seperti yang terlihat saat ini masyarakat masih memiliki standar peran jenis
kelamin. Masih ada batasan dalam berprofesi, bertingkah laku dan juga
berpenampilan.
Dari beberapa pengertian seks di atas, dapat dilihat bahwa pengertian
seks tidaklah sesempit yang selama ini para orang tua pikirkan. Pendidikan
seks tidak hanya seputar hubungan kelamin dua insan. Tetapi menyangkut
berbagai hal dari jenis kelamin, pengetahuan tentang alat kelamin termasuk
didalamnya perawatan dan permasalahannya, serta mengenal identitas dan
peran seks yang berlaku di masyarakat berikut norma, etika dan harapan
masyarakat.
Dari dimensi psikologis, seksualitas berhubungan erat dengan tata cara
menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual dalam perannya diberbagai
dimensi, seperti dimensi sosial, dimensi perilaku dan dimensi kultural. Hal itu
senada dengan pendapat E.Saringendyanti W (1998 : 20). yang menyatakan
bahwa seksualitas memiliki arti yang lebih luas menyangkut karakter dan
kualitas pribadi, atau sikap dan tingkah laku seseorang. Dimensi sosial melihat
hubungan seksual dengan lingkungan dan sesama manusia. Hal tersebut adalah
faktor yang dapat mempengaruhi pandangan seseorang tentang seksualitas dan
perilaku seks. Sedangkan dimensi perilaku berkaitan dengan perilaku seksual
seseorang yang muncul karena dorongan seksual. Kemudian, dimensi kultural
menunjukan perilaku seksual yang menjadi bagian dari budaya yang ada di
masyarakat.
Ada pun perkembangan tingkah laku sesuai dengan jenis kelamin
menurut Jans dalam F.J. Monks, Knoers dan Siti Rahayu Haditono (2004 :
192) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : (1) Faktor biologis, (2) Faktor sosial,
(3) Faktor kognitif. Faktor faktor yang dikemukakan Jans tersebut memiliki
hubungan antara yang satu dengan yang lain, seperti dalam hal biologis, faktor
faktor biologis merupakan dasar bagi perkembangan tingkah laku spesifik

jenis kelamin. Sedangkan faktor sosial memberikan pengaruh yang besar dalam
mengenali identitas kelamin melalui norma - norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Faktor kognitif merupakan faktor yang sangat penting, karena
seseorang harus memahami kategori dirinya sendiri sabagai perempuan atau
laki laki.

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
Salah satu cara memberikan pendidikan seks terhadap anak adalah melalui
obrolan santai sehari-hari di rumah, untuk itu orang tua perlu meluangkan waktu
untuk anak-anak hingga menghasilkan waktu yang berkualitas bagi mereka. Berikut
beberapa saran memulai pendidikan seksual pada anak-anak (hal. 48-52) :
1.

Usia 78 tahun
Jelaskan pada anak sesederhana mungkin dan dengan bahasa yang mudah
dimengerti, bagaimana proses pembuahan di dalam rahim ibu. Jika ada istilah
yang tidak dapat disederhanakan, orang tua harus menyampaikannya melalui
cerita. Intinya adalah memberikan gambaran pada anak bahwa ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, mampu menghasilkan sesuatu jika kelak
menikah, dan harus tetap pada batas pergaulan mereka.

2.

Usia 9 11 tahun
Sebagian anak mulai mengalami masa puber pada usia ini. Anak semakin kritis
karena sudah mampu mencerna media sekitarnya seperti TV, majalah,surat
kabar, bahkan internet. Orang tua

tentang nafsu, jangan lupa menekankan

bahwa munculnya hasrat bisa dialihkan dengan menyibukkan diri melakukan


aktivitas yang positif. Intinya adalah agar anak mampu mengendalikan dirinya
saat muncul rangsangan seksual. Selain itu orang tua perlu berbagi pengalaman
mengenai mimpi basah pada anak laki-laki dan menstruasi pada anak
perempuan. Hal ini akan membuat anak merasa bahwa semua perubaahn
tersebut adalah hal wajar yang juga pernah dialami oleh orang tua mereka.
Pembatasan pergaulan, anak-anak diarahkan untuk saling menghargai atau
menghormati lawan jenisnya. Pelajaran yang diberikan lebih bersifat biologis,
disaat inilah orang tua perlu menjawab pertanyaan yang mungkin tidak berani
diungkapkan anak saat pelajaran disekolah. Libatkan anak dalam diskusi ringan
agar mereka tidak merasa bosan dinasehati. Dalam suatu kesempatan jelaskan

kasus-kasus kejahatan seksual yang saat ini tengah terjadi tanpa perlu
merasamalu atau sungkan. Adabaiknya juga jelaskan mengenai dampak negatif
narkoba dan juga minuman keras.
Ancaman muncul bukan saja dari lingkungan sekitar tapi juga dari dunia maya, untuk
menyikapi hal ini orang tua disarankan untuk
melakukan beberapa hal seperti :
a.

Tidak melarang/membatasi anak secara otoriter

b.

Arahkan anak pada kegiatan-kegiatan browsing yang positif

c.

Bantu anak untuk mengerti informasi apa saja yang tidak boleh dipublikasikan
di internet

d.

Jelaskan pada anak untuk memublikasikan informasi yang nyaman dilihat


orang lain

e.

Arahkan Netiket yaitu etika di internet

f.

Jangan biarkan anak merasa aman dengan data kita yang sudah diunggah

g.

Diskusikan dengan mereka untuk tidak melayani chatting yang mengarah pada
seks

h.

Buat mereka merasa aman dan terbuka saat bercerita tentang teman online-nya

i.

Jangan biarkan mereka ketagihan

Sebagai cara membentengi anak saat berada jauh diluar pengawasan orang tua, ada
baiknya jika anak diarahkan untuk:
a.

Waspada jika berbicara dengan orang asing yang ditemui dijalan

b.

Berpakaian dan berperilaku selayaknya anak sekolah jika berada dalam


kendaraan umum

c.

Tidak membukakan pintu bagi orang yang tidak dikenal saat sendirian di
rumah. Anak dibesarkan pada sebuah lingkungan dan anak akan tumbuh
dengan bersosialisasi, untuk itu orang tua juga perlu mengenali siapa
sajakah teman-teman bermain anaknya, mengarahkan anak untuk
berpakaian sopan ketika bermain diluar rumah, dan memberikan
penjelasan tentang hubungan anak lakilaki dan perempuan yang
semestinya pada usia anak tersebut.

3.

Memasuki usia remaja (usia 14 tahun keatas)

Seorang anak mulai memerlukan pengakuan eksistensi diri. Selama mereka


kekurangan perhatian orang tua, tidak pandang dari kelas ekonomi, maka
remaja tersbut akan bermasalah diluar. Salah satunya adalah dengan
penyimpangan pergaulan bebas. Bebas artinya tidak mengindahkan norma,
etika, bahkan hukum. Beberapa faktor pendukung remaja terlibat dalam
pergaulan bebas antara lain:
a.

Faktor ekonomi, remaja dari kalangan ekonomi pas-pasan cenderung iri


dengan temannya yang lebih mampu atau remaja dari kalangan ekonomi
mampu yang justru tidak mendapatkan perhatian dari orang tua

b.

Salah asuhan, tidak sedikit orang tua yang mampu memberitahu anaknya
mana yang benar dan mana yang salah (hal. 69-70). Bahkan ada juga
yang beranggapan bahwa segala kenakalan di usia remaja adalah
kewajaran. Anggapan yang demikian menunjukkan perlunya konsultasi/
pendekatan orang tua terhadap anak atau dengan cara mengikuti ceramah
mengenai pola asuh dan mendidik anak yang ideal.

Orang tua dituntut untuk mengenali gejolak remaja dengan mengenali ciri-ciri remaja
melalui
a.

Perkembangan fisik

b.

Rangsangan nafsu yang menguat

c.

Penampilan

d.

Pergaulan ala anak gank.

4.

Menginjak usia 17-19 tahun.


Namun ada juga remaja yang mengalami pola asuh keliru atau pergaulan bebas
yang menyimpang, sehingga sampai usia 20-an pun masih memiliki jiwa
meletup-letup, nafsu seks yang tidak terkendali, dan tidak stabil. Bagaimanakah
kita sebagai orang tua memberikan pendidikan seks dengan cara yang tepat.
Pendidikan seks bukanlah berarti memperagakan hubungan seks, menjelaskan
pada anak bagaimana cara berhubungan seks, atau memperlihatkan film porno.
Akan tetapi pendidikan seks yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan
melakukan pendekatan;
a.

penjelasan soal nafsu

10

b.

Berbagi pengalaman tentang pubertas

c.

Pembatasan pergaulan

d.

Penjelasan tentang kasus-kasus kejahatan seks .

Sebagai pendukung proses pendekatan yang dilakukan, orang tua juga perlu
mengakrabkan diri dengan anak, antara lain dengan menceritakan masa remaja yang
telah dialami, mengajak anak happening bersama, membuka obrolan saat ada
waktu santai. Pendekatan dan pengakraban diri perlu dilakukan dalam menanamkan
pendidikan seks terhadap anak karena pada usia remaja, mereka tidak mudah lagi
menerima nasehat yang diberikan orang tua apalagi khotbah. Praktik memang tidak
semudah teori, namun dengan mengakrabkan diri/melakukan pendekatan berarti telah
membuka jalan untuk saling terbuka dan menghadirkan jalinan komunikasi yang
sehat antar orang tua dengan anak.

11

BAB IV
PENUTUP
SIMPULAN
Dari analisis-sintesis dijabarkan bagaimana pendidikan seks anak usia dini sesuai
umur sehingga isi dari

analisis-sintesis tersebut orang tua dapat menerapkanya

kepada anak mereka bagaimana cara memberikan pendidikan seks anak usia dini.
REKOMENDASI
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya
mengancam para remaja yang rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks.
Eksploitasi seks pada anak dibawah umur nyatanya juga sering terjadi oleh orangorang terdekat yang bahkan dilakukan oleh keluarga korban sendiri. Meningkatnya
kasus kekerasan merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai
pendidikan seks yang seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh
orang tuanya. Tetapi persepsi masyarakat mengenai pendidikan seks yang masih
menganggap tabu untuk dibicarakan bersama anak menjadi sebab yang harus
dibenahi bersama untuk membekali anak melawan arus globalisasi yang semakin
transparan dalam berbagai hal termasuk seksualitas. Pendidikan seks seharusnya
menjadi bentuk kepedulian orang tua terhadap masa depan anak dalam menjaga apa
yang telah menjadi kehormatannya, terlebih bagi seorang perempuan. Pendidikan
seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi mengenai
tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja. Tetapi yang terjadi di lapangan
justru orang tua bersikap apatis dan tidak berperan aktif untuk memberikan
pendidikan seks sejak usia dini kepada anaknya. Mereka beranggapan bahwa
pendidikan seks akan diperoleh anak seiring berjalannya usia ketika ia sudah dewasa
nanti. Mereka seolah menyerahkan pendidikan seks kepada pihak sekolah sebagai
sumber ilmu bagi anaknya. Padahal pendidikan seks sendiri belum diterapkan secara
khusus dalam kurikulum sekolah. Kurangnya pengetahuan orang tua terhadap

12

kebutuhan anaknya sendiri dalam mengahadapi tuntutan zaman yang semakin


berkiblat ke arah barat menjadi faktor utama belum tersampaikannya pendidikan seks
sejak usia dini di lingkup keluarga. Hasil penelitian yang dikutip dari sebuah Jurnal
Pemikiran Alternatif Pendidikan mengenai Pendidikan Seks pada Usia Dini oleh
Moh. Roqib menunjukkan bahwa 97,05% mahasiswa di Yogyakarta telah kehilangan
keperawanannya. Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10
gadis dari 11 gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual.
Fakta yang sangat memprihatinkan melihat kondisi remaja saat ini yang tengah
terancam dalam mempertahankan kesucian dirinya baik karena paksaan atau karena
sama-sama suka saat melakukannya (free sex). Hal ini menunjukkan bahwa perlunya
pendidikan seks untuk diberikan sejak usia dini guna memberikan informasi dan
mengenalkan kepada anak bagaimana ia harus menjaga dan melindungi organ
tubuhnya dari orang yang berniat jahat terhadap dirinya. Pandangan masyarakat
sepertinya masih terlalu sempit dalam mengartikan seks yang hanya dianggap
sebagai aktivitas mesum hingga ke hal-hal yang lebih intim. Makna seks sebenarnya
menurut KBBI adalah jenis kelamin, maksudnya disini adalah jenis kelamin yang
membedakan pria dan wanita secara biologis. Namun karena kurangnya pengetahuan
para orang tua itulah yang menjadikan pendidikan seks belum diajarkan kepada anak
bahkan sebagian besar remaja pun tidak memperoleh pengajaran tentang pendidikan
seks dari keluarga terutama dari orang tuanya sehingga mereka mendapatkan
informasi yang tidak tepat bahkan cenderung menjerumuskannya untuk melakukan
apa yang mereka temukan dari informasi yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Para ahli di bidang kejahatan seksual terhadap anak menyatakan bahwa aktivitas
seksual pada anak yang belum dewasa selalu memunculkan dua kemungkinan
pemicu: pengalaman dan melihat. Hal ini berarti anak-anak yang menyimpang secara
seksual sering melihat adegan seks tanpa penjelasan ilmiah yang selalu
membangkitkan birahinya dan menimbulkan kecanduan. (Andika, 2010:31). Dalam
sebuah penelitian yang dikutip dari buku Bicara Seks Bersama Anak oleh Alya
Andika (2010) menyatakan bahwa dari 600 lelaki dan perempuan usia SMP ke
bawah di AS, peneliti Dr. Jennings Bryant menemukan bahwa 91% lelaki dan 82%
wanita mengaku telah menonton film porno atau yang berisi kekerasan seksual.

13

Lebih dari 66% lelaki dan 40% wanita dilaporkan ingin mencoba beberapa adegan
seks yang telah ditontonnya. Di antara siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
tersebut, 31% lelaki dan 18% wanita mengaku benar-benar melakukan beberapa
adegan dalam film porno itu beberapa hari setelah menontonnya. Senada dengan
penelitian tersebut, berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) mencatat 62,7% remaja Indonesia tidak perawan lagi. Hasil peneitian tahun
2008 tersebut menyebutkan bahwa dari 4.726 responden siswa SMP/SMA di 17 kota
besar

menunjukkan

bahwa

21,2%

mengaku

pernah

melakukan

aborsi.

(tribunnews.com) Seks memang bagian integral dalam kehidupan untuk mencapai


kebahagiaan duniawi, tetapi ketika keberadaanya justru menjadi candu yang merusak
moral anak bangsa, perlu adanya pembenahan bersama demi terselamatkannya masa
depan mereka dari semakin terbukanya arus globalisasi lengkap dengan dampak
negatif yang diterima anak akibat tidak adanya filtrasi dari orang tua dan pendidik di
usia prasekolah. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada orang
tua dan pendidik usia prasekolah tentang pentingnya mengenalkan pendidikan seks
beserta bagaimana memulai komunikasi dengan anak agar mereka memperoleh
informasi yang tepat dalam menyikapi arus globalisasi yang semakin transparan
dalam berbagai hal.

14

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar.


Ed. 2. Rineka Cipta. Jakarta.
file:///D:/pentingnya-mengenalkan-pendidikan-seks-sejak-usia-dini-635624.html

15

Anda mungkin juga menyukai