Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN ANAK

SEX EDUCATION PADA ANAK USIA DINI

DISUSUN OLEH :
NEICE SHIEVA SHAZHABILLA
NIM. P05120319033

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TA 2020/2021
A. KONSEP SEX EDUCATION
Menurut Nashih Ulwan A (dalam Madani Y, 91:2003)
pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan
penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan
kepada anak sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan
dengan seks, naluri, dan perkawinan. Dinamis dan relatifnya
pengertian pendidikan seksualitas. Menurut Boyke D N dalam
Madani Y (2003:7) Pendidikan seks pada anak-anak bukan
mengajarkan cara-cara berhubungan seks semata, melainkan lebih
kepada upaya memberikan pemahaman kepada anak sesuai
dengan usianya, mengenai fungsi-fungsi alat seksual dan masalah
naluri alamiah yang mulai timbul: bimbingan mengenai pentingnya
menjaga dan memelihara organ intim mereka, disamping juga
memberikan pemahaman tentang perilaku pergaulan yang sehat
serta resiko-resiko yang dapat terjadi seputar masalah seksual.
Dengan demikian diharapkan anak-anak dapat lebih melindungi diri
dan terhindar dari bahasa child seksual abuse.
Menurut Gunarsa SD penyampaian materi pendidikan
seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai
bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain,
berkesinambungan dan bertahap disesuaikan dengan kebutuhan
dan umur anak serta daya tangkap anak (dalam psikologi praktis,
anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan
seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orang tua di rumah,
mengingat yang tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri.
Menurut Boyke DN dalam Madani Y ( 7 : 2003 ) pendidikan Seks
untuk Anak Usia Dini adalah salah satu upaya memberikan
pemahaman kepada anak sesuai dengan usianya mengenai fungsi-
fungsi alat seksual dan masalah naluri alamiah yang mulai timbul;
bimbingan mengenai pentingnya menjaga dan memelihara organ
intim mereka, di samping itu juga memberikan pemahaman tentang
perilaku pergaulan yang sehat serta resiko-resiko yang dapat
terjadi seputar masalah seksual.

B. TUJUAN SEX EDUCATION PADA ANAK


Keingintahuan anak seputar seks terus berkembang.
Pernyataan mereka mulai dari soal perbedaan pria dan wanita
sampai proses kehamilan dan kelahran. Anak perlu jawaban yang
manis dan jelas. Jika mereka bertanya soal seks sampai usia 5
tahun, adalah tugas kita utuk menyampaikannya. Bila tidak
dikhawatirkan anak akan mendapat informasi menyesatkan dari
teman mereka atau dari bacaan yang tidak bertanggung jawab.
Disamping itu juga untuk menanamkan pengertian yang benar
tentang hal-hal yang ingin diketahuinya, fungsi masing-masing
organ tubuh, mengetahui perbedaan dengan lawan jenisnya,
berperan sesuai dengan jenis kelaminnya, sehingga mencegah
anak mencari keterangan-keterangan seputar seks melalui film-
filem porno, perbincangan dengan teman-temannya atau bertanya
ke orang lain yang tidak berkepentingan, berbuat atau sekedar
mencoba sampai mencegah si anak memiliki persepsi keliru akibat
jawaban yang diberikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab
(Hurlock, 2002. Dikutip oleh Dyah SH, 2017).
Secara edukatif, anak dapat diberikan pendidikan seks
sesuai dengan tahapan perkembangan yang telah ia capai.
Pendidikan seks dapat diberikan sejak anak mulai bertanya
tentang seks. Misalnya ketika bertanya tentang perbedaan
alat kelaminnya dengan alat kelamin milik adik. Secara garis
besar, terdapat beberapa alasan dan tujuan mengapa pendidikan
seks penting diajarkan sejak usia dini. Penelitian yang
dilakukan oleh Kakavoulis (1998) menyatakan bahwa melalui
pendidikan seks, anak akan memiliki pengetahuan mengenai
tubuhnya, kesadaran yang baik, dan hubungan
interpersonal yang tepat, mampu membedakan identitas diri
dan peran seks, pengetahuan tentang fungsi generatif, dapat
melindungi diri dari kekerasan, meningkatkan stabilitas
emosi dan kesehatan, dan kepribadian yang saling
menghormati.
Pendidikan seks juga membantu anak untuk
memahami struktur tubuh dari laki-laki dan perempuan serta
memperoleh pengetahuan mengenai kelahiran. Selain itu,
pendidikan seks mengajarkan anak untuk membangun dan
menerima peran serta tanggungjawab dari gender dirinya.
Hal tersebut dikarenakan perbedaan dan persamaan antara
dua gender jika dilihat dari tubuh dan pemikiran akan mendorong
perkembangan ke depannya ketika berkenalan dengan teman
dan hubungan interpersonal. Pendidikan seks merupakan
sebuah pendidikan holistik, di mana mengajarkan individu
mengenai penerimaan diri, sikap, dan keterampilan.
Di sisi lain, mengacu pendapat Roqib (2008) bahwa
tujuan diberikannya pendidikan seks sejak usia dini, yaitu
sebagai berikut: (1) membantu anak mengetahui topik-topik
biologis seperti bagian-bagian tubuh, pertumbuhan, serta
perkembanganbiakan, (2) mencegah anak-anak dari tindak
kekerasan, (3) mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan
kecemasan akibat tindakan seksual; (4) mendorong hubungan
yang baik, dan (5) membantu anak mengetahui peran gender
sesuai dengan jenis kelamin (seks) mereka. (Dikutip oleh Amalia
TK, 2020).
Tujuan pendidikan seks menurut The Sex Information and
Education Council The United States (SIECUS) (dalam Subiyanto,
1996:79) sebagai berikut :
 Memberi pengetahuan yang memadai kepada siswa mengenai
diri siswa sehubungan dengan kematangan fisik, mental dan
emosional sehubungan dengan seks.
 Mengurangi ketakutan dan kegelisahan sehubungan dengan
terjadinya perkembangan serta penyesuaian seksual pada anak.
 Mengembangkan sikap objektif dan penuh pengertian tentang
seks.
 Menanamkan pengertian tentang pentingnya nilai moral sebagai
dasar mengambil keputusan.
 Memberikan cukup pengetahuan tentang penyimpangan dan
penyalahgunaan seks agar terhindar dari hal-hal yang
membahayakan fisik dan mental.
 Mendorong anak untuk bersama-sama membina masyarakat
bebas dari kebodohan

Kirby, Alter dan Scales (dalam Bruess, 1981:207), tujuan


pendidikan seks antara lain :
 Memberikan informasi yang akurat tentang seksualitas.
 Mengurangi rasa takut dan kecemasan mengenai perkembangan
seksual.
 Mendorong lebih bertanggung jawab dan berhasil dalam
membuat keputusan.
 Mengembangkan ketrampilan untuk mengelola masalah-
masalah seksual.
 Menciptakan hubungan interpersonal yang memuaskan.
 Mengurangi problem-problem seksual seperti penyakit menular
seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki.

C. TAHAP PERKEMBANGAN SEKS ANAK


Tahap psikoseksual yang harus dilalui anak menurut
Sigmund Freud dalam 5 fase (Yupi, 2004. Dikutip oleh Dyah SH,
2017), yaitu:
a. Fase oral (0-11 bulan)
Fase seorang anak mendapatkan perasaan nikmat melalui
mulutnya (aktivitas oral) seperti menghisap, menggigit,
mengunyah, dan mengecap. Pada usia ini anak terlihat sangat
antusias memasukkan apa saja ke dalam mulutnya. Hal ini
merupakan tahap awal pemenuhan dari perkembangan
psikoseksual dalam dirinya.
b. Fase anal (1-3 tahun)
Selama fase ini kehidupan anak berpusat pada kesenangan
anak, yaitu selama perkembangan otot sfingter. Anak senang
menahan feses, bahkan bermain-main dengan feses sesuai
dengan keinginannya. Dengan demikian, toilet training adalah
waktu yang tepat dilakukan pada periode ini.
c. Fase falik (3-6 tahun)
Selama fase ini geneatlia adalah area yang menarik dan area
tubuh yang sensitif. Anak mempelajari adanya perbedaan jenis
kelamin perempuan dan laki-laki dnegan mengetahui adanya
perbedaan alat kelamin. Rasa nikmar yang dirasakan
berlangsung ketika alat kelaminnya mengalami sentuhan atau
rabaan.
d. Fase laten (5-12 tahun)
Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan
psikolofis yang merupakan media untuk emngeksplorasi
pengetahuan dari perkembangannya melalui aktivitas fisik
maupun sosialnya. Pada fase laten anak perempuan lebih
menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak
laki-laki dengan anak laki-laki. Pertanyaan anak mengarah pada
sistem reproduksi.
e. Fase genetalia (12-18 tahun)
Tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud adalaah
tahapan genetal yaitu anak mulai masuk fase pubertas, yaitu
dengan adanya proses pengenalan organ reproduksi dan
produksi hormon seks.
D. STRATEGI ORANG TUA DALAM SEX EDUCATION UNTUK
ANAK USIA DINI
Keterlibatan aktif orangtua dalam pendidikan seks
membuat anak menguasai lebih banyak pengetahuan mengenai
terminologi genital yang sesuai jika dibandingkan dengan
pendidikan seks yang diajarkan oleh guru (Kenny, Reena, Ryan, &
Runyon, 2008). Anak yang dilatih oleh orangtuanya juga akan
menerima pengetahuan yang berulang-ulang secara
konsisten dalam lingkungan yang natural atau alamiah.
Hal ini semakin menegaskan bahwa orangtua merupakan orang
dewasa pertama yang dijumpai dan sebagai pendidik utama
anak.
Namun demikian, beberapa penelitian (Pop & Rusu,
2015) mengindikasikan bahwa orangtua, meskipun secara naluri
rela mengambil tugas dalam mendidik anak mereka, banyak
dari orangtua memerlukan dukungan yang mencakup
dukungan informasi, motivasi, dan strategi yang dapat
membantu orangtua dalam memberikan pendidikan seks pada
anak. Oleh karena itu, di bawah ini, terdapat beberapa pendapat
mengenai strategi-strategi yang dapat dilakukan oleh
orangtua dalam memberikan pendidikan seks pada anak.Ilmawati
(Jatmikowati, Angin, & Ernawati, 2015) menjelaskan pokok-
pokok strategi yang perlu diterapkan dan diajarkan orangtua
kepada anak yang bersifat praktis, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus
ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-
anak, meskipun mereka masih kecil, dibiarkan untuk
bertelanjang di depan orang lain; misalnya, ketika keluar
kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa
feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun
psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan
mendasar. Anak dapat diajak mengenali perbedaan yang ada
pada tubuhnya secara fisik. Dengan demikian anak akan
mengetahui identitas dirinya dengan tepat.
3. Memisahkan tempat tidur anak dari tempat tidur orang
dewasa. Masa usia dini merupakan masa dimana anak
mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan
eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang
dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya.
Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan
kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Jika
pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan
orang tuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri.
Anak juga dicoba untuk belajar melepaskan perilaku lekatnya
(attachment behavior) dengan orang tuanya. Jika pemisahan
tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang
berbeda jenis kelamin, secara langsung anak akan memiliki
kesadaran tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
4. Mengenalkan waktu berkunjung. Anak tidak diperbolehkan untuk
memasuki kamar (ruangan) orang dewasa pada waktu
tertentu (misalnya pada malam hari) kecuali meminta izin
terlebih dahulu kepada pemilik kamar.
5. Mendorong anak agar menjaga kebersihan tubuhnya. Mengajari
anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih
dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak
juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya
(toilet training). Segera setelah anak siap, pada usia 3-6
tahun, orang tua mulai melatih anaknya tentang toilet training
(William Crain, 2014:395). Toilet training sebaiknya diajarkan
ketika anak sudah dapat mengungkapkan dan memahami apa
yang sedang diperintahkan kepada dirinya, sehingga tidak
akan menimbulkan ketegangan dan kecemasan pada anak.
Sebagaimana telah dibahas di awal, strategi pendidikan
seks oleh orangtua kepada anak usia dini sebaiknya dilakukan
dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan kemampuan
serta pemahaman anak sehingga bahasa dan penyampaian juga
perlu dipertimbangkan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat
ditarik kesimpulan beberapa strategi yang dapat digunakan
orangtua dalam memberikan pendidikan seks pada anak usia
dini antara lain:
a) membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh
dan yang tidak boleh dilakukan di depan umum.
b) mendorong anak mengetahui identitas diri (laki-laki
dan perempuan).
c) memisahkan tempat tidur anak dari tempat tidur
orang dewasa.
d) mengenalkan waktu berkunjung.
e) mendorong anak agar menjaga kebersihan tubuhnya
(toilet training).
f) memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar
mereka merasakan kasih sayang dari orangtuanya secara
tulus serta mendorong anak untuk dapat membedakan
sentuhan boleh dan tidak boleh yang dilakukan oleh
orang lain.
g) memberikan penjelasan tentang proses perkembangan
secara sederhana.
h) memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh
secara wajar.
i) mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang
benar.
j) membantu anak memahami konsep pribadi dan
mengajarkan kepada merek kalau pembicaraan seks
adalah pribadi.
k) memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau
berkonsultasi kepada orangtua untuk setiap pertanyaan
tentang seks.
Orang tua bisa menciptakan hubungan yang hangat dan terbuka
antara orangtua dan anak mereka, hal ini akan memudahkan
komunikasi antara kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak
dapat membicarakan perihal seks dengan perasaan yang wajar dan
tidak malu-malu. Adapun faktor yang menghambat orang tua dalam
memberikan pendidikan seksual pada anak, yaitu kegiatan ekonomi
keluarga. Orang tua yang kurang perhatian pada pendidikan
anaknya, acuh tak acuh terhadap pendidikan yang berkaitan
dengan seks, tidak memperhatikan keinginan anaknya maupun
lingkungan sekitarnya. Keadaan seperti ini banyak terjadi pada
keluarga yang berpenghasilan rendah sehingga mereka kurang
memberikan pendidikan seks pada anaknya dan hanya isbuk
dengan pekerjaannya (Noeratih, 2016 dalam Djufri MAP, 2019).

E. PROGRAM SEXUAL EDUCATION UNTUK ANAK USIA DINI


Sebagaimana dijelaskan dalam buku pedoman “Aku dan
Kamu” (PKBI Pusat, 5 : 2008) program pendidikan seks adalah
program kecakapan hidup kesehatan reproduksi dan seksualitas
dengan sasaran anak usia 4-6 tahun. Program ini penting dalam
rangka memberikan landasan dasar bagi anak untuk
mengembangkan sikap positif dan keterampilan hidup diantaranya
terkait dengan hubungan sosial, pencegahan kekerasan seksual,
kesehatan reproduksi dan seksualitas serta membangun
kepercayaan dan komunikasi dengan orang tua tentang seksualitas
sejakdini. Secara umum program pendidikan seks yang dilakukan
bertujuan membantu meletakan dasar kearah pengembangan
sikap, pengetahuan, keterampilan yang diperlukan anak dalm
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, diantaranya memahami
seksualitas dan kesehatan reproduksi untuk pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya. Dari beberapa pengertian diatas
peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
Pengembangan Program Pendidikan Seks untuk Anak Usia dini
adalahserangkaian aktivitas yang disediakan untuk memfasilitasi
perkembangan dan belajar anak ,yang secara umum kegiatan yang
dapat dilakukan diantaranya menyediakan lingkungan kondusif
bagi perkembangan anak, mengarahkan perilaku positif dan
keterampilan hidup diantaranya terkait dengan hubungan sosial,
pencegahan kekerasan seksual, kesehatan reproduksi, serta
membantu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi
anak berkenaan dengan seksualitasnya dengan bimbingan yang
tepat sesuai dengan perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dyah SH, 2017. PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENDIDIKAN
SEKS DINI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3-6 TAHUN) DI TK
TUNAS JAYABANGSAL MOJOKERTO. Jurnal Hospital Majapahit,
Vol. 9, No. 2, November 2017.
http://ejournal.stikesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/view/zenod
o.3514532. Diakses pada 3 Mei 2021.
F Fatmawati, 2018. PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG
PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK USIA DINI. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Iqra, Vol. 6, No. 2, Desember 2018. https://stikesmu-
sidrap.e-journal.id/JIKI/article/download/66/54. Diakses pada 3 Mei
2021.
Amie M. Ashcraft PhD, MPH; Pamela J. Murray MD, MHP. TALKING TO
PARENTS ABOUT ADOLESCENT SEXUALITY. Jurnal Pediatrik
Amerika Utara, Vol 64, Issue 2, Halaman 305-320.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5517036/. Diakses
pada 4 Mei 2021.
MAP Djufri. 2019. HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN
PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK DI KELAS 5 DAN 6
SD INPRES BOYONG PANTE. E-journal Keperawatan Vol. 7, No.1,
Februari 2019.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/22899. Diakses
pada 5 Mei 2021.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rutgers
WPF Indonesia. 2019. MODUL KESEHATAN REPRODUKSI:
PERLINDUNGAN ANAK TERPADU BERBASIS MASYARAKAT
(PATBM). Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai