Anda di halaman 1dari 36

PENANAMAN KONSEP TARBIYAH JINSIYAH DALAM MENINGKATKAN

PEMAHAMAN PENDIDIKAN SEKS PADA SISWA KELAS 5 DI SDI ASY-


SYUHADA PAMEKASAN

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH:
BAQIATUS SHOLIHAH
NIM. 20381012014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
OKTOBER 2022
A. Judul Proposal Skripsi
Penanaman Konsep Tarbiyah Jinsiyah dalam Meningkatkan
Pemahaman Pendidikan Seks Pada Siswa Kelas 5 di SDI Asy-Syuhada
Pamekasan
B. Konteks Penelitian
Berdasarkan hasil observasi pra penelitian yang bertempat di SDI
Asy-Syuhada, peneliti menemukan beberapa interaksi pergaulan antara
siswa laki-laki dan perempuan secara umum dirasa kurang pengawasan dari
pihak pendidik. Oleh karena itu, peneliti berpikiran bahwa pendidikan seks
perlu untuk diajarkan dan ditanamkan kepada anak sejak dini untuk
memberikan pengertian dan pemahaman akan bagaimana seharusnya
pergaulan antara perempuan dan laki-laki yang sesuai dengan konsep ajaran
Islam, dimana hal tersebut termasuk dalam ranah pembahasan pendidikan
seks atau tarbiyah jinsiyah.
Istilah “seks” sejujurnya masih dianggap tabu oleh sebagian besar
masyarakat. Mayoritas masyarakat memandang seks sebagai sesuatu yang
menyeramkan, kotor, tabu, dan porno, karenanya tidak pantas dibicarakan
terbuka untuk alasan apapun. Dengan segala prasangka dan kesalah
kaprahan kultural yang disematkan pada seks, adalah penting dan mendesak
bagi kita untuk mulai membicarakan dan membahas permasalahan ini guna
menyingkirkan kebekuan dari pikiran-pikiran kita. Secara umum,
pendidikan seks penting untuk ditularkan kepada anak sejak usia dini guna
mendidik dan meningkat kesadaran anak terhadap permasalahan seksual
sedini mungkin dan sebagai upaya mencegah dan membebaskan mereka
dari budaya seks sekuler (non-Islam).1
Subjek pada penelitian ini ialah siswa kelas 5 sekolah dasar yang
kurang lebih berada dalam lingkup usia 9-11 tahun. Pada usia 9-14 tahun,
pada dasarnya anak tengah berada dalam fitrah biologis awal atau yang
sering disebut masa pubertas. Pada masa ini, anak mulai mengalami
perkembangan beberapa hormon seksual yang memicu perubahan beberapa
organ secara biologis yang tentu beriringan dengan perkembangan
1
Ani Oktarina, “Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Kajian Hadis,” Riwayah 5, no. 2 (2020); 354,
DOI: http://dx.doi.org/10.21043/riwayah.v5i2.7515.

2
kedewasaan anak secara psikologis. Sehingga, dalam hal ini anak perlu
untuk diarahkan supaya kemudian tidak terjerumus kepada hal-hal yang
tidak diinginkan. Hal-hal yang tidak diinginkan diantaranya ialah
penyimpangan fitrah seksual, seks bebas, ataupun hal lainnya yang sejenis,
yang kini tengah menjadi isu di tengah masyarakat secara luas. Semua hal
tersebut tentunya sebagian besar bersumber dari pergaulan yang tidak
terkontrol dan terarah.
Pada dasarnya, pendidikan seks merupakan penyampaian informasi
yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh setiap laki-laki dan
perempuan, sejak dari anak-anak sampai dewasa didalam prihal pergaulan
antara kelamin pada umumnya dan kehidupan seksual pada khususnya. 2
Namun, menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mengintegritaskan
paradigma yang sudah terlanjur berkembang di tengah-tengah masyarakat
dengan nilai-nilai agama tentang seksualitas.
Di dalam Islam, pendidikan seks dikenal dengan istilah tarbiyah
jinsiyah. Konsep tarbiyah jinsiyah sendiri mencakup persoalan
menumbuhkan sifat malu dan memelihara muru’ah atau kehormatan kepada
anak, pemahaman dan pelatihan menutup aurat, menjaga dan memelihara
pandangan, menghormati hak dan privacy orang tua, mengajarkan etika atau
adab meminta izin, menjaga adab tidur, menjaga pergaulan, menjauhkan
anak-anak dari perkara-perkara yang merangsang seksual dan perkara-
perkara yang menghampiri pada perbuatan zina, termasuk didalamnya juga
permasalahan thaharah atau bersuci.3
Penelitian dan pembahasan mengenai penanaman konsep tarbiyah
jinsiyah ini berangkat dari keprihatinan peneliti terhadap semakin maraknya
fenomena pergaulan bebas yang berujung pada seks bebas, penyimpangan
fitrah, bahkan hingga pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak dan
remaja muslim. Di sisi lain, pendidikan seks yang menyebar secara umum
dari kaum sekuler, yakni Comprehensive Sex Education (CSE) yang pada

2
Ade Setiawan, “Pendidikan Seks Pada Anak (Studi Perbandingan Pemikiran Abdullah Nashih
Ulwan dan Yusuf Madani)” (Tesis, IAIN Purwokerto, Purwokerto, 2019), 23.
3
Basarudin, “Pendidikan Seks Anak Perspektif Abdullah Nashih Ulwan (Tela’ah atas Kitab
Tarbiyah al-Aulad Fi al-Islam bab al-Tarbiyah al-Jinsiyah)” (Tesis, IAIN Raden Fatah,
Palembang, 2010), 4.

3
dasarnya hanya terpaku pada perilaku seks yang aman dan sehat 4 tentu
belum bisa dikatakan menjadi solusi bagi masyarakat, khususnya umat
Islam.
Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengkaji kembali
pendidikan seks sesuai konsep Islam supaya suatu saat bisa menjadi solusi
yang dapat ditawarkan kepada umat Islam secara khususnya dan masyarakat
luas untuk mencegah persoalan kerusakan moral, yang dalam hal ini
berkaitan dengan urusan seks. Dengan pembekalan pendidikan seks sejak
dini kepada anak dengan baik dan benar, diharapkan anak adapat
membentuk perlindungan diri atau self protection terhadap dirinya dan tidak
begitu bergantung pada keterbatasan pengawasan orang tua atau pendidik.
C. Fokus Penelitian
1. Bagaimana pendidikan yang diperoleh siswa kelas 5 di SDI Asy-
Syuhada Pamekasan terkait pendidikan seks?
2. Apa saja cakupan aspek-aspek tarbiyah jinsiyah yang diajarkan oleh
pendidik kepada siswa kelas 5 di SDI Asy-Syuhada Pamekasan?
3. Apa saja metode pembelajaran yang tepat dalam menanamkan aspek-
aspek yang terdapat dalam konsep tarbiyah jinsiyah guna
meningkatkan pemahaman siswa terkait pendidikan seks?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendidikan yang diperoleh siswa kelas 5 di SDI
Asy-Syuhada Pamekasan terkait pendidikan seks.
2. Untuk mengetahui cakupan aspek-aspek tarbiyah jinsiyah yang
diajarkan oleh pendidik kepada siswa kelas 5 di SDI Asy-Syuhada
Pamekasan.
3. Untuk mengetahui metode pembelajaran yang tepat dalam
menanamkan aspek-apek yang terdapat dalam konsep tarbiyah
jinsiyah guna meningkatkan pemahaman siswa terkait pendidikan
seks.
E. Kegunaan Penelitian

4
Syarifah Gustiawati Mukri, “Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Perspektif Hukum Islam,” Mizan
3, no. 1 (2015); 11, DOI: https://doi.org/10.32507/mizan.v3i1.153.

4
Secara teoritis atau ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat menambah
dan memperkaya wawasan dan khazanah keilmuan Islam dalam bidang
pendidikan, khususnya terkait pendidikan seks. Sedangkan secara praktis,
diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran bagi
pendidik dan civitas akademik terhadap pentingnya persoalan pendidikan
seks dan kesadaran untuk menyebarluaskan konsep pendidikan seks
menurut perspektif Islam kepada peserta didik, orang tua siswa, dan
masyarakat secara luas.
F. Definisi Istilah (Glosarium)
Baligh : seseorang yang sudah sampai pada usia tertentu
untuk dibebani hukum syariat.5
Civitas Akademik : masyarakat akademik yang terdiri dari dosen dan
mahasiswa dengan perwakilannya yang terbentuk
melalui senat masing-masing.
Comprehensive Sex Education : metode pengajaran pendidikan seks
berbasis kurikulum yang bertujuan untuk
memberikan siswa pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai-nilai untuk membuat pilihan
yang tepat dan sehat dalam kehidupan seksual
mereka.
Fitrah : potensi yang ada dalam diri manusia yang sudah
menjadi bawaan manusia sejak lahir dan
mengarahkan manusia pada kebaikan serta
keburukan.6
Muru’ah : kehormatan dan harga diri.7
Pubertas : masa remaja.
Tarbiyah Jinsiyah : pendidikan seks yang dibahas dari perspektif Islam.
5
Ulul Umami, “Definisi Bāligh Menurut Hukum Islam & Hukum Positif Terkait Dengan
Kewajiban Orang Tua Dalam Pemberian Nafkah,” (Skripsi, UIN Walisongo, Semarang, 2019), 37.
6
Halida Umami, “Konsep Fitrah dalam Islam,” HES Unida Gontor, diakses dari
https://hes.unida.gontor.ac.id/konsep-fitrah-dalam-islam/, pada tanggal 2 Oktober 2022 pukul
13.59 WIB.
7
Mukhtar Hadi, “Menjaga Marwah Diri,” UM Metro, diakses dari https://ummetro.ac.id/menjaga-
marwah-diri/#:~:text=Islam%20memandang%20pentingnya%20manjaga
%20kehormatan,bermakna%20kehormatan%20dan%20harga%20diri, pada tanggal 2 oktober
2022 pukul 14.02 WIB.

5
G. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari
perbandingan dan selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk
penelitian selanjutnya di samping itu kajian terdahulu membantu penelitian
dapat memposisikan penelitian serta menujukkan orsinalitas dari penelitian.
Pada bagian ini, peneliti mencoba mencantumkan hasil dari beberapa
penelitian terdahulu yang relevan, kemudian membandingkannya dengan
apa yang akan dibahas pada penelitian ini.
Kajian pertama dilakukan oleh Elok Permatasari dan Ginanjar Sasmito
Adi dalam bentuk jurnal dengan judul penelitian “Gambaran Pemahaman
Anak Usia Sekolah Dasar Tentang Pendidikan Seksual Dalam Upaya
Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak.” Pada penelitian tersebut
dijumpai hasil bahwa pemahaman siswa terhadap pendidikan seksual masih
cenderung rendah dan peran guru pengajar dalam memberikan pengetahuan
dan pemahaman mengenai pendidikan seks masih belum optimal mengingat
masih banyaknya faktor yang menghambat, seperti keluarga dan budaya.8
Pada kajian tersebut, pendidikan seksual yang dibahas masih cenderung
umum dan tidak berfokus pada perspektif Islam sebagaimana penelitian ini.
Di sisi lain, subjek penelitian masih cenderung tersebar, yakni kelas 3, 4,
dan 5 sehingga hasil penelitian masih luas. Namun pada dasarnya tujuan
penelitian yang dilakukan sama, yakni menanamkan pemahaman
pendidikan seks sejak dini kepada anak sebagai upaya mencegah kejahatan
seksual.
Kajian kedua dilakukan oleh Fahria dan Sayuthi Atman Said dalam
bentuk jurnal dengan judul penelitian, “Penerapan Pendidikan Seks dalam
Perspektif Islam untuk Meningkatkan Karakter Religius Siswa SDIT Ibnu
Hajar Kota Batu.” Pada kajian tersebut diperoleh hasil bahwa landasan
penerapan pendidikan seks ialah membekali peserta didik agar siap
menghadapi masa puberitas dengan baik sehingga mereka tidak asing
dengan perubahan dalam diri misalnya perubahan fisik dan emosional serta
8
Elok Permatasari dan Ginanjar Sasmito Adi, “Gambaran Pemahaman Anak Usia Sekolah Dasar
Tentang Pendidikan Seksual Dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak,” The
Indonesian Journal of Health Science 9, no. 1 (Desember, 2017); 77, DOI:
https://doi.org/10.32528/the.v9i1.1264.

6
mengetahui batasan-batasan bergaul dengan lawan jenis. Penerapan
pendidikan seks dalam perspektif Islam untuk meningkatkan karakter
religius siswa di SDIT Ibnu Hajar ialah melalui program Lingkar Bina
Siswa (LBS) yang dilaksanakan setiap hari jumat. 9 Pada kajian ini cukup
kompleks, namun lebih terfokus pada program yang sudah terlaksana di
lokasi penelitian terkait penerapan pendidikan seks dalam perspektif Islam
atau yang dapat disebut juga dengan istilah tarbiyah jinsiyah. Secara garis
besar kajian tersebut hampir sama dengan penelitian ini, yakni bagaimana
sekolah memberikan pemahaman pendidikan seks menurut perspektif Islam
kepada siswa sebagai bekal persiapan menghadapi masa pubertas.
Kajian ketiga dilakukan oleh Achmad Fauzi Romadhon dalam bentuk
skripsi dengan judul “Pendidikan Seks Dalam Perspektif Islam Pada Peserta
Didik Putri Melalui Program “Awali Masa Remaja” di SMP Al-Irsyad
Purwokerto.” Hasil dari kajian tersebut ialah esensi dari pendidikan seks itu
sangat penting untuk dipelajari bagi siapa saja terutama anak yang baru
memasuki masa pubertas. Tujuan diadakan pendidikan seks adalah untuk
membekali peserta didik agar mereka siap menghadapi masa pubertas
dengan baik. Dalam memberikan materi harus sesuai dengan tingkat usia
dan keadaan peserta didik. Dalam pembelajaran Ustadzah atau pengajar
dapat menggunakan metode-metode yang bervariasi sesuai materi,
diantaranya metode ceramah, diskusi atau tanya jawab, dan demonstrasi. 10
Kajian penelitian tersebut dapat memberikan gambaran pada pembahasan
penelitian ini bahwasanya aspek-aspek pendidikan seks dalam Islam
(tarbiyah jinsiyah) yang dibahas dan diteliti perlu disesuaikan dengan
tingkat usia dan keadaan peserta didik. Perbedaan penelitian tersebut dengan
penelitian ini adalah usia sasaran penelitian dan penerapan tarbiyah jinsiyah
yang dilakukan melalui pelaksanaan program khusus secara kolektif.
Kajian keempat dilakukan oleh Muhammad Sofyan Lubis dengan
bentuk karya tulis ilmiah berupa skripsi yang berjudul “Pentingnya
9
Fahria dan Sayuthi Atman Said, “Penerapan Pendidikan Seks dalam Perspektif Islam untuk
Meningkatkan Karakter Religius Siswa SDIT Ibnu Hajar Kota Batu,” Foramadiahi 12, no. 1
(2020); 55, DOI: http://dx.doi.org/10.46339/foramadiahi.v12i1.265.
10
Achmad Fauzi Romadhon, “Pendidikan Seks Dalam Perspektif Islam Pada Peserta Didik Putri
Melalui Program “Awali Masa Remaja” di SMP Al-Irsyad Purwokerto,” (Skripsi, IAIN
Purwokerto, Purwokerto, 2015), 105-106.

7
Pengetahuan Materi Pendidikan Seks Pada Siswa SD Sebagai Antisipasi
Dini Merebaknya Perilaku Pedofilia (Studi Deskriptif di SD 064978 Kec.
Medan Denai).” Berdasarkan hasil kajian tersebut diperoleh kesimpulan
bahwa sepatutnya guru di sekolah mengajarkan materi-materi pendidikan
seks kepada anak dengan penuh keterbukaan agar siswa tahu jelas apa
tujuan dari mempelajari materi pendidikan seks. Artinya pendidikan seks
kepada anak jangan ditutup-tutupi, yang penting materi yang diajarkan itu
disesuaikan dengan tingkat berfikir mereka. Namun sejatinya pemerintahlah
yang mempunyai kebijakan untuk memasukkan materi pendidikan seks ke
pelajaran anak usia SD, supaya anak-anak SD di seluruh penjuru negeri
mendapat materi pendidikan seks dengan merata.11 Kajian tersebut
membahas mengenai urgensi pendidikan seks terhadap anak pada tingkat
dasar yang kerap kali diabaikan dan penjelasan guru yang terkadang
terkesan tidak terbuka. Perbedaan kajian yang dilakukan oleh Muhammad
Sofyan tersebut dengan kajian peneliti terletak pada fokus dan lingkup
kajian. Pada kajian tersebut berfokus pada pembelajaran mengenai
pendidikan seks yang harus diterapkan dengan sungguh-sungguh untuk
menghindarkan anak dari kasus kejahatan seksual seperti halnya pedofilia,
sedangkan penelitian ini berfokus pada pembentukan kepribadian siswa
supaya mampu menjalankan menanamkan nilai-nilai keIslaman dalam hal
yang berkaitan dengan seksualitas di kehidupan sehari-hari. Lalu, lingkup
kajian pendidikan seks pada skripsi yang ditulis oleh Muhammad Sofyan
masih dalam lingkup secara umum, sedangkan pada penelitian ini ruang
lingkupnya lebih khusus, yakni pendididikan seks dalam perspektif Islam.
H. Kajian Teori
1. Definisi Tarbiyah Jinsiyah atau Pendidikan Seks Dalam Islam
Pendidikan dalam bahasa Arab adalah tarbiyah. Dalam kamus
bahasa arab kata ini secara bahasa mengandung tiga makna: raba-
yarbu-tarbiyah artinya bertambah dan berkembang, robiya-yarba
artinya tumbuh dan berkembang, Rabba-Yurabbi artinya

11
Muhammad Sofyan Lubis, “Pentingnya Pengetahuan Materi Pendidikan Seks Pada Siswa SD
Sebagai Antisipasi Dini Merebaknya Perilaku Pedofilia (Studi Deskriptif di SD 064978 Kec.
Medan Denai)” (Skripsi, Univesitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, 2018), 40.

8
memperbaiki, mengurusi, mengatur, menjaga dan memperhatikan. 12
Adapun secara istilah menurut ar-Raghib al-Asfahani sebagaimana
dikutip oleh Basarudin adalah “menumbuhkan prilaku demi prilaku
secara bertahap hingga mencapai batas kesempurnaan.”13
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
dilakukan secara bertahap dan berproses yang ditandai dengan makna
tumbuh, berkembang, dan memperbaiki agar tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai. Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana, dimana tidak hanya dilakukan transfer pengetahuan,
melainkan juga pembimbingan dan pembinaan pengembangan
kompetensi.
Seks adalah jenis kelamin atau hal-hal yang berkaitan
dengannya. Seks dalam bahasa Arab disebut al-jins atau jinsiyah. Seks
juga digunakan untuk penamaan dan pembeda jenis kelamin.14
Kebutuhan seks pada diri manusia merupakan kebutuhan dasar.
Artinya, di dalam penciptaan manusia disertai pula dengan elemen-
elemen yang bersifat naluriyah.15 Hal ini sebagaimana firman Allah
swt. dalam Qs. Ali Imran (3) ayat 14.
َّ ‫ير ْٱل ُم َقن َط َر ِة م َِن‬ ٰ
‫ب‬
ِ ‫ٱلذ َه‬ ِ ِ‫ِين َو ْٱل َق َنط‬ َ ‫ت م َِن ٱل ِّن َسٓا ِء َو ْٱل َبن‬ ِ ‫اس حُبُّ ٱل َّش َه ٰ َو‬ ِ ‫ُزي َِّن لِل َّن‬
‫ك َم ٰ َت ُع ْٱل َح َي ٰو ِة ٱل ُّد ْن َيا ۖ َوٱهَّلل ُ عِ ندَ هُۥ‬ َ ِ‫ث ۗ ٰ َذل‬
ِ ْ‫ض ِة َو ْٱل َخي ِْل ْٱل ُم َسوَّ َم ِة َوٱَأْل ْن ٰ َع ِم َو ْٱل َحر‬َّ ِ‫َو ْٱلف‬
ِ ‫حُسْ نُ ْٱل َمـَٔا‬
‫ب‬
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).16

12
Basarudin, “Pendidikan Seks Anak Perspektif Abdullah Nashih Ulwan (Tela’ah atas Kitab
Tarbiyah al-Aulad Fi al-Islam bab al-Tarbiyah al-Jinsiyah),” (Tesis, IAIN Raden Fatah,
Palembang, 2010), 9.
13
Ibid.
14
Ibid., 10.
15
Agita Sunni Hidayah, “Konsep Islam Tentang Pendidikan Seks Bagi Anak Dalam Keluarga
(dalam Buku At-Tarbiyah Al-Jinsiyah Lil Athfali Wa Al-Balighin Karya Yusuf Madani)” (Skripsi,
UIN Walisongo, Semarang, 2017), 12.
16
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Penerbit Jabal, 2010), 51.

9
Dikutip oleh Basarudin, Abdullah Nashih Ulwan dalam
kitabnya tarbiyah al-awlad fi al-Islam bab at-tarbiyah al-jinsiyah
mengemukakan bahwa pendidikan seks adalah:
Proses pengajaran dan penyadaran kepada anak mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan seks; dorongan, keinginan dan
aktivitas. Sehingga proses pendidikan tersebut membuat anak
paham mengenai hal-hal yang diharamkan dan di halalkan.
Pendidikan seks itu penting diajarkan dan diterapkan sedini
mungkin atau sejak usia dini kepada anak. Pendidikan seks yang
baik itu harus melalui beberapa proses dan tahapan berdasarkan
tingkat usia anak.17
Dari pemaparan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan seks atau tarbiyah jinsiyah adalah proses pengajaran dan
penyadaran kepada peserta didik mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan seks; dorongan, keinginan dan aktivitas, sehingga proses
pendidikan tersebut membuat anak didik paham mengenai hal-hal
yang diharamkan dan dihalalkan. Pendidikan seks dilakukan secara
bertahap sesuai dengan tingkat usia dan kondisi anak.
2. Aspek-Aspek Tarbiyah Jinsiyah atau Pendidikan Seks Dalam
Islam
Menurut Moh. Elman dan Mahrus, Pendidikan Agama Islam
(PAI) memiliki ruang lingkup yang mencakup segala hal dalam
kehidupan, baik dimasa lalu, sekarang, ataupun masa yang akan
datang.18 Dengan kata lain, pendidikan seks atau tarbiyah jinsiyah
tentu termasuk dalam ruang lingkup PAI dan menjadi bagian penting
di dalamnya.
Sebagaimana dikutip oleh Basarudin, Sarlito dalam bukunya
yang berjudul “Psikologi Remaja” berpendapat, bahwa “ruang lingkup
pendidikan seks antara lain meliputi proses terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual,

17
Basarudin, “Pendidikan Seks Anak Perspektif Abdullah Nashih Ulwan (Tela’ah atas Kitab
Tarbiyah al-Aulad Fi al-Islam bab al-Tarbiyah al-Jinsiyah),” (Tesis, IAIN Raden Fatah,
Palembang, 2010), 8-9.
18
Moh. Elman dan Mahrus, “Kerangka Epistemologi (Metode Rekonstruksi Pendidikan Agama
Islam),” Rabbani 1, no. 2 (September, 2020); 147, DOI: https://doi.org/10.19105/rjpai.v1i2.4115.

10
dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan.”19 Sedangkan menurut
perspektif Islam, Nashih Ulwan mengemukakan bahwa ruang lingkup
pendidikan seks meliputi penanaman rasa malu pada anak dan
memelihara muru’ah (kehormatan diri), menanamkan jiwa
maskulinitas pada anak laki-laki dan feminitas pada anak perempuan,
memisahkan tempat tidur mereka, mengenalkan waktu berkunjung ke
kamar atau tempat privat orang tua kepada anak, mengajarkan etika
meminta izin dalam tiga waktu (sebelum shalat Subuh, tengah hari,
dan setelah shalat Isya’), mendidik anak menjaga kebersihan alat
kelamin, mendidik anak agar menjaga pandangan, mendidik anak agar
tidak melakukan khalwat dan ikhtilat, mengenalkan dan mengajarkan
pada anak tentang ihtilam dan haidh.20
Dari kedua penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa
pembahasan mengenai tarbiyah jinsiyah atau pendidikan seks dalam
perspektif Islam terbukti lebih luas dan nyaris mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia. Tarbiyah jinsiyah mampu menjangkau
lebih banyak aspek yang relevan dengan kehidupan sehari-hari
dibandingkan dengan pendidikan seks secara umum.
Dalam penelitian ini, aspek-aspek atau ruang lingkup
pendidikan seks (tarbiyah jinsiyah) yang akan difokuskan meliputi
thaharah, konsep mahram, menutup aurat, dan adab pergaulan
terhadap lawan jenis. Berikut penjelasan keempat aspek tersebut.
a. Thaharah (Bersuci)
Thaharah adalah berasal dari bahasa Arab, thahara –
yathhuru – tuhraa – thahaaratun yang berarti suci, sebagai
lawan dari kotor (hadast).21 Menurut syara’ atau istilah adalah
membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari

19
Basarudin, “Pendidikan Seks Anak Perspektif Abdullah Nashih Ulwan (Tela’ah atas Kitab
Tarbiyah al-Aulad Fi al-Islam bab al-Tarbiyah al-Jinsiyah),” (Tesis, IAIN Raden Fatah,
Palembang, 2010), 9.
20
Basarudin, “Pendidikan Seks Anak Perspektif Abdullah Nashih Ulwan (Tela’ah atas Kitab
Tarbiyah al-Aulad Fi al-Islam bab al-Tarbiyah al-Jinsiyah),” (Tesis, IAIN Raden Fatah,
Palembang, 2010), 9.
21
Khoirul Abror, Fiqh Ibadah (Yogyakarta: Phoenix Publisher, 2019), 15.

11
najis dan hadats menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat
Islam.22 Dalam kitab Fathul Qarib, dinyatakan bahwa:
Thaharah adalah melakukan sesuatu yang menjadi sebab
diperbolehkannya melakukan sholat, yaitu; wudhu, mandi,
tayammum, dan menghilangkan najis.23
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
thaharah berarti bersuci dari hadast maupun najis dengan tata
cara yang sesuai syariat Islam. Adapun dalil mengenai thaharah
adalah sebagai berikut.
‫وا وُ جُو َه ُك ْم َوَأ ْي ِد َي ُك ْـم ِإلَى‬
۟ ُ‫ٱغسِ ل‬ َ ‫ٰ َٓيَأ ُّي َها ٱلَّذ‬
َّ ‫ِين َءا َم ُن ٓو ۟ا ِإ َذا قُ ْم ُت ْم ِإلَى ٱل‬
ْ ‫صلَ ٰو ِة َف‬
‫ْن ۚ َوِإن ُكن ُت ْم ُج ُنبًا‬ ِ ‫ُوا ِب ُرءُوسِ ُك ْـم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْٱل َكعْ َبي‬۟ ‫ْٱل َم َراف ِـِق َوٱمْ َسح‬
‫ض ٰ ٓى َأ ْو َعلَ ٰى َس َف ٍر َأ ْو َجٓا َء َأ َح ٌد مِّن ُكم م َِّن ْٱل َغٓاِئطِ َأ ْو‬ َ ْ‫ُوا ۚ َوِإن ُكن ُتم مَّر‬ ۟ ‫ٱط َّهر‬ َّ ‫َف‬
‫ُوا ِبوُ جُو ِه ُك ْم‬ ‫صعِي ًدا َط ِّيبًا َفٱمْ َسح ۟ـ‬ َ ‫ُوا‬ ۟ ‫ٰلَ َمسْ ُت ُم ٱل ِّن َسٓا َء َفلَ ْم َت ِج ُد‬
‫وا َمٓا ًء َف َت َي َّمم ۟ـ‬
‫َوَأ ْيدِي ُكمـ ِّم ْن ُه ۚ َما ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ لِ َيجْ َع َل َعلَ ْي ُكم مِّنْ َح َر ٍج َو ٰلَكِن ي ُِري ُد لِ ُي َطه َِّر ُك ْم‬
‫َولِ ُي ِت َّم نِعْ َم َتهُۥ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت ْش ُكر َـ‬
‫ُون‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.24
Ayat tersebut secara tidak langsung menjelaskan aspek-
aspek terkait thaharah. Aspek-aspek ini meliputi wudhu,
22
Jamaluddin, “Fiqh Al-Bi’ah Ramah Lingkungan: Konsep Thaharah dan Nadhafah Dalam
Membangun Budaya Bersih,” Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman 29, no. 2 (2018); 332, DOI:
https://doi.org/10.33367/tribakti.v29i2.600.
23
Ibnu Qosim Al-Ghazi, Terjemah Fathul Qorib (Kediri: Lirboyo Press, 2015), 5.
24
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan (Bandung: Penerbit Jabal, 2010), 108.

12
tayammum, dan mandi wajib. Mandi wajib sendiri meliputi
mandi setelah haidh, ihtilam, nifas, dan berhubungan badan.
Aspek-aspek tersebut tentu sangat penting bagi umat Islam,
karena menyangkut sah atau tidaknya ibadah kita. Aspek-aspek
tersebut perlu dipelajari sejak dini, khususnya bagi anak dalam
rentang usia mendekati baligh.
b. Konsep Mahram

Kata mahram berasal dari kata harama – yahrumu –


haraman – wamahraman yang artinya mencegah. Sedangkan
kata mahram sendiri berarti yang haram atau terlarang. Adapun
secara istilah, Qomaruddin Sholeh menyatakan bahwa mahram
adalah “orang yang haram, dilarang, atau dicegah untuk
dinikahi.”25 Dengan demikian,
Imam Ibnu Qudamah menyatakan, “mahram adalah semua
orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab
nasab, persusuan dan pernikahan.”26
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa
mahram terbagi menjadi tiga macam, yakni mahram karena
nasab, mahram karena persusuan (ar-radha’ah), dan mahram
karena pernikahan (al-musharahah). Untuk lebih jelasnya,
pemaparan ketiga macam mahram adalah sebagai berikut.
1) Mahram Karena Nasab
Mahram karena nasab adalah mahram yang berasal
dari hubungan darah atau hubungan keluarga. Adapun
mahram bagi seorang laki-laki adalah ibu, anak
perempuan, saudara perempuan (baik seibu maupun
seayah), keponakan, dan bibi (baik dari pihak ibu maupun
ayah). Sedangkan mahram bagi seorang perempuan
diantaranya adalah ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki

25
Qomaruddin Sholeh, Ayat-Ayat Larangan dan Perintah (Bandung: CV Diponegoro, 2002), 146.
26
Arisman, “Mahram dan Kawin Sesuku Dalam Konteks Hukum Islam (Kajian Tematik Ayat-
Ayat Hukum Keluarga),” Jurnal Ilmiah Syari’ah 17, no. 1 (2018); 48, DOI:
http://dx.doi.org/10.31958/juris.v17i1.1017.

13
(baik seibu maupun seayah), keponakan, dan paman (baik
dari pihak ibu maupun ayah).27
2) Mahram Karena Persusuan (Ar-Radha’ah)
Mahram karena persusuan (ar-radha’ah) yaitu
masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil
dengan syarat-syarat tertentu. Sedangkan persusuan yang
menjadikan seseorang menjadi mahram adalah sebanyak
lima kali persusuan, berdasar pada hadits dari 'Aisyah ra.
la berkata:
"Termasuk yang diturunkan dalam Al Qur'an bahwa
sepuluh kali persusuan dapat mengharamkan
(pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali
persusuan." (HR. Muslim no.1452) 28
Adapun mahram bagi laki-laki sebab persusuan
adalah seperti mahram dari nasab, meliputi ibu persusuan,
anak perempuan dari ibu susu, saudara perempuan
sepersusuan, keponakan persusuan, dan bibi persusuan
(saudara perempuan ayah atau ibu susu). Sedangkan
mahram bagi perempuan karena persusuan adalah bapak
persusuan (suami ibu susu), anak persusuan, saudara laki-
laki sepersusuan, keponakan persusuan, paman persusuan
(saudara laki-laki ayah atau ibu susu).29
3) Mahram Karena Pernikahan (Mushaharah)
Mahram bagi laki-laki disebabkan pernikahan
meliputi ibu mertua, anak tiri (dengan syarat sudah
melakukan hubungan badan), ibu sambung, dan menantu
perempuan. Adapun mahram bagi wanita sebab
pernikahan antara lain ayah mertua, anak tiri (dengan
syarat sudah melakukan hubungan badan), ayah sambung,
dan menantu laki-laki.30

27
Ummu Ihsan Choiriyah dan Abu Ihsan Al Atsary, Tarbiyah Jinsiyah: Pendidikan Seksual Untuk
Anak dan Remaja Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Khoir, 2021), 140-142.
28
Ibid., 145.
29
Ibid., 146-148.
30
Ibid., 149-151.

14
Adapun dalil terkait konsep mahram tercantum dalam Qs.
An-Nisa (4) ayat 22 sampai 24.
‫ان َفا ِح َش ًة‬ َ ‫ف ۚ ِإ َّن ُه َك‬ َ َ‫َواَل َت ْن ِكحُوا َما َن َك َح آ َباُؤ ُك ْم م َِن ال ِّن َسا ِء ِإاَّل َما َق ْد َسل‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم ُأ َّم َها ُت ُك ْـم َو َب َنا ُت ُك ْم َوَأ َخ َوا ُت ُك ْـم َو َعمَّا ُت ُك ْم‬
ْ ‫َو َم ْق ًتا َو َسا َء َس ِبياًل *حُرِّ َم‬
‫ضعْ َن ُك ْم َوَأ َخ َوا ُت ُك ْـم‬ ِ ‫ات اُأْل ْخ‬
َ ْ‫ت َوُأ َّم َها ُت ُك ُم الاَّل تِي َأر‬ ُ ‫ات اَأْل ِخ َو َب َن‬ُ ‫َو َخااَل ُت ُك ْـم َو َب َن‬

ِ ‫ات ِنسَاِئ ُك ْم َو َربَاِئ ُب ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج‬


‫ُور ُك ْم مِنْ نِسَاِئ ُك ُم‬ ُ ‫اع ِة َوُأ َّم َه‬
َ ‫ض‬ َ َّ‫م َِن الر‬
‫الاَّل تِي د ََخ ْل ُت ْم ِب ِهنَّ َفِإنْ لَ ْم َت ُكو ُنوا د ََخ ْل ُت ْم ِب ِهنَّ َفاَل ُج َنا َح َعلَ ْي ُك ْم َو َحاَل ِئ ُل‬
‫ُأْل‬
َّ‫ف ۗ ِإن‬َ َ‫ْن ِإاَّل َما َق ْد َسل‬ ِ ‫ِين مِنْ َأصْ اَل ِب ُك ْم َوَأنْ َتجْ َمعُوا َبي َْن ا ْخ َتي‬ َ ‫َأ ْب َناِئ ُك ُم الَّذ‬
‫ان َغفُورً ا َرحِيمًا‬ َ ‫هَّللا َ َك‬
Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah
dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak
kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga
kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain

15
yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu
untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang
telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu
yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan
mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.31
c. Konsep Menutup Aurat
Secara bahasa, kata aurat berasal dari bahasa Arab, yakni
‘awrun yang berarti kekurangan, kosong, dan aib pada sesuatu.
Sedangkan menurut syara’, aurat didefinisikan sebagai bagian
tubuh yang tidak pantas untuk diperlihatkan kepada orang lain
(kecuali pada suami, kepada hamba sahaya perempuan, atau
sewaktu sendirian di ruang tertutup). 32
Menurut Abu Mujadiddul Islam Lailatus Sa’adah, aurat
merupakan bagian tubuh yang dapat menimbulkan syahwat dan
nafsu bila dibiarkan terbuka. Dengan demikian, aurat harus
senantiasa ditutupi dan dijaga secara baik dan sempurna.33
Dari penjelasan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
aurat merupakan bagian tubuh yang perlu ditutupi dan dijaga
karena mampu menimbulkan syahwat bagi yang memandangnya
apabila dibiarkan terbuka. Menutup aurat pun harus secara
sempurna, sebagaimana tata cara yang telah ditetapkan syari’at,
baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Dalam terjemah kitab Safinatun Najah, dituliskan bahwa
aurat terbagi menjadi 4, yaitu:

31
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, 81-82.
32
Syarifah Alawiyah, dkk., “Adab Berpakaian Wanita Muslimah Sesuai Tuntunan Syariat Islam,”
Rayah Al-Islam 4, no. 2 (2014); 220, DOI: 10.37274/rais.v4i02.338.
33
Abu Mujadiddul Islam Lailatus Sa’adah, Memahami Aurat dan Wanita (tk: lumbung Insani,
2011), 25.

16
a. Aurat orang laki-laki secara mutlak (baik waktu shalat
atau tidak) dan aurat budak perempuan (amat), antara
pusar dan lututnya.
b. Aurat seorang perempuan merdeka didalam shalat yaitu
seluruh tubuhnya, selain/kecuali muka dan kedua telapak
tangannya.
c. Aurat seorang perempuan merdeka dan perempuan budak
(amat) ketika dihadapan seorang laki-laki lain yaitu
seluruh tubuhnya
d. Dan ketika berada dihadapan muhrimnya dan ketika
berada dihadapan seorang wanita yaitu antara pusar dan
lututnya.34
Menurut Imam Syafi’i, aurat laki-laki berada di antara
pusar dan lutut, namun pusar dan lutut bukanlah aurat laki-laki.
Kemudian lebih lanjut dijelaskan bahwa apabila seorang laki-
laki sedang shalat dan lututnya terlihat, maka shalat laki-laki
tersebut masih sah dan tidak batal. Hal tersebut didasarkan pada
hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Darda ra., beliau
berkata, “Saya duduk dekat Nabi Muhammad SAW. Kemudian,
Abu Bakar menghadap sambil mengangkat pakaiannya sampai
terlihat lututnya.” Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Sahabatmu ini sedang dalam pertikaian.” Kemudian Abu Bakar
mengucapkan salam.”35
Sedangkan, aurat perempuan sebagaimana menurut Imam
An-Nawawi adalah seluruh badan selain wajah dan kedua
telapak tangan. Beliau mengatakan pula bahwa perempuan
boleh menunjukkan wajah serta kedua telapak tangan sampai
pergelangan tangannya, begitu pula ketika shalat. Pendapat
tersebut berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu

34
Salim bin Smir al-Hadlromi, Terjemah Safinatun Najaah (Jakarta: t.p., t.t.), 2-3.
35
Ahmad, “Pengertian Aurat: Tujuan, Jenis, Dalil Serta Batas Aurat Laki-laki & Perempuan,”
Gramedia Blog, diakses dari
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-aurat/#C_Batas_Aurat_Laki-Laki pada tanggal 23
Oktober 2022 pukul 07.58 WIB.

17
Dawud dari Asma’ binti Abu Bakar ra., bahwasanya beliau
pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan
memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi
wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “wahai Asma’,
sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah
baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”,
beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. 36
Adapun di dalam Al-Qur’an dalil mengenai menutup aurat
antara lain surah An-Nur (24) ayat 31, Al-A’raf (7) ayat 31, Al-
Ahzab (33) ayat 59, dan Al-A’raf (7) ayat 22.
‫ُوا َواَل ُتسْ ِرفُ ٓو۟ـا ۚ ِإ َّنهُۥ‬
۟ ‫وا َوٱ ْش َرب‬
۟ ُ‫وا زي َن َت ُك ْـم عِ ن َد ُك ِّل َمسْ ِج ٍد َو ُكل‬۟ ُ
ِ ‫ٰ َي َبن ِٓى َءا َد َم ُخذ‬
َ ‫اَل ُيحِبُّ ْٱلمُسْ ِرف‬
‫ِين‬
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan.37
d. Adab Pergaulan Lawan Jenis
Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berusaha
untuk memenuhi kebutuhan sosialnya yaitu bersosialisasi atau
berinteraksi dengan sesamanya, baik dengan teman sejenis
maupun lawan jenis. Islam sendiri telah mengatur interaksi antar
lawan jenis berdasarkan dasar hukum Islam atau sumber syariat
Islam atau sumber pokok ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan Al
Hadits serta ijthihad ulama.
Adapun adab pergaulan atau interaksi antar lawan jenis
atau cara bergaul yang baik dalam Islam di antaranya adalah
sebagai berikut.38
a. Tidak boleh berduaan (berkhalwat);
b. Menutup aurat;
36
Ibid.
37
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, 154.
38
Novi Amanah, “Adab-adab dalam Pergaulan Antara Laki-laki dan Perempuan”, Assajidin,
diakses dari https://assajidin.com/adab-adab-dalam-pergaulan-antara-laki-laki-dan-perempuan/
pada tanggal 23 Oktober 2022 pukul 08.20 WIB.

18
c. Menundukkan pandangan;
Menundukkan pandangan atau yang disebut dengan istilah
ghadhdhul bashar memang pada dasarnya adalah hal yang sulit
dilakukan, bahkan untuk orang dewasa sekalipun. Menundukkan
pandangan dapat diartikan pandangan tidak
dilepaskan/diarahkan begitu saja tanpa kendali (dengan
syahwat), sehingga dapat memicu pelakunya, laki-laki atau
perempuan untuk berpikiran dan bertindak asusila.39
Dalil yang menunjukkan perintah wajibnya menjaga
pandangan diantaranya adalah Qs. An-Nur (24) ayat 30 dan 31.40
َ ِ‫ُوج ُه ْم ۚ ٰ َذل‬
َّ‫ك َأ ْز َك ٰى لَ ُه ْم ۗ ِإن‬ ۟ ‫ظ‬
َ ‫وا فُر‬ ُ ‫صر ِه ْـم َو َيحْ َف‬ ‫َأ‬ ‫ِين َي ُغض ۟ـ‬
ِ َ ٰ ‫ُّوا مِنْ ْب‬ َ ‫قُل لِّ ْلمُْؤ ِمن‬
َ ‫ٱهَّلل َ َخ ِبي ۢ ٌر ِب َما َيصْ َنع‬
‫ُون‬
Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat".
َ ‫ُوجهُنَّ َواَل ُي ْبد‬
‫ِين‬ َ ‫ص ِرهِنَّ َو َيحْ َف ْظ َن فُر‬ َ ٰ ‫ت َي ْغضُضْ َن مِنْ َأ ْب‬ ِ ‫َوقُل لِّ ْلمُْؤ ِم ٰ َن‬
َ ‫ُوب ِهنَّ ۖ َواَل ُي ْبد‬
‫ِين‬ ِ ‫ِزي َن َتهُنَّ ِإاَّل َما َظ َه َر ِم ْن َها ۖ َو ْل َيضْ ِرب َْن ِب ُخم ُِرهِنَّ َعلَ ٰى ُجي‬
‫ٓاِئهنَّ َأ ْو َأ ْب َنٓا ِء‬
ِ ‫ٓاِئهنَّ َأ ْو َءا َبٓا ِء ُبعُولَت ِِهنَّ َأ ْو َأ ْب َن‬
ِ ‫ِزي َن َتهُنَّ ِإاَّل لِ ُبعُولَت ِِهنَّ َأ ْو َءا َب‬
‫ٓاِئهنَّ َأ ْو َما‬ ِ ‫ُبعُولَت ِِهنَّ َأ ْو ِإ ْخ ٰ َون ِِهنَّ َأ ْو َبن ِٓى ِإ ْخ ٰ َون ِِهنَّ َأ ْو َبن ِٓى َأ َخ ٰ َوت ِِهنَّ َأ ْو ن َِس‬
ٰ
َ ‫ٱلط ْف ِل ٱلَّذ‬
‫ِين لَ ْم‬ ِّ ‫ال َأ ِو‬ ِ ‫ِين َغي ِْر ُأ ۟ولِى ٱِإْلرْ َب ِة م َِن ٱلرِّ َج‬ َ ‫ت َأ ْي ٰ َم ُنهُنَّ َأ ِو ٱل َّت ِبع‬ ْ ‫َملَ َك‬
‫ِين مِن‬ َ ‫ت ٱل ِّن َسٓا ِء ۖ َواَل َيضْ ِرب َْن ِبَأرْ ُجل ِِهنَّ لِيُعْ لَ َم َما ي ُْخف‬ ِ ‫ُوا َعلَ ٰى َع ْو ٰ َر‬ ‫َي ْظ َهر ۟ـ‬
َ ‫ون لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح‬
‫ُون‬ َ ‫ِزي َنت ِِهنَّ ۚ َو ُتوب ُٓو۟ـا ِإلَى ٱهَّلل ِ َجمِي ًعا َأ ُّي َه ْٱلمُْؤ ِم ُن‬
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan

39
Dzikri Nirwana, “Menjaga Pandangan Dalam Islam,” UIN Antasari, diakses dari
https://www.uin-antasari.ac.id/menjaga-pandangan-dalam-islam/, pada tanggal 21 November 2022
pukul 03.00 WIB.
40
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, 353.

19
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
d. Menjaga kemaluan dan kehormatan;
e. Dilarang berdandan berlebihan;
f. Tidak bersentuhan;
g. Menjaga batas intensitas komunikasi; dan
h. Tidak bercampur baur (Ikhtilath).
3. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara-cara yang dilakukan untuk
membantu proses belajar berjalan efektif dan efisien. Metode ini
digunakan oleh pendidik agar para peserta didiknya memahami dan
menguasai apa yang diajarkan. Untuk menentukan pilihan metode
yang paling tepat, pendidik harus mempertimbangkan tujuan belajar,
kebutuhan peserta didik, dan lingkungan belajarnya. Dengan begitu,
metode pembelajaran yang digunakan pun akan memberi hasil yang
diharapkan.41
Dari pengertian diatas mampu diketahui bahwa metode dalam
proses pembelajaran sangat diperlukan. Hal yang demikian untuk
mencapai pembelajaran yang efektif dan efisien, serta tentunya untuk

41
Dina Rahmawati, “Macam-Macam Metode Pembelajaran dan Pengertiannya,” SehatQ, diakses
dari https://www.sehatq.com/artikel/macam-macam-metode-pembelajaran-dan-pengertiannya,
pada tanggal 4 September 2022 pukul 14.39 WIB.

20
mencapai hal tersebut perlu mempertimbangkan tujuan belajar,
kebutuhan peserta didik, dan lingkungan.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam
melakukan pembelajaran, diantaranya sebagai berikut.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah dapat diartikan sebagai pemberian
pembelajaran yang menekankan pada penuturan lisan. Adapun
pengertian metode ceramah menurut Basyiruddin Usman adalah
“teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim
disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan
sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru
bilamana diperlukan.”42
Dapat dipahami, bahwa metode ceramah merupakan
penyampaian materi pembelajaran yang menekankan pada
penuturan lisan. Metode ceramah juga disebut dengan metode
konvensional, karena telah lazim digunakan sejak dulu.
b. Metode Keteladanan
Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan yang
digunakan seorang guru, baik itu dalam proses pembelajaran
maupun di luar pembelajaran dengan cara memberi contoh-
contoh yang baik kepada siswa.43 Metode ini didasarkan pada
metode pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang
diabadikan dalam Qs. Al-Ahzab (33) ayat 21.
‫ُوا ٱهَّلل َ َو ْٱل َي ْو َم‬ َ ‫ُول ٱهَّلل ِ ُأسْ َوةٌ َح َس َن ٌة لِّ َمن َك‬
‫ان َيرْ ج ۟ـ‬ ِ ‫ان لَ ُك ْم فِى َرس‬ َ ‫لَّ َق ْد َك‬
‫ٱ ْل َءاخ َِر َو َذ َك َـر ٱهَّلل َ َك ِثيرً ا‬
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.44

42
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 34.
43
Nurfadhillah, “Efektifitas Metode Keteladanan dalam Meningkatkan Kualitas Akhlak,” Al-
Qayyimah 1, no.1 (Desember, 2018); 59, DOI: 10.30863/aqym.v1i1.792.
44
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, 420.

21
Dalam beberapa kondisi, metode keteladanan sangat
efektif untuk dilakukan kepada peserta didik dibandingkan
metode ceramah. Khususnya, apabila sasaran atau target yang
ingin dicapai guru adalah perubahan sikap dan perilaku.
c. Metode Praktik
Metode praktik merupakan upaya memberi kesempatan

kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman langsung.

Pengalaman mendorong peserta didik untuk merefleksi atau

melihat kembali pengalaman-pengalaman yang dialami.45

Metode praktik sangat efektif disandingkan dengan

metode ceramah. Praktik dapat dilakukan oleh guru terhadap

peserta didik setelah mereka mendapatkan pemaparan materi

secara teori agar lebih memudahkan dalam memahami.

d. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran


dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode
demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat-
alat bantu pengajaran seperti benda- benda miniatur, gambar,
perangkat alat-alat laboratorium dan lain- lain. 46
Metode demonstrasi juga memiliki fungsi yang sama
dengan metode praktik, yakni membantu siswa untuk dapat
lebih memahami teori yang telah diajarkan melalui metode
ceramah. Biasanya, metode demonstrasi sering dilakukan oleh
guru apabila pembelajaran yang sedang berlangsung tengah
membutuhkan praktik, namun karena beberapa sebab menjadi
tidak memungkinkan.

45
Galih Wiguna, dkk., “Metode Praktik Pada Pembelajaran Vokasional Otomotif Bagi Peserta
Didik Difabel,” Journal of Mechanical Engineering Education 1, no. 2 (Desember, 2014); 262,
DOI: https://doi.org/10.17509/jmee.v1i2.3812.
46
Barkah Lestari dan Mustofa, Media Pembelajaran Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran
Ekonomi (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2009), 7.

22
e. Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan merupakan serangkaian proses


pendidikan yang berlangsung dengan cara membiasakan anak
didik untuk bersikap, berbicara, bertindak, berfikir dan
melakukan aktifitas yang telah ditentukan sesuai dengan
kebiasaan yang baik. Metode ini sangat tepat digunakan untuk
membiasakan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku atau sikap.
Pembiasaan meruapakan salah satu metode pendidikan yang
sangat penting, terutama bagi siswa yang masih berada di usia
rendah.47
Metode pembiasaan dilakukan apabila target
pembelajarannya berupa perubahan sikap, perilaku, maupun
kebiasaan dalam suatu hal. Metode ini hampir mirip dengan
keteladanan, namun biasanya seringkali diimbangi dengan
pemberian teori atau dikarenakan oleh penetapan aturan tertentu.
I. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan adalah pengamatan langsung terhadap objek yang
diteliti dengan maksud untuk mendapatkan data yang relevan.48
Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif yang dapat
diartikan sebagai rangkaian proses menjaring informasi dari kondisi
sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, kemudian dihubungkan
dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis
maupun praktis.49 Peneliti menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif untuk mendapatkan data dan gambaran mengenai
penanaman konsep tarbiyah jinsiyah atau pendidikan seks dalam
perspektif Islam di lembaga pendidikan, yakni tepatnya di SDI Asy-
47
Imas Jihan Syah, “Metode Pembiasaan Sebagai Upaya Dalam Penanaman Kedisiplinan Anak
Terhadap Pelaksanaan Ibadah (Tela’ah Hadits Nabi Tentang Perintah Mengajarkan Anak Dalam
Menjalankan Sholat),” Journal of Childhood Education 2, no. 2 (2018); 157,
https://doi.org/10.30736/jce.v2i1.36.
48
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2008), 17.
49
Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1991), 209.

23
Syuhada Pamekasan yang kemudian akan peneliti hubungkan dengan
teori yang ada.
Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian narasi
deskriptif. Peneliti menggunakan jenis penelitian ini karena setelah
data terkumpul, peneliti akan mendeskripsikan atau menguraikan data
yang telah diperoleh di lapangan ke dalam bentuk narasi.
2. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Nasution, pada penelitian kualitatif peneliti menjadi instrument utama
dan berperan aktif dalam memuat rencana penelitian, proses, dan
pelaksanaan penelitian.50
Dalam hal ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data utama
yang langsung terjun ke lokasi penelitian guna menggali informasi
terkait penanaman konsep tarbiyah jinsiyah dalam meningkatkan
pemahaman pendidikan seks pada siswa kelas 5. Kehadiran peneliti
juga diketahui statusnya oleh informan penelitian.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan
dilakukan dan peneliti memperoleh informasi mengenai data yang
diperlukan.51 Adapun lokasi penelitian yang digunakan bertempat di
Sekolah Dasar Islam (SDI) Asy-Syuhada yang terletak di kota
Pamekasan.
SDI Asy-Syuhada memiliki letak yang strategis, yakni di tengah
kota Pamekasan tepatnya di Jln. Masegit No. 23. Sekolah ini
tergolong baru dengan tanggal SK pendirian dan SK operasional yakni
tanggal 8 Oktober 2019 serta berada di bawah naungan Yayasan
Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada Pamekasan.
Alasan peneliti memilih SDI Asy-Syuhada Pamekasan sebagai
lokasi penelitian selain karena lokasinya yang strategis, lokasi ini

50
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), 9.
51
Suwarma Al Muchtar, Dasar Penelitian Kualitatif, (Bandung: Gelar Pustaka Mandiri, 2015),
243.

24
masih jarang atau bahkan belum pernah digunakan sebagai lokasi
penelitian. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa sebab, seperti
sekolah yang masih terbilang baru dan lokasi bangunan sekolahnya
yang tidak terlalu terbuka karena terletak tepat di belakang Masjid
Agung Asy-Syuhada.
4. Sumber Data
Menurut Moleong sebagaimana dikutip oleh Arikunto, Sumber
data kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis
yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai
detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen
atau bendanya.52 Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah
menggunakan tehnik wawancara, dimana peneliti akan menemui
informan untuk merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
peneliti, baik itu pertanyaan tertulis maupun lisan.53
Sumber data merupakan subjek utama dalam proses penelitian.
Terdapat dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu;
pertama, sumber data primer yang diperoleh langsung dari wali kelas
dan guru pengajar mata pelajaran Fiqih kelas 5 SDI Asy-Syuhada.
Selain itu, sebagai pelengkap, diperoleh pula data dari wali kelas 3
SDI Asy-Syuhada berkaitan dengan konsep mahram yang diajarkan
kepada siswa SDI Asy-Syuhada. Penggalian informasi kepada wali
kelas 3 dilakukan melalui pendampingan dan pertukaran informasi
dengan teman sejawat.
Kedua, sumber data sekunder yang diperoleh dari berbagai
buku, jurnal, artikel, dan website tepercaya yang memiliki relevansi
dengan penelitian ini.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data atau langkah-langkah teknik
pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini antara lain
sebagai berikut.

52
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), 22.
53
Ibid., 114.

25
a. Observasi
Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah
observasi atau pengamatan. Observasi dapat diartikan sebagai
perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu. 54
Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara peneliti
datang langsung ke lokasi penelitian.
b. Wawancara
Langkah kedua yang dilakukan dalam penelitian ini ialah
wawancara. Adapun tipe wawancara yang digunakan oleh
peneliti adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi
terstruktur merupakan proses wawancara yang menggunakan
panduan wawancara yang berasal dari pengembangan topik dan
mengajukan pertanyaan serta penggunaan lebih fleksibel
daripada wawancara terstruktur.55 Peneliti dalam melakukan
wawancara tetap menggunakan pedoman wawancara, namun
pertanyaan-pertanyaan yang ada dapat dikembangkan sesuai
dengan jawaban informan untuk lebih memperdalam informasi.
c. Dokumentasi
Langkah yang terakhir adalah dokumentasi. Dokumentasi
adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari
pencatatan sumber-sumber informasi. Beberapa teknik
pengumpulan data perlu ditunjang dengan sejumlah instrumen
yang relevan, seperti pedoman wawancara, alat rekam, kamera
foto, alat-alat untuk mencatat, dan sebagainya.56
Teknik dokumentasi dalam penelitian kualitatif
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara. Adapun dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti
berupa pengambilan gambar atau foto.

54
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta : PT Rajagrafindo Perseda,
2011), 37.
55
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), 73.
56
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), 511.

26
6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan mengelompokkan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari dan memutuskan apa yang dapat dinarasikan kepada orang
lain.57
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan oleh
peneliti mengikuti konsep analisa data kualitatif yang telah ditetapkan
oleh Miles dan Huberman, yaitu dilakukan secara interaktif dan
berkesinambungan pada tiap tahap penelitian.58 Menurut Miles dan
Huberman, terdapat tiga komponen dalam analisis interaktif, yakni:59
a. Reduksi data, yakni melakukan proses seleksi, pemusatan
perhatian, penyederhanaan, dan merangkum semua jenis informasi
yang mendukung data penelitian yang diperoleh selama proses
penggalian data di lapangan. Proses reduksi ini dilakukan secara
berkesinambungan sepanjang penelitian masih berlangsung, dan
pelaksanaannya dimulai sejak peneliti memilih kasus atau objek
yang akan dikaji.
b. Sajian data, yakni merupakan suatu pengelompokan informasi
dalam bentuk deskripsi dan narasi lengkap, yang disusun
berdasarkan pokok-pokok temuan yang terdapat dalam reduksi
data, dan disajikan menggunakan bahasa peneliti yang logis, dan
sistematis, sehingga mudah dipahami.
c. Penarikan simpulan/verifikasi, yakni kegiatan penafsiran terhadap
hasil analisis dan interpretasi data. Simpulan dalam penulisan
kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek

57
Lexy, J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
248.
58
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa, (Solo:
Cakra Books, 2014), 173.
59
Ibid, 174-175.

27
yang sebelumnya kurang jelas sehingga menjadi jelas setelah
diteliti.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam usaha memperoleh keabsahan data terkait penelitian ini,
peneliti melakukan beberapa teknik yakni perpanjangan pengamatan,
triangula.
a. Perpanjangan Pengamatan
Hasil penelitian kualitatif sangat sulit dipercayai apabila
peneliti hanya melakukan penelitian sekali di lokasi penelitian.
Oleh karena itu, peneliti perlu untuk melakukan perpanjangan
pengamatan. Perpanjangan pengamatan memungkinkan
terjadinya hubungan antara penelitian dengan narasumber
menjadi akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga
tidak ada informasi yang disembunyikan lagi dan peneliti dapat
memperoleh data secara lengkap.60
b. Triangulasi
Pengecekan keabsahan data juga dilakukan oleh peneliti
melalui triangulasi. Tujuan triangulasi adalah untuk
meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis, maupun
interpretatif dari penelitian kualitatif.61
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dapat
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan data yang telah
diperoleh melalui berbagai sumber, sedangkan triangulasi teknik
dilakukan dengan pengecekan data melalui tiga teknik
pengumpulan data berbeda.62
Peneliti melakukan proses penggalian data melalui tiga
teknik pengumpulan data, yakni observasi, wawancara, dan
dokumentasi untuk menghasilkan data yang valid. Pada tahap

60
Ridwan, Metode & Teknik Penyusunan Tesis, (Bandung: Alfabeta, 2005), 154.
61
Arnild Augina Mekarisce, “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian Kualitatif di
Bidang Kesehatan Masyarakat,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat 12, no. 3 (2020); 150, DOI:
https://doi.org/10.52022/jikm.v12i3.102.
62
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), 274.

28
wawancara, peneliti menggunakan tiga informan yang berbeda
dengan beberapa pertanyaan yang sama untuk melihat
kebenaran data yang diperoleh. Tentunya data kualitatif tidak
bisa dirata-ratakan layaknya data kuantitatif, sehingga dalam
menguji keabsahan data, peneliti dapat melihat dari kesamaan
inti jawaban yang diberikan oleh informan.
c. Diskusi dengan Teman Sejawat
Dalam mengecek keabsahan data pada penelitian ini,
peneliti mendiskusikan data sementara yang diperoleh dengan
teman sejawat peneliti yang dianggap mengerti terkait persoalan
yang diteliti, yakni dalam hal ini persoalan tarbiyah jinsiyah
atau pendidikan seks dalam Islam. Diskusi dengan teman
sejawat dapat menambah wawasan dan perspektif baru kepada
peneliti. Cara terbaik meminta masukan teman sejawat adalah
pada waktu penelitian belum selesai sehingga ada kesempatan
untuk memperbaiki atau memperdalam temuan.63
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan
penelitian terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra lapangan, Tahap
pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap pelaporan.64
a. Tahap Pra-Lapangan
Pada tahap pra-lapangan, peneliti memilih lokasi
penelitian yang hendak digunakan. Setelah itu, peneliti
mengurus surat perizinan observasi secara online sebelum terjun
langsung ke lapangan. Pada tahap ini, peneliti melakukan
penelitian pendahuluan ke lokasi penelitian guna mencari objek
penelitian. Tahap pra-lapangan telah peneliti lakukan pada bulan
September.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan

63
Nusa Putra dan Ririn Dwilestari, Penelitian Kualitatif PAUD: Pendidikan Anak Usia Dini,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 90.
64
Lexy, J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 332.

29
Tahap ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
yang berkaitan dengan fokus penelitian dari lokasi penelitian.
Dalam proses pengumpulan data ini peneliti menggunakan tiga
metode, yakni metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
c. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini peneliti menyusun semua data yang telah
terkumpul secara sistematis dan terperinci. Sehingga data
tersebut mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain secara jelas. Teknik analisis data yang
digunakan peneliti dalam hal ini ialah reduksi data, sajian data,
dan penarikan kesimpulan.
d. Tahap Penulisan Laporan
Tahap penulisan laporan merupakan tahap akhir dari
penelitian. Tahap ini dilakukan dengan membuat laporan tertulis
sebagai bentuk dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam
hal ini, peneliti menulis laporan dalam bentuk skripsi.
J. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan secara garis besar terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
1. Bagian Awal
Bagian ini memuat halaman sampul, halaman judul, halaman
persetujuan, halaman pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi,
daftar tabel dan daftar lampiran.
2. Bagian Inti
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, definisi istilah, serta kajian
terdahulu.
b. BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini memuat pengkajian teori yang relevan dengan
objek penelitian serta argumentasi peneliti dengan

30
mengintegrasikan teori dan temuan hasil penelitian terdahulu
yang relevan.
c. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memuat pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian, populasi dan sampel,
sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,
pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
d. BAB IV PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN, DAN
PEMBAHASAN
Bab ini berisi tiga poin, yakni; (1) paparan data yang
memuat uraian data yang telah diperoleh di lapangan, (2)
temuan hasil penelitian yang merupakan hasil analisis data, dan
(3) pembahasan yang memuat gagasan penelitian, keterkaitan
keterkaitan antara pola-pola, kategori-kategori dan dimensi-
dimensi, posisi temuan/teori terhadap teori-teori dan temuan-
temuan sebelumnya, serta penafsiran dan penjelasan dari
temuan/teori yang diungkap dari lapangan yang tentunya
beracuan pada fokus penelitian yang telah ditetapkan
sebelumnya.
e. BAB V PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan peneliti terhadap hasil
penelitian yang ditemukan beserta saran yang relevan dari
peneliti terhadap pihak-pihak terkait.
3. Bagian Akhir
Bagian ini memuat daftar rujukan, pernyataan keaslian tulisan,
lampiran, dan riwayat hidup peneliti.
K. Outline Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
B. Fokus Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian

31
E. Definisi Istilah
F. Kajian Terdahulu
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tarbiyah Jinsiyah (Pendidikan Seks Dalam Perspektif Islam)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
B. Kehadiran Peneliti
C. Lokasi Penelitian
D. Populasi dan Sampel
E. Sumber Data
F. Prosedur Pengumpulan Data
G. Analisis Data
H. Pengecekan Keabsahan Data
I. Tahap-Tahap Penelitian
BAB IV PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN, DAN
PEMBAHASAN
A. Paparan Data dan Temuan Penelitian
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
L. Daftar Rujukan
Ahmad. “Pengertian Aurat: Tujuan, Jenis, Dalil Serta Batas Aurat Laki-
laki & Perempuan.” Gramedia Blog. Diakses dari
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-aurat/#C_Batas_Aurat_
Laki-Laki pada tanggal 23 Oktober 2022 pukul 07.58 WIB.
Amanah, Novi. “Adab-adab dalam Pergaulan Antara Laki-laki dan
Perempuan.” Assajidin. Diakses dari https://assajidin.com/adab-adab-
dalam-pergaulan-antara-laki-laki-dan-perempuan/ pada tanggal 23
Oktober 2022 pukul 08.20 WIB.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

32
Basarudin. “Pendidikan Seks Anak Perspektif Abdullah Nashih Ulwan
(Tela’ah atas Kitab Tarbiyah al-Aulad Fi al-Islam bab al-Tarbiyah al-
Jinsiyah).” Tesis, IAIN Raden Fatah, Palembang, 2010.
Choiriyah, Ummu Ihsan dan Abu Ihsan Al Atsary. Tarbiyah Jinsiyah:
Pendidikan Seksual Untuk Anak dan Remaja Dalam Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Khoir, 2021.
Elman, Mohammad dan Mahrus. “Kerangka Epistemologi (Metode
Rekonstruksi Pendidikan Agama Islam).” Rabbani 1. No. 2
(September, 2020); 139-159. DOI:
htts://doi.org/10.19105/rjpai.v1i2.4115.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : PT
Rajagrafindo Perseda, 2011.
Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1991.
Mekarisce, Arnild Augina. “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada
Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan Masyarakat.” Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat 12. No. 3 (2020); 145-151. DOI:
https://doi.org/10.52022/jikm.v12i3.102.
Miqdad, Akhmad Azhar Abu. Pendidikan Seks bagi Remaja. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 1997.
Moeleong, Lexy, J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005.
Muchtar, Suwarma Al. Dasar Penelitian Kualitatif. Bandung: Gelar Pustaka
Mandiri, 2015.
Mukri, Syarifah Gustiawati. “Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Perspektif
Hukum Islam.” Mizan 3. No. 1 (2015); 1-20. DOI:
https://doi.org/10.32507/mizan.v3i1.153.
Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito,
2003.
Nugrahani, Farida. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian
Pendidikan Bahasa. Solo: Cakra Books, 2014.

33
Oktarina, Ani. “Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Kajian Hadis.” Riwayah
5. No. 2 (2020); 353-385. DOI:
http://dx.doi.org/10.21043/riwayah.v5i2.7515.
Permatasari, Elok dan Ginanjar Sasmito Adi. “Gambaran Pemahaman Anak
Usia Sekolah Dasar Tentang Pendidikan Seksual Dalam Upaya
Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak.” The Indonesian Journal
of Health Science 9. No. 1 (Desember, 2017); 70-79, DOI:
https://doi.org/10.32528/the.v9i1.1254.
Putra, Nusa dan Ririn Dwilestari. Penelitian Kualitatif PAUD: Pendidikan
Anak Usia Dini. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Qudamah, Imam Ibnu. al Mughniy. Beirut: Dar al Kitab al Arabiy, tt.
Romadhon, Achmad Fauzi. “Pendidikan Seks Dalam Perspektif Islam Pada
Peserta Didik Putri Melalui Program “Awali Masa Remaja” di SMP
Al-Irsyad Purwokerto.” Skripsi, IAIN Purwokerto, Purwokerto, 2015.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Ridwan. Metode & Teknik Penyusunan Tesis. Bandung: Alfabeta, 2005.
Sa’adah, Abu Mujadiddul Islam Lailatus. Memahami Aurat dan Wanita.
Jakarta: lumbung Insani, 2011.
Said, Sayuthi Atman dan Fahria. “Penerapan Pendidikan Seks dalam
Perspektif Islam untuk Meningkatkan Karakter Religius Siswa SDIT
Ibnu Hajar Kota Batu.” Foramadiahi 12. No. 1 (2020); 55-55. DOI:
http://dx.doi.org/10.45339/foramadiahi.v12i1.255.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Perada,
1994.
Sholeh, Qomarudin. Ayat-Ayat Larangan dan Perintah. Bandung: CV
Diponegoro, 2002.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2007.
_________. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta, 2008.
_________. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2009.

34
Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta : Pustaka
Amani, 1999.
_________. Tarbiyatul al-Aulad fi al-Islam. Mesir: Dar al- Islam, 2005.
Umami, Ulul. “Definisi Bāligh Menurut Hukum Islam & Hukum Positif
Terkait Dengan Kewajiban Orang Tua Dalam Pemberian Nafkah.”
Skripsi, UIN Walisongo, Semarang, 2019.
M. Lampiran
1. Pedoman Observasi
a. Meninjau secara langsung lokasi penelitian dan keadaan
lingkungan sekitar
b. Mengamati keadaan dan interaksi antar siswa di dalam dan di
luar kelas
2. Pedoman Wawancara
a. Kepada Wali Kelas 5
1) Sebagai seorang pendidik, bagaimana pendapat
ustadz/ustadzah terkait pendidikan seks?
2) Mengingat siswa yang diampu, yakni kelas 5 sudah
mendekati atau bahkan mengalami masa pubertas apakah
ustadz/ustadzah pernah memberikan pemahaman kepada
siswa mengenai pendidikan seks, khususnya dalam
perspektif Islam?
3) Menurut ustadz/ustadzah, sejauh ini bagaimana
pemahaman siswa mengenai pendidikan seks secara
umum?
4) Aspek apa saja terkait pendidikan seks yang pernah
ustadz/ustadzah berikan kepada siswa?
5) Menurut ustadz/ustadzah seberapa penting penanaman
pemahaman pendidikan seks dalam sudut pandang Islam
kepada siswa?
6) Kira-kira dalam upaya melakukan penanaman konsep
pendidikan seks dalam Islam atau tarbiyah jinsiyah

35
kepada siswa, metode pembelajaran apa yang bisa dibilang
tepat?
b. Kepada Guru Pengajar Fiqih Kelas 5
1) Sebagai seorang pendidik, bagaimana pendapat
ustadz/ustadzah terkait pendidikan seks?
2) Pada dasarnya pendidikan seks dalam Islam erat kaitannya
dengan persoalan fiqih, seperti masalah thaharah, konsep
mahram, konsep aurat, dan semacamnya. Apakah siswa
sudah pernah mendapatkan materi-materi yang berkaitan
dengan pendidikan seks tersebut?
3) Secara pribadi dan diluar konteks materi pembelajaran,
apakah ustadz/ustadzah pernah memberikan pemahaman
kepada siswa mengenai pendidikan seks, baik secara
umum maupun dalam perspektif Islam?
4) Mengingat bahwasanya siswa kelas 5 sudah mendekati
atau bahkan beberapa sudah mengalami masa pubertas
atau baligh, aspek apa saja yang biasanya ustadz/ustadzah
sering ingatkan atau berikan pemahaman kepada siswa
terkait pendidikan seks?
5) Menurut ustadz/ustadzah bagaimana pemahaman siswa
sejauh ini mengenai pendidikan seks?
6) Menurut ustadz/ustadzah, metode pembelajaran apa yang
paling tepat untuk memberikan pemahaman terkait
pendidikan seks menurut perspektif Islam atau tarbiyah
jinsiyah ini kepada siswa?
3. Pedoman Dokumentasi
a. Foto kegiatan
b. Visi dan Misi Sekolah
c. Struktur Lembaga Sekolah

36

Anda mungkin juga menyukai