Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN PENDIDIKAN SEKSUAL DI SEKOLAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah


“Sosiologi Pendidikan”

Dosen Pengampu:
Dra. Fartika Ifriqia M.Pd.

Disusun Oleh
Kelompok 18 :

Fatikatu Riskiana 9321.353.16


Qurin Mahnun 9321.006.16

Kelas K

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


(IAIN) KEDIRI
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
pendidikan tentang seks, maka akan membantu anak untuk
mengembangkan perilaku seks yang sehat, mengajarkan pemikiran tentang seks
yang bertanggungjawab, menghindarkan mereka dari tindakan penyimpangan
maupun kekerasan seksual dan sebagai masa persiapan agar anak tidak bingung
nantinya ketika mengahadapi kematangan seksual yang terjadi seiring
perkembangan usianya, tentunya masyarakatpun khususnya para orangtua
diharapkan mulai terbuka dan tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang
tabu atau awam untuk diketahui.
Melihat latar belakang orang tua yang kurang memiliki pengetahuan
tentang seksualitas, maka keluarga membutuhkan pihak lain dalam melengkapi
upaya pembelajaran alami terhadap hakikat seksualitas. Pihak lain yang cukup
berkompeten untuk menambah dan melengkapi pengetahuan orang tua, menjadi
perantara antara orang tua dan anak dalam memberikan pendidikan seks adalah
sekolah. Peran sekolah sebagai lembaga yang mempunyai situasi kondusif serta
edukatif tempat berlangsungnya proses pendidikan demi kedewasan anak didik.
Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga, di mana anak
mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan perlindungan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Seksual?
2. Bagaimana Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Seksual?
3. Bagaimana Penerapan Pendidikan Seksual Pada PAUD?
4. Bagaimana Penerapan Pendidikan Seksual Pada Pendidikan Dasar?
5. Bagaimana Penerapan Pendidikan Seksual Pada Pendidikan Menengah?
6. Bagaimana Evektifitas Pelaksanaan Pendidikan Seksual Pada Lembaga
Pendidikan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Seksual


Metode pendidikan ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pendidikan 1. Oleh karena itu
peranan metode pendidikan sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan
mengajar. Dengan metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa
berhubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain akan trcipta
interaksi edukatif.
Pada prinsipnya tidak satupun metode pendidikan yang dapat dipandang
sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap materi
pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap metode pendidikan pasti memiliki
keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang khas.2 Walupun begitu
pemilihan metode yang tepat menjadi keharusan karena metode pendidikan yang
baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Begitu pula dengan pendidikan seks yang membutuhkan metode yang
tepat dalam penyampaianya supaya pesan yang disampaikan mampu diterima
dengan baik. Dengan begitu metode pendidikan seks bersifat fleksibel dan
sangat tergantung dengan berbgai faktor yang ada, seperti anak atau peserta
didik, umur dan tempat berlangsungnya pendidikan seks. Dengan begitu dapat
dikatakan “No single method is the best”, tidak ada suatu metode yang terbaik,
yang ada adalah metode yang sesuai, tetapi pemilihan metode yang sesuai
menjadi sebuah keharusan supaya pendidikan seks mampu berjalan dengan baik.
Sebagai contoh metode yang dapat diterapkan dalam membelajarkan
pendidikan seks adalah sebagai berikut:
1. Ceramah
Dalam pendidikan seks metode ceramah diterapkan untuk
memberikan pemahaman kepada anak tentang materi yang disampaikan.
Dalam penerapanya memang terlihat monoton karena cenderung satu

1
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensisido, 2000), 76.
2
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
202.

3
arah, namun untuk pendidikan seks pada anak usia dibawah 10 tahun
menjadi sesuai. Karena pada usia tersebut anak perlu arahan dan
penanaman prinsip mental dan pengetahuan oleh orang tua atau pendidik.
Pemberian nasehat tentang kodrat seorang wanita pada anak misalnya.
Anak diberi pengeahuan bahwa seorang wanita harus mampu menutup
auratnya dengan baik supaya tidak memancing syahwat bagi laki-laki
yang melihatnya. Dalam menggunakan metode ceramah dalam
pendidikan seks juga bisa dimodifikasi.
2. Diskusi
Dalam pendidikan seks metode diskusi menjadi salah satu metode
yang relevan digunakan. Metode diskusi menjadi salah satu solusi untuk
memberikan pemahaman tentang pendidikan seks pada anak atau siswa.
Karena dalam metode diskusi anak atau siswa mempunyai kesempatan
silang pendapat untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan.
Dalam materi zina mislanya. Anak atau siswa disamping mampu
mendapatkan konsep dan pengetahuan yang diberikan orang tua atau
guru, tetapi mereka juga mampu bertukar pendapat dengan temanya.
Selain itu mereka juga tidak hanya terpaku pada materi yang di dapatnya,
namun mereka juga mampu mengkonteks-kan terhadap realitas yang ada.
Bahkan lebih dari itu mereka juga mampu memberikan solusi untuk
mengatasi masalah perzinaan yang marak sekarang ini. Dalam metode
diskusi memang suasana belajar lebih hidup, namun dalam pendidikan
seks perlu adanya pengawasan dari orang tua atau guru. Karena
pendidikan seks tidak bisa dipelajari tanpa adanya bimbingan yang
intens, terlebih pada anak-anak. Metode diskusi dalam pendidikan seks
juga dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu3:
a. Diskusi informal, misalnya dalam penerapan pendidikan seks
dalam keluarga.
b. Diskusi formal, misalnya penerapan pendidikan seks dalam
sekolah

3
Muhibin Syah....,208.

4
c. Diskusi panel, misalnya diskusi panel tentang kesehatan
reproduksi
d. Diskusi simposium, misalnya diskusi simposium untuk
pencegahan HIV/Aids.

B. Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Seksual


Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga
merangsang pemikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik.4 Guru
dituntut agar mampu menggunakan alat-alat atau media pembelajaran di
sekolah, disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga
dituntut untuk mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran.5
Melihat banyaknya korban siswa yang putus sekolah dikarenakan kurang
taunnya siswa pada pendidikan seks yang mengakibatkan siswa menjadi korban
pemerkosaan, aborsi, kehamilan remaja dan tertularnya penyakit menular. Hal
tersebut dapat merugikan bagi siswa yang mendapatkan pendidikan seks yang
salah, karna kebanyakan dari mereka akan mencari pemahaman pendidikan seks
dari teman sebaya, media internet dan pergaulan yang salah.
Oleh karena itu guru menciptakan media pembelajaran tentang
pendidikan seks dengan menggunakan media: literature, buku cerita/ komik,
film pendek, majalah, kliping, dll. Serta guru senantiasa mendampingi siswanya
yang belajar memahami dan mengenali pendidikan seks, agar mereka tidak salah
dalam pemahaman dan pengertian mereka tentang apa yang sudah mereka
pelajari.

C. Penerapan Pendidikan Seksual Pada PAUD


Pengenalan pendidikan seks sejak dini dirasa sangat penting mengingat
pada usia 1 tahun anak sudah menyadari keberadaan dirinya dilingkungan
sekitar. Apakah ia itu laki laki atau perempuan. Sama hal nya dengan
pendidikan, pendidikan seks pun merupakan suatu proses komunikasi berupa
pemberian informasi yang berkesinambungan kepada anak.
4
Sukiman, Pengembangan Media Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Intan Madani, 2012), 9.
5
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 2.

5
Pada usia dini, anak berada dalam tahapan berfikir konkret dan rentang
konsentrasinya tidak lebih dari 5 menit, maka dari itu orangtua perlu mengetahui
cara yang tepat dan efektif untuk mengkomunikasikan pendidikan seks pada
anak. Penyampaian yang wajar, jelas, jujur (tidak ditutup-tutupi/ direkayasa)
serta menggunakan bahasa sederhana sesuia dengan usia anak akan membentuk
pemahaman akan pendidikan seks yang baik dan positif.
Hal ini nampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus selain dari para
orang tua sebagai lingkungan pertama anak, kedua adalah lingkungan sekolah
anak dalam hal ini lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Inti dari pembelajaran
di PAUD, dalam hal ini adalah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak
adalah mengoptimalkan perkembangan anak dalam setiap aspeknya, tidak
terkecuali perkembangan anak pada aspek peran seksnya. Serta peran guru
dalam menerapkan pendidikan seksual di sekolah pada anak usia dini.
Implementasi pendidikan seksual di sekolah memberikan peran penting bagi
perkembangan anak. Pendidikan seks pada anak usia dini dapat menggunakan
berbagai macam bentuk agar tujuan dari pendidikan seks dapat terwujud.6
Melalui pendidikan seksual guru dapat menanamkan nilai tanggung
jawab pada anak dengan mengenalkan tugas dan fungsi anggota tubuh
berdasarkan jenis kelamin anak. pendidikan seksual pada anak dapat diberikan
secara sederhana, salah satunya seperti memisahkan toilet anak laki-laki dan
perempuan, dari pemisahan tempat tersebut secara tidak langsung guru telah
mengenalkan dan memberikan pemahaman tentang seks kepada anak, bahwa
antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Pendidikan seksual di
PAUD biasanya tidak tercantum menjadi program khusus dalam kurikulum,
akan tetapi pendidikan seksual yang diterapkan dilakukan secara terintegrasi
dengan pembelajaran melalui pembiasaan yang dilakukan secara konsisten.

D. Penerapan Pendidikan Seksual Pada Pendidikan Dasar


Terdapat tiga pandangan dasar pelayanan bimbingan di SD yaitu
bimbingan terbatas pada pengajaran yang baik, bimbingan hanya diberikan
kepada siswa yang menunjukkan gejala penyimpangan dan pelayanan
6
Nugraha Boyke dan Sonia Wibisono, Adik Bayi Datang Dari Mana?: A-Z Pendidikan Anak Usia Dini,
(Jakarta: Noura Books, 2016), 3.

6
bimbingan yang tersedia untuk semua siswa. Pada keadaan dewasa ini dimana
kematangan seksual dan masa puber semakin cepat datangnya, pandangan
pelayanan bimbingan untuk semua siswa diakui sebagai pandangan yang paling
tepat. Untuk tingkat SD sebetulnya telah diperlukan tenaga bimbingan
profesional untuk menangani masalah-masalah khusus, namun demikian peran
guru kelas tetap diperlukan. Guru-guru kelas dapat menyisipkan materi
pendidikan seksual dalam materi pelajaran yang relevan. Pelayanan bimbingan
berdasarkan pada:
1. Kebutuhan anak sekolah yang terutama berkisar pada kebutuhan
mendapatkan kasih sayang dan perhatian, menerima pengaakuan terhadap
dorongan untuk memajukan perkembangan kognitifnya, serta menperoleh
pengakuan dari teman sebaya.
2. Tugas perkembangan anak sekolah anatara lain belajar bergaul dan bekerja
dengan kelompok sebaya, belajar memahami diri sendiri dan orang lain
sesuai dengan jenis kelaminnya dan menjalankan peran tanpa
membedakan jenis kelamin, dan membina hidup sehat untuk diri sendiri
dan lingkungan.
3. Bentuk bimbingan yang terutama digunakan adalah bimbingan kelompok.
4. Sifat bimbingan yang mencolok adalah persevetif dan preventif.
5. Layanan konsultasi guru dan orang tua di prioritaskan.
6. Materi bimbingan, dalam hal ini materi pendidikan seksual, sdelain
integrasi dengan mata pelajaran yang relavan, dapat pula diberikan secara
terpisah melalui pertemuan khusus pelayanan bimbingan.
Pada siswa Sekolah Dasar (SD), aspek perkembangan yang langsung
berkaitan dengan seksualitas adalah pengembangan pribadi, kesadaran gender,
dan kematangan hubungan dengan teman sebaya.7

E. Penerapan Pendidikan Seksual Pada Pendidikan Menengah


Masa remaja berawal dari usia 11-13 tahun sampai 18-20 tahun. Masa
remaja adalah sebagai sesuatu masa pencarian hidup seksual yang mempunyai

7
Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi,
2012), 139-141.

7
bentuk yang definitive karena perpaduan hidup seksual yang banyak bentuknya.
Masa remaja juga masa untuk mencari sesuatu yang di pandang bernilai, pantas
dijunjung tinggi, dipuja-puji. Pada masa ini remaja mengalami kegoncangan
batin, sebab dia tidak mau lagi memakai sikap dan pedoman yang dulu tetapi dia
belum menemukan pedoman yang baru. Maka pada saat ini remaja mengalami
kegoncangan yang sangat hebat, sehingga remaja sering merasa tidak tenang dan
ada perasaan melawan dirinya. Pada masa remaja rentan terhadap pengaruh dari
luar baik itu pengaruh yang positif ataupun negatif.
Masalah seksualitas pada masa remaja menjadi pembicaraan yang selalu
menarik bagi siapa saja. Banyaknya remaja yang telah melakukan hubungan
seksual sebelum menikah menjadi pemikiran serius bagi orang tua, masyarakat,
pendidik, agama bahkan remaja itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan selama ini.
Para pemerhati masalah remaja berpendapat bahwa penyebaran seks
bebas salah satunya disebabkan karena minimnya pengetahuan remaja tentang
seksualitas. Oleh karena itu perlua bagi remaja untuk mengetahui permasalahan
seputar seks secara benar dan penuh tanggung jawab. Dalam konteks pendidikan
seks pada usia remaja tidak lagi seputar identifikasi laki-laki dan perempuan
atau identifikasi balig saja, namu lebih luas lagi bahkan sampai pada masalah
moral. Contohnya mulai memberikan pengetahuan tentang bahayanya pergaulan
bebas dan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan yang sah8.

F. Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Seksual Pada Lembaga Pendidikan


Prilaku penyimpangan seksual di tingkat persekolahan cukup
mengejutkan, tentunya ini merupakan tantangan bagi dunia pendidikan dan perlu
dijadikan dasar pemikiran bagi perlunya pembaharuan dalam pembelajaran.
Pendidikan seks sebagai salah satu alternatif dalam menanggulangi degradasi
moral harusnya menjadi perhatian. Pendidikan seks tidak hanya menjadi wacana
saja namun secara substantif mampu diterapkan di dunia pendidikan, terutama
pendidikan formal. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai

8
Wirda Vaswita dan Leni Suarni, “Hubungan Pendidikan Seks Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja
Putri di SMA Negeri 4 Binjai Tahun 2017”, Jurnal Ilmiah Penelitian Ilmiah Penelitian Kesehatan, 3
(November, 2018), 28-29.

8
peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa
anak.
Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun
mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak
Sebenarnya sekolah merupakan lembaga yang sangat ideal untuk menanamkan
nilai-nilai intelektual dan moral. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal di
atur langsung oleh pemerintah idealnya ikut berperan penuh dalam memberikan
pendidikan seks pada generasi muda. Karena pada dasarnya pendidikan tidak
hanya mempersiapkan pemuda agar mampu menyesuaikan diri saja, tetapi
manusia perlu dikembangkan segi intelegensinya, kemanusiaan dan tanggung
jawab moralnya secara individual. Maksudnya pendidikan itu disamping mampu
menjadikan anak cerdas tetapi juga bermoral9.

9
Regina Lichteria Panjaitan, Dadan Djuanda dan Nurdinah Hanifah, “Persepsi Guru Mengenai Sex
Education di Sekolah Dasar kelas VI”, Mimbar Sekolah Dasar, 2 (Oktober, 2015), 224.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan seks membutuhkan metode yang tepat dalam penyampaianya
supaya pesan yang disampaikan mampu diterima dengan baik. Dengan begitu
metode pendidikan seks bersifat fleksibel dan sangat tergantung dengan berbagai
faktor yang ada, seperti anak atau peserta didik, umur dan tempat
berlangsungnya pendidikan seks.
Guru menciptakan media pembelajaran tentang pendidikan seks dapat
dengan menggunakan media: literature, buku cerita/ komik, film pendek,
majalah, kliping, dan lain sebagainya
Pendidikan seks yang diberikan terhadap anak adalah suatu keharusan
diberikan dengan tingkat pemahaman dan usia anak didik. Melalui pendidikan
seksual guru dapat menanamkan nilai tanggung jawab pada anak dengan
mengenalkan tugas dan fungsi anggota tubuh berdasarkan jenis kelamin anak.
Pada tingkat SD telah diperlukan tenaga bimbingan profesional untuk
menangani masalah-masalah khusus, peran guru kelas sangat diperlukan. Guru-
guru kelas dapat menyisipkan materi pendidikan seksual dalam materi pelajaran
yang relevan.
pendidikan seks pada usia remaja tidak lagi seputar identifikasi laki-laki
dan perempuan atau identifikasi balig saja, namu lebih luas lagi bahkan sampai
pada masalah moral. Contohnya mulai memberikan pengetahuan tentang
bahayanya pergaulan bebas dan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan yang
sah.
Pendidikan seksual yang diterapkan pada lembaga sekolah sangat ideal
untuk menanamkan nilai-nilai intelektual dan moral. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal di atur langsung oleh pemerintah idealnya ikut berperan
penuh dalam memberikan pendidikan seks pada generasi muda.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Hastuti, Sri dan Winkel. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Yogyakarta:Media


Abadi, 2012.

Panjaitan, Regima Lichteria, Dadan Djuanda dan Nurdinah Hanifah. “Persepsi Guru Mengenai
Sex Education di Sekolah Dasar kelas VI”. Mimbar Sekolah Dasar, 2 (Oktober, 2015).

Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensisido,
2000.

Sukiman. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Intan Madani, 2012.

Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005.

Vaswita, Wirda dan Leni Suarni. “Hubungan Pendidikan Seks Dengan Perilaku Seksual Pada
Remaja Putri di SMA Negeri 4 Binjai Tahun 2017” .Jurnal Ilmiah Penelitian Ilmiah
Penelitian Kesehatan. 3 (November, 2018).

Wibisono, Sonia dan Nugraha Boyke. Adik Bayi Datang Dari Mana?: A-Z Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: Noura Books, 2016.

11

Anda mungkin juga menyukai