Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

Metode Bercerita Menggunakan Media Wayang Fabel


Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran AUD

Dosen Pengampu:

Dr. Rina Syafrida, M.Pd.

Oleh:

1. Sifa Ulfadilah – 2110631130023


2. Oktaviana Shafira – 2110631130020
3. Nur Rohmah Salsabila – 2110631130039
4. Putri Chandrawati – 2110631130021

4A – Kelompok 4

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya
hingga hari kiamat nanti. Karena telah memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Metode Bercerita Menggunakan Media Wayang Fabel”. Laporan
ini disusun guna memenuhi tugas UAS Ibu Dr. Rina Syafrida, M.Pd. pada mata kuliah
Strategi Pembelajaran AUD yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan metode
bercerita menggunakan media Wayang Fabel.
Yang terhormat Ibu Dr. Rina Syafrida, M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Strategi
Pembelajaran AUD di Universitas Singaperbangsa Karawang. Tidak ketinggalan juga seluruh
rekan Mahasiswi kelas 4A PIAUD semester IV, sehingga nantinya bisa memetik hasil dari
apa yang kita sampaikan pada materi ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) dilaksanakan dengan prinsip bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain sesuai dengan perkembangan anak didik, serta dengan
tujuan menimbulkan rasa senang pada anak sebagaimana karakteristik anak usia dini.
Pelaksanaan pendidikan tersebut harus terencana, terprogram dan tetap memperhatikan
tingkat perkembangan anak. Penggunaan metode belajar mengajar di TK disesuaikan dengan
kebutuhan, minat dan kemampuan anak didik. Masa usia dini merupakan masa keemas an
atau disebut juga dengan golden age yaitu masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan
psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Pada masa usia ini
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Pada era globalisasi,
guru dituntut untuk lebih kreatif dalam memberikan stimulasi yang tepat bagi perkembangan
anak. Aspek perkembangan anak tersebut meliputi aspek nilai moral dan agama, fisik
motorik, kognitif, sosial emosional, dan bahasa. Aspek bahasa anak dapat distimulasi dengan
berbagai metode, salah satunya adalah metode bercerita.
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar dengan cerita.
Melalui metode bercerita anak mendapat pengalaman serta pengetahuan yang akan
disampaikan melalui cerita secara lisan. Selain itu, metode bercerita dapat membantu anak
dalam mengembangkan dan melatih kemampuan bahasa yang dimiliki anak. Metode
bercerita disampaikan melalui cerita yang menarik dengan atau tanpa bantuan media
pembelajaran. Cerita yang disampaikan harus mengandung pesan, nasihat, dan informasi
yang dapat ditangkap oleh anak sehingga dapat memahami cerita serta meneladani hal-hal
baik yang disampaikan. Melalui metode bercerita anak dapat mengembangkan kemampuan
nilai agama dan moral, kemampuan kognitif, kemampuan motorik, kemampuan sosial-
emosional dan kemampuan bahasannya. Selain itu juga, anak dapat mengulang cerita yang
didengarnya dengan bahasa yang sederhana sehingga berpengaruh terhadap kemampuan
kosakata dasar anak.
Akan tetapi, ada beberapa anak yang kurang antusias dalam kegiatan bercerita karena
guru hanya menggunakan media buku cerita dalam kegiatan bercerita setiap harinya. Faktor
penyebab kurang mampunya anak dalam kegiatan bercerita adalah belum adanya media
yang menarik perhatian sebagai penunjang kegiatan bercerita. Rata-rata guru hanya
menggunakan media
buku cerita dalam kegiatan bercerita setiap harinya, sehingga anak menjadi kurang
aktif. Selain itu, alasan sulitnya menemukan ide-ide kreatif menjadi faktor
kedua penyebab kurangnya variasi dalam bercerita. Hal ini dikarenakan kreativitas
guru dalam kegiatan bercerita masih monoton dan hanya terpancang pada buku cerita yang
sudah sering dibacakan dihadapan anak. Maka dari itu, Media pembelajaran yang digunakan
harus dapat menarik perhatian anak agar fokus di dalam pembelajaran. Wayang-wayangan
merupakan salah satu media yang tepat untuk meningkatkan keterampilan bercerita. Wayang
yang digunakan bisa disesuaikan dengan tema cerita. Melalui media wayang, guru akan
lebih komunikatif dengan anak. Selain itu anak akan lebih mudah menyerap pesan moral
dalam cerita dan anak akan lebih aktif dalam menceritakan kembali isi cerita menggunakan
wayang-wayangan.

Media Wayang-wayangan seperti Wayang Fabel bisa digunakan sebagai salah satu APE
yang bisa mengembangkan aspek bahasa, karena dengan bahasa anak mampu
menyampaikan pesan kepada teman, guru, orang tua dan sebagainya. Keterampilan
menyimak merupakan keterampilan yang paling awal dilakukan. Kegiatan menyimak yakni
dengan mendengarkan dan memahami apa yang disimak. Dengan mengembangkan
kemampuan menyimak ini dilakukan dengan metode bercerita. Media wayang fabel ataupun
kertas hewan sendiri adalah media hasil dari modifikasi wayang kulit yang bahannya diganti
dengan kertas karena disesuaikan dengan bentuk hewan fabel yang nantinya akan mudah
dibentuknya. Sehingga metode bercerita media wayang fabel adalah menyampaikan cerita
kepada anak dengan penggunaan media wayang fabel untuk meningkatkan kemampuan
menyimak anak. karena anak usia dini akan lebih senang apabila ditampilkan juga dalam
bentuk visualnya. Sehingga mereka bisa lebih memahami dongeng apa yang sedang
diceritakan oleh gurunya.

1.2. Tujuan Pembuatan Media Wayang Fabel


Tujuan Pembuatan pada Media Wayang Fabel ini yaitu anak mampu mengembangkan
seluruh aspek perkembangannya, seperti Perkembangan Nilai Agama dan Moral;
Perkembangan Kognitif; Perkembangan Fisik Motorik; Perkembangan Bahasa; dan
Perkembangan Sosial-Emosional. Metode bercerita dengan menggunakan Media Wayang
Fabel ini dapat meningkatkan keterampilan bicara anak, mengembangkan keterampilan
menyimak anak, mengembangkan kemampuan berbahasa anak, Mengembangkan
keterampilan berfikir serta merangsang imajinasi dan kreativitas anak. Karena melalui
dongeng, anak bisa belajar kosakata baru, belajar untuk mengekspresikan perasaan, seperti
senang; sedih; marah; ataupun kesal terhadap dongeng yang anak simak. Serta menyerap
nilai-nilai kebaikan atau pesan moral yang ada pada dongeng tersebut.

1.3. GAP Antara Kenyataan dan Teori


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Teori Perkembangan Bahasa


Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 137
tahun 2014. Menetapkan standar tingkat pencapaian perkembangan anak, disusun
berdasarkan kelompok usia anak. Tahap perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun sebagai
berikut:

A. Menerima bahasa
1) Mengerti beberapa perintah secara bersamaan;
2) Mengulang kalimat yang lebih kompleks;
3) Memahami aturan dalam suatu permainan;
4) Senang dan menghargai bacaan.
B. Mengungkapkan bahasa
5) Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks;
6) Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama;
7) Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-
simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung;
8) Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat predikat
keterangan) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide pada orang
lain;
9) Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan;
10) Menunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita.

Terdapat banyak pandangan dalam teori belajar bahasa, sehingga timbul pandangan yang
berbeda. Adapun beberapa pandangan tersebut diantaranya:
1) Teori Kognitif, teori kognitif didasarkan pada penelitian Jean Piage yang mengisyaratkan
bahwa perkembangan kognitif merupakan prasyarat danfondasi pembelajaran Bahasa.
2) Teori ini menjelaskan bahwa bahasa bisa berkembang jika pertumbuhan kognitif tertentu
terjadi lebih dahulu.
3) Teori Mentalisme, mentalisme dipelopori oleh Noam Chomsky yang menyatakan
pemerolehan bahasa tidak bisa dicapai melalui pembentukan kebiasaan, karena bahasa
terlalu sulit untuk dipelajari. Bahasa bukanlah salah satu bentuk perilaku, namun sebuah
sistem yang didasarkan pada aturan pemerolehan bahasa.
4) Teori Behaviorisme, pandangan behaviorisme menerangkan peran stimulus dan respon
adalah sesuatu yang penting dalam proses belajar bahasa. Stimulus yang baik akan
menghasilkan respon yang baik pula.

2.2. Teori Metode Bercerita


Menurut Wiyani (2012:126) metode bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran
yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak PAUD dengan membawakan cerita
kepada anak secara lisan. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka pemberian metode
bercerita dapat dilakukan melalui media wayang hewan dan anak disuruh mendengarkan
cerita, anak diberi pertanyaan terkait dengan cerita tersebut kemudian menceritakan kembali
isi dari cerita.

Menurut Bachtiar (2005:10) bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan


tentang perbuatan atau suatu kejadian yang disampaikan secara lisan dengan tujuan
membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Moeslichatoen (2004:158)
mengatakan bahwa kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak TK
yang bersifat unik dan menarik, yang menggetarkan perasaan anak, dan memotivasi anak
untuk mengikuti cerita itu sampai tuntas. Adapun tujuan dari metode bercerita menurut
Moeslichatoen (2004:170) adalah sebagai berikut :

a) Menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan keagamaan dan memberikan informasi tentang
lingkungan sekitar.
b) Agar anak mampu memahami pesan-pesan yang disampaikan melalui kegiatan bercerita.
c) Agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang
lain.
d) Agar anak dapat berpikir dan bertanya apabila tidak memahaminya.
e) Agar anak mampu menjawab pertanyaan yang diutarakan orang lain.
f) Agar anak mampu menceritakan dan mengekspresikan apa yang didengarnya, sehingga
pesan dari isi cerita dapat disampaikan dan dipahami orang lain.

Fungsi dari metode bercerita ini menurut (Tampubolon, 1991:50), “Bercerita kepada anak
merupakan peranan penting karena bukan hanya menanamkan minat dan kebiasaan
membaca, tetapi juga mengembangkan bahasa dan cara anak dalam berpikir”. Dengan adanya
metode bercerita pendengaran anak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membantu
kemampuan anak dalam bicara.
Setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda-beda, untuk itu melalui bercerita guru
diharapkan mampu memahami gaya belajar anak baik individual maupun secara
berkelompok. Dengan mengembangkan pembelajaran terpadu dan tematik yang berpusat
pada anak. Selain itu, didalam metode bercerita terdapat beberapa teknik yang dapat
digunakan seperti yang dikemukakan oleh Moeslichatoen (2004:158-160) antara lain sebagai
berikut :

a) Langsung membaca dari buku cerita,


b) Bercerita dengan media ilustrasi gambar dari buku,
c) Menceritakan dongeng,
d) Bercerita dengan menggunakan media papan flannel,
e) Bercerita dengan menggunakan media boneka,
f) Dramatisasi suatu cerita,
g) Bercerita sambil menggerakan jari-jari tangan.

Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekuranganya tersendiri. Adapun kelebihan
dan kekurangan dalam menerapkan metode bercerita menurut Dhieni (2006:6-9) antara lain:

1. Dengan menerapkan metode bercerita guru dapat menguasai kelas dengan jumlah anak
yang relatif banyak,
2. Dengan metode cerita waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien,
3. Dengan metode bercerita maka pengaturan kelas menjadi lebih sederhana,
4. Metode bercerita relatif tidak banyak memerlukan biaya,
5. Dengan metode ini anak-anak akan menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan
atau menerima penjelasan dari guru,
6. Metode ini kurang mendorong perkembangan kreativitas dan kemampuan anak untuk
mengutarakan pendapatnya.
7. Daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami tujuan dari
isi cerita,
8. Metode ini juga cepat menumbuhkan rasa jenuh terutama apabila penyajiannya tidak
menarik dan monoton.
BAB III
RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

3.1. Nama Media


Wayang Fabel
3.2. Jenis Media
Audio-Visual
Media “Wayang Fabel” sebagai Media Visual dan “suara atau instrumen musik dongeng”
fabel sebagai Media Audio.
3.3. Manfaat
- Dapat mengembangkan aspek Nilai Agama dan Moral seperti mengenal Tuhan
melalui ciptaan-Nya “Binatang”.
- Dapat mengembangkan aspek Bahasa seperti menceritakan kembali dongeng yang
sudah guru ceritakan. Dan juga dapat mengembangkan keterampilan menyimak anak
seperti menyimak dongeng fabel yang sedang guru ceritakan.
- Dapat mengembangkan aspek Kognitif seperti melakukan tanya jawab seputar
dongeng fabel yang sudah guru ceritakan, kemudian anak menjawab sesuai
pengetahuan yang mereka dapat dari pengalaman belajarnya.
- Dapat mengembangkan aspek Fisik Motorik seperti misal anak mempraktikkan
bagaimana memegang Wayang Fabel tersebut sesuai dengan alur dongeng yang sudah
guru ceritakan. Kemudian anak dapat mencontohkan seperti apa gerakan hewan yang
ada pada dongeng fabel tersebut.
- Dapat mengembangkan aspek Sosial Emosional seperti anak bersama-sama
berkumpul dengan membentuk sebuah lingkaran untuk mendegarkan dongeng fabel
tersebut. Kemudian anak juga dapat mengekspresikan bentuk emosionalnya misal
senang, sedih, marah, ataupun kesal terhadap dongeng fabel yang sudah guru
ceritakan.

3.4. Alat dan Bahan


 Pembuatan Wayang Fabel
- Kardus Bekas
- Print-out Gambar Binatang
- Lem
- Solatip
- Stik Eskrim/Tusuk Sate
- Gunting/Cutter
 Pembuatan Panggung Wayang Fabel
- Kardus Bekas
- Print-out Gambar Latar Dongeng (misal: pepohonan)
- Kertas Roti
- Penggaris
- Spidol
- Gunting
- Solatip/Doubletip

3.5. Cara Pembuatan


 Wayang Fabel
- Pertama. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.
- Kemudian, gunting hasil print-out gambar Binatang.
- Lalu, tempelkan gambar Binatang dengan kardus sesuai pola gambar Binatang
tersebut.
- Setelah itu, lem gambar dengan kardus sesuai pola gambar.
- Pasangkan stik eskrim/tusuk sate pada kardus yang sudah diberi gambar Binatang
tadi.
- Wayang Fabel siap dimainkan.
 Panggung Wayang Fabel
- Pertama. Dibagian belakang kardus membuat kotak dengan ukuran 4 cm dari sisi
terluar kotak.
- Setelah diukur, lalu melubangi kotak tersebut menggunakan cutter.
- Kemudian, lubang kotak tersebut dilapisi dengan kertas roti, lalu beri lem pada
sisi kardusnya. Tempelkan kertas rotinya.
- Menggunting bagian sisi kertas roti yang berlebih, kemudian dirapihkan
menggunakan solatip.
- Lalu tempelkan bentuk gambar-gambar karakter untuk menjadi hiasan pada kertas
roti tersebut.
- Setelah semuanya sudah ditempel, maka panggung wayang sudah siap digunakan
untuk pertunjukkan dongeng.
3.6. Cara Penggunaan
- Siapkan dongeng fabel yang akan disampaikan kepada anak
- Siapkan Wayang Fabel dan Panggung Wayang yang akan digunakan pada dongeng
fabel tersebut.
- Lalu kenalkan kepada anak mengenai nama-nama Binatang dan karakteristiknya.
- Kemudian Wayang Fabel dimainkan dengan mengangkat stik Wayang yang sudah
dibuat, lalu menggerakan Wayang Fabel sesuai dengan dongeng yang akan
disampaikan kepada anak.
Dan dongeng menggunakan Wayang Fabel sudah siap dimainkan.

Contoh Media Wayang Contoh Ilustrasi


Fabel Panggung Wayang Fabel
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN
(RPPH)

Tema : Binatang
Subtema : Binatang Darat
Kelompok : B (usia 5-6 tahun)
Waktu : 07.30-10.00 WIB

A. Materi Pembelajaran
1. Berdoa sebelum memulai kegiatan pembelajaran.
2. Mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya.
3. Bernyanyi lagu sesuai tema “Binatang”
4. Mengenal keaksaraan awal dengan berbagai aktivitas (mengenal warna melalui
gambar, mencocokkan nama sesuai gambar, menempel kartu kata bergambar, dan
lain-lain).
5. Melakukan kegiatan bercerita tentang dongeng fabel “Kesabaran Ulat Bulu”.
6. Berdoa sesudah melakukan kegiatan pembelajaran.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Anak dapat memahami konsep mengenai Binatang.
2. Anak dapat melakukan kegiatan secara mandiri, menemukan pengalamaannya sendiri,
percaya diri, serta bertanggung jawab dalam menggunakan alat dan bahan yang sudah
digunakan.
3. Anak dapat mengembangkan motorik halusnya.
4. Anak dapat mengomunikasikan pengalaman belajarnya, berpikir kritis, dan kreatif.
C. Alat dan Bahan yang digunakan
1. Print-out pola gambar binatang
2. Lem
3. Kertas Origami
4. Spidol Warna
5. Gunting
D. Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan pembukaan (±30 menit), meliputi:
Pendahuluan
 Anak menjawab salam dari guru.
 Berdo’a Bersama-sama dengan dipimpin oleh salah satu anak di kelas.
 Bernyanyi lagu bertema “Binatang”.
 Anak bersama guru melafalkan pembiasaan. Seperti melafalkan doa-doa pendek,
rukun iman & rukun islam, dan Pancasila.
 Mengenal keaksaraan awal terkait warna, ciri-ciri malalui gambar/poster,
mencocokkan nama-nama binatang sesuai gambarnya.
Apersepsi
 Anak bersama guru berdiskusi tentang ciptaan Tuhan “Binatang”.
 Anak mengamati video tentang binatang dan ciri-cirinya.
 Guru memberikan pertanyaan kepada anak mengenai video binatang yang sudah
ditonton sebelumnya “ada hewan apa saja yang ada di video tersebut?”
 Anak menjawab pertanyaan dari guru mengenai ciri-ciri hewan yang ada di video
tersebut.
Motivasi
 Anak menyimak penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang akan
dilakukan.
 Anak bersama guru membuat aturan main dalam melakukan kegiatan
pembelajaran hari ini.
2. Kegiatan Inti (±60 menit), meliputi:
 Guru mengajak anak untuk mengamati wayang fabel yang sudah disediakan.
 Guru menyampaikan suatu permasalahan “ada hewan apa saja yang ada di
wayang fabel?”
 Anak menjawab pertanyaan.
 Anak melakukan pengklasifikasian mengenai binatang yang sudah diamati tadi.
 Guru bersama anak melakukan kegiatan pembelajaran.
 Guru bercerita menggunakan wayang fabel.
 Anak menyimak cerita dan menceritakan kembali cerita yang sudah disampaikan
guru tadi.
 Guru memberi kesempatan kepada anak untuk mengamati alat dan bahan yang
telah disediakan untuk kegiatan pembelajaran selanjutnya.
 Guru bersama anak mendiskusikan aturan main.
 Anak melakukan kegiatan main sesuai dengan aturan yang telah disepakati.

Kegiatan Pembelajaran
 Kegiatan Kolase Pola Gambar Binatang
a) Guru menyiapkan alat dan bahan untuk kegiatan main yaitu kolase pola gambar
binatang.
b) Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
c) Guru memberikan arahan kepada anak mengenai bagaimana cara penggunaan
alat dan bahan yang sudah disediakan dengan baik dan benar.
d) Anak melakukan kegiatan pembelajaran sesuai arahan/intruksi guru.
e) Anak melakukan kegiatan pembelajaran yaitu kolase secara mandiri dan sesuai
kreativitas anak.
 Anak mengkomunikasikan pengalaman belajarnya yang sudah dilakukan tadi.
3. Istirahat (±30 menit), meliputi:
 Anak-anak bergiliran untuk mencuci tangan.
 Berdo’a sebelum dan sesudah makan.
 Makan Bersama
 Anak bermain bebas.
4. Kegiatan Penutup (±30 menit), meliputi:
Recalling
 Guru mengondisikan anak untuk maju ke depan, lalu mengomunikasikan
pengalaman belajarnya yang sudah dilakukan sebelumnya
 Anak mengomunikasikan pengalaman belajarnya mengenai hewan dan
pengklasifikasiannya.
 Guru bersama anak-anak melakukan tanya jawab dan menyimpulkan hasil
kegiatan belajar yang sudah dilakukan hari ini.
 Guru menyuruh anak untuk duduk rapih, dan menunjuk anak untuk memimpin
doa pulang.
 Bernyanyi “sayonara”.
 Mengucapkan salam.
E. Rencana Penilaian
 Observasi
Keaktifan dan kemandirian anak dalam melakukan kegiatan menyimak cerita
mengenai dongeng fabel “Kesabaran Ulat Bulu” dan berpartisipasi aktif dalam
bertanya dan menjawab mengenai cerita yang sudah disampaikan guru.
 Unjuk Kerja
Kemampuan motorik anak dalam melakukan kegiatan kolase, menempelkan pola
gambar binatang sesuai gambar yang sama.

Anda mungkin juga menyukai