Anda di halaman 1dari 12

SEMINAR PSIKOEDUKASI PERNIKAHAN DINI

Disusun oleh :
DHANELLA PRANIDYA B. (1771016)
ARIELLA VANIA BENEDICTA KONGDOH (1871010)
KARTIKA INDAHSARI WICAKSANA (1871015)
IRA FELISIA (1871024)
ANRIKA PUANG (1971012)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ATMA JAYA
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja merupakan individu yang berada dalam tahap perkembangan
transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal. Dimana, pada masa
tersebut banyak sekali perubahan yang terjadi pada individu, seperti fisik,
perkembangan kognitif, dan emosional. Pada era milenial ini sudah banyak
sekali remaja yang berumur 17 hingga 20 tahun melakukan pernikahan. Hal
tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor entah itu karena dijodohkan oleh
orang tua atau keinginan dari diri sendiri. Masih banyak individu-individu yang
melakukan pernikahan dini belum mengetahui tentang arti sebuah
pernikahan dan resiko yang akan dialami dari pernikahan dini. Tidak sedikit
pula individu yang melakukan pernikahan dini mengalami masalah dalam
rumah tangga, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian atau
terjadi perselingkuhan. Namun, tidak sedikit pula individu yang melakukan
pernikahan dini memiliki rumah tangga yang harmonis. Umumnya pernikahan
dini banyak terjadi di desa-desa.
Fitriah, Farisi, Anida, Wiranata, Syauqie, Maulita, & Nurhakiki (2021)
mengemukakan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan
oleh individu berumur dibawah 25 tahun untuk laki-laki dan 20 tahun bagi
perempuan. Pernikahan dini dianggap sangat rentan memiliki dampak buruk
bagi kesehatan dan mental individu. kasus pernikahan dini di Indonesia
selalu semakin meningkat dari tahun ke tahun. Yanti, Hamidah, dan Wiwita
(2018) menyatakan bahwa terdapat dampak positif dan negatif dari
pernikahan dini. Dampak positif seperti terhindar dari zina, terhindar dari
perilaku seks bebas karena kebutuhan seks dapat terpenuhi, mengurangi
beban orangtua dari segi ekonomi, dan anggapan bahwa menikah muda
akan menghindarkan individu dalam memiliki anak kecil ketika menginjak
usia lanjut. Dampak negatif dari pernikahan dini bila ditinjau dari segi
psikologis, maka remaja yang menikah di usia muda belum matang secara
psikologis. Bila ditinjau dari segi sosial, maka perkawinan usia muda
menyebabkan individu kurang bebas mengembangkan diri, mengurangi
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan
dapat menjadi aib bagi lingkungan masyarakat sekitar. Ditinjau dari segi
kesehatan dapat dikatakan pernikahan usia muda meningkatkan angka
kematian ibu dan bayi, resiko komplikasi kehamilan dan persalinan, bayi juga
dapat beresiko memiliki penyakit maupun meninggal. Dampak negatif dari
pernikahan dini juga menyebabkan tingkat perceraian yang tinggi dan taraf
kehidupan rendah.
Berdasarkan pada data UNICEF dan UNDESA menyatakan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus perniakahan dini dan
tergolong tinggi, yakni sebesar 34% pada tahun 2010. Berdasarkan dengat
data bada pusat statistik (BPS) pada tahun 2020 jumlah pernikahan dini
sebanyak 10,18%. Perniakah dini lebih banyak terjadi di wilayah pedesaan
dibandingkan perkotaan. Yanti, Hamidah, dan Wiwita (2018) menyatakan
bahwa faktor penyebab dari pernikahan dini, yaitu kehamilan diluar nikah,
faktor lingkungan, faktor orangtua/keluarga, faktor pendidikan, faktor
ekonomi, faktor individu, dan faktor media massa.
Dari permasalahan tersebut, maka kelompok memutuskan untuk
memberikan seminar psikoedukasi kepada remaja yang rentan untuk
melakukan pernikahan dini sehingga dapat mencegah dampak negatif dari
pernikahan dini terjadi.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya seminar psikoedukasi adalah untuk meningkatkan
awareness remaja terhadap resiko dari pernikahan dini.
C. Manfaat
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa menambah
wawasan terkait akibat dan resiko yang akan dihadapi remaja ketika menikah
di usia muda.
BAB II

RENCANA KEGIATAN

A. Sasaran
Sasaran peserta seminar psikoedukasi yaitu murid SMP dan SMA. Hal
tersebut dikarenakan anak SMP dan SMA rentan melakukan seks bebas
dan tidak memahami konsekuensi dari aksi tersebut serta adanya sikap
konformitas pada remaja yang belum memahami mengenai pernikahan.
B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
C. Metode/ Teknik
Kegiatan yang akan dilakukan oleg kelompok yakni sebuah webinar
(seminar online) untuk memberikan psikoedukasi mengenai pernikahan
dini.
D. Media
Media yang akan digunakan dalam kegiatan sebelum webinar dan saat
kegiatan webinar terlaknsana yakni:
1. Google form, dimana google form digunakan untuk peserta melakukan
pendaftaran sebul mengikuti kegitana webinar.
2. Aplikasi goole meet/ zoom, dimana aplikasi google meet/ zoom
digunakan saat kegiatan webinar dilakukan.
3. Power Point, berisi tentang materi-materi mengenai pernikahan
dini.
4. Media tambahan seperti instagram dan whatsapp digunakan untuk
mengshare informasi mengenai webinar yang akan dilakukan.
5. Lembar evaluasi
E. Tahap Pelaksanaan
Rundown Acara
RU

No Waktu Durasi Kegiatan Keterangan


.
1. 10.00-10.05 5 menit Perkenalan diri MC menyambut serta
menjelaskan tentang
seminar
2. 10.05-11.35 90 menit Materi MC mempersilahkan
pemateri untuk
membawakan materi
3. 11.35-11.45 10 menit Ice breaking Games
4 11.45-12.00 15 menit Sesi pertanyaan MC dan pemateri
mempersilahkan
peserta untuk
mengajukan pertanyaan
5. 12.00-12.10 10 menit Evaluasi Peserta diberikan link
untuk diisi
6. 12.10 Penutup MC menutup seminar
F. Materi
1. Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak – anak ke
masa dewasa. Jangka usia remaja dari usia 10- 12 tahun dan
berakhir di usia 18 – 21 tahun. Menurut Erik Erikson, masa remaja
merupakan masa pencarian identitas. Perkembangan fisik yang
terjadi pada remaja yaitu pubertas. Perkembangan emosional remaja
yang terjadi pada remaja yaitu perubahan hormon sehingga remaja
mudah emosional. Pada usia remaja muncul berbagai gejolak dalam
diri remaja, seperti gejolak emosi yang cenderung labil sehingga
dengan gampang tanpa memikirkan dampak dari semua keputusan
atau perilaku yang diambilnya. Tentunya hal tersebut membutuhkan
perhatian lingkungan sekitar khususnya para orang tua agar dapat
memberikan pemahaman yang masif pada remaja sehingga tidak
terjerumus pada tindakan-tindakan yang negatif.
2. Pernikahan
Usia ideal untuk menikah yaitu 25 tahun ke atas. Hal yang perlu di
perhatikan sebelum menikah, yaitu :
a. Mengenali diri sendiri
b. Persiapkan pembagian waktu dengan teman serta keluarga
c. Pikirkan masalah keuangan dan pembagian tuigas rumah
tangga
d. Persiapan dalam menghadapi konflik
e. Pemikiran memiliki anak atau tidak

Adapun permasalahan-permasalahan yang muncul dalam


pernikahan diantaranya adalah ketidaksiapan secara fisik,
ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial atau
ekonomi, ketidakmampuan dalam membina pernikahan dan masalah
kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Permasalahan-
permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik dalam
pernikahan akan mempengaruhi kualitas pernikahan. Penyesuaian
dalam pernikahan sangat berpengaruh pada kualitas pernikahan
dilihat dari rasa puas yang di rasakan pasangan dalam pernikahan.
Penyesuaian pernikahan menunjuk pada integritas pasangan dengan
dua kepribadian yang berbeda digabungkan dalam ikatan pernikahan.
Meningkatnya kualitas pernikahan menurut hasil penelitian yang
menyatakan kepuasan istri maupun suami dapat dilihat dari hubungan
yang dijalani dalam membagi peran dan penyelesaian konflik.
Pernikahan yang kualitas pernikahannya menurun bukan saja
menyebabkan ketidakbahagiaan tetapi juga akan berdampak pula
bagi kesehatan mental individu.

3. Pernikahan Dini
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh anak
yang masih dalam usia remaja. Alasan mengapa terjadi pernikahan
dini, yaitu :
a. Menikah karena pengaruh sosial
Remaja berada di lingkungan sosial yang mendukung
pernikahan dini, perilaku berpacaran yang beresiko, tekanan
dari orang tua yang menginginkan cucu atau menantu,
desakan masyarakat sekitar, mengikuti teman yang sudah
menikah, tidak mendapat restu orang tua, serta keinginan
anak untuk menikah.
b. Kesehatan
Remaja yang minim akan edukasi tentang kesehatan
reproduksi dan seksualitas, kehamilan remaja, kondisi mental
remaja yang belum stabil, serta pola berpacaran yang
beresiko.
c. Pola asuh keluarga
1) Anak korban perceraian orang tuanya berpotensi
mengalami gangguan kejiwaan. Dalam situasi seperti ini,
anak kemudian mencoba mencari tempat nyaman di luar
rumah, seperti di rumah teman, di rumah pacar hingga
akhirnya memutuskan menikah.
2) Anak yatim atau yang tidak tinggal dengan keluarga dekat
atau walinya sehingga kurang mendapat perhatian dan
pengasuhan layak, sehingga rentan melakukan tindakan
beresiko termasuk perkawinan anak.
3) Anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih
sayang dari orang tuanya, termasuk sikap orang tua yang
acuh terhadap perkembangan anaknya sehingga
mengakibatkan anak kurang memiliki motivasi untuk
melakukan hal-hal yang positif dalam kehidupannya.
4) Anak dengan orang tua yang memiliki pola pikir dan
pengasuhan yang terlalu kaku dan mempunyai
kekhawatiran yang berlebihan terhadap pergaulan anak.
Pola pikir orang tua seperti ini kemudian cenderung
mendorong anak melakukan praktik perkawinan anak demi
menghindari potensi dampak negatif dari pergaulan
anaknya.
d. Ekonomi
Sebagian orang tua terobsesi untuk memperbaiki
perekonomian rumah tangga dengan menjodohkan anak saat
masih berusia di bawah 19 tahun dengan harapan untuk
mengurangi beban pengeluaran ekonomi keluarga
e. Kemudahan akses informasi
Paparan konten pada anak dapat termasuk konten negatif
yang beresiko terhadap hidupnya, seperti pornografi, promosi
perilaku pacaran beresiko pada remaja, informasi yang salah
tentang seksualitas dan reproduksi, promosi perkawinan anak,
dan sebagainya.
f. Adat serta budaya
Adat dan budaya dapat disalahartikan di suatu komunitas
yang kemudian membentuk semacam stigma, nilai, dan
kepercayaan dan pelabelan sosial bagi anak yang belum
menikah.  Sehingga, ada tekanan kepada anak perempuan
dengan berbagai label seperti "perawan tua"atau "perempuan
tidak laku" yang mendorong keluarga besar untuk segera
mengawinkan anak meraka di usia dini (anak). Selain itu,
adanya berbagai perspektif salah satunya seperti "lebih baik
menikah muda kemudian bercerai daripada tidak laku" ini juga
mendorong orang tua segera menikahkan anak mereka yang
masih dini.
g. Pendidikan
Pendidikan memengaruhi pengetahuan, informasi, edukasi,
dan komunikasi terkait dampak perkawinan anak baik dari sisi
orang tua maupun anak.  Orang tua dengan pendidikan
terbatas, cenderung memiliki pengetahuan yang rendah pula
terhadap dampak perkawinan anak.
h. Hukum
Hukum yang masih belum konsisten dalam impelementasinya
i. Kecelakaan (marride by accident)
Terjadinya hamil di luar nikah, karena anak-anak
melakukan hubungan yang melanggar norma, mamaksa
mereka untuk melakukan pernikahan dini, guna memperjelas
status anak yang dikandung. Pernikahan ini memaksa mereka
menikah dan bertanggung jawab untuk berperan sebagai
suami istri serta menjadi ayah dan ibu, sehinga hal ini nantinya
akan berdampak pada penuaan dini, karena mereka belum
siap lahir dan batin. Disamping itu, dengan kehamilan diluar
nikah dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil di luar
nikah mendorong anaknya untuk menikah diusia yang masih
belia.

Dampak menikah dini pada anak, yaitu :

a. Gangguan pada mental anak


Anak yang belum siap memasuki jenjang pernikahan rentan
mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, gangguan
psikologis, dan trauma psikologis seperti PTSD.
b. Kecanduan
Anak remaja yang menikah di usia dini belum memiliki cara yang
sehat dalam meluapkan emosi sehingga anak akan mencari distraski
saat stress seperti minum minuman keras, narkoba, merokok, atau
judi. Hal tersebut dapat menimbulkan kecanduan pada anak.
c. Tekanan sosial
Tekanan sosial pada anak yang menikah di usia dini akan
memengaruhi psikologis anak karena anak yang belum siap di tuntut
untuk mencari nafkah, membesarkan anak, dan mengurus rumah
tangga.
d. Putus Sekolah
Pada kondisi tertentu, anak yang melakukan pernikahan dini
cenderung tidak memperhatikan pendidikannya, apalagi ketika
menikah langsung memperoleh keturunan, ia akan disibukkan
mengurus anak dan keluarganya, sehingga hal ini dapat
menghambatnya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Namun hal ini dapat diminimalisir dengan dukungan keluarga penuh,
serta ada bantuan dalam kepengasuhan anak, akan dapat
meminimalisir pasangan pernikahan dini untuk dapat terus
malanjutkan studinya.
e. Kehamilan maupun persalinan pada usia muda memiliki beberapa
resiko, yaitu:
1) Perempuan yang melahirkan dibawah usia 15 tahun memiliki
resiko kematian 5 kali lebih besar dibandingkan perempuan
yang melahirkan di atas usia 20 tahun.
2) Bayi yang lahir dari perempuan di bawah usia 18 tahun akan
memiliki resiko memiliki penyakit 50% lebih besar daripada
bayi yang lahir dari ibu yang berusia di atas 18 tahun.
3) Bayi beresiko terlahir prematur, bayi lahir dengan berat badan
di bawah normal, dan resiko mengalami pendarahan ketika
persalinan dilakukan.
f. Sempitnya peluang mendapat kesempatan kerja yang otomatis
mencegah kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena
pendidikan yang minim)

Yang harus dilakukan untuk mencegah atau menghadapi pernikahan dini


yaitu:

1. Perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual


2. Kenali alat-alat kontrasepsi dan cara penggunaannya
3. Tersedianya layanan informasi konseling kesehatan reproduksi
remaja dan juga layanan psikolog.
G. Rencana Evaluasi
1. Evaluasi Kegiatan
No Pernyataan STP YP P SP
1. Pemahaman akan materi yang
disampaikan
2. Manfaat yang diperoleh dari
kegiatan
3. Cara penyampaian materi
4. Kemampuan pemateri dalam
menangani pertanyaan
5. Pengelolahan waktu
6. Suasana kegiatan
Saran
Kritik

2. Evaluasi Materi
a. Berapakah usia ideal untuk menikah?
b. Hal-hal apa yang perlu diperhatikan sebelum menikah?
c. Apa itu pernikahan dini?
d. Apa saja dampak dari pernikahan dini?
e. Bagaimana menghadapi pernikahan dini?
DAFTAR PUSTAKA

Fitriah, A., Farisi, A. A., Anida, Wiranata, M. S., Syauqie, M., Maulita, N., &
Nurhakiki. (2021). Berbagi ilmu di desa batakan. Kalimantan Selatan:
Muhammadiyah Banjarmasin University Press.
Mungi, M. (2019). Peran united nations children fund (unicef) dalam
penanggulangan pernikahan dini tahun 2016-2019 (studi kasus Sulawesi Barat).
Journal Ilmu Hubungan Internasional , 1337-1348.
https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/28/200200723/9-faktor-
meningkatnya-angka-perkawinan-anak-di-indonesia?page=all
https://www.ruangmom.com/usia-ideal-menikah-menurut-psikologi.html
https://hellosehat.com/mental/hubungan-harmonis/5-hal-penting-sebelum-
menikah/
https://hellosehat.com/mental/hubungan-harmonis/dampak-psikologis-
pernikahan-usia-remaja/
https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/27/203100965/simak-dampak-
psikologis-dan-sosial-pernikahan-usia-dini?page=all

Anda mungkin juga menyukai