Anda di halaman 1dari 6

I.

Latar Belakang

Pernikahan yang disebabkan karena kehamilan pranikah pada remaja masih


banyak terjadi di Indonesia. Menurut data BKKBN pada tahun 2010, kehamilan
pranikah pada remaja banyak terjadi di kota-kota besar antara lain Surabaya 54%,
Medan 52%, Bandung 47%, Yogyakarta 37% (kompas.com, 2010). Selain itu,
data yang diperoleh dari pengadilan agama (PA) Jogja menunjukkan adanya
pengajuan dispensasi perkawinan selama 2011-2013 sebanyak 129 kasus dan 90%
dari kasus tersebut merupakan permohonan dispensasi pernikahan akibat
kehamilan pranikah (www.harianjogja.com, 2013). Sebuah dispensasi
pernikahan adalah pelunakan rintangan yang melarang atau membatalkan
sebuah pernikahan dalam sebuah kasus khusus. Hal tersebut disebabkan oleh
peraturan undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat
(1) yang menyatakan bahwa: Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia
16 (enam belas) tahun.

Pernikahan yang terjalin karena adanya kehamilan pranikah pun berisiko


untuk mengalami perceraian. Pada tahun 2014, di kota Malang ada 20 pasangan
suami istri bercerai dalam sehari (demikian Koran Jawapos 11 September 2015
hal 37). Setelah ditelusuri, 20 pasangan suami istri yang bercerai masih dibawah
umur 23 tahun dan rata-rata dari mereka menikah karena hamil pranikah
(www.hidayatullah.com, 2016).

Dengan banyaknya konsekuensi negatif, kehamilan pranikah pada akhirnya


akan mengarah kepada pilihan untuk meneruskan kehamilan atau menghentikan
kehamilan dengan cara aborsi baik karena tekanan pihak lain maupun keinginan
sendiri (Coleman, 2006). Remaja yang memutuskan meneruskan kehamilan akan
dihadapkan pada berbagai risiko, di antaranya stigma masyarakat, kekerasan dari
orang tua, kecemasan, masalah kepercayaan diri, tidak mendapat dukungan
kelaurga, putus sekolah dan kemiskinan, pernikahan dini dan ketidakstabilan
pernikahan.

Keputusan meneruskan kehamilan dan mengikatkan diri dalam pernikahan


juga belum menjadi jaminan munculnya penyesuaian diri yang baik terhadap
peran baru remaja sebagai orang tua. Hal ini dikarenakan kondisi yang menyertai
kehamilan dan pernikahan tersebut biasanya terjadi secara mendadak tanpa
perencanaan sebelumya. Kecemasan pada remaja yang hamil di luar nikah muncul
karena belum memiliki kesiapan untuk terjadinya perubahan dalam dirinya dan
karena adanya ketidaksiapan diri menghadapi kehamilan. Remaja belum memiliki
kesiapan untuk mengalami perubahan yang besar dalam kehidupan, seperti
mengurus rumah tangga dan menjadi seorang ibu. Dampak dari ketidaksiapan
remaja bila meneruskan kehamilan kemudian menikah antara lain:

1) Terhambatnya Tugas Perkembangan

Kehamilan pranikah yang terjadi pada remaja menyebabkan remaja tersebut tidak
dapat menyelesaikan tugas perkembangan bahkan banyak melewatkan tugas
perkembangan. Tugas-tugas perkembangan yang dilewatkan begitu saja membuat
seorang remaja tidak maksimal dalam menjalankan tugas perkembangan
selanjutnya. Individu pada usia remaja memiliki tugas perkembangan yang harus
dipenuhi antara lain:

Menerima dan memahami peran seks usia remaja;


Kemandirian emosional dan ekonomi;
Mengembangkan perilaku bertanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa;
Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga;
Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota keluarga (Hurlock,
1973).

Tugas-tugas ini akan sulit dipenuhi ketika remaja disaat bersamaan harus
mengalami kehamilan diluar pernikahan karena belum siap secara emosi, kognitif,
dan finansial dalam memasuki peran barunya sebagai orang tua. Karakteristik
remaja yang self-oriented, ambivalensi antara ingin merdeka namun
membutuhkan orang lain, serta ketidakstabilan emosi juga dapat menjadi
penghalang bagi proses transisi peran baru tersebut (Wei, Chen, Su, & Williams,
2010).
2) Disfungsi Keluarga

Adanya anggota keluarga yang mengalami kehamilan pranikah merupakan


permasalahan yang tidak dapat dihindari dan harus diselesaikan secara
bersama-sama dengan bantuan dan dukungan penuh dari keluarga. Apabila
keluarga tidak dapat menerima permasalahan ini, maka akan menimbulkan
konflik dan stress dalam keluarga. Konflik dan stress yang dialami menyebabkan
fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik, seperti fungsi afektif, sosialisasi dan
fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan (Friedman, 1998).

3) Resiko Kesehatan

Remaja merupakan masa perkembangan seksual seseorang, sehingga alat-alat


reproduksi belum matang sepenuhnya. Ketidaksiapan atau kurang matangnya
alat-alat reproduksi pada remaja sangat berbahaya bagi kesehatannya juga bayi
yang dikandung. Selain itu, perilaku seks pranikah yang tidak sehat juga dapat
menyebabkan remaja terkena berbagai penyakit seperti gonorhea, sifilis, bahkan
HIV/AIDS.

4) Konflik Emosional

Menjadi seorang ibu tidaklah mudah, karena memiliki banyak tanggung jawab.
Remaja belum siap menanggung berbagai bentuk tanggung jawab dalam hidup
seperti mengurus rumah tangga, anak, suami dan juga kehidupannya pribadi.
Banyaknya tanggung jawab ini terkadang membuat remaja mengalami masa strss
dan depresi saat tidak maksimal menjalankan berbagai tugas tersebut. Selain itu,
remaja yang mengalami kehamilan pranikah tidak memiliki waktu yang lebih
luang untuk melakukan hal-hal yang disukai.

5) Defisiensi dalam Bidang Pendidikan dan Pekerjaan

Santrock (1996) mengungkapkan bahwa remaja hamil pranikah mengalami


keterhambatan dalam pendidikan. Walaupun nantinya mereka akan melanjutkan
pendidikan, mereka tetap tidak mampu menyamai remaja lain. Remaja yang
mengalami kehamilam pranikah pun pada akhirnya akan kesulitan dalam mencari
pekerjaan, karena banyak pekerjaan sekarang yang menerima karyawan lajang
daripada berstatus menikah.
II. Tujuan Penyuluhan

Tujuan diadakannya penyuluhan untuk remaja yang hamil pra nikah adalah
sebagai berikut :

a) Tujuan Umum

Memberikan edukasi kepada para peserta penyuluhan untuk meningkatkan


ketahanan keluarga.

b) Tujuan Khusus

Memberikan edukasi kepada para peserta penyuluhan mengenai pentingnya


ketahanan keluarga, serta menumbuhkan kesadaran kepada para peserta
penyuluhan mengenai pentingnya ketahanan keluarga.

III. Sasaran Penyuluhan

Sasaran dari penyuluhan ini adalah perempuan yang menikah saat remaja
karena hamil pranikah.

IV. Hasil Pembelajaran yang Diharapkan


Peserta dapat memahami pentingnya keluarga yang berketahanan
Peserta mampu menciptakan keluarga yang berketahanan

V. Media atau Alat Bantu


Laptop Bolpoin
LCD Leaflet (family strenght
Kertas guidance)

VI. Dasar Teori (Materi)


VII. Rundown Acara

No. Kegiatan Deskripsi Kegiatan Waktu


Fasilitator mengumpulkan
peserta penyuluhan yang
telah datang
1. Persiapan 10.00-10.15
Fasilitator mendata peserta
Penanggung jawab operator :
Firstita Prawiro, S.Kom
Perkenalan dan Fasilitator sebagai moderator :
2. 10.15-10.30
Ice breaking Dinar Wulandari,S.T
Materi mengenai fungsi keluarga
Sub tema : Apa
yang berketahanan disampaikan
3. sih pentingnya 10.30-10.45
oleh Rahayan Sadhu
keluarga?
Pramesti.,S.Psi
Sub tema : Apa Materi mengenenai pengertian
sih Keluarga ketahanan Keluarga Novi Nur
4. yang Afianti, S.Pd 10.45-10.50
berketahanan
itu?
Sub tema : Seperti Materi mengenai indikator
apa keluarga keluarga yang berketahanan yang
5. 10.50-11.15
yang disampaikan oleh Suad Jauharoh
berketahanan? S.Psi
Sub tema : Materi mengenai akibat keluarga
Keluarga tidak yang tidak berketahanan yang
6. 11.15-11.30
berketahanan, disampaikan Renny Ria
apa akibatnya? Suprapto, S.Pd
Sub tema : Disampaikan oleh Christiana
Bagaimana cara Diah Astiwi Leimena, S.I.Kom
7. 11.30-11.45
menjadi keluarga
yang
berketahanan?
Moderator menyampaiakan
kesimpulan penyuluhan dan
Kesimpulan dan memberikan kesempatan Tanya
8. 11.45-11.55
Tanya jawab jawab pada peserta
Penanggug jawab : Dinar
Wulandari,S.T

VIII. Follow-Up

Anda mungkin juga menyukai