Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH DINAMIKA DALAM KELUARGA

(Family Task During Middle Adulthood and Family in Later Life)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Keluarga

Dosen pengampu : Kartika Sari Dewi, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Muhammad Zulfa Alfaruqy, S.Psi., M.A.

Disusun Oleh

1. Dwi Endah Widiyani (15000120120050)


2. Jihan Khairiyah Iklil (15000120140218)
3. Kirana Daffani A (15000120140096)
4. Maylya Isnaeni (15000120130163)
5. Mochammad Wisnu R (15000120140244)
6. Septi Noviana (15000120130192)
7. Syaza Jihan Azzahra (15000120130257)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 2

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 2

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................................ 3

BAB II ISI ............................................................................................................................ 4

A. Dinamika dan tugas perkembangan keluarga pada tahapan middle adulthood ............. 4

a) Family Task during Middle Adulthood.................................................................... 4

b) Dinamika perkembangan keluarga pada tahapan middle adulthood ......................... 4

B. Dinamika dan tugas perkembangan keluarga pada tahapan masa tua......................... 12

a) Family in Later Life .............................................................................................. 12

b) Dinamika perkembangan keluarga pada tahapan middle adulthood ....................... 12

C. Contoh Kasus dan Analisis Kasus ............................................................................ 20

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 24

LEMBAR KONTRIBUSI ................................................................................................... 25

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan unit terkecil dalam kelompok masyarakat. Keluarga


memiliki struktur, sama halnya dengan organisasi pada umumnya. Kepala keluarga
memegang posisi tertinggi di unit tersebut. Menurut Friedman, keluarga adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan emosi
dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Walaupun sebagai unit kecil, peran keluarga memberikan pengaruh yang signifikan
bagi perkembangan anak. Menurut Effendi (1995), keluarga memiliki peranan utama
dalam mengasuh anak. Norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat, dan
budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya. Hal ini dapat berlangsung
dari generasi ke generasi sesuai dengan perkembangan pada masyarakat.

Anak-anak akan terus tumbuh dan berkembang. Begitu pula dengan kehidupan
berkeluarga. Setiap tahap perkembangan pada anak akan memberikan rasa dan
tantangan yang berbeda pada kehidupan keluarga. Siklus kehidupan keluarga
merupakan nama atau label yang diberikan untuk tahap-tahap yang dilalui oleh
keluarga sesuai dengan evolusi yang mempengaruhinya dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu, penyusun akan membahas mengenai dinamika atau tahap perkembangan
keluarga, yaitu family task during middle adulthood dan family in later life. Beberapa
poin yang akan dibahas adalah definisi, tugas perkembangan, dan dinamika
perkembangan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan middle adulthood ?


2. Bagaimana dinamika perkembangan keluarga pada tahap middle adulthood ?
3. Apakah yang dimaksud dengan masa tua?
4. Bagaimana dinamika perkembangan keluarga pada tahap masa tua ?

2
C. Tujuan

1. Mengetahui definisi dari middle adulthood.


2. Memahami dinamika perkembangan keluarga pada tahap middle adulthood.
3. Mengetahui definisi dari masa tua.
4. Memahami dinamika perkembangan keluarga pada tahap masa tua.

3
BAB II

ISI

A. Dinamika dan tugas perkembangan keluarga pada tahapan middle adulthood

a) Family Task during Middle Adulthood

Middle adulthood atau masa dewasa madya adalah masa yang berlangsung
dari usia 40 sampai 60 tahun. Apabila dikaitkan dengan tahapan perkembangan
keluarga menurut Friedman, masa dewasa madya berada pada tahapan keluarga
usia pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
masa pensiun orang tua (Friedman dkk, 2014). Ciri-ciri seseorang pada masa
transisi ini yaitu pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku
masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupannya dengan ciri-
ciri jasmani dan perilaku yang baru atau dapat dikatakan mengalami perubahan
secara jasmani dan psikologisnya yang mempengaruhi kemampuan
reproduktifnya. Dan pada masa ini terdapat tugas perkembangan keluarga, antara
lain:
1. Menjaga kesehatan fisik dan psikologis.
2. Menggunakan waktu dan kebebasan untuk mengembangkan minat dan
rekreasi sosial agar terhindar dari stres.
3. Menjalin kembali hubungan antara generasi muda dengan generasi tua yang
renggang.
4. Jalin dan tingkatkan keakraban dengan pasangan.
5. Hubungan dengan anak dan keluarga dan orang lain.
6. Mempersiapkan hari tua atau pensiun.

b) Dinamika perkembangan keluarga pada tahapan middle adulthood

1. Families at Midlife: Launching Children and Moving On


Di Amerika Serikat, terdapat fase dalam siklus di keluarga dimana
orang tua berperan dalam membantu masa transisi anak mereka dari remaja ke
dewasa dalam melanjutkan hidup yang mana hal itu disebut sebagai
“launching”. Kultur dominan melihat tahap ini sebagai saat ketika kebanyakan

4
orang dewasa,membuat keputusan tentang masa depan mereka sendiri dan
menyambut kehidupan yang tidak terlalu tertekan begitu anak-anak mereka
hidup mandiri dan meninggalkan rumah. Proses ini mereka lalui di usia
mereka yang paruh baya. Namun, terdapat penelitian yang menunjukkan
bahwa hal ini tidak berlaku untuk semua keluarga. Ras, kelas sosial, budaya,
jenis kelamin, keyakinan agama, orientasi seksual, cacat fisik dan mental
mempengaruhi pilihan yang dibuat para remaja. Selain itu, bagaimana orang
tua atau orang dewasa membimbing dan mendukung mereka saat
mendefinisikan ulang kehidupan mereka sendiri juga mempengaruhi pilihan
yang dibuat mereka. Hal ini terutama berlaku di kelompok miskin dan
terpinggirkan di mana orang tua mengharapkan anak remaja mereka bekerja
dan berkontribusi pada rumah tangga, daripada mendesak mereka untuk
meninggalkan rumah dan hidup mandiri. Memang benar bahwa lebih dari
separuh orang pada masa remaja akhir meninggalkan rumah untuk pergi ke
perguruan tinggi atau sekolah profesional lainnya. Namun, banyak juga yang
menetap di rumah, dan lebih banyak lagi yang pulang dari perguruan tinggi
dan mengalami kesulitan menghasilkan cukup uang menetap di rumah mereka
sendiri (Arnett, 2004; Kimmel, 2008). Terlihat adanya peningkatan anak yang
kembali setelah mereka menikah dengan keluarga baru mereka sendiri dan
setelah kehilangan pekerjaan dan kehilangan rumah. Apa yang dulu lebih
umum di kelas pekerja dan keluarga miskin sekarang berlaku untuk banyak
keluarga kelas menengah dan atas. Namun, terlepas dari perbedaan, sebagian
besar keluarga pada tahap kehidupan ini berharap agar generasi muda dapat
melanjutkan hidupnya dan dapat memikul lebih banyak tanggung jawab atas
kehidupan mereka sendiri. Dan yang paling penting untuk dipahami adalah
bahwa kebanyakan pria dan wanita melepas anak-anak sendiri pada usia paruh
baya dan berurusan dengan tugas-tugas lain dari tahap itu.
2. Renegotiating Couple Relationships
Selama paruh baya, pria dan wanita kadang bergerak “seperti dua kapal
yang saling berpapasan di malam hari”. Bergerak melewati satu sama lain ke
arah yang berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda. Terutama jika mereka
sudah menikah, kontradiksi gender ini sering membingungkan dan juga
meresahkan pasangan dan dapat menyebabkan perubahan yang signifikan
dalam pernikahan, termasuk dalam mengartikan kembali tentang apa yang
5
dimaksud dengan suami atau istri yang “baik”. Ketika wanita mengembangkan
sifat bebas dari kontrol manapun dan bergerak menuju hal-hal selain
komitmen, pria menginginkan lebih banyak waktu untuk bersantai dan/atau
bepergian dan berharap istri mereka untuk bebas bergabung dengan mereka
(Carter & Peters, 1996). Saat wanita menjadi lebih mandiri, mungkin akan ada
perbedaan kekuasaan dalam pernikahan dan mengatur kembali perilaku apa
yang harus atau tidak boleh terjadi dalam pernikahan, rencana, dan impian
pernikahan—atau kelangsungan pernikahan itu sendiri. Namun, perlu dicatat
bahwa perubahan ekspektasi antara pria dan wanita ini kemungkinan terjadi
pada sebagian besar kelas menengah dan atas kulit putih. Faktor ekonomi dan
budaya, serta tekanan imigrasi, tidak memungkinkan adanya banyak
perubahan ekspektasi pada peran gender dalam kelompok yang lebih
terpinggirkan. Perubahan dan pengintegrasian nilai-nilai budaya yang
dominan, seperti perempuan yang ingin lebih mandiri atau mencari kebebasan
dari kontrol manapun di usia paruh baya, dapat menimbulkan kesulitan ketika
laki-laki dan perempuan berada pada posisi yang berbeda dalam proses
imigrasi dan akulturasi.
3. Perceraian di Usia Paruh Baya
Perceraian semakin lazim di semua kelompok umur, itu terutama
terlihat di usia paruh baya. Terkadang orang tua yang ditinggal anak-anak
mereka yang sudah dewasa tidak selalu mengarah pada pernikahan yang kokoh
atau hubungan yang intim. Setelah bertahun-tahun tidak berurusan dengan
perbedaan melainkan malah mengubur perasaan tersebut atau menjauhkan diri
satu sama lain atau berpaling ke tempat lain, beberapa pasangan menyadari
bahwa yang kosong adalah pernikahan mereka.Beberapa pernikahan tidak bisa
bertahan tanpa kehadiran anak-anak mereka. Beberapa pasangan juga
memegang anak-anak mereka sebagai penyangga sementara yang lain
memutuskan untuk bercerai. Ada dua faktor signifikan yang berkontribusi
pada perceraian di waktu paruh baya ini. Pertama, adanya perubahan struktur
keluarga dan kebebasan yang datang dengan berakhirnya tanggung jawab
sehari-hari terhadap anak. Pasangan ini memiliki jatah waktu yang banyak,
keuangan, dan fokus emosional yang baru tersedia, yang memberi kesempatan
dan mendukung perubahan. Kedua, motivasi salah satu atau malah kedua
pasangan untuk meminta cerai yaitu karena adanya kemungkinan yang tidak
6
menyenangkan seperti ditinggal sendirian dengan orang asing selama sisa
hidupnya.
4. Redefining Relationships with Adult Children and Boomerang Kids
Biasanya orang tua dan anak tetap berhubungan erat setelah melepas
anak bahkan sering berbicara beberapa kali seminggu (White & Edwards,
1993). Ini memudahkan proses pelepasan anak dan pembenaran fakta
mengenai koneksi mereka sebagai orang tua dan anak. Ketika orang tua
melihat anak-anak mereka menjadi semakin mandiri sebagai orang dewasa,
baik di dalam maupun di luar lingkup keluarga, orang tua merasa telah
melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan dapat melepaskan pengawasan
mereka terhadap anaknya. Apabila tidak ada masalah besar yang belum
terselesaikan antara orang tua dan anaknya atau terputusnya hubungan mereka,
orang tua dan anak-anak semakin mampu berinteraksi secara dewasa dan
saling mendukung. Terdapat sebuah fakta bahwa hubungan orang tua-anak
menjadi lebih penuh kasih sayang dan dekat setelah anak-anak meninggalkan
rumah (Troll, 1994), dan orang tua seringkali menganggap anak mereka
sebagai teman dekat (Saphiro, 1996), terutama setelah anak mereka menikah
dan sudah memiliki anak sendiri. Akan tetapi, konteks sosial dan ekonomi
budaya yang berubah di suatu negara menjadi pertimbangan mengenai hal
yang mempengaruhi perkembangan individu dalam keluarga.
Terdapat pula sebuah fenomena dimana seorang anak yang sudah
dewasa kembali ke rumah untuk tinggal bersama orang tuanya setelah
menyelesaikan kuliah atau setelah waktu yang singkat sendiri yang disebut
sebagai “Boomerang Kids”. Selain itu, masalah keuangan, tahun pendidikan
yang diperpanjang, rencana pernikahan yang tertunda, atau putusnya
pernikahan juga dapat menyebabkan efek bumerang pada orang tua. Memiliki
anak yang sudah dewasa di rumah menimbulkan stres bagi sebagian besar
orang tua, terutama bagi orang tua kelas menengah yang biasanya
mengantisipasi kebebasan yang datang setelah anak pergi. Bagi mereka,
frustrasi karena harapan mereka tidak terpenuhi menghasilkan stres, dan bagi
kebanyakan orang tua, rumah tangga akan lebih rumit dengan kehadiran anak.
Cara orang tua mengatasi stres sangat berkaitan dengan bagaimana mereka
menafsirkan kehadiran anaknya. Orang tua mungkin memandang situasi lebih
negatif jika anak mereka menganggur atau kembali ke rumah setelah putusnya
7
perkawinan daripada jika anak mereka menetap di rumah saat bekerja atau
pergi ke sekolah atau juga jika mereka belum pernah menikah. Semakin
mandiri dan kurang ketergantungan anak mereka, semakin baik perasaan orang
tua tentang memiliki anak yang sudah dewasa di rumah. Di sini sekali lagi,
kelas dan etnis mempengaruhi bagaimana keluarga tersebut bertindak.
5. Renegotiating Relationships with Parents
Berlawanan dengan gambaran orang tua lanjut usia yang dipindahkan
ke panti jompo, kebanyakan orang lanjut usia cukup sehat dan cukup stabil
secara finansial untuk hidup mandiri sepanjang hidup mereka. Anak mereka
merawat sebagian besar dari mereka yang lemah dan menderita penyakit.
Karena manusia dapat hidup lebih lama, periode memberikan perawatan bagi
orang tua yang lanjut usia telah berpindah dari usia 40-an ke 50-an. Selain itu
juga akibat terlambatnya melahirkan anak dan anak lebih tua ketika mereka
meninggalkan rumah, orang-orang pada tahap kehidupan ini mungkin secara
bersamaan akan merawat orang tua mereka yang sudah lanjut usia dan
mungkin juga untuk anak dan cucu yang kembali ke rumah. Kelompok orang
dewasa yang terperangkap dalam persaingan peran ini disebut “generasi
sandwich”. Biasanya, pengasuhnya adalah anak perempuan paruh baya dan
menantu perempuan, bukan anak laki-laki. Wanita cenderung memberikan
perawatan sehari-hari untuk orang tua mereka yang lanjut usia dan terkadang
mertua mereka, sementara suami dan saudara laki-laki mereka memberikan
dukungan keuangan dan mengawasi properti dan aset lainnya. Bukannya laki-
laki tidak peduli, melainkan tugas pengasuhan secara tradisional
didistribusikan secara berbeda di antara kedua jenis kelamin. Perbedaan ini,
bagaimanapun, telah menyebabkan ketidakadilan yang sangat besar bagi
perempuan, terutama bagi mereka yang bekerja. Bekerja penuh waktu sambil
mengurus anggota keluarga dapat menjadi beban, terutama bagi perempuan
miskin yang tidak mempunyai banyak sumber penghasilan. Mereka sering
meninggalkan pekerjaan mereka untuk melakukan perawatan penuh saat
merasa tertekan. Istirahat dari pekerjaan ini dapat memiliki konsekuensi
keuangan yang serius bagi perempuan karena mereka sering membatasi
kemampuan mereka untuk maju dan membatasi potensi penghasilan mereka.
Untungnya, sistem ini terjadi ketika orang dewasa berada pada puncak
kompetensi, kontrol, dan kemampuan mereka untuk menangani stres
8
(Gallagher, 1993). Jika keluarga memandang pengasuhan sebagai hal yang
normal dan bukan membebani, fase tersebut akan mengurangi stres. Akan
tetapi, pengasuhan seperti ini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai etnis.
Misalnya, keluarga Latin, Asia Amerika, Afrika Amerika, dan penduduk asli
Amerika cenderung menormalkan peran pengasuhan, sementara keluarga
Irlandia dan Ceko cenderung tidak melakukannya. Anglo-Amerika, yang
sangat menghargai kemandirian dan swasembada, cenderung menemukan
penyediaan perawatan bagi orang tua terutama bermasalah untuk kedua
generasi (McGoldrick et al., 2006).
6. The Death of Parents
Berurusan dengan kematian orang tua sekarang dianggap sebagai tugas
lumrah yang dialami orang di usia paruh baya. Namun, lumrah bukan berarti
mudah. Kematian orang tua pada suatu waktu merupakan kehilangan terbesar
kita, tetapi pada usia paruh baya ada tugas perkembangan khusus yang terkait
dan mungkin juga berdampak pada penyelesaian kesedihan mereka. Seperti
yang dijelaskan oleh Scharlach dan Fredricksen (1993), tugas-tugas ini
meliputi:
● Penerimaan kematian diri sendiri
Ini dipandang sebagai tugas penting dari fase siklus hidup ini. Orang-orang
sadar bahwa mereka sekarang adalah generasi eksekutif dan tidak bisa lagi
meminta bimbingan orang tua mereka. Mereka mungkin menjadi lebih
memperhatikan kesehatan mereka sendiri, menyusun surat wasiat mereka,
dan membuat pengaturan pemakaman mereka sendiri. Seiring dengan
kebebasan dari pengasuhan anak, kesadaran akan kematian ini merupakan
pemicu utama untuk proses penilaian ulang kehidupan.
● Mengevaluasi kembali peran dan tanggung jawab keluarga
Mereka sekarang menjadi kepala keluarga. Peran untuk memelihara kontak
keluarga, melanjutkan ritual dan nilai-nilai keluarga, dan membimbing
generasi berikutnya kini berada di tangan mereka. Selain itu memperhatikan
masalah yang belum terselesaikan dengan saudara kandung tanpa dorongan
dari generasi yang lebih tua untuk mendorong mereka juga termasuk dalam
mengevaluasi kembali.
● Perubahan persepsi diri

9
Mereka yang mengalami kematian orang tua mungkin menjadi lebih
mandiri dan otonom atau memiliki kekuatan untuk membuat keputusan
untuk diri mereka sendiri. Dan juga pada saat yang sama mereka menjadi
lebih bertanggung jawab terhadap orang lain. Berkembangnya otonomi dan
keterhubungan emosional ini dipandang sebagai indikator kedewasaan
paruh baya. Kesedihan yang belum terselesaikan setelah kematian orang tua
biasanya terkait dengan masalah lama yang belum terselesaikan, seperti
perasaan ketergantungan, kritik, rasa bersalah, atau ambivalensi.
7. Accepting The Expansion of Family Through Marriage and Grandchildren
Selain masa kontraksi keluarga karena kelahiran anak dan sakit atau
kematian orang tua yang sudah lanjut usia, paruh baya juga merupakan masa
ekspansi dan regenerasi melalui pernikahan dan kelahiran cucu. Keluarga
harus mengubah hubungan mereka yang biasa dengan anak mereka yang sudah
dewasa dan juga belajar untuk menyatu dengan pasangan baru anak mereka
dan keluarganya. Meskipun beberapa keluarga mengalami ketidakcocokkan
dengan menantu, orang tua justru sering membentuk hubungan dekat dengan
menantu pria dan/atau menantu perempuan (Bergquist et al., 1993). Proses ini
akan terjadi apabila anak mereka telah memilih pasangan yang cocok dengan
nilai-nilai etnis, kelas, dan agama orang tua mereka atau bisa juga terjadi jika
keluarga fleksibel dan terbuka terhadap perbedaan. Di sisi lain, jika pilihan
untuk menikahi pasangan dari anaknya dipandang sebagai hal yang tidak
disetujui orang tua atau jika pasangan dipilih sebagai cara bagi anak untuk
menjauhkan diri dari orang tua, penyatuan dua keluarga akan lebih
bermasalah. Konflik dapat berkembang apabila ada masalah seperti rencana
liburan atau cara berbicara yang dapat diterima. Orang tua mungkin merasa
tidak diinginkan dan berusaha untuk terlalu terlibat atau kurang terlibat dengan
pasangan muda atau, dalam kasus yang ekstrim, memisahkan mereka. Secara
umum, kesulitan-kesulitan tersebut sebenarnya merupakan pengganti
persoalan keluarga yang belum terselesaikan yang dimunculkan kembali
melalui perkawinan anak. Karena wanita biasanya ditugaskan untuk
bertanggung jawab atas kehidupan emosional keluarga, masalah yang paling
sulit justru banyak melibatkan wanita dalam keluarga seperti saudara ipar
perempuan, ibu dengan anak laki-laki atau perempuan, dan ibu mertua dengan
menantu perempuan.
10
Salah satu penghargaan tertinggi pada masa paruh baya adalah kakek-
nenek. Kakek-nenek mengatakan bahwa kesenangan melihat anak-anak
mereka sendiri menjadi orang tua generasi berikutnya adalah kegembiraan
yang menentang deskripsi. Identitas keluarga menyatu saat keluarga
menghidupkan kembali ritual dan adat istiadat yang bermakna pada siklus
hidup mereka. Kakek-nenek memiliki kesempatan untuk mengunjungi kembali
dan mungkin mengulang pengalaman mereka sebagai orang tua tanpa
tanggung jawab sehari-hari mengasuh anak. Di sisi lain, jika anak-anak dewasa
tidak berdaya karena penyalahgunaan obat atau penyakit, kakek-nenek
mungkin akan diminta untuk membesarkan cucu-cucu mereka. Ini bisa
menjadi sumber tekanan yang luar biasa bagi kakek-nenek, terutama jika
mereka miskin atau memiliki kesehatan yang buruk.
8. Renegotiating Relationships with Other Family Members and Friends
Hubungan dengan saudara kandung dan anggota keluarga lainnya serta
dengan teman menjadi penting di usia paruh baya. Saudara paruh baya
cenderung berkumpul bersama ketika bibi dan paman, orang tua, dan kakek-
nenek jatuh sakit dan meninggal, meninggalkan mereka untuk mengambil
tempat sebagai generasi yang lebih tua. Mereka juga menghadapi stres dalam
mendistribusikan tugas-tugas dalam memberikan perawatan kepada orang tua
mereka yang sudah lanjut usia. Setelah kematian orang tua, pengasuh utama
mungkin merasa kesal dengan saudara kandungnya karena keterlibatan mereka
yang lebih rendah. Mungkin juga ada masalah lain yang telah menjadi sumber
konflik kronis melalui fase kehidupan lainnya. Setelah kematian orang tua, jika
tidak ada bantuan dari luar, saudara kandung mungkin menjauhkan diri atau
memutuskan hubungan daripada berusaha menyelesaikan konflik ini. Jika
perselisihan berlanjut, saudara kandung berisiko kehilangan sumber dukungan
praktis dan emosional yang signifikan yang mungkin mereka butuhkan di
kemudian hari.
Selama tahun-tahun membesarkan anak, persahabatan sering
dilemahkan oleh kehadiran anak-anak di sebagian besar pertemuan sosial,
tetapi pada usia paruh baya, persahabatan itu penting lagi dengan cara yang
mendalam dan pribadi. Orang paruh baya menemukan kembali diri mereka
sendiri.Untuk semua perhatian khusus dari paruh baya, teman jangka panjang
ada untuk memberikan rasa memiliki dan kontinuitas, sementara teman baru
11
diperlukan untuk mengatasi minat dan kenyataan baru. Dengan kesadaran yang
meningkat akan kerapuhan hidup, mereka secara sadar menghargai dan
menghargai teman-teman mereka.

B. Dinamika dan tugas perkembangan keluarga pada tahapan masa tua

a) Family in Later Life

Masa lanjut usia (lansia) adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup
manusia. Dikatakan sebagai perkembangan terakhir oleh karena ada sebagian
anggapan bahwa perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi
dewasa. (Prawitasari, 2016). Masa lansia terjadi umumnya dimulai dari umur 60
tahun. Menurut santrock, masa lansia ditandai dengan penurunannya kognitif dan
fisik, mulai rentan dengan masalah kesehatan, mulai mudah depresi akibat
penurunan kognitif. Masa lansia dikatakan tahap kedelapan atau tahap terakhir
perkembangan menurut erikson. Menurut erikson, melalui tahap perkembangan,
yakni integrity vs despair, orang yang lanjut usia mampu mengembangkan sebuah
pemikiran atau pandangan yang positif setiap periode yang dilaluinya. Orang yang
lanjut usia tersebut mampu menggambarkan kehidupan yang dilewatinya dengan
rasa positif sehingga ia merasa puas (integrity). Namun, apabila seorang lansia
memandang kehidupannya secara negatif, misalnya adanya isolasi sosial di masa
dewasa awal atau stagnasi di masa dewasa menengah, maka lintasan dalam
kehidupannya dimaknai dengan negative (despair). Secara garis besar, menurut
Havighurst tugas-tugas perkembangan usia lanjut adalah sebagai berikut

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan juga kesehatan.


2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income
(penghasilan) terhadap keluarga.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
5. Membentuk pengaturan fisik yang memuaskan
6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial yang luas

b) Dinamika perkembangan keluarga pada tahapan middle adulthood

1. The Varying and Extended-Family Life Course

12
Dengan harapan hidup yang lebih besar, pasangan yang membesarkan
anak mungkin memiliki 30 hingga 40 tahun ke depan setelah meluncurkannya.
Merupakan tantangan bagi satu hubungan untuk memenuhi prioritas
perkembangan yang berubah dari kedua pasangan selama perjalanan hidup
yang diperpanjang. Seperti yang dikatakan seorang wanita berusia 70-an,”Jika
saya dapat menghitung ketiga suami saya, saya telah menikah selama lebih
dari 40 tahun!” Selama masa hidup yang panjang, dua atau tiga pernikahan,
dengan periode hidup bersama dan hidup lajang, menjadi semakin umum,
menciptakan jaringan kekerabatan yang kompleks di kemudian hari. Terapi
keluarga dapat memfasilitasi keharmonisan keluarga dengan saling pengertian
baru dengan memberdayakan anggota keluarga untuk memanfaatkan kekuatan
pribadi, mengenali, bernegosiasi, dan menggabungkan berbagai pandangan
dan nilai dunia.
Tujuan terapi harus disesuaikan dengan tantangan dan preferensi yang
membuat setiap individu, pasangan, dan keluarga unik. Kita perlu belajar
bagaimana membantu anggota keluarga hidup dengan sukses dalam sistem
hubungan yang kompleks dan berubah, menyangga transisi yang penuh
tekanan, dan memanfaatkan pengalaman hidup mereka di kemudian hari.
2. From Ageism and Gerophobia to a Larger Vision of Later Life
Orang dewasa yang lebih tua dari 50 tahun telah kehilangan pekerjaan
secara tidak proporsional dalam resesi ekonomi baru-baru ini dan paling kecil
kemungkinannya untuk dipekerjakan kembali. Dengan media sosial yang
memuliakan kaum muda, banyak yang berpegang teguh pada kaum muda dan
berusaha untuk merebutnya kembali, menghadapi penuaan dengan ketakutan
atau penyangkalan. Gambaran suram penuaan telah digambarkan dalam
pandangan lintasan kemunduran progresif, penurunan, dan kehilangan,
berakhir dengan kematian. Bidang biomedis dan kesehatan mental cenderung
membuat patologi di kemudian hari, berfokus pada gangguan dan kecacatan
dan mengabaikan kesulitan fungsional sebagai bagian penuaan yang tidak
dapat diubah.
3. The vital importance of family bonds
Faktanya, ikatan keluarga dan hubungan antargenerasi bagi
kebanyakan orang Amerika saling menguntungkan, dinamis, dan berkembang
bersama sepanjang kehidupan dewasa. Delany bersaudara yang berusia seratus
13
tahun, lahir dalam keluarga Afrika-Amerika selatan, mengejar karir dan hidup
bersama hampir sepanjang hidup mereka, menghargai ketahanan luar biasa
mereka pada ikatan abadi mereka. Kebanyakan orang Amerika yang lebih tua
dalam kesehatan yang baik lebih memilih untuk mempertahankan rumah
tangga yang terpisah dari anak-anak, namun mereka mempertahankan kontak
yang sering, ikatan emosional timbal balik, dan saling mendukung dalam pola
yang disebut “keintiman dari jauh” . Kedekatan anggota keluarga dan kontak
melalui telepon dan Internet sangat penting bagi mereka yang tinggal sendiri.
Anak-anak dan cucu-cucu dewasa juga mendapat manfaat dalam
banyak hal dari seringnya kontak dengan para penatua. Namun, dalam
masyarakat mobile kita, mencabut pekerjaan atau pensiun dapat membebani
kemampuan untuk memberikan pengasuhan dan dukungan langsung pada saat
krisis. Dalam konteks sosial usia dan fokus klinis pada fase pengasuhan anak
keluarga, literatur keluarga telah memberikan sedikit perhatian pada keluarga
di kemudian hari, selain tantangan pengasuhan, dan jarang membahas prioritas
dan aset anggota dewasa yang lebih tua. Perspektif perjalanan hidup tentang
perkembangan dan penuaan keluarga diperlukan, dengan menekankan
kesinambungan dan perubahan..
4. Retirement
Pensiun merupakan tonggak penting dan penyesuaian bagi individu
dan pasangan. Mereka yang sehat dan aman secara finansial akan menemukan
kembali kehidupan di kemudian hari, dari retret stereotip di kursi goyang yang
nyaman ke struktur dan tujuan baru, dengan waktu untuk bersantai, belajar,
dan pencarian baru. Terapis keluarga Lorraine Wright telah menamakan
kembali pensiun sebagai sebuah transisi yang menawarkan kesempatan untuk
memfokuskan kembali energi agar sesuai dengan kebutuhan dan preferensi
yang muncul. Apakah pensiun diinginkan atau dipaksakan akan
mempengaruhi penyesuaian.
Bahkan ketika pensiun dini atau pemutusan hubungan kerja karena
ekonomi atau relokasi perusahaan, keraguan diri dapat bertahan, serta
kecemasan dan kepahitan karena kehilangan manfaat dan keamanan.
Perubahan tempat tinggal, umum setelah meluncurkan anak atau pensiun,
dapat menambah dislokasi lebih lanjut dan kehilangan koneksi dengan
keluarga dan jaringan sosial terdekat, serta layanan yang sudah dikenal dan
14
penyedia layanan kesehatan tepercaya. Kehilangan dirasakan dalam
menyerahkan rumah tempat anak-anak dibesarkan dan banyak tonggak sejarah
yang dialami. Dengan mobilitas pekerjaan yang begitu umum, beberapa
penatua mengalami pencabutan berikutnya untuk mengikuti anak-anak mereka
lagi.
Seringkali, anak-anak dewasa tinggal di daerah yang berbeda, dan
kakek-nenek berkeliling untuk menghabiskan waktu bersama semua. Pensiun
dapat menghancurkan secara finansial bagi mereka yang tidak memiliki
tabungan dan tunjangan pensiun. Dalam kemerosotan ekonomi saat ini,
banyak yang harus terus bekerja melewati usia pensiun. Konsultasi keluarga
sangat membantu untuk memungkinkan diskusi tentang isu-isu sensitif,
mengkontekstualisasikan situasi, dan menemukan cara yang terhormat untuk
membantu.
Dalam perkawinan tradisional ibu rumah tangga/pencari nafkah,
pasangan mungkin mengalami kesulitan dengan masa pensiun suami, disertai
dengan hilangnya status terkait pekerjaan dan jaringan sosialnya, terutama jika
mereka telah tercerabut dari kerabat dan jaringan sosial untuk mengakomodasi
perpindahan karier. Pasangan berpenghasilan ganda mungkin tidak sinkron
jika salah satu terus bekerja melewati masa pensiun yang lain. Ketika seorang
anak telah mengisi kekosongan dalam pernikahan, hal itu dapat memperumit
penyesuaian pasangan selanjutnya untuk pensiun.
5. Chronic Illness and Family Caregiving
Karena ukuran keluarga rata-rata berkurang, lebih sedikit anak yang
tersedia untuk pengasuhan dan dukungan saudara kandung. Temuan terbaru
bahwa 20 persen wanita berusia 40 hingga 44 tahun tidak memiliki anak
kandung meningkatkan kekhawatiran tentang penyediaan perawatan karena
kelompok ini mencapai usia lanjut. Keuangan bisa terkuras karena biaya
kuliah anak berbenturan dengan biaya pengobatan orang tua. Semakin banyak,
anak-anak dewasa yang melewati masa pensiun, dengan kesehatan dan sumber
daya mereka sendiri yang menurun, mengasuh orang tua mereka.
Usia rata-rata pengasuh adalah 57, tetapi 25 persen berusia 65 hingga
74 tahun, dan 10 persen berusia di atas 75 tahun. Sekarang karena sebagian
besar wanita bekerja, mendapatkan penghasilan keluarga yang penting,
pekerjaan dan peran keluarga dapat melelahkan. Lansia dengan kondisi kronis
15
semakin menerima perawatan di rumah, seringkali membutuhkan perawatan
dan pengobatan yang mahal, sering dirawat di rumah sakit, dan perawatan
intensif di rumah untuk fungsi sehari-hari. Keluarga dan teman adalah garda
terdepan yang mendukung.
Beberapa aspek penyakit kronis sangat mengganggu keluarga, seperti
gangguan tidur, inkontinensia, ide delusi, dan perilaku agresif. Salah satu
gejala dan konsekuensi dari tekanan keluarga adalah pelecehan orang tua,
yang dapat terjadi pada keluarga yang kewalahan, melampaui kemampuan dan
toleransi mereka, atau dalam keluarga dengan riwayat penyalahgunaan zat dan
kekerasan. Gangguan otak progresif adalah salah satu kondisi yang paling sulit
bagi keluarga.
6. Family intervention issues and priorities
Dinamika keluarga mungkin memerlukan perhatian. Untuk pasangan,
penyakit kronis dan kecacatan dapat mengubah hubungan antara pasangan
yang lemah dan pasangan yang merawat dari waktu ke waktu. Ini dapat
menghabiskan tabungan finansial dan rencana awal untuk tahun-tahun emas.
Isu antargenerasi seputar otonomi dan ketergantungan mengemuka saat orang
tua yang menua kehilangan fungsi dan kendali atas tubuh dan kehidupan
mereka.
Bahkan ketika anak-anak dewasa memberikan dukungan finansial,
praktis, dan emosional kepada orang tua yang lanjut usia, mereka tidak
menjadi orang tua bagi orang tua mereka. Terlepas dari kelemahan atau fungsi
kekanak-kanakan, orang tua yang lanjut usia telah memiliki pengalaman hidup
dewasa selama beberapa dekade dan pantas dihormati sebagai orang yang
lebih tua. Terapis keluarga dapat memfasilitasi percakapan tentang masalah
ketergantungan dengan kepekaan dan penilaian yang realistis tentang kekuatan
dan keterbatasan. Banyak penatua khawatir menjadi beban bagi orang yang
mereka kasihi.
Dalam beberapa kasus, orang tua yang menua, kehilangan kendali dan
fungsi, dapat menjadi terlalu bergantung pada anak-anak dewasa. Sementara
satu anak dewasa mungkin menjadi terlalu bertanggung jawab melalui
kecemasan atau fungsi peran sebelumnya, yang lain mungkin menjauhkan diri.

16
7. End-of-Life Challenges and Loss of Loved Ones
Berurusan dengan suatu kondisi terminal merupakan salah satu
tantangan bagi keluarga yang paling menyakitkan, diperumit oleh keputusan
akhir kehidupan yang menyiksa. Kebanyakan orang berharap untuk kematian
secara alami. Pada jaman sekarang kebanyakan orang tua meninggal setelah
memiliki riwayat penyakit,sampai kecacatan yang panjang dan semakin
memburuk. Sangat penting untuk memenuhi kebutuhan orang tua akan
martabat dan kontrol dalam proses kematian mereka sendiri serta perawatan
paliatif agar mendapat kenyamanan dan pengurangan rasa sakit. Dokter perlu
bekerja sama dengan keluarga untuk mengurangi penderitaan, dan juga
mendiskusikan keputusan akhir kehidupan yang penting, dan memanfaatkan
waktu berharga bersama-sama dengan keluarga. Kerahasiaan dan
penghindaran akan kejelasan mengenai penyakit ini akan mempersulit situasi.
Ketika pasien dan keluarga menyembunyikan pengetahuan tentang kondisi
terminal untuk melindungi perasaan satu sama lain, hambatan komunikasi
dapat menciptakan jarak dan kesalahpahaman, mencegah kesedihan persiapan,
dan menolak kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal.
Terapis dapat membantu anggota keluarga dengan perasaan tidak
berdaya, marah, kehilangan kendali, atau rasa bersalah yang tidak dapat
mereka lakukan lebih banyak. Biasanya lebih mudah bagi anggota keluarga
yang lebih muda untuk menerima kehilangan orang tua yang waktunya telah
tiba, daripada bagi orang tua untuk menerima kehilangan dan kelangsungan
hidup mereka sendiri,saudara kandung atau anak-anak atau cucu mereka
sendiri yang meninggal terlebih dahulu. Kematian anggota terakhir dari
generasi yang lebih tua adalah tonggak sejarah keluarga, menandakan bahwa
generasi berikutnya sekarang adalah yang tertua dan berikutnya untuk
menghadapi kematian.
Hubungan suami istri bisa menjadi transisi yang sangat menegangkan,
dengan berbagai tanggapan dalam adaptasi. Wanita, dengan harapan hidup
yang lebih lama daripada pria, dan cenderung lebih muda dari suami mereka,
lebih cenderung menjanda, dengan bertahun-tahun kehidupan di depan.
Wanita cenderung mengantisipasi prospek janda, sedangkan pria cenderung
kurang siap: Rasa awal kehilangan, disorientasi, dan kesepian berkontribusi
pada peningkatan tingkat kematian dan bunuh diri dalam 2 tahun pertama.
17
Kontak sosial sering lebih terganggu bagi pria, karena istri cenderung
menghubungkan suami mereka dengan keluarga dan jejaring sosial, terutama
setelah pensiun. Namun kesulitan lebih besar bagi wanita janda dengan
sumber daya keuangan yang lebih terbatas.Meskipun kesedihan awal yang
mendalam dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar
pasangan yang masih hidup cukup tangguh dari waktu ke waktu. Penyesuaian
awal untuk sendirian secara fisik, dengan sendirinya, sulit. Dalam waktu 1
sampai 2 tahun, sebagian besar pasangan yang berduka mendapatkan kembali
minat pada orang lain dan kegiatan baru.
Pernikahan kembali merupakan suatu yang umum untuk pria tetapi
kurang untuk wanita. Menurut wanita, lebih sedikit pria yang tersedia dan juga
banyak yang memilih untuk tidak menikah lagi, terutama jika mereka
memiliki tanggung jawab pengasuhan pasangan yang berat dan enggan untuk
mengambil peran itu lagi. Masalah ekonomi dan hukum, seperti pemeriksaan
untuk anak-anak, menyebabkan beberapa pasangan yang lebih tua untuk hidup
bersama atau secara terpisah sebagai teman yang berkomitmen tanpa
pernikahan formal.
8. Cross-Generational Interplay of Life Cycle Issues
Dalam setiap keluarga, tantangan berikutnya yaitu dimana orang tua
berinteraksi dengan masalah perkembangan anak-anak mereka yang menonjol
pada fase kehidupan bersama mereka. Dengan meningkatnya keragaman
dalam pola keluarga dan kecenderungan terhadap pernikahan dan pengasuhan
anak di kemudian hari, tekanan dan konflik yang berbeda menjadi timbul.
Dalam budaya kita, orang dewasa muda muncul dari pencarian
identitas menjadi masalah komitmen dan keasyikan dengan membuat pilihan
awal, seperti pasangan hidup, karir, dan tempat tinggal, pilihan yang
menentukan tempat seseorang di dunia orang dewasa. Menanggapi kebutuhan
pengasuhan dan terancam kehilangan orang tua yang menua pada tahap
kehidupan ini mungkin penuh dengan konflik. Dokter perlu membantu orang
dewasa muda mengimbangi dorongan budaya untuk pemutusan keluarga dan
memprioritaskan hubungan dengan orang tua mereka dalam mendekati akhir
kehidupan.

18
9. Successful Aging: Meaning and Connection
Penelitian temuan ilmu saraf baru-baru ini, mengungkapkan bahwa
proses penuaan jauh lebih bervariasi dan mudah dibentuk daripada yang telah
lama diyakini. Sesepuh dapat meningkatkan perkembangan mereka sendiri
dengan secara aktif mendekati tantangan untuk mereka dan memanfaatkan
kekuatan dan pilihan mereka.. Keragaman dari berbagai proses adaptif,
berkontribusi pada penyesuaian kehidupan selanjutnya yang sukses ini
mencerminkan perbedaan dalam struktur keluarga, gaya kepribadian individu,
peran gender, dan etnis, kelas sosial, pedesaan versus perkotaan, dan pengaruh
budaya yang lebih besar.
Salah satu analisis studi internasional tentang penuaan menunjukkan
bahwa orang dewasa yang lebih tua benar-benar dapat mengintegrasikan
masalah pada tingkat yang lebih tinggi daripada kaum muda, terutama dalam
menghadiri isu-isu etika dan kontekstual. Dari studi populasi yang berbeda,
banyak wanita yang paling penting telah mengalami perubahan dan
diskontinuitas yang mendalam. Mereka yang paling frustrasi, marah, dan
tertekan telah berpegang teguh pada peran yang membatasi sebelumnya atau
telah mengulanginya. Apa yang membedakan wanita yang penting bukanlah
peran mana yang mereka mainkan di masa dewasa sebelumnya, melainkan
apakah mereka telah mengembangkan rasa tujuan dan struktur untuk membuat
pilihan dan keputusan hidup.Vaillant (2012) menemukan bahwa hubungan
yang bermakna adalah faktor yang paling penting dalam penuaan pria yang
sukses. Cinta dan keintiman mungkin mengambil banyak bentuk,
memperdalam dari waktu ke waktu. Penting untuk menantang membatasi
pandangan dan mengeksplorasi kemungkinan untuk pemenuhan pribadi dan
relasional.
10. The Significance of Relational Connections
Kita semua merupakan makhluk yang relasional. Orientasi dalam
sistem keluarga mempertimbangkan jaringan hubungan yang luas,
mengidentifikasi dan mengambil sumber daya potensial untuk ketahanan
dalam keluarga, termasuk kerabat informal. Bahkan dalam keluarga yang
bermasalah, "garis hidup relasional" untuk ketahanan dapat ditemukan.
Beberapa individu adalah pendengar yang baik dan secara emosional
mendukung Orang lain yang mungkin pemecah masalah yang baik atau
19
membawa keceriaan dan tawa yang dibutuhkan. Teman lama dan masa kecil
menjadi semakin dihargai. Banyak yang terhubung kembali di reuni bahkan
melalui jejaring sosial Internet. Teman-teman lama menghubungkan kita
dengan diri kita yang lebih muda dan menawarkan perspektif tentang
kehidupan kita yang baru muncul.

C. Contoh Kasus dan Analisis Kasus

1. Family Task during Middle Adulthood


Tak ingin hidup sendiri di masa tua seperti ibunya, ibunda Indah Handayani
meminta anak perempuannya itu tetap serumah. "Rumah sepi," katanya. Jadilah
setelah menikah empat tahun lalu, Indah dan suami tinggal di rumah orang
tuanya.
Maka keluarga muda itu tinggal bersama ayah, ibu, dan adik laki-laki Indah di
rumah dengan enam kamar itu. Hal lain yang membuat Indah berat meninggalkan
rumah setelah menikah adalah kondisi keuangan keluarganya. Ayahnya yang
kena PHK dari sebuah maskapai penerbangan yang bangkrut membuat Indah
harus berbagi tugas membiayai kehidupan keluarga dengan ibunya, seorang PNS.
Untuk hidup bersama, Indah dan suami bersepakat memberikan sejumlah uang
kepada ibu untuk membayar listrik, telepon rumah, pembantu, dan uang belanja
untuk makanan per bulannya. Pengelolaan pengeluaran keluarga ada di tangan
ibu.
Selama tinggal bersama orang tuanya setelah menikah, Indah mengaku sering
sekali berselisih paham, terutama dengan ibunya. Hal sepele sekalipun seperti
meletakkan sebuah barang yang tidak pada tempat semula bisa jadi letupan
emosi.
Dan, masalah yang paling sulit diselesaikan adalah dominasi ibunya.
"Misalnya, tiba-tiba mau renovasi rumah tanpa berembuk dengan kami. Dari dulu
memang ia yang memegang kendali rumah tangga," kata Indah memaparkan.
Di dalam hatinya, Indah menyimpan niatan untuk memiliki rumah sendiri.
Sebab, ia ingin lebih mandiri dalam membangun rumah tangga. Meski begitu,
Indah menikmati serumah dengan ayah bundanya karena anaknya masih balita.

20
"Terutama kala saya belum sampai di rumah karena bekerja. Terkadang saya
juga harus keluar kota meninggalkan anak," ujarnya. Di sisi lain, bisa melihat
orang tuanya setiap hari berkumpul di rumah memberi rasa tenang padanya.
Analisis:
Dari kasus diatas dapat dilihat pentingnya mempersiapkan segala sesuatu
untuk hari tua atau pensiun. Saat berada pada tahap middle adulthood yaitu
Families at Midlife, Launching Children and Moving On akan terlihat cara orang
tua atau orang dewasa dalam membimbing dan mendukung anak dalam hal
tersebut yang kemudian akan mempengaruhi pilihan yang dibuat anak. Kasus
seperti itu sering terjadi di kalangan yang kurang mampu secara finansial dan
terpinggirkan di mana orang tua mengharapkan anak mereka bekerja dan
berkontribusi pada rumah tangga, daripada mendesak mereka untuk
meninggalkan rumah dan hidup mandiri. Dan sebagai seorang istri pastinya Indah
memiliki tanggung jawab tersendiri yang mungkin sudah cukup besar. Karena
itulah dapat terjadi luapan emosi atau sering berselisih paham dengan ibunya.
Selain itu ada juga sebuah fakta bahwa hubungan orang tua-anak menjadi lebih
penuh kasih sayang dan dekat setelah anak-anak meninggalkan rumah (Troll,
1994), dan orang tua seringkali menganggap anak mereka sebagai teman dekat
(Saphiro, 1996), terutama setelah anak mereka menikah dan sudah memiliki anak
sendiri. Sedangkan Indah yang mungkin bisa saja memilih hidup mandiri namun
lebih memilih untuk terap tinggal bersama ibunya karena anaknya yang masih
balita dan merasa lebih tenang saat berkumpul dengan orang tuanya meskipun
sering berselisih paham. Dari kasus ini dapat diketahui tentang pentingnya
membangun hubungan antar generasi atau keluarga yaitu orang tua.
2. Family in Later Life
Dilansir Worldofbuzz, Selasa (28/2/2017), baru-baru ini sebuah panti jompo
bernama Twilight Villa yang berlokasi di East Dagon Township, Myanmar,
menyambut anggota baru, yaitu seorang nenek berusia 87 tahun. Sebelum pindah
ke panti jompo, perempuan bernama Tin Tin itu tinggal di rumah yang sama
dengan anaknya. Karena ia sangat kesepian, ia akhirnya memutuskan untuk
menjadikan boneka plastik sebagai sahabatnya agar bisa terus menemaninya
sepanjang waktu.
"Keluarganya tidak bisa menjaganya lagi, jadi mereka memutuskan untuk
membawanya ke panti jompo. Meski keputusan anak-anaknya itu membuatnya
21
takut karena dia harus pindah ke tempat yang benar-benar baru. Untungnya dia
tidak melakukan perlawanan apa pun," kata seorang petugas panti jompo.
"Dia hanya meminta petugas agar memperbolehkannya membawa boneka
yang telah menjadi temannya. Dia bahkan menjelaskan jika temannya itu tidak
makan dan hanya tersenyum. Dia sangat senang ketika kami mengizinkannya
untuk membawa boneka itu. Nenek Tin pun langsung menunjukkan wajah
tersenyum," lanjutnya.
Analisis:
Dari kasus di atas dapat kita lihat bahwa individu pada masa tua perlu
mempersiapkan dirinya untuk menghadapi tugas-tugas perkembangannya, salah
satu tugas perkembangan yang terkait dengan kasus diatas adalah menyesuaikan
dirinya yang di masa tua nanti akan mengalami beberapa penurunan pada kondisi
fisik, psikologis, dan sosial. Pada dinamika keluarga pada masa tua kasus diatas
termasuk pada tahap Chronic Illness and Family Caregiving, dimana lansia
mengalami kondisi kronis yang seringkali membutuhkan perawatan. Tahap ini
sangat membutuhkan adanya dukungan dari keluarga. Namun, lain halnya dengan
kasus di atas dimana keluarga bukan merawat ibunya yang sudah tua melainkan
mereka malah mengirim ibunya ke panti jompo, padahal sangat penting untuk
kita semua membangun hubungan sosial dengan keluarga di masa tua. Karena
dengan adanya kedekatan dengan keluarga, lansia akan merasa diperhatikan,
lansia tidak merasa kesepian, dan mereka memiliki dorongan untuk tetap
menjalani kehidupan sehari-hari.

22
BAB III

KESIMPULAN

Middle adulthood atau masa dewasa madya adalah masa yang berlangsung dari usia
40 sampai 60 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada masa ini, meliputi menjaga
kesehatan fisik dan psikologis, menggunakan waktu dan kebebasan untuk mengembangkan
minat dan rekreasi sosial, menjalin kembali hubungan antara generasi muda dengan generasi
tua yang pernah renggang, mempersiapkan hari tua atau pensiun, dan meningkatkan
keakraban dengan pasangan, anak, keluarga, serta orang lain. Selain itu, terdapat 8 dinamika
perkembangan keluarga pada tahap ini, yaitu families at midlife: launching children and
moving on, renegotiating couple relationships, perceraian pada usia paruh baya, redefining
relationships with adult children and boomerang kids, renegotiating relationships with
parents, the death of parents, accepting the expansion of family through marriage and
grandchildren, dan renegotiating relationships with other family members and friends.
Tahapan perkembangan keluarga selanjutnya adalah the family in later life. Terdapat
10 dinamika perkembangan keluarga pada tahap ini, yaitu the varying and extended-family
life course, from ageism and gerophobia to a larger vision of later life, the vital importance
of family bonds, retirement, chronic illness and family caregiving, family intervention issues
and priorities, end-of-life challenges and loss of loved ones, cross-generational interplay of
life cycle issues, successful aging: meaning and connection, dan the significance of relational
connections.
Berkaitan dengan dua tahapan perkembangan keluarga tersebut, penyusun
memberikan dua kasus beserta analisisnya sesuai dengan teori tersebut. Kasus pertama berada
tahap middle adulthood, yaitu Families at Midlife, Launching Children and Moving On.
Untuk menemani orangtuanya, Indah dan keluarga kecilnya memutuskan untuk tinggal
bersama orangtuanya, meski terkadang ada selisih paham di antara keduanya. Kasus kedua
berada pada tahap Chronic Illness and Family Caregiving. Tahap dimana lansia mengalami
kondisi kronis yang seringkali membutuhkan perawatan sehingga membutuhkan dukungan
lebih dari keluarga. Akan tetapi, seorang lansia di Myanmar tidak mendapatkan cukup
dukungan dan tinggal di panti jompo.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. A., & Sabatelli, R. M. (2007). Family interaction: A multigenerational


developmental perspective. Boston: Pearson/A & B.
Lisnawati, Y. (2017, February 28). Kisah Nenek Dan Boneka Di Panti Jompo Ini Menguras
air mata. liputan6.com. https://www.liputan6.com/citizen6/read/2871403/kisah-
nenek-dan-boneka-di-panti-jompo-ini-menguras-air-mata
McGoldrick, M., Carter., Garcia-Preto. (2011). The expanded family life cycle. 4th edition.
Allyn &Bacon.
Prawitasari, J. E. (2016). Aspek Sosio-Psikologis Lansia Di Indonesia. Buletin Psikologi,
2(1), 27–34. https://doi.org/10.22146/bpsi.13240
Republika. (2015, December 15). Di Bawah Kepak Sayap Ortu. Republika Online.
https://www.republika.co.id/berita/nzdsg821/keluarga-di-bawah-kepak-sayap-ortu
Santrock, J. W. (2012). Life-span development: perkembangan masa-hidup (edisi 13).
Erlangga.

24
LEMBAR KONTRIBUSI

Nama (NIM) Kotribusi Presentase

- Mencari materi family task during 14%


Dwi Endah Widiyani
middle adulthood
(15000120120050)
- Analisis kasus 1

- Membuat latar belakang dan 14%


Jihan Khairiyah Iklil
kesimpulan
(15000120140218)
- Membuat ppt

- Mencari materi mengenai family 14%


Kirana Daffani A
in later life
(15000120140096)

- Merapikan bagian isi makalah 14%


Maylya Isnaeni
- Mencari kasus 1 dan 2
(15000120130163)
- Membuat ppt

- Mencari materi family in later life 14%


Mochammad Wisnu R
(15000120140244)

- Membuat rumusan masalah dan 14%


Septi Noviana
tujuan
(15000120130192)
- Merapihkan makalah
- Analisis kasus 2
- Membuat ppt

- Mencari materi family task during 14%


Syaza Jihan Azzahra
middle adulthood
(15000120130257)

25

Anda mungkin juga menyukai